• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Model SERVQUAL

Dasar dari model SERVQUAL adalah penilaian gap antara pelayanan yang diterima (perceived service) dengan pelayanan yang diharapkan (expected service). Alur perjalanan model dengan penilaian gap ini melewati

17

beberapa tahap. Terdapat lima gap hingga terbentuk konsep penilaian gap antara expected service dengan perceived service sebagai dasar dari model SERVQUAL (Parasuraman et al., 1985). Berikut adalah penjelasan tentang lima gap tersebut:

1. Gap 1. Harapan pelanggan dengan persepsi manajemen.

Penilaian gap 1 ini didasarkan pada alasan bahwa harapan pelanggan akan berpengaruh terhadap penilaian atau evaluasi pelanggan tentang kualitas pelayanan.

2. Gap 2. Persepsi manajemen tentang harapan pelanggan dengan tafsiran persepsi tersebut kedalam spesifikasi kualitas pelayanan.

Penilaian gap 2 ini didasarkan pada alasan bahwa persepsi manajemen tentang harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas pelayanan akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan dari sudut pandang pelanggan. 3. Gap 3. Spesifikasi kualitas pelayanan dengan pelayanan yang diberikan. Penilaian gap 3 ini didasarkan pada alasan bahwa spesifikasi kualitas pelayanan akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan menurut pelanggan.

4. Gap 4. Pelayanan yang diberikan dengan komunikasi pada pelanggan. Penilaian gap 4 ini didasarkan pada alasan bahwa pelayanan yang diberikan akan berpengaruh terhadap tolok ukur kualitas pelayanan menurut pelanggan.

18 Gap 2 Gap 1 Gap 3 Gap 5 Gap 4

Penilaian gap 5 ini didasarkan pada alasan bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan pelanggan merupakan sesuatu yang penting karena akan dibandingkan dengan harapannya.

Penyedia jasa

Bagan 2.1. Model SERVQUAL (Parasuraman et al., 1985)

Komunikasi secara lisan (word

of mouth communication)

Kebutuhan

personal Pengalaman masa lalu

Expected service

Perceived service

Pelayanan yang diberikan (termasuk kontak sebelum dan

sesudah) Tafsiran persepsi manajemen ke dalam spesifikasi kualitas pelayanan Persepsi manajemen tentang harapan pelanggan Komunikasi eksternal kepada pelanggan Pelanggan

19

Menurut Parasuraman et al. (1985) kualitas pelayanan yang diterima oleh pelanggan (perceived service quality) merupakan hasil perbandingan dari pengukuran expected service dan perceived service. Hasil perbandingan itulah yang dapat menyimpulkan gambaran kualitas pelayanan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gambaran kualitas pelayanan dipengaruhi oleh harapan dan kenyataan pelayanan yang diterima oleh pelanggan. Expected service dan perceived service sendiri dipengaruhi oleh lima dimensi yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy. Di samping itu, terdapat faktor lain yang dapat berpengaruh pada harapan pelanggan terhadap sebuah pelayanan (expected service). Yaitu word of mouth, kebutuhan personal, dan pengalaman masa lalu. Expected service diukur menggunakan pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban dalam rentang “sangat tidak penting” sampai “sangat penting”, dan perceived service diukur menggunakan pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban dalam rentang “sangat tidak setuju” sampai “sangat setuju”.

Pada tahun 1985, sebenarnya Parasuraman et al. mencetuskan sepuluh dimensi kualitas pelayanan, yaitu tangibles, reliability, responsiveness, communication, credibility, security, competence, courtesy, understanding / knowing the customer, dan acces. Untuk mengkaji sepuluh dimensi tersebut, dibutuhkan 97 poin penilaian. Namun pada tahun 1988, Parasuraman et al. melakukan reduksi terhadap sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi. Reduksi bertujuan untuk meningkatkan reliabilitas data hasil dari pengukuran kualitas pelayanan. Lima dimensi tersebut adalah tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy atau yang lebih dikenal dengan

20

model SERVQUAL dengan 22 poin penilaian (Parasuraman et al., 1988). Poin peniliaian yang berjumlah 22 inilah yang sering dikenal dengan istilah SERVQUAL questionnaire sebagai instrumen untuk mengukur kualitas pelayanan. Pada tahun 1991, Parasuraman et al. mengkaji ulang dan memperbaiki skala model SERVQUAL. Dalam 22 poin penilaian SERVQUAL yang dikembangkan pada tahun 1988, terdapat 16 pernyataan positif dan 6 pernyataan negatif untuk mengukur kualitas pelayanan. Setelah dilakukan penelitian, didapatkan hasil bahwa pernyataan negatif mengindikasikan kebingungan responden saat menjawab, dan penyedia pelayanan merasa keberatan terhadap adanya pernyataan negatif tersebut. Sehingga pernyataan negatif itu diubah menjadi pernyataan positif (Parasuraman et al., 1991).

Parasuraman et al. sendiri menjelaskan di dalam jurnalnya pada tahun 1994 bahwa kuesioner SERVQUAL telah digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan pada banyak sektor. Seperti penelitian pada dunia akuntansi (Bojanic, 1991), department store (Finn dan Lamb, 1991; Teas, 1993), perusahaan gas (Babakus dan Bollar, 1992), rumah sakit (Babakus dan Mangold, 1992), perbankan (Cronin dan Taylor, 1992), serta pada perguruan tinggi (Boulding, Kalra, Staelin, dan Zeithaml, 1993; Ford, Joseph, dan Joseph, 1993). Model SERVQUAL oleh Parasuraman et al. telah beberapa kali diuji dan diterapkan di lingkungan kesehatan. Seperti yang dilakukan oleh Emin Babakus dan W. Glynn Mangold pada tahun 1992 menemukan bahwa skala pengukuran SERVQUAL merupakan suatu evaluasi yang empirik yang dapat digunakan dan sangat bermanfaat dalam pengukuran

21

kualitas pelayanan di rumah sakit. Begitu pula dengan temuan Dinesh Amjeriya dan Kumar Malviya pada tahun 2012 yaitu skala pengukuran SERVQUAL yang disusun oleh Parasuraman et al. efektif digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan di lingkungan kesehatan. Hasil penelitian serupa juga telah ditemukan oleh Pena, et al. pada tahun 2013.

Kartajaya, dkk (2006) menuliskan dalam bukunya bahwa Parasuraman, Zeithaml, dan Berry pernah melakukan riset untuk menguji dimensi apa diantara kelima dimensi SERVQUAL yang dianggap paling penting bagi pelanggan. Hasilnya adalah reliability dianggap paling penting oleh pelanggan dengan kontribusi 32%, responsiveness 22%, assurance 19%, empathy 16%, dan terakhir tangibles 11%. Namun, hasil riset oleh Parasuraman et al. tersebut bukan merupakan hasil mutlak penilaian kualitas pelayanan di seluruh penyelenggara jasa di dunia. Perlu dilakukan penelitian jika ingin mengukur kualitas pelayanan pada suatu pusat pelayanan.

2.5.1 Tangibles

Tangibles dapat diartikan sebagai bukti langsung. Menurut Parasuraman et al. (1988), tangibles adalah kemampuan penyedia pelayanan dalam menunjukkan eksistensinya pada pihak eksternal. Tangibles meliputi tampakan dari fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, hingga alat komunikasi yang digunakan oleh sebuah layanan. Jumlah poin penilaian pada dimensi tangibles ada empat. Parasuraman et al. (1994) menyebutkan empat poin tersebut ialah:

22 2. Fasilitas terlihat menarik.

3. Pekerja berpenampilan rapi dan profesional. 4. Unsur pendukung pelayanan terlihat baik.

2.5.2. Reliability

Reliability dapat diartikan sebagai keandalan. Menurut Parasuraman et al. (1988), reliability adalah kemampuan untuk melaksanakan dan memenuhi layanan yang telah dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Reliability mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Jumlah poin penilaian pada dimensi reliability ada lima. Parasuraman et al. (1994) menyebutkan lima poin tersebut ialah:

1. Memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. 2. Pelayanan kepada pelanggan dapat diandalkan. 3. Memberikan pelayanan dengan segera.

4. Memberikan pelayanan sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan. 5. Menjaga catatan bebas dari kesalahan.

2.5.3. Responsiveness

Responsiveness dapat diartikan sebagai daya tanggap. Menurut Parasuraman et al. (1988), responsiveness adalah kemampuan dan kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang tepat. Jumlah poin penilaian pada dimensi responsiveness ada empat. Parasuraman et al. (1994) menyebutkan empat poin tersebut ialah:

23

1. Selalu memberikan informasi kepada pelanggan tentang kapan pelayanan siap diberikan.

2. Pelayanan terhadap pelanggan diberikan dengan tanggap. 3. Kemauan untuk membantu pelanggan.

4. Kesiapan untuk menanggapi permintaan pelanggan.

2.5.4. Assurance

Assurance dapat diartikan sebagai jaminan. Menurut Parasuraman et al. (1988), assurance adalah pengetahuan dan kemampuan karyawan dalam memberikan kepercayaan diri untuk menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan pelanggan. Jumlah poin penilaian pada dimensi assurance ada empat. Parasuraman et al. (1994) menyebutkan empat poin tersebut ialah:

1. Pekerja dapat menanamkan kepercayaan dalam diri pelanggan. 2. Membuat pelanggan merasa aman saat melakukan transaksi. 3. Pekerja selalu menunjukkan sikap sopan santun.

4. Pekerja memiliki pengetahuan luas untuk menjawab pertanyaan pelanggan.

2.5.5. Empathy

Menurut Parasuraman et al. (1988), empathy adalah perhatian yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan kepada pelanggan. Jumlah poin penilaian pada dimensi empathy ada lima. Parasuraman et al. (1994) menyebutkan lima poin tersebut ialah:

1. Memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan. 2. Pekerja melayani pelanggan dengan penuh perhatian.

24

3. Pekerja mengutamakan kepentingan pelanggan dengan sepenuh hati. 4. Pekerja memahami kebutuhan pelanggan.

5. Mempunyai jam kerja yang sesuai.

2.5.6. Expected Service

Expected service merupakan pelayanan yang diharapkan oleh pelanggan. Expected service meliputi harapan pelanggan terhadap wujud nyata, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati penyedia pelayanan. Expected service juga dipengaruhi oleh word of mouth, kebutuhan personal, dan pengalaman masa lalu. Word of mouth (WOM) dapat diartikan sebagai komunikasi secara lisan. WOM adalah pernyataan yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain yang mana pernyataan yang disampaikan tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap persepsi orang yang menerima pernyataan. Artinya, adanya WOM tentang pelayanan akan berpengaruh pada harapan terhadap pelayanan. WOM akan berpengaruh besar dan cenderung lebih mudah diterima apabila yang menyampaikan adalah ahli, teman, atau keluarga. Sedangkan kebutuhan personal didefinisikan sebagai kebutuhan seseorang terhadap pelayanan. Kebutuhan tersebut membawa peran penting bagi seseorang dalam menyusun harapan terhadap pelayanan yang dikehendakinya. Pengalaman masa lalu juga menjadi faktor yang mempengaruhi harapan seseorang terhadap sebuah pelayanan.

Cara mengukur expected service adalah dengan memberikan pertanyaan tertutup kepada pelanggan tentang harapan terhadap pelayanan dengan pilihan jawaban dalam rentang “sangat tidak penting” sampai “sangat

25 penting” (Parasuraman et al., 1988) .

2.5.7. Perceived Service

Perceived service merupakan pelayanan yang dirasakan atau diterima oleh pelanggan. Perceived service dapat diartikan sebagai kenyataan pelayanan. Penilaian perceived service ini meliputi lima dimensi SERVQUAL yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy.

Cara mengukur perceived service adalah dengan memberikan pertanyaan tertutup kepada pelanggan tentang pelayanan yang diterima dengan pilihan jawaban dalam rentang “sangat tidak setuju” sampai “sangat setuju” (Parasuraman et al., 1988).

2.5.8. Perceived Service Quality

Perceived service diukur bersama expected service untuk menggambarkan perceived service quality atau untuk menyimpulkan gambaran kualitas pelayanan. Hasil pengukuran perceived service quality merupakan suatu evaluasi kinerja penyelenggara atau penyedia pelayanan. Gambaran kualitas pelayanan yang diukur dapat dimanfaatkan untuk manajemen pusat pelayanan, terutama untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Cara mengukur perceived service quality adalah dengan menghitung skor gap atau selisih antara nilai perceived service dan expected service. Apabila hasil skor gap adalah negatif, maka dinyatakan bahwa kualitas

Dokumen terkait