• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kiprah muslimat NU pada masa kepeemimpinan Asmah Sjachruni 1974-1994

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kiprah muslimat NU pada masa kepeemimpinan Asmah Sjachruni 1974-1994"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Kiprah Muslimat NU Pada Masa Kepemimpinan

Asmah Sjachruni

1979-1994

Disusun oleh :

Nuril Mahdia Firdausiyah

103022027516

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

KIPRAH MUSLIMAT NU

PADA MASA KEPEMIMPINAN ASMAH SJACHRUNI

1979-1994

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai

Gelar Sarjana Humaniora

Oleh

NURIL MAHDIA FIRDAUSIYAH

NIM : 103022027516

Di Bawah Bimbingan

AWALIA RAHMA, MA

NIP : 150 318 444

Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam

Fakultas Adab dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Kiprah Muslimat NU Pada Masa Kepemimpinan Asmah Sjachruni 1979-1994 telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 September 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) pada program Studi Sejarah dan Peradaban Islam.

Jakarta, 18 September 2008

Sidang Munaqasah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA Usep Abdul Matin, S. Ag., MA, MA NIP : 150 247 010 NIP : 150 283 304

Anggota

Penguji, Pembimbing

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 September 2008

(5)

ABSTRAKSI

Muslimat NU merupakan organisasi yang berdiri sejak tanggal 29 Maret 1946. Proses berdirinya organisasi ini diwarnai oleh konflik dalam tubuh NU, karena pada saat itu ada sebagian Kyai yang setuju, namun sebagian besar menentang berdirinya organisasi ini.

Asmah Sjachruni merupakan ketua PP Muslimat NU selama tiga periode, yaitu dari tahun 1979-1984, 1984-1989, 1989-1994. Ia adalah seorang guru SD yang mengajar di Kalimantan selatan. Sifatnya yang keras dan tegas semakin menonjolkan dirinya sebagai seorang pemimpin hingga ia dipercaya menjadi ketua PP Muslimat NU walaupun bukan berasal dari pulau Jawa dan ia menjadi satu-satunya hingga saat ini mantan ketua PP Muslimat NU non Jawa.

Kiprahnya dalam perkembangan Muslimat NU cukup besar. Ia mempelopori pembuatan Kartu anggota Muslimat NU yang hasil pendapatannya digunakan untuk kemaslahatan Muslimat NU. Ia juga mempelopori pendirian cabang-cabang Muslimat di daerah-daerah terpencil untuk menarik anggota dan mendirikan TK-TK sebagai sarana mencerdaskan anak bangsa. Walaupun ia menjabat juga sebagai anggota DPR pada saat ia menjabat sebagai Ketua PP Muslimat NU, namun ia tidak pernah melepaskan tanggung jawab diantara keduanya. Suami dan anak-anaknya sangat mendukung semua kegiannya.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahhirahmanirrahim.

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan kasih sayang-Nya kepada setiap mahluk ciptaan-Nya. Hanya dengan ridho dan inaya-Nya-lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Baginda Nabi Muhammad SAW.

Selama dalam proses pembuatan skripsi ini banyak hambatan dan kesulitan yang dialami penulis, baik yang mengenai pengaturan waktu, pengumpulan data, pembiayaan, dan proses penyusunan. Namun berkat limpahan rahmat-Nya dan kerja keras disertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, maka kesulitan dan hambatan ini dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Illahi Rabbi dan mengucapkan termiakasih serta menyampaikan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu. Di kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Abdul Chair, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam tahun angkatan 2003. 2. Bapak Drs. Ma’ruf Misbah, MA dan Bapak Usep Abdul Matin, S. Ag.,

(7)

3. Ibu Awalia Rahma, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu bersahabat dalam memberikan pengarahan dan bimbingan.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan, semoga penulis dapat memanfaatkan dan mengamalkan dengan baik sesuai dengan syariat Islam serta berguna bagi agama, nusa dan bangsa.

5. Rasa Ta’zim dan bakti penulis yang tertinggi dan setulus-tulusnya kepada Mama dan Ayahku tercinta dan tersayang yang selalu memberikan limpahan kasih sayang dalam mengasuh hingga penulis dapat menempuh pendidikan dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah selalu melindungi dan memberikan limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada keduanya. Dan untuk adik-adik tercinta (Fikar, Rifki, Fachry, Hani dan Muti), kepada kakak sekaligus tanteku Siti Mutaalimah, Shi, Kepada Suamiku terkasih Sulistya Perdhana Putra, SE yang selalu sabar menungguku. Keberadaan

kalian memberikan motivasi kepadaku untuk terus maju.

6. Ibu Hj. Asmah Syachruni, Ibu Hj. Aisyah Hamid Baidlowi, Ibu Hj. Latifah Hasyim, yang telah memberikan banyak informasi, saran-saran, dan data-data yang dibutuhkan penulis dalam penulisan ini. Semoga Allah selalu mengarahkan kita ke Jalan yang Ia Ridhoi dalam perjuangan ini.

(8)

memberi kesan tersendiri di hati penulis dan yang tak bisa sebutkan namanya satu-persatu.

8. Seluruh staf akademik di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta yang telah banyak membantu memberikan pelayanan bagi penulis.

Dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga apa yang telah diberikan kepada penulis diterima sebagai amal saleh dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Amien.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenya penulis sangat mengharapkan saran dan kritik pembaca sehingga memotivasi

penulis untuk dapat berkarya lebih baik lagi dimasa mendatang. Insya Allah.∗

Jakarta, 18 September 2008

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 6

D. Metode Penelitian 6

E. Survei Pustaka 8

F. Sistematika Penulisan 10

BAB II SEJARAH BERDIRINYA MUSLIMAT NU

A. Latar Belakang Berdirinya Muslimat NU 12

B. Pergerakan Wanita Sebelum Berdirinya Muslimat NU 16

C. Lahirnya Muslimat NU 22

BAB III RIWAYAT HIDUP ASMAH SJACHRUNI

(10)

E. Gambaran Singkat Pengalaman Asmah Sjachruni Dalam Kepemimpinannya Selama Tiga Periode

(1979-1994) 45

BAB IV PERANAN MUSLIMAT NU PADA MASA KEPEMIMPINAN ASMAH SJACHRUNI

A. Periode Pertama Kepemimpinannya 51 B. Periode Kedua Kepemimpinannya 53 C. Periode Ketiga Kepemimpinannya 56

BAB V PENUTUP

Kesimpulan 68

DAFTAR PUSTAKA 73

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Gerakan-gerakan yang melatar belakangi kelahiran Nahdlatul Ulama adalah Tashwirul Afkar, sebagai lembaga pengembangan pemikiran dan penalaran, Nahdlatul Tujar, organisasi perdagangan, Nahdlatul Wathan, lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan, Nahdlatus Syuban, organisasi kepemudaan, dan lain-lain. Kelahiran Nahdlatul Ulama sendiri dipicu oleh kasus ditolaknya wakil Kyai/Ulama untuk ikut dalam delegasi Islam Indonesia yang akan menghadiri rapat Khilafah di Mekkah atas undangan Raja Saud. Penolakan tersebut dengan alasan wakil Kyai/Ulama

tidak memiliki organisasi. Kemudian dibentuklah panitia aksi dengan nama Komite Hijaz yang berhasil menggalang dana dan mengirimkan wakilnya sendiri ke Arab Saudi.

(12)

menancapkan pengaruh dan peranannya dalam persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan tuntutan kondisi yang ada.1

Nahdlatul Ulama (NU) dikenal sebagai organisasi sosial keagamaan yang bersifat tradisional. Meski begitu, bukan berarti dalam NU tidak ada upaya pembaruan, karena tampilnya NU sendiri justru merupakan sebuah gerakan pembaruan di lingkungan kaum santri. Perubahan dan pembaruan yang terjadi di lingkungan NU, antara lain digagas oleh KH Wahid Hasyim. Akan tetapi, di samping beliau, ada lagi seorang tokoh pembaruan NU yang juga amat berpengaruh yakni KH Muhammad Dahlan. Kalau Kiai Wahid membolehkan hakim wanita, maka dalam NU Kiai Dahlan mempelopori berdirinya organisasi Wanita NU yakni Muslimat. Bahkan dengan kegigihannya, ia meyakinkan KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Hasbullah, yang akhirnya didukung seluruh Nahdliyin.

Kiai. Dahlan adalah seorang organisator yang ulet dan mahir berargumentasi. Bintangnya makin bersinar saat ia menghadiri kongres NU

XIII di Menes, Banten pada tanggal 11-16 Juni 1938. Sejarah mencatat bahwa kongres NU di Menes merupakan forum yang memiliki arti tersendiri bagi proses terbentuknya organisasi Muslimat NU. Dalam kongres tersebut, untuk pertama kalinya muncul usulan tentang perlunya wanita NU mendapatkan hak yang sama dengan kaum lelaki dalam menerima didikan agama melalui organisasi NU.

Usul disetujui. Dan sejak itu, kaum wanita secara resmi diterima menjadi anggota NU meski sifat keanggotannya hanya sebagai pendengar dan

1

(13)

pengikut saja, tanpa boleh menduduki kursi kepengurusan. Itu terus berlangsung hingga Kongres NU XV di Surabaya tahun 1940.

Dalam kongres tersebut terjadi pembahasan yang cukup sengit tentang usulan Muslimat yang hendak menjadi bagian tersendiri dengan mempunyai kepengurusan tersendiri dalam tubuh NU. Kiai Dahlan termasuk pihak yang gigih memperjuangkan agar usulan tersebut bisa diterima. Begitu tajamnya pro-kontra menyangkut penerimaan usulan tersebut, hingga kongres sepakat menyerahkan perkara itu kepada PB Syuriah untuk diputuskan.

Sehari sebelum kongres ditutup, kata sepakat belum didapat. Kiai Dahlan-lah yang berupaya membuat semacam pernyataan penerimaan Muslimat untuk ditandatangani KH Hasyim Asyari dan KH A Wahab Hasbullah. Dengan adanya secarik kertas tanda persetujuan kedua tokoh besar NU itu, proses penerimaan dapat berjalan dengan lancar. Bersama A Aziz Dijar, Kiai Dahlan pulalah yang terlibat secara penuh dalam penyusunan peraturan khusus yang menjadi cikal bakal Anggaran Dasar dan Anggaran

Rumah Tangga Muslimat NU di kemudian hari.

Bersamaan dengan hari penutupan kongres NU XVI, organisasi Muslimat NU secara resmi dibentuk, tepatnya tanggal 29 Maret 1946. Sebagai ketuanya dipilih Chadidjah Dahlan asal Pasuruan, yang tak lain adalah isteri Kiai Dahlan.2

Mulai tahun 1946-1952 kongres NU ke XVII di Madiun dan ke XVIII di Jakarta ditandai dengan suasana perjuangan mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Kemerdekaan memberikan corak baru

2

(14)

pada pergerakan wanita Indonesia. Organisasi-organisasi dituntut untuk memperkembangkan sesuai dengan kebutuhan zaman.3

Muslimat NU adalah salah satu organisasi kewanitaan yang cukup tua di Indonesia. organisasi ini banyak memperjuangkan wanita. Organisasi ini bertekad untuk meningkatkan kwalitas perempuan Indonesia yang cerdas, trampil, dan kompetitif, mempersatukan gerak kaum perempuan Indonesia, khususnya perempuan Islam Ahlussunah Waljamaah, serta organisasi ini banyak bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, dan dakwah.4

Hj. Asmah Sjachruni merupakan salah satu ketua Muslimat NU yang memimpin Muslimat selama tiga periode berturut-turut dari tahun 1979-1995. beliau merupakan profil wanita yang pemberani dan berhasil menjalankan kehidupan di Jakarta dari pulau seberang, di pedalaman Kalimantan selatan.

Hj. Asmah Sjachruni mulai aktif di PP Muslimat NU pada tahun 1959. pada saat itu dalam kongres VII di Jakarta 1959, Muslimat memberi kepercayaan padanya untuk menangani bidang sosial. Kemudian duduk

sebagai ketua II dalam susunan PP Muslimat NU hasil kongres VIII di Solo, tahun 1962 dan kongres IX di Surabaya tahun 1967. baru kemudian duduk sebagai ketua umum tahun 1979, hasil kongres X di Semarang.5 Beliau merupakan ketua ke tiga setelah Hj. Chodidjah Dahlan dan Hj. Mahmudah Mawardi.

Kepemimpinan dan ketokohan Ibu Hj. Asmah Sjachruni di kalangan Muslimat NU sangat terasa. Beliau mempunyai ketegasan dan keteguhan

3

Saifuddin Zuhri, dkk, Sejarah Muslimat Nahdlatul Ulama, (PP. Muslimat NU, Jakarta:1979), h. 63

4

http://www.muslimat-nu.or.id . 18 April 2008 5

(15)

pendirian. Beliau bersikap proaktif tetapi tetap teguh mengikuti aturan dan ketentuan yang masih berlaku dalam organisasi.6 Berkat kepemimpinannya yang tegas dan konsekwen, banyak pihak menaruh kepercayaan terhadap Muslimat NU untuk membuka hubungan kerjasama. Pemerintah menempatkan Muslimat NU sebagai mitra pembangunan bangsa dalam berbagai bidang.

Dengan alasan itulah, penulis mengajukan judul “Kiprah Muslimat NU Pada Masa Kepemimpinan Asmah Sjachruni 1979-1994” sebagai judul skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) pada Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

A. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang telah penulis sampaikan, maka penulis hanya membatasi pada pokok-pokok permasalahan yang berkaitan dengan judul yang penulis ajukan, yaitu tentang “Kiprah Muslimat NU Pada Masa Kepemimpinan Asmah Sjachruni 1979-1994”. Sesuai dengan pengajuan judul tersebut, maka masalah-masalah yang akan penulis kaji adalah: 1. Bagaimana sejarah berdirinya Muslimat NU serta perkembangannya? 2. Apa saja peranan Muslimat NU untuk mengangkat derajat perempuan

Muslim Indonesia dalam bidang pendidikan dan dakwah pada masa kepemimpinan Asmah Sjachruni?

B. Tujuan dan Manfaat penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak penulis capai adalah:

6

(16)

1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya Muslimat NU serta perkembangannya

2. Untuk mengetahui apa saja peranan Muslimat NU untuk mengangkat derajat perempuan Muslim Indonesia dalam bidang pendidikan dan dakwah pada masa kepemimpinan Asmah Sjachruni

Secara akademik, penelitian ini dibuat untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.

Secara praktis, penelitian ini dibuat sebagai informasi eksplisit mengenai sejarah dan perkembangan sebuah organisasi di bawah NU yang bernama Muslimat NU yang bergerak di bidang pemberdayaan perempuan.

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian mengenai Muslimat NU, penulis merasa perlu melakukan penelitian langsung untuk mendapatkan data-data yang akurat. Tapi, untuk menunjang kevalidan penelitian, penulis juga menggunakan literature yang

ada. Untuk itu, penulis menggunakan pendekatan Historical Method yang mencakup Heuristik, Kritik, Interprestasi, dan Historiografi.

Heuristik, yaitu pencarian sumber data dari wawancara, berbagai arsip dan berbagai sumber lain baik yang bersifat data primer maupun sekunder.

(17)

Interpretasi, dilakukan terhadap fakta sejarah yang telah diseleksi melalui proses diatas dan disajikan dengan menggunakan pendekatan

multidimensional agar fakta-fakta tersebut menjadi sebuah kisah sejarah yang menarik bagi berbagai kalangan.

Historiografi, yaitu penulisan sejarah.

Untuk sampai pada rumusan yang tepat mengenai kajian tersebut, metode penelitian yang penulis gunakan, yaitu;

1. Teknik Pengumpulan Data

Penelian ini menggunakan wawancara langsung dengan pihak yang berkaitan selain juga menggunakan study kepustakaan (Library Reseach) yaitu penelitian dari literatur-literatur yang ada.

2. Metode Analisa Data

Setelah data-data yang diperlukan telah terpenuhi, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan identifikasi untuk selanjutnya mengkaji secara analitis dengan menggunakan pendekatan yang akurat dengan metode induksi, yaitu metode berfikir yang bertitik tolak pada data-data yang bersifat khusus yang mempunyai kesamaan, kemudian di implikasi menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Kemudian penulis juga menggunakan metode analisa (Content Analysis), yaitu suatu analisa tentang pesan yang tersirat dari komunikasi yang penulis lakukan pada pihak-pihak yang bersangkutan dan analisa dari isi

yang terkandung dalam suatu data kemudian diolah dan disusun secara logis.

(18)

Yaitu berupa wawancara langsung dengan Asmah Sjachruni dan buku-buku yang beliau tulis langsung.

2. Sumber Data Sekunder

Yaitu dengan mengumpulkan data-data melalui wawancara dengan orang terdekat, buku-buku, artikel dan berita dari situs internet, serta makalah-makalah yang berhubungan dengan Muslimat NU dan perkembangannya Pada Masa Kepemimpinan Asmah Sjachruni.

Mengenai teknik penulisan, penulisan skripsi ini merujuk pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang

disusun oleh TIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

D. Survei Pustaka

Survei pustaka yang penulis lakukan adalah dengan membaca buku-buku berkaitan dengan Muslimat NU dan kiprah Asmah Sjachruni dalam Muslimat NU. Buku pertama adalah Buku yang ditulis oleh Asmah Sjachruni,

dkk, 50 Tahun Muslimat NU, Berkhidmat Untuk Agama dan Bangsa. Buku ini memuat perjuangan Muslimat untuk tetap eksis dan diakui oleh Nahdlatul Ulama juga oleh pemerintah. Hingga saat ini Muslimat diakui sebagai salah satu organisasi Perempuan yang eksis dan diakui dunia Internasional.7

Buku kedua yang penulis baca adalah buku karangan Ali Zawawi yang berjudul Asmah Sjachruni; Muslimah Pejuang Lintas Zaman, Jakarta:Pustaka Indonesia Satu, 2002. Buku ini memuat tentang Kiprah Asmah Sjachruni dalam beberapa bidang yang Ia geluti terutama dalam

7

(19)

bidang ke muslimatan. Ia sangat mencintai Muslimat NU hingga saat ini. Walaupun Ia telah melepaskan jabatan dari Ketua Umum, namun Ia masih mendampingi Muslimat dan kader-kader Muslimat NU dalam berbagai aktivitas.

Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa Asmah Sjachruni hingga saat ini merupakan satu-satunya Ketua Muslimat yang berasal dari luar Jawa dan berhasil memimpim Muslimat dalam tiga periode yaitu dari tahun 1979-1984, kemudian dipercaya lagi untuk memimpin Muslimat pada periode 1984-1989, selanjutnya berliau menjabat lagi sebagai ketua Muslimat NU pada periode 1989-1994. Hal itu membuktikan bahwa selain beliau cukup di hargai dan mendapatkan penghormatan dari kalangan warga Nahdliyin, beliau juga memiliki kecakapan dalam memimpin Muslimat NU.8 Buku ini menjadi buku primer sekaligus sekunder penulis dalam pembuatan skripsi ini

Buku ketiga yang menjadi bahan rujukan penulis adalah Buku Sejarah Muslimat Nahdlatul Ulama yang ditulis oleh Tim Sejarah Muslimat NU di

terbitkan tahun 1979 oleh PP Muslimat NU Jakarta. Dalam buku itu dijelaskan mengenai sejarah berdirinya Muslimat NU. Dari mulai pergerakan perempuan sebelum Muslimat muncul sampai perjuangan Nyai-Nyai untuk melahirkan Muslimat NU di tengah-tengah Mahdlatul Ulama yang di dominasi oleh laki-laki.9 Buku ini menjadi sumber sekunder bagi penulis dalam menjelaskan mengenai sejarah keorganisasian Muslimat NU.

8

Ali Zawawi, dkk, Asmah Sjachruni, Muslimah Pejuang Lintas Zaman dari Kalangan Nahdlatul Ulama, (Jakarta:Pustaka Indonesia Satu, 2002)

9

(20)

E. Sistematka Penulisan

Secara sistematis, penulisan skripsi ini terbagi dari lima bab yang berisikan:

BAB I Bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metotologi penelitian, survey Pustaka, dan sistematika penulisan

BAB II Bab ini akan membahas mengenai keadaan dunia dan Indonesia menjelang berdirinya Muslimat NU, sejarah pergerakan perempuan dari sebelum berdirinya Muslimat NU sampai lahir dan berkembangnya Muslimat NU.

BAB III Bab ini membahas tentang biografi Asmah Sjachruni yang akan membahas tentang latar belakang keluarga dan pendidikan beliau, perjalanan politik dan organisasinya dalam Muslimat NU, pendapat orang-orang terdekat mengenai beliau, serta gambaran singkat

pengalaman Ibu Asmah Syahruni dalam kepemimpinannya selama tiga periode

BAB IV Bab ini membahas mengenai periode-periode kepemimpinan beliau selama tiga periode dalam Muslimat NU, kemudian peranan

organisasi Muslimat NU dalam bidang Pendidikan dan dakwah pada masa kepemimpinan Ibu Asmah Sjachruni

(21)

BAB II

SEJARAH BERDIRINYA MUSLIMAT NU

A. Latar Belakang Berdirinya Muslimat NU

1. Kondisi Di Dunia Secara umum Menjelang Berdirinya Muslimat

Menjelang berdirinya Muslimat NU di Asia sedang mengalami perang yang berkembang sangat cepat. Ditambah dengan Rusia yang kemudian mengumumkan perang dengan Jepang, yang mengakibatkan Jepang mengalami kekalahan-kekalahan. Puncaknya Pada tanggal 6 Agustus 1945 kota Hiroshima dibom atom.

Di India, sedang terjadi pergolakan menjelang berdirinya Muslimat NU. Timbul pemikiran mengenai berdirinya tanah air Muslim yang diprakarsai oleh Muhammad Iqbal pada tahun 1930. Dalam sebuah pertemuan akbar di tahun 1930, Ia menyerukan penggabungan Punjab,

(22)

Negara Pakistan, dan pada tanggal 15 Agustus Pakistan menjadi Negara Merdeka.10

Perang Dunia ke II mengakibatkan terjadinya perubahan besar terhadap kehidupan Melayu, hal ini disebabkan oleh penyerahan kekuasaan Inggris kepada aristokrasi Melayu dan pembentukan negara Melayu yang merdeka di perintah oleh elit tradisionalnya. Kemerdekaan Melayu bermula pada tahun 1946, dengan rencana Inggris membentuk sebuah kesatuan Melayu yang digabungkan atau melepaskan beberapa Negara kesultana Melayu, Singapura, Malaka, dan Penang. Inggris ingin mengakhiri kesultanan dan membentuk sebuah pemerintahan pusat dan menberikan kesempatan pada imigran Cina dan India untuk mengakses kekuasaan politik. Rencana tersebut ditentang oleh aristokrasi Melayu yang pada tahun 1946 membentuk Organisasi Kesatuan Nasional Melayu. Perlawanan tersebut memaksa pihak Inggris memodifikasi rencana tersebut dengan sebuah Pemerintahan federasi Melayu pada tahun 1948

dengan tetap mempertahankan keberadaan sejumlah pemerintahan Melayu dan menjamin supremasi kepentingan warga Melayu.11

2. Kondisi Di Indonesia Secara Umum Menjelang Berdirinya Muslimat Pada tahun 1938-1945 terjadi Perang Dunia ke II antara Jerman, Itali dan Jepang berhadapan dengan sekutu yang terdiri dari Inggris, Perancis, Rusia, ditambah dengan Amerika. Hindia Belanda di bawah jajahan Belanda mengumumkan perang kepada Jepang. Dengan demikian,

10

Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Bagian ke III, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1999) h. 298

11

(23)

Indonesia menjadi salah satu sasaran Jepang, hal ini mengakibatkan satu per satu wilayah Hindia Belanda yang menjadi sumber minyak dikuasai Jepang. Tanggal 1 Maret 1942 tentara Jepang mendarat di Jawa. Bandung yang saat itu menjadi pusat pertahanan Belanda dibombardir Jepang hingga Belanda menyerah tanpa syarat.12 Mulai saat itu Indonesia di kuasai Jepang sampai tahun 1945.

Gerakan pemberontakan Islam yang terbesar adalah Dar al-Islam,

yang didirikan oleh mantan aktivis Sarekat Islam bernama Kartosuwiryo. Pada tahun 1940 Kartosuwiryo mendirikan lembaga Suffah sebagai pusat propaganda dan pusat pelatihan untuk menghasilkan kader-kader untuk tugas dakwah Islam dan untuk pasukan militer Muslim, Hizbullah yang diorganisir Jepang atas bantuan Masyumi. Pada tahun 1945, ia ditunjuk untuk mengelola unit-unit militer Masyumi di Jawa Barat. Ia berperang melawan Belanda pada tahun 1947 dan pada tahun 1948 ia tidak mau menerima perjanjian Renville13 antara Indonesia dan kekuatan Belanda,

keluar dari partai Masyumi, dan menyatakan dirinya sebagai Imam untuk sebuah pemerintahan Islam sementara, Negara Islam Indonesia. Pertempuran militer melawan Belanda dan berlanjut menjadi melawan pemerintahan Indonesia terus berlangsung hingga gerakan ini akhirnya dibasmi pada tahun 1962.14

12

Taufik Abdullah, (ed), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Majels Ulama Indonesia, 1991) h. 272

13

Perjanjian Renville ditandatangani tanggal 17 Januari 1948. Isi perjanjian terdiri atas persetujuan gencatan senjata, prisip politik, dan beberapa prinsip tambahan dari KTN. Perjanjian Renville mengakibatkan wilayah Indonesia semakin sempit dan dikurung oleh wilayah pendudukan Belanda.

14

(24)

Menjelang berdirinya Muslimat Nahdlatul Ulama, Indonesia dalam keadaan mempertahankan kemerdekaan dari para penjajah. Pada bulan Januari 1946, pendudukan kembali Belanda atas Jakarta semakin kuat sehingga diputuskan untuk memindahkan ibukota ke Yogyakarta, yang tetap menjadi ibukota Indonesia yang merdeka selama masa revolusi.15

Pada tanggal 10 Februari 1946 konsesi Belanda yang maksimal terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia diumumkan16 yang intinya adalah Belanda menolak kemerdekaan bagi Indonesia. Pengumuman ini segera melahirkan reaksi-reaksi baik dari kalangan rakyat Indonesia maupun kalangan Belanda. Namun demikian, dengan ini mulailah secara resmi diplomasi antara Indonesia dan Belanda untuk menentukan nasib nusantara.

Pertempuran-pertempuran di Jakarta meluas ke luar kota, dari Bogor sampai Bandung terjadi pertempuran setiap hari. Diplomasi yang dijalankan antara Indonesia dan Belanda terus berlangsung.

Di Sumatera Timur, kelompok-kelompok bersenjata yang sebagian besar terdiri atas orang-orang Batak dan di pimpin oleh kaum kiri, menyerang raja-raja Batak Simalungun dan Batak Karo pada bulan Maret 1946, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1942.

Kabinet Syahrir dengan dukungan penuh Soekarno-Hatta berjuang menhadapai dua Front, front terhadap Belanda, dan front dalam negeri, yang sama-sama mengancam. Keadaan rakyat semakin sulit. Bahan

15

M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta, P.T. Serambi Ilmu Semesta, 2007) h. 443

16

(25)

makanan dan pakaian mulai susah didapatkan karena terjadi peperangan dimana-mana setiap hari.

B. Pergerakan Wanita Sebelum Berdirinya Muslimat NU

Pada Permulaan abad ke-20, gerakan perjuangan Bangsa Indonesia menuju kemerdekaannya mengalami perubahan. Apabila perjuangan merebut kemerdekaan sebelumnya sangat bergantung pada kharisma seorang pemimpin, maka sejak tahun 1908 tidak demikian lagi karena yang menentukan adalah tata nilai baru yang dilembagakan dalam bentuk organisasi yang maju. Rakyat bergerak dengan teratur, tersusun dalam suatu himpunan. Sedangkan pemimpinnya dipilih dan ditunjuk oleh orang-orang yang tergabung dalam organisasi tersebut.17

Kesadaran historis yang senantiasa menghendaki adanya perubahan ke arah perbaikan melahirkan perubahan-perubahan di berbagai bidang, yang layak disebut dengan kesadaran harga diri sebagai bangsa dan manusia.

Dengan kesadaran harga diri itulah kemudian bangkit gerakan-gerakan kemerdekaan untuk memerdekakan dan untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan.

Dalam konteks Indonesia, kesadaran baru itu ditandai dengan lahirnya Budi Oetomo tahun 1908 yang kemudian disusul dengan berbagai organisasi-organisasi lainnya termasuk organisasi-organisasi wanita. Pergerakan kaum wanita Indonesia sangat erat kaitannya dengan pergerakan kebangsaan Indonesia, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan

17

(26)

organisasi kebangsaan lainnya. Seiring dengan lahirnya organisasi-organisasi kebangsaan, lahir pula organisasi-organisasi kebangsaan wanita Indonesia, dengan berbagai latar belakang budaya dan trdisinya.

Pergerakan wanita Indonesia pada permulaan abad ke-20 merupakan lanjutan sejarah perjuangan wanita sebelumnya. Kesadaran itu telah dirintis oleh para tokoh-tokoh pahlawan dan perintis wanita, seperti RA. Kartini dari Jawa Tengah, Martha Christina Tiyahahu dari Maluku, Cut Nyak Dien dan Cut Nyak Meutia dari Aceh, Nyai Ahmad Dahlan dari Yogyakarta, Rahmah el-Yunusiyah dari Sumatera Barat dan Dewi Sartika dari Jawa Barat. Secara langsung atu tidak langsung mereka telah memberikan inspirasi dan dorongan yang sangat berharga bagi perkembangan pergerakan wanita di Indonesia.

Pada tahun 1904, ketika RA. Kartini wafat, tidak tercatat reaksi langsung dari bangsa sendiri, maupun Bangsa Belanda, kecuali dari kawan dekat dan keluarga. Namun demikian, pengaruh atau tanggapan terhadap sikap dan keteguhan hati Kartini, pada hakikatnya cukup nyata, baik dalam

meneladani sikap dan mengikuti jejak Kartini. Banyak wanita tidak segan-segan lagi untuk menuntut pendidikan setaraf dengan kaum pria. Pemerintah Belanda maupun swasta mulai memperbolehkan perempuan dari berbagai kalangan untuk bersekolah. Selain itu, di kalangan keluarga yang berada, banyak wanita membuka kelas-kelas pengajaran di rumah untuk mendidik gadis-gadis di wilayah sekitarnya. 18

Secara umum ada tiga aliran dalam pergerakan wanita Indonesia. Pertama adalah golongan kebangsaan yang liberal. Kedua golongan agama.

18

(27)

Ketiga golongan feminis demokrat yang perjuangannya tak berbeda dengan wanita barat, bergumul dengan masalah kedudukan wanita.19 Penggolongan ini didasarkan atas perbedaan latar belakang budaya, ideologi dan tradisi yang hidup dalam masing-masing komunitas organisasi. Bagaimanapun, pergerakan yang terjadi di Indonesia merupakan perjuangan seluruh komponen bangsa yang saling mempengaruhi.

Dinamika politik kebangsaan sangat diwarnai dengan keterlibatan kaum wanita. Hal ini dapat dilihat tidak hanya dari aktivitas organisasi remaja Islam yang berpusat di sekolah-sekolah agama, tetapi juga pada kegiatan wanita dalam partai radikal, seperti Perhimpunan Musliman Indonesia (Permi) di Sumatera Barat. Bahkan ketika tokoh partai laki-laki ditangkap dan dibuang serta beberapa tokoh wanita dipenjarakan, partai radikal yang revolusioner ini dengan berani menampilkan wanita sebagai ketua umum. Tokoh wanita Permi yang dipenjarakan ialah Rangkayo Rasuna Said dan Rasimah Ismail, gadis yang berusia 18 tahun pada tahun 1932, sedangkan wanita yang kemudian

tampil menjadi pemimpin Permi adalah Ratna Sari di tahun 1933.20

Gerakan organisasi kebangsaan dengan berbagai nuansa dan corak kegiatannya ini mempunyai satu visi dan orientasi, yaitu memerdekakan bangsa Indonesia. Perbedaannya hanya dalam pendekatan caraperjuangannya. Beberapa menggunakan cara radikal revolusioner, beberapa lagi menggunakan pendekatan kultural dengan memanfaatkan pendidikan sebagai basis perjuangannya.

19

Asmah Sjahruni, dkk, 50 Tahun Muslimat.., h.4 20

(28)

Sejak berdirinya Boedi Oetomo tahun 1908, berbagai organisasi lain menyusul dibentuk, termasuk juga organisasi wanita. Pada tanggal 22 Desember 1928 diadakan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama. Kongres ini berhasil membentuk Perserikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI), yang merupakan asal-usul historis badan federasi yang saat ini dinamakan Kowani.21 Pada tahun 1929 PPPI berubah menjadi Perserikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPPI), kemudian berubah lagi menjadi Kongres Perempoean Indonesia pada tahun 1935.

Pada tanggal 15-17 Desember 1945 bertempat di Klaten diadakan kongres wanita untuk pertama kali setelah proklamasi kemerdekaan. Perkumpulan yang sama azas tujuannya masuk dalam gabungan baru yang bernama Perwari (Persatuan Wanita Republik Indonesia) yang membentuk suatu badan fusi, diantaranya Perwani, Wani, dan lain-lain. Perkumpulan-perkumpulan lain seperti PPI (Pemuda Puteri Indonesia), Muslimaat, Aisyiah, Persatuan Wanita Kristen, dan lain-lain tidak termasuk dalam fusi itu.

Sebagai lanjutan dari putusan kongres yang pertama tersebut, maka pada tanggal 24-26 Februari 1946 diadakan konvensi di Solo yang berhasil membentuk suatu badan gabungan yang bernama Badan Kongres Wanita Indonesia.22 Akhirnya, pada bulan Juni tahun 1946 menjadi Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) sampai saat ini.23 Kiprah perjuangan wanita merupakan artikulasi yang berkembang dalam masyarakat. Kejadian-kejadian yang dianggap bertentangan dengan rasa keadilan dan perikemanusiaan menjadi

21

Asmah Sjahruni, dkk, 50 Tahun Muslimat.., h.6 22

Nani Suwondo, Kedudukan Wanita Indonesia: Dalam Hukum dan Masyarakat, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1981) h. 179

23

(29)

dorongan munculnya perjuangan kaum wanita untuk meninggikan harkat dan martabatnya.

Tujuan didirikannya KOWANI yaitu:

1. menggalang persatuan dan membina kerjasama segenap potensi wanita Indonesia,

2. menggariskan dan melaksanakanpokok-pokok perjuangan wanita Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang menjamin pelaksanaan hak-hak wanita Indonesia debagai manusia dan wanita,

3. melaksanakan Ampera dalam rangka mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menempatkan wanita di dalam masyarakat sesuai dengan kedudukan fungsi dan profesinya,

4. menjelmakan pribadi wanita Indonesia yang mampu menjalankan dan meyalurkan fungsi dan profesinya dengan baik serta mengintensifkan

partisipasi kaum wanita dalam pembangunan negara,

5. memupuk dan memelihara perdamaian dunia serta membina persahabatan antar bangsa berdasarkan persamaan hak dan derajat.24

pada tahun 1930, didirikanlah Perkumpulan Pembasmi Penjualan Perempuan dan Anak-anak (P4A), karena pada saat itu banyak gadis-gadis anak petani miskin yang dijual pada Cina mendering (rentenir Tionghoa) untuk menebus hutang petani tersebut. Dibentuk juga Komite Pembela Buruh Perempuan Indonesia untuk membantu buruh perempuan yang diperlakukan

24

(30)

secara kejam di pabrik-pabrik di berbagai tempat.25 Tujuan utama dibentuknya P4A dan Komite Pembela Buruh Perempuan Indonesia adalah untuk melindungi hak-hak wanita sebagai manusia, juga memerangi ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang terjadi pada saat itu.

Kowani berhasil menggabungkan berbagai organisasi wanita yang saat itu sudah ada di Indonesia dengan corak yang berbeda-beda. Kowani hadir menyatukan visi dan misi berbagai organisasi yang bergabung dengan corak yang berbeda-beda, agar menjadi kekuatan untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Namun, terkadang perbedaan yang tidak dapat dikesampingkan oleh masing-masing anggota menjadi potensi konflik yang menyebabkan perkembangan Kowani mengalami pasang surut.

Kowani kemudian mendapatkan kesulitan lagi pada saat terjadinya Gerakan 30 September 1965, karena ada pemimpin Kowani yang mendukung gerakan ini. Kemudian timbulah Kesatuan Aksi Wanita (KAWI), yang merupakan gabungan organisasi-organisasi Islam. KAWI mengadakan

kegiatan bersama dengan kesatuan aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), untuk melawan gerakan-gerakan pendukung Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).26

Selain KOWANI, berdiri juga Perkumpulan Istri Sedar pada tahun 1930. Pendirinya adalah Suwarni Pringgodigdo. Perkumpulan ini tidak mau

25

Asmah Sjahruni, dkk, 50 Tahun Muslimat.., h.8 26

(31)

bergabung dengan Kowani. Mereka berpendirian bahwa bagi bangsa yang dijajah, agar cepat memperoleh kebebasan, kaum wanita harus sederajat kedudukannya dengan kaum pria. Padahal tujuan keduanya sama, yaitu terwujudnya hak dan kedudukan yang sama antara pria dan wanita untuk mempercepat pencapaian kemerdekaan Indonesia.

C. Lahirnya Muslimat NU

Organisasi wanita Islam disemangati ajaran tentang kesederajatan antara sesama manusia di sisi Allah SWT. Gerakan wanita ini pada awalnya lebih cenderung bergerak dalam bidang pendidikan. Kesadaran berpendidikan bagi wanita muncul hamper serempak di berbagai wilayah Indonesia berkat hadirnya RA. Kartini. Para remaja Islam perempuan mulai masuk sekolah umum dan madrasah. Sekolah-sekolah mulai menerima murid perempuan, dan tidak sedikit juga yang mengkhususkan pendidikan hanya untuk perempuan.

Sepanjang sejarahnya, Organisasi Wanita Islam di Indonesia, tidak

(32)

Di Sumatera misalnya, hampir di seluruh pelosok ada sekolah-sekolah Thawalib dan Diniyah yang menerima murid laki-laki dan perempuan. Sekolah yang menerima murid perempuan adalah Diniyah Puteri di Padang Panjang. Sekolah-sekolah Sumatera Thawalib juga mendirikan Perkumpulan Sumatera Thawalib pada tahun 1922. Perkumpulan inilah yang menjadi basis berdirinya Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) pada tahun 1930 di Sumatera Barat. Permi adalah gerakan politik revolusioner yang menuntut Indonesia merdeka. Dalam sejarah, Permi pernah dipimpin oleh seorang wanita setelah pemimpin prianya ditangkap dan dipenjarakan. Permi kemudian dibekukan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1937.

Di Jawa, pesantren-pesantren yang semula hanya menerima santri laki-laki, membuka pintu untuk murid-murid perempuan. Pesantren pertama yang menerima santri-santri perempuan adalah Pesantren Denanyar, Jombang pada tahun 1930. Di kalangan pesantren lahir pula madrasah-madrasah khusus perempuan seperti Madrasatul Banaat di Malang, Surabaya, Solo, Menes dan

tempat-tempat lainnya di seluruh Pulau Jawa. Aisyiyah (Wanita Muhammadiyah) di Yogyakarta mendirikan macam-macam sekolah umum dan kejuruan, kebidanan, dan sekolah guru untuk wanita di seluruh Indonesia.27

Gerakan kemajuan ini berjalan terus. Sekolah-sekolah menghasilkan gadis-gadis dan wanita-wanita terpelajar. Bersamaan dengan itu, munculah gerakan-gerakan dan perserikatan-perserikatan wanita, baik yang bercorak

27

(33)

kebangsaan maupun keagamaan. Salah satunya adalah lahirnya Muslimat Nahdlatul Ulama.

Ciri khas yang membedakan ormas perempuan Islam dengan organisasi-organisasi perempuan pada umumnya yaitu pada upaya dan kerja-kerja mereka dalam melapangkan dialog yang intensif antara prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan pada tataran normatif ajaran agama dengan realitas kehidupan sehari-hari. Terutama menyangkut perlakuan diskriminatif terhadap perempuan. Karena itu ormas-ormas perempuan Islam lebih banyak menekuni program-program yang menggugah kesadaran masyarakat dan adanya perilaku diskriminatif terhadap perempuan. Hal ini yang memunculkan kesadaran bersama antara ormas-ormas perempuan Islam untuk bergerak bersama dalam melawan diskriminasi.28

Proses lahirnya Muslimat Nahdlatul Ulama tidak terlepas dari perkembangan Nahdlatul Ulama (NU). Pada suatu perkembangan tertentu NU memerlukan hadirnya peranan wanita untuk menangani masalah kewanitaan

di kalangan wanita Ahlusunah wal-Jamaah yang pada saat itu hanya memiliki hak untuk mendengarkan dan memberikan saran pemikiran, hingga Muktamar NU ke-19 di Palembang pada tahun 1952.

Sebenarnya, gagasan tentang pentingnya dibentuknya Muslimat Nahdlatul Ulama sudah muncul sejak Muktamar NU yang pertama pada tahun 1926. Hal ini ditandai dengan hadirnya beberapa tokoh perempuan, meskipun

28

(34)

saat itu perempuan belum menjadi bagian dari NU.29 Sejak didirikannya NU hingga Kongres ke-13 di Menes, Banten pada tahun 1938 yang diwarnai dengan perdebatan sengit, kaum wanita telah aktif berorganisasi. R. Djuarsih dan Siti Syarah tampil sebagai pembicara, mewakili warga jamaah perempuan. Setahun kemudian, ide tentang Muslimat NU kiat terasa kuat ketika berlangsung Muktamar ke-14 di Magelang tahun 1939.30

Nahdlatul Ulama yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 merupakan potensi kejuangan para ulama Indonesia yang setia terhadap komitmennya pada perjuangan Bangsa Indonesia. Dalam sejarahnya, NU mempunyai pengalaman perjuangan yang cukup panjang dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang dan perang kemerdekaan, NU ikut berperan secara aktif, bahkan salah satu perumus UUD 1945.31 Kegigihan NU inilah yang menggugah kaum perempuan Nahdlatul Ulama untuk menghimpun potensi dirinya untuk bersama NU melakukan perjuangan Indonesia dari

penjajahan, terutama kemerdekaan kaum perempuan.

Rumusan mengenai pentingnya peranan wanita NU dalam organisasi mulai diakui saat Muktamar NU ke-15 di Surabaya tahu 1940, yaitu dengan diterimanya rumusan pentingnya peranan wanita NU dalam organisasi NU, masyarakat pendidikan dan dakwah dengan Anggaran Dasar dan pengurus besarnya. Tetapi pada saat itu Muslimat NU belum mendapat pengakuan resmi dari peserta Muktamar. Lahirnya Muslimat NU didorong oleh rasa

29

Sejarah Muslimat Nahdlatul Ulama, (Jakarta, PP. Muslimat NU, 1979) 30

Asmah, Sjachruni, dkk, 50 Tahun.. h. 21 31

(35)

keprihatinan yang mendalam terhadap keadaan sikap, pandangan dan perlakuan yang dirasakan tidak adil terhadap wanita.

Latar belakang paham Ahlussunah wal Jamaah sebagai paham keagamaan menjadi motivasi bagi berdirinya Muslimat NU, karena warga jamaah wanita NU sebagai satu kesatuan budaya dan paham keagamaan merasa terpanggil untuk bersama-sama warga Jam’iyah pria mengusahakan berlakunya paham tersebut di kalangan wanita. Pengertian Ahlussunah wal Jamaah yang menjadi paham Muslimat NU adalah paham yang menjadikan Islam sebagai nilai universal yang mencakup segala aspek kehidupan dan tolok ukur perjuangan Muslimat NU.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, pada tanggal 29 Maret 1946, bertepatan dengan 26 Rabiul Akhir 1365 H, keinginan jamaah wanita NU untuk berorganisasi diterima dengan suara bulat oleh para utusan Muktamar NU di Purwokerto, dengan nama Nahdlatoel Oelama Moeslimat (NOM).32 Diresmikannya Muslimat NU sebagai bagian NU merupakan

tuntutan sejarah yang dinilai oleh Jamiah NU pada saat itu sudah sampai pada tahap perkembangan yang memerlukan hadirnya wanita dalam kancah perjuangan dan organisasi. Pandangan ini dikemukakan hanya oleh sebagian kecil ulama NU, seperti KH. Muhammad Dahlan, KH. Wahab Chasbullah dan KH. Syaifuddin Zuhri.

Lambang Muslimat NU sama dengan lambang NU, yaitu gambar bola dunia diikat dengan tali, dilingkari lima bintang diatas garis khatulistiwa dan yang terbesar diantaranya terletak di bagian atas. Sedangkan empat bintang

32

(36)

lainnya terletak di bawah khatulistiwa, sehingga jumlah seluruhnya adalah sembilan bintang serta terdapat tulisan Nahdlatul Ulama dengan huruf Arab yang melintasi bola dunia dan menyelusuri garis khatulistiwa. Lambang tersebut dilukiskan dengan warna putih di atas dasar warna hijau.

Dalam Forum Komite Nasional Indonesia (KNIP) setelah Proklamasi Kemerdekaan, Muslimat NU diwakili oleh Chadidjah Dahlan (1948-1956). Pada kongres NU ke-19 tahun 1952 di Palembang, Muslimat NU memperoleh status sebagai organisasi otonomi NU. Hal itu berarti Muslimat NU dapat mengatur rumah tangganya sendiri, tanpa terlalu banyak campur tangan dari Nahdlatul Ulama. Dengan otonomi itu, Muslimat NU lebih bebas bergerak dalam memperjuangkan hak-hak wanita maupun kepentingan nasional lainnya secara mandiri.

Kelahiran Muslimat NU membuktikan bahwa kepedulian ulama wanita yang hidup di alam pesantren tidak kalah dengan potensi-potensi perjuangan wanita Indonesia yang lain. Pada perkembangan berikutnya,

Muslimat NU berperan dalam perjuangan kemerdekaan, baik perjuangan fisik maupun non fisik. Dalam perjuangan fisik, tercatat bahwa Muslimat NU tergabung dalam barisan perjuangan revolusi, seperti menjadi kurir, melaksanakan dapur umum, mengumpulkan bahan makanan, pakaian, obat-obatan hingga pada perjuangan memanggul senjata. Mereka tergabung dalam barisan Hizbullah, Sabilillah, Palang Merah Indonesia (PMI) dan kesatuan-kesatuan perjuangan lainnya.33

33

(37)

Dalam perkembangannya, Muslimat NU bekerjasama dengan organisasi wanita Indonesia lainnya. Misalnya, Muslimat NU bergabung dengan KOWANI, sebuah federasi organisasi wanita tingkat nasional. Dengan kehadirannya di badan federasi itu, Muslimat NU memiliki peranan cukup penting. Hal ini terbukti dari adanya beberapa posisi yang ditempati tokoh Muslimat

• Tahun 1956-1965 Anggota Presidium KOWANI Machmudah Mawardi

• Tahun 1966-1968 Anggota DP KOWANI HSA. Wahid Hasyim

• Tahun 1968-1973 Anggota DP KOWANI Asmah Syachruni

• Tahun 1978-1981 Anggota DP KOWANI Dra. Farida Purnomo34

Selain menjadi anggota KOWANI, Muslimat NU juga aktif dalam Komite Nasional Kedudukan Wanita Indonesia (KNKWI), suatu badan yang bertugas melakukan riset tentang kedudukan wanita yang dibentuk pemerintah bersama-sama dengan KOWANI dan KAWI tahun 1956. Muslimat NU di KNKWI di wakili oleh

• ChadijahImron Rosyadi pada tahun 1968-1970

• Malichah Agus pada tahun 1970-197335

Untuk mempersatukan langkah wanita Islam dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama, Muslimat NU juga ikut mendirikan Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) pada tahun 1967. Keanggotaan dari badan ini adalah pusat dari organisasi Islam Wanita Indonesia. Yang pernah duduk sebagai anggota presidium BMOIWI adalah

34

Team Sejarah Muslimat NU, Sejarah Muslimat Nahdlatul Ulama, (Jakarta: PP Muslimat NU, 1979) h.65

35

(38)

Machmudah Mawardi (1967-1977) dan Asmah Sjachruni (1977-1979). Dalam melakukan kegiatannya badan ini bekerja sama dengan Departemen Agama, Departemen Sosial dan Majelis Ulama Indonesia.

Pada masa perjuangan penegakan Orde Baru, Muslimat NU membantu untuk menentang komunisme yang merajalela di Indonesia.36 Muslimat NU bekerjasama dengan ABRI. Kerjasama ini tidak hanya pada saat meletusnya G30S/PKI, tetapi jauh sebelumnya dalam usaha ketahanan nasional. Dalam badan kerjasama militer, HSA. Wahid Hasyim dari Muslimat NU duduk sebagai bendahara, kemudian Malichah Agus antara tahun 1960-1962.37

Dari segala upaya Muslimat NU dalam perkembangannya, Muslimat NU melahirkan tonggak-tonggak sejarah yang cukup penting. Yang dimaksud dengan tonggak perkembangan adalah peristiwa-peristiwa penting perkembangan sejarah Muslimat NU yang dilahirkan secara langsung atau tidak langsung oleh gagasan-gagasan, ide-ide, pokok-pokok pikiran, pandangan atau pendirian Muslimat NU mengenai berbagai masalah yang

berkembang di dalam kehidupan masyarakat bangsa dari masa ke masa. Arah dan tonggak-tonggak perjuangan Muslimat NU senantiasa mengikuti perkembangan pandangan, pendirian dan visi tentang berbagai masalah serta prinsip-prinsip yang dianutnya.

Di bidang internasional, Muslimat NU aktif dalam penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika di Bandung tahun 1964. Dalam bidang legislative, Muslimat NU bergabung dalam Partai NU, baik ketika Pemilu 1955 maupun Pemilu 1971. Salah satu hasil yang terasa hingga saat ini adalah

36

Muktamar NU ke-28 h.34 37

(39)

perjuangan Muslimat NU untuk menentang RUU Perkawinan yang diajukan pemerintah (1974) dan melalui juru bicara PPP antara lain Ny. Asmah Syahruni, RUU Perkawinan tersebut dihapus dari ketentuan yang berlawanan dengan Agama Islam.

Saat ini, Muslimat NU berkarya di bidang kemasyarakatan setelah NU kembali ke Khittah (1926). Fokus kegiatannya secara garis besar adalah bidang pendidikan, dakwah dan sosial. Dalam bidang pendidikan, Muslimat NU mendirikan Yayasan Pendidikan Muslimat yang bertugas mengelola proyek/ kegiatan pendidikan yang terdiri dari pendidikan formal (sekolah) dan non formal (luar sekolah). Pendidikan formal yang dikelola Muslimat NU difokuskan pada Taman Kanak-kanak (TK). Di bidang pendidkan non formal, Muslimat NU melakukan upaya pemberantasan buta huruf Arab dan latin, disamping kegiatan-kegiatan pendidikan keterampilan.

Dalam bidang dakwah, Muslimat NU terutama mengarahkan pada upaya amar ma’ruf nahi munkar. Karena itu, bentuknya pun

bermacam-macam, dari yang berupa pengajian-pengajian, majelis taklim, ceramah, seminar maupun penerbitan jurnal dan buku-buku.

Bidang sosial merupakan yang paling penting bagi Muslimat NU. Yang ditangani adalah kesehatan ibu dan anak, serta panti-panti asuhan anak yatim. Untuk itu, Muslimat NU mendirikan Yayasan Kesejahteraan Muslimat (YKM) yang mengelola Rumah Sakit Bersalin, BKIA, Klinik KB, Panti Asuhan Yatim Piatu, Poliklinik dan sebagainya.38.

38

(40)
(41)

BAB III

RIWAYAT HIDUP ASMAH SYAHRUNI

Dalam sejarah gerakan bangsa-bangsa di dunia dan komunitas pemeluk agama, selalu lahir pemimpin dan orang-orang yang ditokohkan dalam banyak persoalan kehidupan. Pemimpin tokoh-tokoh itu lahir di masa dan komunitas tertentu sesuai kebutuhan sejarah yang memanggilnya serta komitmen yang dimilikinya. Terlepas apakah pemimpin dan tokoh itu yang mengubah sejarah atau boleh jadi sebaliknya, kekuatan sejarah yang tak gampang dipahami itu sendiri yang secara sengaja sesuai dengan logika sejarah yang melahirkan sang pemimpin dan sang tokoh. Tetapi sesuatu yang sulit diingkari adalah bahwa ketokohan seseorang atau sekelompok orang hanya ada di dalam dan dari sebuah komunitas.

Tidak bisa dilepaskan pula salah satu tokoh muslimat NU yang satu ini. Salah seorang pemimpin organisasi kewanitaan yang ada di tubuh NU ini telah

membawa organisasi tersebut mampu menunjukkan kekuatannya. Ia adalah orang yang mampu membawa organisasi kewanitaan ini berkembang dan memiliki kekuatan yang sejajar dengan organisasi-organisasi wanita lainnya.

Keberaniannya dalam mengkritik pemerintahan yang korup tidak disangkal lagi. Ia adalah sosok wanita pemberani dalam menyuarakan Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) pada masanya.39

39

(42)

A. Latar Belakang Keluarga

Asmah lahir pada tanggal 28 Februari 1927 di Rantau, Kandangan, Kalimantan Selatan dari pasangan Buhajar dan Imur. Kedua orang tuanya adalah orang yang sangat teguh memegang tradisi. Ia adalah anak pertama dari sembilan bersaudara, delapan perempuan dan satu laki-laki. Ketiga adik perempuannya meninggal dunia di saat mereka masih kecil. Sebagai anak yang paling tua, Asmah selalu dekat dengan keluarga dan senantiasa menggantikan peran orang tua dalam hal tanggung jawab.

Waktu Asmah masih di Sekolah Dasar, bibinya sudah menjadi guru. Ia mulai menyadari bahwa bibinya adalah seorang nasionalis tulen. Dia diajari oleh bibinya sebuah syair yang mengandung makna perjuangan untuk merebut kemerdekaan. Menurutnya pada saat itu, syair seperti itu tidak ada yang berani melantunkannya secara terbuka. Begitupun dengan Asmah dan bibinya. Mereka hanya membaca atau melantunkan syair itu di dalam kamar. Syair itu berjudul “Di Timur Matahari” yang berbunyi: “ Di Timur Matahari, mulai

bercahya, bangun dan berdiri kawan semua, marilah mengatur barisan kita,

pemuda-pemudi Indonesia”.

(43)

rumah tangga.40 Ketika lahir anaknya yang pertama, dia dan suaminya sudah memiliki rumah sendiri hasil dari jerih payahnya sebagai seorang guru dan kebun karet yang digarapnya.

Sebagai anak dari orang yang tahu agama, Asmah kerap diajari oleh ayahnya bagaimana cara membaca Al-Qur’an dengan baik, fiqih dan tauhid sebagai dasar. Sejak kecil Ia sudah pandai membaca Al-Qur’an. Namun, ayahnya juga menginginkan agar Asmah mengecap pendidikan umum untuk bekal masa depannya. Untuk masuk dalam pendidikan umum, agak sulit didapatkan, walaupun hanya pada tingkat SR (Sekolah Rakyat).

B. Latar Belakang Pendidikan

Pada saat itu bisa dikatakan bahwa perempuan masih sulit mendapatkan hak pendidikan. Mungkin sebuah kenyataan yang harus dipahami bahwa; pertama, anggapan sebuah keluarga yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting bagi anak perempuan, kedua, tenaga kerja

diperlukan untuk terjun ke sawah dan sebagainya, oleh karenanya anak perempuan harus segera dicarikan suami untuk menambah tenaga kerja dalam keluarga, ketiga, adalah aib kalau anak perempuannya tidak segera menikah. Yang terakhir ini mungkin budaya yang diciptakan penjajah terhadap orang pribumi agar tidak pernah maju.41

Hal di atas tidak berlaku dalam diri Asmah Syahruni. Sebagai orang yang ingin maju, dia teguh dalam pendiriannya untuk masuk ke sekolah umum. Dengan memanfaatkan kesempatan yang ada akhirnya Asmah

40

Musthafa Helmy, Asmah Syahruni; Muslimah Pejuang Lintas Zaman, Pustaka Indonesia Satu, Jakarta, 2002, h. 10, 17, 18.

41

(44)

Syahruni bisa dengan mudah masuk ke sekolah umum. Kakeknya sebagai tokoh masyarakat dan bibinya sebagai guru telah memudahkannya untuk bisa masuk ke sekolah umum, walaupun sekolah itu harus ditempuh dengan jarak jauh dan berjalan kaki. Sekolah umum di daerahnya pada waktu itu hanya ada di kecamatan. Itupun hanya (Sekolah Rakyat), lima tahun yang dibuat dua jenjang. Jenjang pertama dari kelas satu sampai dengan kelas tiga, dan mendapatkan ijazah. Lalu dilanjutkan ke jenjang yang kedua yaitu dari kelas empat sampai dengan kelas lima.

Sejak masuk kelas empat, Asmah Syahruni mulai merasakan perbedaan cara berfikir dirinya dengan orang tuanya. Pandangannya mulai jauh ke depan. Meski perempuan, dia bisa menikmati pendidikan, meskipun terkadang muncul pertentangan dengan keluarga, terutama dari keluarga ayahnya. Kebetulan dalam keluarga ayahnya tidak ada saudara perempuannya yang sekolah. Saat itu ia juga sempat diberhentikan sekolah oleh ayahnya selama dua tahun. Dan meneruskannya kembali, akhirnya pada usia 14 tahun

dia lulus kelas lima. Setelah menikah dia mengajar di SR III, sementara suaminya mengajar di SR I.42

Dengan bekal pendidikan itu, Asmah Syahruni menjadi guru selama kurun waktu 1943-1954. Dengan Beslit Mienseibu Tjokan (saat ini disebut Departeman Pendidikan dan Kebudayaan ), dia menjadi guru pembantu pada

Futsu Tjo Gakko (setingkat SD bentukan Jepang) di Rantau I, kemudian menjadi Wakil Kepala Futsu Tjo Gakko di Rantau III. Selanjutnya ia terus

42

(45)

malang melintang sebagai pendidik. Ia juga menjadi guru SR VI di Rantau III, SR VI Batang Kulur Kandangan dan SR VI di Ulin Kandangan.

Pergulatan Asmah Syahruni di dunia pendidikan sebenarnya tidak terbatas pada pendidikan umum saja, melainkan pendidikan agama. Bersamaan dengan karirnya sebagai seorang guru, Asmah Syahruni juga aktif dalam mengikuti pendidikan keagamaan. Berdasarkan rasa kekurangannya dalam soal agama, membuat tokoh yang satu ini kerap mengikuti pengajian-pengajian yang diadakan oleh kiai-kiai NU. Hal ini juga memberikan hikmah tersendiri baginya. Karena dengan aktivitasnya sebagai seorang jam’iyah pengajian pada waktu itu, membuatnya bisa mengenal dan dikenal oleh tokoh-tokoh NU. Menurut pengakuannya, dari aktivitasnya dalam mengikuti pengajian inilah yang pada akhirnya membuat dirinya faham akan NU, bergabung dengan NU dan pada akhirnya dapat aktif dalam Muslimat NU.43

Pada tahun 1952, Asmah Syahruni diangkat menjadi konsulat Muslimat NU di wilayah Kalimantan Selatan sampai 1956. Sejak saat itulah ia

mengubah arah kehidupannya, dari dunia pendidikan ke dunia politik dan organisasi.44

C. Perjalanan Karir Politik dan Organisasi

Abad XX adalah abad kebangkitan bangsa-bangsa dunia. Bangkitnya bangsa di Timur Asia melahirkan gerakan-gerakan kemerdekaan di Indonesia. Pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20, kebangkitan yang bersifat perlawanan

43

Wawancara pribadi dengan Asmah Syahruni, Kali Baru, Senen, Jakarta Pusat, 2008. Tanggal, 6 Juni 2008

44

(46)

terhadap keadaan dan penderitaan mulai bersifat gerakan-gerakan sosial.45 Kondisi seperti itu kerap terjadi dalam kurun waktu selama puluhan tahun hingga datangnya Jepang ke wilayah nusantara.

Kondisi di atas tentu saja mempengaruhi pola dan perilaku hidup untuk mencari jalan bagaimana keadaan seperti itu bisa di atasi dengan membawa bendera perjuangan dan kemerdekaan. Getaran dari berbagai irama yang bergolak di kalangan masyarakat itu telah mewarisi semangat perjuangan bagi bangsa yang beragam ini. Sendi-sendi perjuangan untuk memajukan bangsa masuk dalam tiap jiwa yang sadar akan kemampuan dirinya tanpa memandang perbedaan gender. Hal inilah yang pada akhirnya menjadikan seorang Asmah Syahruni merubah arah hidupnya dari dunia pendidikan ke dunia politik dan organisasi.

Pada zaman pendudukan Jepang, Asmah Syahruni aktif di Fujinkai,

perkumpulan wanita bentukan Jepang di daerah-daerah yang diketuai oleh bupati. Fujinkai adalah perkembangan lanjut dari impian Jepang Asia Timur

Raya dengan gerakan AAA (atau Tiga A – Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia dan Nippon cahaya Asia). Saat itu, semua organisasi wanita pribumi yang ada dibubarkan. Ia mengawali dunia barunya ketika NU menyatakan sikapnya keluar dari Masyumi dan menjadi partai politik tersendiri pada tahun 1952.46

Aktivitas Asmah Syahruni di organisasi wanita mengundang dirinya untuk berkiprah lebih luas. Ia merasakan itu ketika bergabung dalam organisasi kewanitaan NU. Ia beranggapan bahwa ajaran NU yang selalu

45

PP. Muslimat NU, Sejarah Muslimat Nahdlatul Ulama, Jakarta, 1979, h. 39. 46

(47)

mengikuti petunjuk wanita ternyata tidak mengekang wanita. Ia aktif di Muslimat NU sejak tahun 1952. Ia kemudian diberi kepercayaan untuk memimpin Muslimat NU di Kalimantan Selatan dan mendapat hak untuk membentuk beberapa cabang.47

Kronologi awal keterlibatan Asmah Syahruni dalam Muslimat NU tidak bisa dilepaskan dengan aktivitasnya dalam mengikuti pengajian rutin yang diadakan oleh kiai-kiai NU di daerahnya seperti yang telah dijelaskan di atas di satu sisi, dan seorang teman seprofesinya (seorang guru) yang membuatnya dapat dikenal oleh tokoh-tokoh NU di sisi lain.48 Otonomi organisasi wanita dalam tubuh NU ini dicapai pada saat ia menjabat sebagai ketua wilayah. Ini memang merupakan salah satu cita-cita utama dalam kepemimpinannya dalam ketua PP Muslimat NU yang akan dibicarakan pada bab berikutnya.

Pada tahun 1954 diadakan muktamar NU sekaligus kongres Muslimat NU di Surabaya. Dari situ dia mulai dikenal banyak kalangan, bukan hanya

dari kalangan wilayahnya sendiri di Kalimantan, tapi juga di luar Kalimantan seperti Jawa dan lain-lain.

47

Musthafa Helmy, Asmah Syahruni; Muslimah Pejuang, h. 30. 48

(48)

Apalagi topik sentral yang dibahas dalam muktamar adalah persiapan pemilu yang akan dilaksanakan pada 1955 dan ia dipilih sebagai anggota Panitia Penyusunan Calon anggota konstituante dan DPR untuk maju dalam pemilu mendatang. Tetapi pada akhirnya Muslimat menunjuknya sebagai wakil ketua.

NU pada saat itu belum diperhitungkan sebagai partai yang dapat memenangkan pemilu. Namun kenyataannya, NU menang mutlak di Kalimantan Selatan. Dari enam calon masuk DPR Pusat, tiga kursi disapu oleh NU. Masyumi memperoleh dua kursi dan satu kursi diraih Partai Nasional susunan PP Muslimat hasil Kongres VIII di Solo tahun 1962 dan Kongres IX

di Surabaya tahun 1967. Akhirnya pada tahun 1979, hasil kongres X di Semarang mengangkatnya sebagai ketua umum.50

Titik balik seseorang dalam menempuh perjuangannya tentu tidak bisa dilepaskan dari kekuatan mental, keberanian dan pengorbanan. Hal ini juga dialami oleh Asmah Syahruni ketika Ia melangkahkan kakinya di Ibu Kota demi cita-cita besar dalam perjuangannya.51

49

Musthafa Helmy, Asmah Syahruni; Muslimah Pejuang, h. 33, 36. 50

Saifullah Ma’shum, Ali Zawawi, 50 Tahun Muslimat NU, h. 139. 51

(49)

Dalam setiap kepemimpinan di organisasi manapun, sang pemimpin sebagai individu pasti memiliki model atau ciri khas tersendiri. Begitu pun dengan wanita yang satu ini. Banyak dari kalangan Muslimat yang menyatakan bahwa model kepemimpinan Asmah Syahruni sangat luwes, responsif dan sikap yang diambilnya dalam menanggapi berbagai persoalan bangsa berorientasi pada pemahaman fiqh dan tradisi keilmuan ulama. Sebagai organisasi otonom yang berada dalam tubuh NU, sikap ini mungkin wajar. Hampir semua kebijakan Muslimat NU selalu berpedoman pada fatwa ulama syuriah NU. Ketika NU menuntut pembubaran PKI tahun 1965 Asmah Syahruni tampil memimpin demontrasi besar yang diikuti wanita-wanita ibu kota, jauh sebelum muncul kesatuan-kesatuan aksi menuju Kostrad.52

Sebelum menginjakkan kakinya ke dunia politik, Asmah Syahruni memang lebih dulu aktif di organisasi yang didirikan pada 1926 di Surabaya itu. Dari situ ia mulai dikenal oleh banyak orang. Lewat karirnya yang lebih awal sebagai pengurus Muslimat NU di wilayah Kalimantan Selatan, lalu dia

terpilih sebagai anggota konstituante dan DPR Pusat untuk menghadapi Pemilu 1955 pada Muktamar NU di Surabaya. Akhirnya dia terpilih sebagai salah satu kandidat anggota dewan untuk wilayah pilihan Kalimantan Selatan dan dia berhasil meraih suara terbanyak. Dari situlah dia memulai karirnya di dunia politik. Namun demikian, bukan berarti dia meninggalkan aktivitasnya

Syaifuddin Zuhri, Ia mendapat bantuan dari Wahab untuk dapat mengontrak rumah plus perabotan, mengingat pada saat itu anggota DPR tidak diberikan fasilitas oleh pemerintah. Ia pun terharu kalau mengingat hal itu. (Wawancara dengan Asmah Syahruni, Kali Baru, Senen, Jakarta Pusat, 2008). Tanggal 6 Juni 2008

52

(50)

sebagai salah satu aktivis perempuan di tubuh NU. Dia menjadi anggota parlemen sekaligus menjadi anggota Pimpinan Pusat Muslimat NU.

Ketua PP Muslimat NU pada masa sesudahnya menyatakan bahwa Asmah Syahruni adalah tokoh yang pemberani, pemimpin yang pintar dan bijak serta memiliki rasa hormat kepada kawannya yang lebih tua dan mencintai kawan-kawannya yang lebih muda. Keberaniannya dalam dunia politik tidak dipungkiri lagi.

Kekuatan dan kiprahnya sebagai Pimpinan Pusat Muslimat NU tercermin dalam pidatonya pada kongres Muslimat NU ke XII di Yogyakarta. Dalam sambutannya, Asmah Syahruni menekankan pentingnya peranan wanita dalam perjuangan untuk membangun bangsa. Dia memberi contoh kepada para wanita untuk bisa bangkit dari kelemahan dan kebodohan. Ia bertolak pada pengalaman-pengalaman wanita di luar Indonesia seperti Benazir Butto sebagai seeorang wanita yang menjabat Perdana Menteri di Pakistan, Cori Aquino sebagai seorang wanita yang menjabat presiden

Pilipina. Ia juga menekankan akan pentingnya organisasi wanita sebagai wadah aspirasi kaum hawa dalam mengaplikasikan langkah perjuangannya.53 Kekuatan yang dimilikinya sebagai seorang ketua telah membawa organisasi kewanitaan yang ada di tubuh NU ini mampu menyeimbangi kekuatan organisasi wanita lain seperti Aisyiah dan Nasyiatul Aisyiah dari Muhammadiyah, Organisasi Peristri dari Persis, wanita Syarikat Islam dari Sarikat Islam (SI) dan lain-lain.

53

(51)

Asmah Syahruni menjabat sebagai ketua PP Muslimat NU selama tiga periode yaitu, periode pertama pada tahun 1979 dalam Kongres X di Semarang, periode kedua pada tahun 1984 pada Kongres XI di Probolinggo dan periode ketiga pada tahun 1989 pada Kongres XII di Yogyakarta. Ia merupakan pemimpin ketiga dalam organisasi tersebut setelah Chodidjah Dahlan dan Mahmudah Mawardi.54

D. Asmah Syahruni Di mata Sahabat

Sebagai seorang pimpinan selama tiga periode dalam Muslimat NU, tentunya Asmah Syahruni telah memunculkan kesan tersendiri di mata orang lain dan para sahabatnya. Aisyah Aminy sebagai seorang ketua PPP pada saat itu menyatakan bahwa Asmah adalah seorang pejuang perempuan yang membela dan mendukung kaum perempuan untuk menjadi pemimpin parpol. Di samping itu, menurutnya Asmah adalah sosok yang bisa bergaul dengan siapapun dan dari manapun latar belakangnya. Lain halnya dengan Aisyah

Aminy, Aisyah Hamid Baidlowi mengatakan bahwa Asmah adalah seorang pemimpin yang luwes namun berwatak keras. Menurutnya, Asmah adalah sosok pemimpian perempuan yang memiliki banyak gagasan, kritis dan kooperatif terhadap pemerintah dan warga Muslimat NU.55

Hampir sama dengan pendapat Aisyah Aminy, Husin Kasah mengatakan bahwa Asmah adalah seorang pelopor pejuang perempuan. Menurut wakil gubernur Kalimantan Selatan ini Asmah adalah sosok seorang politikus yang cukup disegani dan memiliki strategi yang cukup matang.

54

Saifullah Ma’shum, Ali Zawawi, 50 Tahun Muslimat NU, h. 137. 55

(52)

Sosok Asmah bagi masyarakat Kalimantan Selatan tidaklah asing, karena pengaruhnya dalam organisasi sosial politik dan kemasyarakatan sangat membekas.56

Lathifah Hasyim berpendapat bahwa Asmah merupakan sosok yang energik dan dinamik. Dalam setiap pengambilan keputusan ia mampu menampung masukkan dari berbagai pendapat dan mencernanya dengan baik. Menurutnya Asmah adalah pemimpin yang pintar dan bijak serta tetap hormat kepada kawannya yang lebih tua dan sangat menghormati kawan-kawannya yang lebih muda.57

Lain lagi dengan kesan yang disampaikan oleh Maftuchah Yusuf. Menurut mantan ketua PP Aisyiah dan mantan anggota DPR ini Asmah adalah sosok perempuan yang mampu menjinakkan pemimpin laki-laki dan teguh dalam memegang prinsip. Hal ini juga senada dengan pendapat Moeinah Wahyudi (mantan anggota DPR RI) dan Slamet Effendy Yusuf (Mantan Anggota DPR RI dan mantan ketua PP GP Ansor).58

Pendapat senada disampaikan juga oleh Aisyah Hamid Baidlowi. Ia menyampaikan bahwa Asmah merupakan tipe perempuan pejuang yang mampu menunjukkan kekuatannya di muka publik. Ia terkenang saat Asmah dengan bijak menasehatinya saat ia menggantikan Asmah sebagai pemimpim Muslimat NU di periode 1995-2000. Walaupun Asmah memiliki sifat yang

56

Musthafa Helmy, Asmah Syahruni; Muslimah Pejuang Lintas Zaman, Pustaka Indonesia Satu, Jakarta, 2002, h 138

57

Wawancara Pribadi dengan Lathifah Hasyim ( Kalibata, Jakarta Selatan, 2008). Tanggal 24 april 2008

58

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji Independent Sample T-test nilai post-test dapat diketahui bahwa nilai signifikan sistole ρ = 0,000 dan nilai signifikan diastole ρ =

Perencanaan pembangunan sanitasi di desa Jambu BAPPEDA dimulai dari hasil Musrenbang Kecamatan yang merupakan forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan di

Atlet PPLOP merupakan atlet remaja yang berada pada masa pertumbuhan dengan durasi dan intensitas latihan yang berat. Sehingga jaringan dan asupan gizi harus terpenuhi

Seiring berjalannya waktu, perkembangan tafsir di Indonesia telah merambah hingga keseluruh Nusantara. Pentingnya mengkaji tafsir di berbagai pulau Indonesia selain

a) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan

belum memadai seperti kerusakan pada komputer yang bisa menghambat proses penerbitan surat persetujuan berlayar, kerusakan dan kurangnya fasilitas yang memadai di

Pendidikan jasmani adalah suatu pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan ketrampilan motorik, pengetahuan

Dari uraian di atas, pendidikan karakter yang diterapkan dalam pembelajaran di sekolah memberikan keuntungan kepada siswa, karena memberikan perlakuan yang positif sehingga