• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.3 Hasil Penelitian

5.3.1 Gambaran Pola Asuh Makan

Pola asuh makan pada baduta meliputi pemberian gizi yang cukup dan seimbang melalui pemberian ASI dan MP-ASI. Gambaran pola pemberian

ASI meliputigambaran pengetahuan, sikap dan praktik pemberian ASI, komposisi dan manfaat ASI, waktu/usia pemberian ASI pertama kali, Frekuensi pemberian ASI, lama pemberian ASI, dan usia penyapihan.

Sedangkan gambaran pola pemberian MP-ASI meliputi gambaran pengetahuan, sikap, dan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang meliputi cara pemberian MP-ASI, waktu/usia pemberian MP-ASI pertama kali, frekuensi pemberian MP-ASI, komposisi dan porsi MP-ASI, jenis MP-ASI, serta cara pembuatan MP-ASI yang baik dan tepat untuk anak.

5.3.1.1 Gambaran Pola Pemberian ASI

Pola pemberian ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gambaran pengetahuan, sikap dan praktik ibu yang memiliki baduta dengan status gizi kurang terhadap Gambaran pola pemberian ASI meliputigambaran pengetahuan, sikap dan praktik pemberian ASI, komposisi dan manfaat ASI, waktu/usia pemberian ASI pertama kali, Frekuensi pemberian ASI, lama pemberian ASI, dan pengetahuan mengenai usia penyapihan.

1. Pengetahuan Pemberian ASI

Pengetahuan mengenai pemberian ASI meliputi pengetahuan tentang ASI, komposisi dan manfaat ASI, waktu/usia pemberian ASI pertama kali, Frekuensi pemberian ASI, lama pemberian ASI, dan usia penyapihan.

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama, didapatkan hanya ada satu orang informan yang memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI dan ASI eksklusif terutama tentang manfaat ASI, Frekuensi pemberian ASI, lama pemberian ASI, dan usia penyapihan.Sedangkan pengetahuan tentang komposisi ASI dan waktu yang tepat untuk pemberian ASI

pertama kali hampir keseluruhan informan tidak mengetahui kapan waktu yang tepat sebaiknya anak di beri ASI pertama kali, hampir semua informan tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kolostrum dan ada lima orang informan yang menjawab tidak tahu ketika ditanya apa yang dimaksud dengan ASI eksklusif karna yang mereka ketahui hanya ASI adalah air susu ibu.

Berikut kutipannya:

Sing arane ASI iku banyu susu sing emane dudu susu botol atau susu dot,

ASI iku ning jerone akeh mengandung vitamin sing bagus genah si bayi,

ari ASI eksklusif iku ASI apa yah?ASI dicampur ya nong?

(“Yang namanya ASI itu adalah air susu ibu bukan susu botol atau susu dot yang didalamnya banyak mengandung vitamin yang baik untuk si bayi, kalau ASI eksklusif itu ASI apa yah? ASI campuran kali ya neng?”) (Informan A).

ASI iku ya banyu susu emak, manfa’ate akeh bisa genah kesehatan si

bayi, supaya anak ora gampang kena penyakit,lan lebih praktis daripada susu botol, ari ASI eksklusif mah disusui sampe 6 bulan

(“ ASI itu ya air susu ibu, manfaatnya banyak bisa untuk kesehatan bayi supaya anak tidak mudah sakit dan lebih praktis dibandingkan susu formula, kalau ASI eksklusif itu disusui sampai 6 bulan) (Informan J).

“ASI mah banyu susu emak, ari ASI eksklusif mah ora weruh nong”

(“ASI itu air susu ibu, kalau ASI eksklusif saya tidak tahu neng”) (Informan K).

“ASI iku air susu ibu sing bagus genah si bayi”

Sedangkan pengetahuan mengenai usia pemberian ASI pertama kali, sebagian besar informan berpendapat bahwa pemberian ASI pertama kali yang tepat ialah setelah tiga hari kelahiran anak. Sebagian besar informan berpendapat bahwa ASI di hari pertama, hari kedua dan ketiga setelah kelahiran anak tidak bagus karena berwarna kekuningan dan dianggap kotor. Berikut kutipannya:

Telung dina seentase lahiran nong karna banyu susu memiti mah

warnane kuning belok

(“Tiga hari setelah melahirkan neng, karna ASI yang pertama kali keluar warnanya kuning dan kotor”) (Informan A).

Embuh yah ora pati kelingan, pokone mah begitu banyu susu metu

langsung disedotaken tapi ikugah sing kuning-kuninge mah dibuang dipit bokan ora teger”

(“ Tidak tahu sudah lupa, pokonya begitu ASI keluar langsung diberikan kepada bayi tapi itupun dibuang dulu cairan kuningnya (kolostrum) khawatir tidak baik” (Informan J).

Biasane mah rong dina seentase lahir karna dina memiti mah biasane

durung metu

(Biasanya dua hari setelah melahirkan karena hari pertama biasanya ASI belum keluar”) (Informan K).

Tetapi ada juga informan yang mengetahui kapan sebaiknya ASI pertama kali diberikan yaitu segera setelah bayi dilahirkan hanya saja menurut informan ASI nya belum keluar sehingga bayi tidak mau mengisap puting susunya.

“Atuh susu mah baguse mah digain langsung tembeke clek tapi ya

berhubung banyu susune ora metu ya si bayine ora gelem nyedot tapi

ya laju tek olesi madu susu kitane supaya dikecropi ning si bayi”

(ASI itu sebaiknya diberikan segera setelah bayi dilahirkan tapi berhubung karna air susu saya tidak langsung keluar jadi si bayi tidak mau menghisap puting susu tapi langsung saya olesi madu supaya bayi mau menghisap susu) (Informan A).

“Atuh lah kitamah semetune banyu susu be ngko gah wis ana banyu susune mah merengpeng lamun ora disedot ning si bayi”

(Kalau saya mah sekeluarnya air susu saja langsung saya kasih ke si bayi karna nanti kalau tidak diberikan kepada bayi payudara saya akan terasa sakit) (Informan R).

“Semetune be lah ari durung metu banyu susune mah digai mangan gedang tah apatah bokan kelaparan ko anak kita”

(Sekeluarnya air susu aja lah kalau air susunya belum keluar dikasih makan pisang juga tidak apa-apa daripada anak saya nanti kelaparan) (Informan R).

Dan mengenai pengetahuan frekuensi pemberian ASI atau seberapa sering anak diberi ASI dalam sehari rata-rata ibu bayi memberikan ASI kepada anaknya setiap kali anaknya menangis meminta ASI. Berikut kutipannya:

“Pokone mah unggal anak nangis atuh ya di sosoni”

(“ Pokonya setiap anak menangis ya diberi ASI) (Informan A).

“Pirang balen yah ora keitung, sing jelasmah lamun anak ngelih atau nangis buru-buru disosoni”

(“Berapa kali yah tidak terhitung pokoknya setiap anak lapar dan menangis cepat-cepat disusui”) (Informan J).

“Pirang-pirang balen unggal anak pengen nyusu atuh disosoni”

(“Berkali-kali setiap anak pengen nyusu ya kita susui”) (Informan K). Pengetahuan mengenai lama pemberian ASI atau berapa waktu yang dibutuhkan setiap kali menyusui rata-rata informan menjawab sampai si bayi merasa kenyang dan berhenti menangis. Berikut kutipannya :

“Biasane lamun wis wareg mah si bayi laju turu ngko gah ucul dewek”

(“Biasanya kalau sudah kenyang si bayi langsung tertidur nanti juga lepas sendiri”) (Informan A).

“Atuh sewarege be ko gah wis wareg mah nyusune liren dewek”

(“Ya sampai kenyang nanti juga kalau sudah kenyang berhenti sendiri”) (Informan J)

“Sampe wareg“

(“Sampai kenyang) (Informan K).

Sedangkan pengetahuan mengenai usia penyapihan hampir semua informan berpendapat bahwa penyapiha sebaiknya dilakukan sampai anak berusia 2 tahun, tetapi ada satu informan yang berpendapat bahwa anak sebaiknya disapih sebelum berusia 2 tahun karena kalau sudah lebih dari dua tahun biasanya akan semakin sulit untuk melakukan penyapihan. Berikut kutipannya :

“Ari kitamah arep sampe rong taun bae lah supaya anak kita pinter lan ngkone nurut ning wong tua”

(“Kalau saya mau sampe usia 2 tahun aja supaya anak saya pinter dan nantinya nurut sama orangtua”) (Informan A).

“Biasane mah sampe umur rong tahun yah tapi embuh kih lah saikine wis pegel nyokoti bae apamaning wis ana untune mah sampe bengkak kadang”

(“Biasanya sih sampai usia dua tahun tapi tidak tau nih sekarang saja sudah capek ngegigit terus apalagi sudah ada giginya kadang sampe bengkak”) (Informan J).

Umur rong tahun sing bagusmah

(“Yang bagus sampe usia dua tahun”) (Informan K). 2. Sikap Pemberian ASI

Gambaran sikap pemberian ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapat informan utama dalam hal pentingnya ASI, komposisi dan manfaat ASI, waktu/usia pemberian ASI pertama kali, Frekuensi pemberian ASI, lama pemberian ASI, dan usia penyapihan.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, seluruh informan berpendapat bahwa pemberian ASI kepada baduta merupakan hal yang penting dilakukan. Ketika ditanya alasannya, mereka menjawab karena ASI merupakan makanan yang lengkap untuk balita dan tidak merepotkan atau lebih praktis dalam pemberiannya dibandingkan dengan susu formula, serta dapat menjadikan bayi mereka sehat dan pintar. Berikut kutipannya:

“Penting lah, wong jere bidan gah ASI sing paling bagus lan praktis dibandingkan susu formula”

(Penting dong, orang kata bidan juga ASI yang paling bagus dan praktis dibandingkan susu formula) (Informan A).

“Penting nong, lagian ora di gai ASI mah arep digain apa tuku susu botol larang”

(Penting neng, lagian kalau tidak diberi ASI mau diberi apa beli susu formula mahal) (Informan J).

“Penting nong, bayi sing ora disosoni mah gampang kena penyakit”

(Penting neng, bayi yang tidak diberi ASI mudah terkena penyakit) (Informan K).

“Penting nong, ASI mah siji-sijine pepanganan si bayi sing bagus genah kesehatan lan kecerdasan si bayi”

(Penting neng, ASI itu satu-satunya makanan bayi yang baik untuk kesehatan dan kecerdasan si bayi)(Informan S ).

“Penting lah, wong wadon mah wis perantine nyosoni ora gelem nyosoni mah aja dadi wong wadon”

(Penting donk, perempuan mah sudah seharusnya menyusui anaknya kalau tidak mau menyusui jangan jadi perempuan)(Informan R).

Selain itu hampir seluruh informan berpendapat bahwa sebaiknya melakukan penyapihan setelah bayi berusia 2 tahun karena mereka beranggapan bahwa perintah agama yang mereka yakini adalah aturan yang paling bijaksana dan paling tepat untuk kebaikan ibu dan bayi. Tetapi informan mengemukakan bahwa itupun tergantung situasi dan kondisi ibu dan bayiartinya kalau ibunya sehat dan memungkinkan untuk terus memberikan ASI maka ASI akan terus diberikan sampai anak berusia 2 tahun.

Praktek pemberian ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah praktik pemberian ASI yang dilakukan informan utama untuk bayinya, meliputi pemberian ASI, komposisi dan manfaat ASI, waktu/usia pemberian ASI pertama kali, Frekuensi pemberian ASI, lama pemberian ASI, dan usia penyapihan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan utama, didapatkan hasil bahwa sebagian besar informan berpendapat bahwa ASI memang sebaiknya langsung diberikan kepada bayi segera setelah bayi dilahirkan. Namun meskipun demikian, pada prakteknya sebagian besar informan mengatakan bahwa ASI mereka baru keluar setelah tiga hari melahirkan sehingga mereka mengganti ASI dengan susu formula,madu, dan air putih bahkan ada yang langsung diberi pisang dan tape singkong sampai ASI mereka keluar. Masalah lain adalah banyak informan yang tidak memberikan kolostrumnya kepada anak karena mereka menganggap cairan tersebut kotor dan tidak baik untuk anak.

Selain itu untuk lamanya pemberian ASI, lima informan selalu memberikan ASI sampai anak merasa kenyang dan berhenti menangis. Tidak ada batasan waktu untuk lamanya pemberian ASI. Untuk usia penyapihan hampir semua informan melakukan penyapihan sampai anak berusia dua tahun. Berdasarkan penelitian diketahui gambaran praktik pemberian ASI pada ibu baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya diketahui satu orang informan mengaku sudah tidak memberikan ASI sejak bayi berusia empat bulan karena bayi tidak mau menyusu dengan alasan ASI yang keluar sedikit, dan beberapa informan lainnya mengaku sudah mulai memberikan makanan selain ASI seperti buah pisang, tape singkong, madu, dan makanan maupun minuman lain sejak bayi mereka dilahirkan. Sebagian informan tersebut berpendapat bahwa

anak yang langsung diberi makanan tambahan selain ASI sejak bayi berusia kurang dari 6 bulan agar bayi tersebut memiliki badan yang kuat dan berisi selain itu pemberian makanan selain ASI sebelum anak berusia 6 bulan dimaksudkan agar anak tidak teru menangis karena merasa kelaparan.

Sedangkan frekuensi pemberian ASI menurut sebagian besar informan tidak bisa memastikan berapa kali dalam sehari karena tidak terhitung mereka hanya dapat memperkirakan yaitu sebanyak 8-10 kali dalam sehari. Dan waktu pemberian ASI menurut seluruh informan adalah ketika anak menangis, minta menyusu, mengantuk atau pada jam biasanya bayi diberikan ASI.

5.3.1.2Pola Pemberian MP-ASI

Pola pemberian MP-ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gambaran pengetahuan, sikap dan praktik ibu yang memiliki bayi dengan status gizi kurang yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya dalam hal pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)yang meliputi cara pemberian ASI, waktu/usia pemberian ASI pertama kali, frekuensi pemberian MP-ASI, komposisi dan porsi MP-MP-ASI, jenis MP-MP-ASI, serta cara pembuatan MP-ASI yang baik dan tepat untuk bayi.

1. Pengetahuan Pemberian MP-ASI

Pengetahuan mengenai pemberian MP-ASI meliputi pengetahuan tentang cara pemberian MP-ASI, waktu/usia pemberian MP-ASI pertama kali, frekuensi pemberian MP-ASI, komposisi dan porsi MP-ASI, jenis MP-ASI, serta cara pembuatan MP-ASI yang baik dan tepat untuk bayi.

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama,lima dari tujuh orang informan utama memiliki pengetahuan yang sedikit

terkait MP-ASI. Dari ke lima orang informan tersebut tiga orang diantaranya berpendapat bahwa MP-ASI adalah makanan pengganti ASI atau yang biasa disebut PASI.Sedangkan 2 orang informan lain berpendapat bahwa MP-ASI adalah produk makanan olahan atau bubur yang dijual khusus untuk bayi. Hampir semua informan menyebutkan merek dagang bubur bayi karena yang mereka tahu MP-ASI adalah bubur bayi.

Selain itu hampir semua informan tidak mengetahui komposisi MP-ASI yang tepat untuk diberikan kepada bayi yang mereka ketahui hanya frekuensi makan anak yaitu tiga kali dalam sehari. Hampir semua informan berpendapat bahwa anak harus diberi makan sampai bayi merasa kenyang dan menolak untuk disuapi.

Pengetahuan mengenai cara pembuatan MP-ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan mengenai cara penyiapan dan pengolahan makanan yang tepat, serta penyajian makanan yang baik bagi baduta. Menurut sebagian besar informan utama cara pembuatan MP-ASI yang baik adalah bahan makanan dimasak sampai matang, dengan cara dikukus dan direbus untuk bahan makanan seperti beras, digoreng untuk bahan makanan sejenis lauk, dan direbus atau ditumis untuk bahan makanan sejenis sayuran. Selain itu beberapa informan menambahkan bahan makanan seperti telur. Berikut kutipannya:

2. Sikap Pemberian MP-ASI

Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu (Khomsan dkk, 2007). Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki pengetahuan tidak baik mengenai cara pemberian MP-ASI, resiko pemberian

MP-ASI dini, tujuan MP-ASI, komposisi dan porsi pemberian MP-ASI, syarat-syarat pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, serta cara pembuatan MP-ASI juga memiliki sikap yang tidak baik terkait pemberian MP-ASI.

Selain itu informan utama yang memiliki pengetahuan yang buruk mengenai waktu yang tepat dalam pemberian MP-ASI, ternyata juga menunjukkan sikap yang buruk mengenai hal tersebut, yang bisa dilihat dari ketidaksetujuan mereka jika balita hanya diberikan ASI saja sampai usia empat atau enam bulan.

3. Praktek Pemberian MP-ASI

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama memiliki praktik yang secara umum termasuk tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan. Hampir semua informan mengaku memberikan MP-ASI jauh sebelum anak berusia enam bulan, selain itu mereka juga berpendapat ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dengan alasan bayi masih tetap menangis dan rewel meski sudah diberi ASI, sehingga mereka beranggapan bahwa bayi harus diberi makanan selain ASI supaya tidak rewel dan menangis.

Selain itu, hampir semua informan menunjukkan praktek yang tidak sesuai terkait komposisi dan porsi MP-ASI yang diberikan kepada bayi. Hampir semua informan hanya memberikan makanan pendamping ASI berupa bubur bayi yang dijual bebas dipasaran, setelah usianya bertambah mereka mengganti makanannya berupa nasi biasa yang diberi kuah sayur atau kecap.Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan informan yang rata-rata masih rendah yaitu tingkat SD sehingga memungkinkan tingkat pengetahuan yang dimiliki juga masih sangat rendah.

Sebagaimana menurut pendapat Notoatmodjo (2003), yang mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Selain itu Sanjur (1982) dalam Khomsan dkk (2007) juga menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan.

BAB VI PEMBAHASAN

Dokumen terkait