• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

5.2 Analisis Univariat

5.2.2 Gambaran Pola Konsumsi pada Ibu Hamil d

5.2.2.4 Gambaran Pola Konsumsi Sayuran pada ibu

Gambaran pola konsumsi lauk nabati pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4

Distribusi Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi Lauk Nabati Jumlah Persentase

Tidak sesuai anjuran 35 32,4

Sesuai anjuran 73 67,6

Total 108 100

Pola konsumsi lauk nabati ibu hamil di Puskesmas ciputat yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis adalah 35 orang (32,4%).

5.2.2.4 Gambaran Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Gambaran pola konsumsi sayuran pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5

Distribusi Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi Sayuran Jumlah Persentase

Tidak sesuai anjuran 65 60,2

Sesuai anjuran 43 39,8

Total 108 100

Pola konsumsi sayuran pada ibu hamil di Puskesmas ciputat yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu sebesar 60,2% ( 65 orang).

5.2.2.5 Gambaran Pola Konsumsi Buah-buahan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Gambaran pola konsumsi buah pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6

Distribusi Pola Konsumsi Buah-buahan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi Buah-buahan Jumlah Persentase

Tidak sesuai anjuran 74 68,5

Sesuai anjuran 34 31,5

Total 108 100

Pola konsumsi buah pada ibu hamil di Puskesmas ciputat yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu 74 orang (68,5%).

5.2.3 Gambaran Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat 5.2.3.1 Gambaran Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas

Ciputat

Gambaran penyakit tuberculosis pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7

Distribusi Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Penyakit Tuberculosis Jumlah Persentase

Ya 9 8,3

Tidak 99 91,7

Total 108

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa 9 orang (8,3%) ibu hamil menderita penyakit tuberculosis.

5.2.3.2 Gambaran Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Gambaran penyakit diare pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8

Distribusi Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Penyakit Diare Jumlah Persentase

Ya 35 32,4

Tidak 73 67,6

Total 108 100

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa 35 orang (32,4%) ibu hamil menderita penyakit diare.

5.2.3.3 Gambaran Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Gambaran pantang makanan pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9

Distribusi Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pantang Makanan Jumlah Persentase

Ya 33 30,6

Tidak 75 69,4

Total 108 100

Berdasarkan tabel 5.9, ibu hamil yang memiliki pantang makanan yaitu ada 33 orang (30,6%).

5.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen yaitu pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah-buahan), penyakit infeksi (tuberculosis, diare) dan pantang makanan dengan variabel dependennya yaitu risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat. Melalui uji Chi Square akan diperoleh nilai P, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan

bermakna jika mempunyai nilai P≤0,05 dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai P >0,05.

5.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

5.3.1.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.10.

Tabel 5.10

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi Makanan Pokok Risiko KEK Total P-value Ya Tidak N % n % n % Tidak sesuai anjuran 34 54,8 28 45,2 62 100 0,001 Sesuai anjuran 10 21,7 36 78,3 46 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.10 hasil analisis hubungan antara pola konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 62 ibu yang pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai anjuran, terdapat 34 ibu

hamil (54,8%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 46 ibu yang pola konsumsi makanan pokok sesuai anjuran, terdapat 10 ibu hamil (21,7%) yang termasuk risiko KEK.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,001 (≤0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK.

5.3.1.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.11.

Tabel 5.11

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi Lauk Hewani Risiko KEK Total P-value Ya Tidak N % n % n % Tidak sesuai Anjuran 36 62,1 22 37,9 58 100 0,000 Sesuai anjuran 8 16,0 42 84,0 50 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara pola konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK pada ibu hamil di

Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 58 ibu yang pola konsumsi lauk hewani tidak sesuai anjuran, terdapat 36 ibu hamil (62,1%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 50 ibu yang pola konsumsi lauk hewani sesuai anjuran, terdapat 8 ibu hamil (16,0%) yang termasuk risiko KEK.

Dari hasil uji statistik pada 5% diperoleh nilai p= 0,000 (≤0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK.

5.3.1.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.12.

Tabel 5.12

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi Lauk Nabati Risiko KEK Total P-value Ya Tidak N % n % N % Tidak sesuai Anjuran 22 62,9 13 37,1 35 100 0,002 Sesuai anjuran 22 30,1 51 69,9 73 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 35 ibu yang pola konsumsi lauk nabati tidak sesuai anjuran, terdapat 22 ibu hamil (62,9%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 73 ibu yang pola konsumsi lauk nabati sesuai anjuran, terdapat 22 ibu hamil (30,1%) yang termasuk risiko KEK.

Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai p= 0,002 (≤0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK.

5.3.1.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.13.

Tabel 5.13

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi Sayuran Risiko KEK Total P-value Ya Tidak N % n % n % Tidak sesuai Anjuran 29 44,6 36 55,4 65 100 0,419 Sesuai anjuran 15 34,9 28 65,1 43 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.13 hasil analisis hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 65 ibu yang pola konsumsi sayurannya tidak sesuai anjuran, terdapat 29 ibu hamil (44,6%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 43 ibu yang pola konsumsi sayurannya sesuai anjuran, terdapat 15 ibu hamil (34,9%) yang termasuk risiko KEK.

Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai p= 0,419 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK.

5.3.1.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.14.

Tabel 5.14

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pola Konsumsi Buah Risiko KEK Total P-value Ya Tidak N % n % n % Tidak sesuai Anjuran 30 40,5 44 59,5 74 100 1,000 Sesuai anjuran 14 41,2 20 58,8 34 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.14 hasil analisis hubungan antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 74 ibu hamil yang pola konsumsi buah tidak sesuai anjuran, terdapat 30 ibu hamil (40,5%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 34 ibu yang pola konsumsi sayurannya sesuai anjuran, terdapat 14 ibu hamil (41,2%) yang termasuk risiko KEK.

Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai p= 1,000 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK.

5.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

5.3.2.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.15.

Tabel 5.15

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Penyakit Tuberculosis Risiko KEK Total P-value Ya Tidak N % n % n % Ya 3 33,3 6 66,7 9 100 0,735 Tidak 41 41,4 58 58,6 99 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.15 hasil analisis hubungan antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 9 ibu hamil yang menderita penyakit tuberculosis, terdapat 3 ibu hamil (33,3%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 99 ibu hamil yang tidak menderita penyakit tuberculosis, terdapat 41 ibu hamil (41,4%) yang termasuk risiko KEK.

Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai p=0,461 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK.

5.3.2.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara penyakit diare dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.16.

Tabel 5.16

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Penyakit Diare Risiko KEK Total P-value Ya Tidak N % n % n % Ya 19 54,3 16 45,7 35 100 0,076 Tidak 25 34,2 48 65,8 73 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.16 hasil analisis hubungan antara penyakit diare dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 35 ibu hamil yang menderita penyakit diare, terdapat 19 ibu hamil (54,3%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 73 ibu hamil yang tidak menderita penyakit diare, terdapat 25 ibu hamil (34,2%) yang termasuk risiko KEK.

Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai p=0,076 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penyakit diare dengan risiko KEK.

5.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Hasil analisis bivariat antara pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.17.

Tabel 5.17

Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

Pantang Makanan Risiko KEK Total P-value Ya Tidak N % n % n % Ada 19 57,6 14 42,4 33 100 0,032 Tidak 25 33,3 50 66,7 75 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100

Berdasarkan tabel 5.17 hasil analisis hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 33 ibu hamil yang mempunyai pantang makanan selama kehamilan, terdapat 19 ibu hamil (57,6%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 75 ibu hamil yang tidak mempunyai pantang makanan, terdapat 25 ibu hamil (33,3%) yang termasuk risiko KEK.

Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai p=0,032 ( 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK.

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Penggunaan desain studi cross sectional hanya dapat melihat hubungan antar variabel tetapi tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat antar variabel tersebut.

2. Variabel penyakit infeksi tidak dilakukan pemeriksaan klinis atau hanya dilihat dari gejala-gejala umum saja yang dilakukan dengan wawancara pertanyaan mendalam.

3. Pengukuran pola konsumsi yang mengandalkan daya ingat responden.

6.2 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Dari hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat sebesar 40,7%. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surasih (2005) di Kabupaten Banjarnegara yang memperlihatkan fakta bahwa risiko KEK pada ibu hamil sebesar 41,2 %.

Hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan Susenas (Survey Sosial Ekonomi Nasional) pada tahun 1999 yang menunjukkan ibu hamil yang mengalami risiko KEK berkisar 27,6%. Hasil penelitian ini juga lebih tinggi dibanding hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000-2005 bahwa ibu

hamil risiko KEK sebesar 15,49%. Selain itu hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hapni (2004) di DKI Jakarta dimana didapatkan ibu hamil yang mengalami risiko KEK adalah 17,1%, dan pada penelitian yang dilakukan Azma (2002) di Kota Sukabumi didapatkan risiko KEK yaitu 28,8%.

Menurut WHO apabila prevalensi KEK 3-5% menunjukkan tidak ada kerawanan pangan di tingkat rumah tangga, 5-9% berarti harus berhati-hati kemungkinan rawan pangan, 10-19% menunjukkan situasi rawan pangan pada tingkat rumah tangga sudah pada tingkat buruk, 20-30% situasi rawan pangan gawat dan lebih dari 30% situasi rawan pangan adalah parah. Sedangkan berdasarkan acuan Departemen Kesehatan tahun 2003 tentang tingkat besaran masalah risiko KEK, yaitu <20% (ringan), 20-30% (sedang), dan >30% (berat).

Menurut WHO (2005), ibu hamil dengan risiko KEK akan meningkatkan kemungkinan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga (bulan 7-9) dan meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Ibu hamil dengan risiko KEK akan mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau bayi (Depkes RI, 1995).

Menurut FAO (1988), jika seseorang mengalami sekali atau lebih kekurangan energi, maka dapat terjadi penurunan berat badan dengan aktifitas ringan sekali pun dan pada tingkat permintaan energi BMR yang rendah sehingga mereka

akan mengurangi sejumlah aktivitas untuk menyeimbangkan masukan energi yang lebih rendah tersebut. Ketidakseimbangan energi yang memicu rendahnya berat badan dan simpanan energi dalam tubuhnya akan menyebabkan kurang energi kronis (KEK). KEK mengacu pada lebih rendahnya masukan energi dibandingkan besarnya energi yang dibutuhkan yang berlangsung pada periode tertentu, bulan hingga tahun (Norgan, 1987 dalam Syahnimar 2004).

Dalam penelitian ini, sebagian besar pola konsumsi ibu tidak sesuai anjuran makan ibu hamil seperti pola konsumsi makanan pokok yang sesuai 42,6%, lauk hewani 46,3%, lauk nabati 67,6%, sayuran 39,8%, dan buah hanya 31,5%. Menurut Guthrie (1995) dalam Hapni (2004), ibu hamil yang menderita risiko KEK dapat terjadi karena jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup, atau penggunaan zat gizi dalam tubuh tidak optimal, atau kedua-duanya. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah sel darah dalam tubuh, sehingga suplai darah dan zat-zat gizi yang diberikan ke janin berkurang, maka pertumbuhan janin akan terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR.

6.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

6.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Bahan makanan pokok merupakan bahan makanan yang memegang peranan penting. Pada umumnya porsi makanan pokok dalam jumlah (kuantitas/volume) terlihat lebih banyak dari bahan makanan lainnya (Santoso, dkk, 2004). Sumber energi bisa didapat dengan mengkonsumsi beras, jagung, gandum, kentang, ubi jalar, ubi kayu, dan sagu (Arisman, 2004).

Kebutuhan akan energi pada trimester 1 meningkat secara minimal. Setelah itu, sepanjang trimester 2 dan 3, kebutuhan akan terus membesar sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester 2 diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan lemak. Sepanjang trimester 3, energi tambahan dipergunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta. Pertambahan energi disebabkan oleh peningkatan laju metabolisme basal. Selain itu, tambahan energi juga diperlukan untuk menjaga ketersediaan cadangan protein. Pertambahan energi ini terutama diperlukan pada 20 minggu terakhir dari masa kehamilan, yaitu ketika pertumbuhan janin berlangsung sangat pesat.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004 menganjurkan tambahan energi sebesar 180 kkal untuk trimester 1, 300 kkal untuk trimester

2 dan 3 (Arisman, 2004 ). Intake energi yang cukup yaitu penambahan 55.000 kkal selama 9 bulan kehamilan (Irawati, 2006) diperlukan untuk: 1. Fetus (pertumbuhan fetus dan aktivitas fisik fetus)

2. Ibu (peningkatan basal metabolisme, simpanan lemak, pertumbuhan uterus dan payudara, volume darah bertambah dan perubahan aktivitas).

Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai anjuran lebih banyak (62%) dari pada ibu dengan pola konsumsi makanan pokok sesuai anjuran (46%). Berdasarkan uji chi square didapatkan bahwa ibu dengan pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dengan pola konsumsi makanan pokok sesuai anjuran. Proporsi dari kelompok responden pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 54,8% dan pada kelompok responden pola konsumsi makanan pokok sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 21,7%.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value 0,001 (p-value≥0,05) artinya pada alpha 5% terdapat hubungan antara pola konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syahnimar (2004) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara frekuensi makan makanan pokok dengan risiko KEK.

Dari sudut ilmu gizi, bahan makanan pokok merupakan sumber energi dan mengandung banyak karbohidrat (Santoso, dkk, 2004). Karbohidrat dikenal sebagai zat gizi makro sumber bahan bakar (energi)

utama bagi tubuh. Karena sebagian besar energi berasal dari karbohidrat, maka makanan sumber karbohidrat digolongkan sebagai makanan pokok (Kurniasih, dkk, 2010).

Hasil penelitian ini sesuai dengan fungsi utama karbohidrat yaitu menyediakan keperluan energi bagi tubuh, selain itu juga menyiapkan cadangan energi siap pakai dalam bentuk glikogen. Apabila karbohidrat kurang dari kebutuhan tubuh, maka tidak ada simpanan cadangan energi dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen yang sewaktu-waktu diperlukan dan digunakan pada saat tubuh mengalami kekurangan energi (Kartasapoetra, dkk, 2003).

Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup ke dalam tubuhnya. Menurut Suhardjo (1988) dalam prinsip-prinsip ilmu gizi, seseorang tidak dapat bekerja dengan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun apabila kebiasaan menggunakan cadangan ini terus menerus, maka akan dapat mengakibatkan keadaan kurang gizi khususnya energi (Kartasapoetra, dkk, 2003).

Asupan energi pada trimester 1 diperlukan untuk menyalurkan makanan dan pembentukan hormon, sedangkan pada janin diperlukan untuk pembentukan organ (Sadler, 2000). Asupan energi pada trimester 2 diperlukan untuk pertumbuhan kepala, badan, dan tulang janin. Trimester 3

juga terjadi pertumbuhan janin dan plasenta serta cairan amnion akan berlangsung cepat selama trimester 3 (Sulistyoningsih, 2011).

Ketika jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup atau tidak adekuat. Hal ini menyebabkan penurunan volume darah, sehingga aliran darah ke plasenta menurun, maka ukuran plasenta berkurang dan transfer nutrient juga berkurang yang mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR. Hal ini terjadi karena pentingnya peran plasenta yaitu sebagai alat transport, menyeleksi zat-zat makanan sebelum mencapai janin, efisiensi plasenta dalam mengkonsentrasikan, mensintesis, dan transport zat gizi menentukan suplai ke janin.

6.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat

Kadar zat makanan (gizi) pada setiap bahan makanan memang tidak sama, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi, karena itu setiap bahan makanan akan saling melengkapi zat makanan/gizinya yang selalu dibutuhkan tubuh manusia guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik serta energi yang cukup guna melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Zat makanan (gizi) yang diperlukan tubuh manusia ada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau biasa disebut dengan lauk nabati dan ada pula yang berasal dari hewan yaitu lauk hewani (Kartasapoetra, dkk, 2003).

Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan konsumsi lauk hewani tidak sesuai anjuran lebih banyak (53,7%) dari pada ibu dengan pola lauk

hewani sesuai anjuran (46,3%). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa proporsi dari kelompok responden pola konsumsi lauk hewani tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 62,1% dan pada kelompok responden pola konsumsi lauk hewani sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 16,0%. Begitu juga dengan hasil uji chi square diperoleh nilai p-value= 0,000 (p- value≤0,05) yang menyatakan ada hubungan antara pola konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saraswati (2006) .

Lauk sebaiknya terdiri dari atas campuran lauk hewani dan nabati. Lauk hewani, seperti daging, ayam, ikan, udang dan telur mengandung protein dengan nilai biologi lebih tinggi daripada lauk nabati (Almatsier, 2001).

Dalam buku ilmu gizi, protein selain akan digunakan bagi pembangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) juga akan disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat, sehingga pertumbuhan terus berlangsung, akan tetapi apabila dalam keadaan terus-menerus menerima makanan yang tidak seimbang, dengan sendirinya akan terjadi pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap penyakit, dll. Proses-proses yang berlangsung di dalam tubuh dikendalikan oleh tersedianya protein di dalam tubuh. Proses pencernaan misalnya hanya akan berlangsung secara teratur dengan dukungan hormon yang mencukupinya, sedangkan hormon itu terdiri dari protein.

Ketika zat gizi yang masuk ke dalam tubuh berkurang atau tidak adekuat, maka tubuh akan menggunakan cadangan lemak untuk memenuhi kebutuhannya dan terjadi penurunan cadangan lemak dalam tubuh.

Dokumen terkait