• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Singkat Pengalaman Asmah Syahruni dalam Kepemimpinannya Selama Tiga Periode

RIWAYAT HIDUP ASMAH SYAHRUNI

E. Gambaran Singkat Pengalaman Asmah Syahruni dalam Kepemimpinannya Selama Tiga Periode

Sebagai seorang pimpinan organisasi selama tiga periode, tentunya Asmah mengalami berbagai macam peristiwa dari satu periode ke periode berikutnya selama ia menjabat. Dan dari periode satu ke periode yang lainnya, tentunya memiliki persoalan yang berbeda sesuai dengan kondisi yang mengitarinya.61 Walaupun pada periode pertama kepemimpinannya masih perupakan kelanjutan dari program kerja yang belum sempat terlaksanakan oleh pimpinan pada periode sebelumnya. Namun pada periode kedua dan ketiga jabatannya banyak hal-hal yang diambil oleh Asmah sebagai benang merah untuk merealisasikan program-programnya sesuai dengan kondisi sosial masyarakat dan negara pada saat ia masih menjabat sebagai PP Muslimat NU.62

Pada periode pertama kepemimpinannya, Asmah Syahruni lebih menekankan kegiatannya pada konsolidasi. Persoalan yang dihadapai pada periode pertama ini adalah hilangnya beberapa cabang kantor Muslimat. Ini terjadi karena adanya pengelompokan wanita pegawai. Dari mulai istri-istri pegawai, lurah, dan guru. Mereka semua dikelompokkan dan dijadikan satu wadah menjadi PKK. Pada saat itu ada larangan bagi wanita-wanita tersebut untuk ikut dalam organisasi wanita NU (Muslimat NU), padahal banyak dari wanita-wanita tersebut adalah orang NU, dan banyak dari mereka yang sudah menjadi anggota Muslimat NU terpaksa keluar karena adanya larangan. Lambat laun, hilanglah beberapa cabang Muslimat akibat dari kebijakan

61

Lih. Mustafa Helmy, Saifullah Ma’shum, Asmah Syahruni; Muslimah Pejuang Lintas Zaman, Pustaka Indonesia Satu, Jakarta, 2002, h. 206

62

tersebut. Alasan inilah yang mendasari Asmah Syahruni pada periode pertamanya lebih pada kegiatan konsolidasi. Walaupun kegiatan ini dilakukan dengan cara diam-diam.

Pada periode kedua kepemimpinannya, program yang direalisasikan Asmah Syahruni penekanannya lebih pada pemeliharaan cabang-cabang baru, menekankan kembali Muslimat NU sebagai organisasi yang mampu berdiri sendiri, pemantapan organisasi, mengadakan kegiatan yang bertaraf nasional dan melakukan evaluasi.

Adapun pada periode ketiga kepemimpinannya, ia lebih menekankan program kegiatannya pada suatu kelanjutan dari program periode kedua, yaitu pemantapan organisasi. Namun program utama dari perode ini tetap dijalankan, yaitu mengembalikan program-program yang menjadi andalan Muslimat NU diantaranya: Kegiatan dalam bidang pendidikan, bidang dakwah dan bidang sosial. Pada masa kepemimpinannya, Asmah Syahruni berhasil mendirikan beberapa yayasan yang dimiliki Muslimat NU; Yayasan Haji, Yayasan Sosial dan lain-lain.63

Selain itu, hubungan kelembagaan yang dibangun pada masa kepemimpinannya juga meningkat dari tahun ke tahun, bukan hanya dari frekuensi dan kuantitas, tapi juga kualitasnya. Berkat kepemimpinannya, banyak pihak menaruh kepercayaan terhadap Muslimat NU untuk membuka hubungan kerja sama. Dengan pemerintah, Muslimat NU menempatkan diri sebagai mitra pembangunan bangsa dalam berbagai bidang. Kepercayaan itu diwujudkan dalam berbagai bentuk kerja sama. Bahkan, Bank Dunia

63

Wawancara dengan Asmah Syahruni, Kali Baru, Senen, Jakarta Pusat, 2008. tanggal 6 Juni 2008

menawarkan penanganan salah satu segmen kegiatan program desa tertinggal. Kepercayaan juga datang dari lembaga-lembaga donor dalam dan luar negeri, yang kemudian membantu program-program Muslimat. Di lingkungan organisasi-organisasi wanita, Muslimat NU juga terlibat secara aktif dalam KOWANI, badan federasi yang dibentuk pada Kongres Perempuan Indonesia yang pertama pada 22 Desember 1928. Pada tahun 1985, KOWANI memberikan penghargaan kepada Asmah sebagai “Tokoh Wanita Indonesia”, atas jasa dan pengabdiannya dalam meningkatkan harkat dan martabat kaum wanita.64

Banyak hal yang mendasari langkah-langah Asmah Syahruni dalam Muslimat NU. Langkah-langkah itu juga sesuai dengan tujuan organisasi tersebut di antaranya :

1. Melaksanakan tujuan jam’iyah NU di kalangan kaum wanita untuk mengadakan dan mengusahakan ajaran Islam Ahlussunnah Wal-Jamaah dalam masyarakat.

2. Meningkatkan kesadaran beragama, berbangsa dan bernegara bagi kaum wanita Islam Indonesia.

3. Menyadarkan wanita Indonesia akan hak dan kewajibannya, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.

4. Meningkatkan kemampuan kaum wanita untuk lebih berperan dalam pembangunan bangsa dan negara.

Beberapa hal yang paling menonjol berkaitan dengan ranah perjuangan yang dimainkan wanita asal Kalimantan Selatan ini adalah penekanannya pada

64

independesi organisasi Muslimat NU. Ia berupaya untuk menjadikan organisasi ini menjadi sebuah organisasi yang independen tanpa menggantungkan diri dengan NU. Ia memulainya dengan merubah mental wanita NU dari sikap ketergantungannya kepada NU berubah menjadi sikap yang mampu berdiri sendiri. Apa yang telah melekat dalam dirinya adalah sebuah prinsip bahwa “kemampuan harus dibangun dari diri sendiri, bukan mendompleng pada orang lain”.65

Adapun salah satu hal yang menonjol berkenaan dengan persoalan yang dihadapi Asmah Syahruni ketika ia menjabat sebagai ketua PP Muslimat NU adalah ketika NU menyatakan kembali ke Khittah 1926 dan meninggalkan kancah politik praktis tahun 1984. Asmah sebagai salah seorang tokoh perempuan yang mendukung penuh keterlibatan perempuan dalam politik mengalami dilema. Di satu sisi ia dituntut untuk menarik kader-kadernya dari gelanggang politik praktis, di sisi lain dia ingin membiarkan saja tapi dengan konsekuensi kehilangan kader-kader terbaiknya karena harus hengkang dari Muslimat. Dan persoalan inilah yang pada akhirnya menimbulkan konflik internal yang cukup tajam dalam organisasi tersebut. Walaupun pada akhirnya ia menerima dengan arif keputusan NU untuk kembali ke Khittah dan melepaskan kader-kader terbaiknya untuk mengabdikan dirinya di medan yang lain.66

65

Wawancara dengan Asmah Syahruni, Kali baru, Senen, Jakarta Pusat, 2008. tanggal, 6 Juni 2008

66

Sikap Asmah di atas terlihat dalam laporan pertanggung jawabannya pada Kongres Muslimat NU XII.67 Dari keputusan yang diambil terkait kembalinya Kittah NU 1926, nampak sikap Asmah yang selalu berhati-hati dalam melakukan kebijakan pada kadernya sebagai ketua PP Muslimat.

Terkait dengan hal di atas, nampak pula dalam laporannya pada Kongres XIII tahun 1995, dimana ia mulai mengakhiri jabatannya sebagai ketua PP Muslimat NU dalam tiga periode berturut-turut. Beberapa point penting yang disinggung dalam laporannya adalah :

1. Pemasyarakatan Khittah 1926 sejatinya dihayati oleh pelaksana organisasi maupun anggota. Pengertian Khittah sendiri secara istilah masih perlu ditingkatkan sesuai dengan perkembangan bahasa dan aspek-aspek hokum yang ditimbulkannya.

2. Salah satu tujuan Khittah 1926 melepaskan organisasi dari tingkah laku politik praktis masih perlu pendekatan psikologis dengan pribadi-pribadi yang terkait dari unsur kepemimpinan organisasi dan unsur-unsur pribadi yang memilih minat terhadap politik praktis.

3. Khittah 1926 dalam pengertian secara fisiknya tetap memberikan kesempatan kepada para anggotanya untuk memilih aliran politik dalam pemilu, baik sebagai pemilih juga aktif dalam kepemimpinan aliran politik yang bersangkutan.68

67

Upaya memasyarakatkan Khittah 1926, menjaga jarak yang sama dengan tiga golongan politik pada pemilu 1987, tetapi tetap berpartisipasi sebagai warga negara dalam pemilu (tidak golput) dan usaha memelihara persatuan dan kesatuan organisasi. Sebagai organisasi wanita, Muslimat NU senantiasa berusaha menjaga kedudukan Muslimat sebagai bagian dari organisasi keagamaan. Lih. Laporan Pertanggung Jawaban PP Muslimat NU pada Kongres XII, Kaliurang, Yogyakarta, 1989, h. 11.

68

Laporan Pertanggungjawaban PP Muslimat NU pada Kongres Muslimat NU XIII, Jakarta, 1995, h. 9.

Sikap Asmah dalam Kongres XIII ini nampak keberatan akan tidak adanya keterlibatan sama sekali antara kader atau anggota Muslimat dengan politik. Sejak awal semangatnya untuk memajukan kaum wanita dalam berbagai bidang memang tidak dipungkiri. Maka dari itu, sebuah keberhasilan yang menonjol selama ia memimpin organisasi wanita Islam ini adalah kemampuannya dalam mengangkat organisasi itu sejajar dengan organisasi-organisasi wanita lainnya.69 Penekanan ini nampak dalam Kongresnya yang ke-12.70 Ia berhasil membawa Muslimat pada suatu terminal perkembangan di mana anggota-anggotanya tidak merasa kecil di tengah-tengah pergumulan wanita di Tanah Air. Masa-masa krisis yang menyertai perkembangan Muslimat NU berhasil dilewatinya dengan selamat, tanpa gejolak. Hubungan kelembagaan dengan berbagai pihak terbina dengan baik. 71 Tidak sampai di situ, ia juga berhasil membawa Muslimat NU menjadi organisasi yang otonom dan mandiri.

69

Saifullah Ma,shum, Ali Zawawi, 50 Tahun Muslimat NU, h. 137. 70

Sebagai organisasi wanita, Muslimat NU senantiasa berusaha menjaga keseimbangan antara Muslimat NU sebagai organisasi dengan kedudukan Muslimat sebagai bagian dari organisasi keagamaan Islam. Diskusi-diskusi mengenai kedudukan mitra sejajar dengan kaum pria, pembahasan peran ganda wanita, perubahan nilai disebabkan peningkatan peran wanita baik dalam karis maupun di lingkungan kemasyarakatan, kemajuan di bidang IPTEK, suasana alih teknologi dan sebagainya diikuti oleh Muslimat NU. Lih. Laporan Pertanggung Jawaban P.P. Muslimat NU pada Kongres Muslimat NU XII, Kaliurang, Yogyakarta, 1989, h. 11.

71

BAB IV

PERANAN MUSLIMAT NU PADA MASA KEPEMIMPINAN

Dokumen terkait