• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjalanan Karir Politik dan Organisasi

RIWAYAT HIDUP ASMAH SYAHRUNI

C. Perjalanan Karir Politik dan Organisasi

Abad XX adalah abad kebangkitan bangsa-bangsa dunia. Bangkitnya bangsa di Timur Asia melahirkan gerakan-gerakan kemerdekaan di Indonesia. Pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20, kebangkitan yang bersifat perlawanan

43

Wawancara pribadi dengan Asmah Syahruni, Kali Baru, Senen, Jakarta Pusat, 2008. Tanggal, 6 Juni 2008

44

terhadap keadaan dan penderitaan mulai bersifat gerakan-gerakan sosial.45 Kondisi seperti itu kerap terjadi dalam kurun waktu selama puluhan tahun hingga datangnya Jepang ke wilayah nusantara.

Kondisi di atas tentu saja mempengaruhi pola dan perilaku hidup untuk mencari jalan bagaimana keadaan seperti itu bisa di atasi dengan membawa bendera perjuangan dan kemerdekaan. Getaran dari berbagai irama yang bergolak di kalangan masyarakat itu telah mewarisi semangat perjuangan bagi bangsa yang beragam ini. Sendi-sendi perjuangan untuk memajukan bangsa masuk dalam tiap jiwa yang sadar akan kemampuan dirinya tanpa memandang perbedaan gender. Hal inilah yang pada akhirnya menjadikan seorang Asmah Syahruni merubah arah hidupnya dari dunia pendidikan ke dunia politik dan organisasi.

Pada zaman pendudukan Jepang, Asmah Syahruni aktif di Fujinkai,

perkumpulan wanita bentukan Jepang di daerah-daerah yang diketuai oleh bupati. Fujinkai adalah perkembangan lanjut dari impian Jepang Asia Timur Raya dengan gerakan AAA (atau Tiga A – Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia dan Nippon cahaya Asia). Saat itu, semua organisasi wanita pribumi yang ada dibubarkan. Ia mengawali dunia barunya ketika NU menyatakan sikapnya keluar dari Masyumi dan menjadi partai politik tersendiri pada tahun 1952.46

Aktivitas Asmah Syahruni di organisasi wanita mengundang dirinya untuk berkiprah lebih luas. Ia merasakan itu ketika bergabung dalam organisasi kewanitaan NU. Ia beranggapan bahwa ajaran NU yang selalu

45

PP. Muslimat NU, Sejarah Muslimat Nahdlatul Ulama, Jakarta, 1979, h. 39. 46

mengikuti petunjuk wanita ternyata tidak mengekang wanita. Ia aktif di Muslimat NU sejak tahun 1952. Ia kemudian diberi kepercayaan untuk memimpin Muslimat NU di Kalimantan Selatan dan mendapat hak untuk membentuk beberapa cabang.47

Kronologi awal keterlibatan Asmah Syahruni dalam Muslimat NU tidak bisa dilepaskan dengan aktivitasnya dalam mengikuti pengajian rutin yang diadakan oleh kiai-kiai NU di daerahnya seperti yang telah dijelaskan di atas di satu sisi, dan seorang teman seprofesinya (seorang guru) yang membuatnya dapat dikenal oleh tokoh-tokoh NU di sisi lain.48 Otonomi organisasi wanita dalam tubuh NU ini dicapai pada saat ia menjabat sebagai ketua wilayah. Ini memang merupakan salah satu cita-cita utama dalam kepemimpinannya dalam ketua PP Muslimat NU yang akan dibicarakan pada bab berikutnya.

Pada tahun 1954 diadakan muktamar NU sekaligus kongres Muslimat NU di Surabaya. Dari situ dia mulai dikenal banyak kalangan, bukan hanya dari kalangan wilayahnya sendiri di Kalimantan, tapi juga di luar Kalimantan seperti Jawa dan lain-lain.

47

Musthafa Helmy, Asmah Syahruni; Muslimah Pejuang, h. 30. 48

Sebelum muktamar NU di palembang tahun 1952, Asmah Syahruni dipanggil oleh pimpinan NU di wilayahnya atas usulan teman seprofesinya (seorang guru) yang bernama Asri. Asri menceritakan beberapa kelebihan yang dimiliki Asmah sebagai seorang yang layak dijadikan pemimpin dalam memajukan Muslimat NU di wilayah itu. Dalam sebuah pertemuan kecil 1952 dibentuklah ketua wilayah (saat itu di tubuh Muslimat NU belum ada ketua wilayah untuk Daerah Kalimantan Selatan, walaupun sudah memiliki beberapa cabang). Asri mencalonkan Asmah Syahruni yang saat itu mengungsi di rumah dirinya untuk dijadikan sebagai ketua wilayah. Atas dukungan Ahmad Efendi selaku ketua cabang NU sekaligus sebagai orang yang aktif di departemen penerangan dan dukungan dari berbagai pihak termasuk tokoh-tokoh NU di wilayah itu, akhirnya Asmah Syahruni siap untuk mengemban amanat berat sebagai ketua Wilayah Muslimat NU. (Wawancara dengan Asmah Syahruni, Kali Baru, Senen, Jakarta Pusat, 2008). Tanggal 6 Juni 2008

Apalagi topik sentral yang dibahas dalam muktamar adalah persiapan pemilu yang akan dilaksanakan pada 1955 dan ia dipilih sebagai anggota Panitia Penyusunan Calon anggota konstituante dan DPR untuk maju dalam pemilu mendatang. Tetapi pada akhirnya Muslimat menunjuknya sebagai wakil ketua.

NU pada saat itu belum diperhitungkan sebagai partai yang dapat memenangkan pemilu. Namun kenyataannya, NU menang mutlak di Kalimantan Selatan. Dari enam calon masuk DPR Pusat, tiga kursi disapu oleh NU. Masyumi memperoleh dua kursi dan satu kursi diraih Partai Nasional Indonesia (PNI).49 Saat itulah ia terpilih menjadi anggota DPR dari daerah Kalimantan Selatan. Akhirnya dia berangkat ke Jakarta. Pada tahun 1959 di Jakarta, ia mulai aktif di Pucuk Pimpinan (PP) Muslimat NU di samping di DPR. Kongres VII di Jakarta pada 1959 memberi kepercayaan pada dirinya untuk menangani bidang sosial. Kemudian duduk sebagai Ketua II dalam susunan PP Muslimat hasil Kongres VIII di Solo tahun 1962 dan Kongres IX di Surabaya tahun 1967. Akhirnya pada tahun 1979, hasil kongres X di Semarang mengangkatnya sebagai ketua umum.50

Titik balik seseorang dalam menempuh perjuangannya tentu tidak bisa dilepaskan dari kekuatan mental, keberanian dan pengorbanan. Hal ini juga dialami oleh Asmah Syahruni ketika Ia melangkahkan kakinya di Ibu Kota demi cita-cita besar dalam perjuangannya.51

49

Musthafa Helmy, Asmah Syahruni; Muslimah Pejuang, h. 33, 36. 50

Saifullah Ma’shum, Ali Zawawi, 50 Tahun Muslimat NU, h. 139. 51

Demi tercapainya cita-cita besar serta pemenuhan tanggung jawab sebagai anggota DPR sekaligus aktivis Muslimat, Asmah Syahruni rela menjual rumahnya untuk mengongkosi keberangkatan bersama suaminya. Ketika sesampainya di Jakarta Ia hanya memegang uang sisa untuk mengontrak rumah tanpa perabotan, walaupun pada akhirnya, lewat pengurus NU di Jakarta

Dalam setiap kepemimpinan di organisasi manapun, sang pemimpin sebagai individu pasti memiliki model atau ciri khas tersendiri. Begitu pun dengan wanita yang satu ini. Banyak dari kalangan Muslimat yang menyatakan bahwa model kepemimpinan Asmah Syahruni sangat luwes, responsif dan sikap yang diambilnya dalam menanggapi berbagai persoalan bangsa berorientasi pada pemahaman fiqh dan tradisi keilmuan ulama. Sebagai organisasi otonom yang berada dalam tubuh NU, sikap ini mungkin wajar. Hampir semua kebijakan Muslimat NU selalu berpedoman pada fatwa ulama syuriah NU. Ketika NU menuntut pembubaran PKI tahun 1965 Asmah Syahruni tampil memimpin demontrasi besar yang diikuti wanita-wanita ibu kota, jauh sebelum muncul kesatuan-kesatuan aksi menuju Kostrad.52

Sebelum menginjakkan kakinya ke dunia politik, Asmah Syahruni memang lebih dulu aktif di organisasi yang didirikan pada 1926 di Surabaya itu. Dari situ ia mulai dikenal oleh banyak orang. Lewat karirnya yang lebih awal sebagai pengurus Muslimat NU di wilayah Kalimantan Selatan, lalu dia terpilih sebagai anggota konstituante dan DPR Pusat untuk menghadapi Pemilu 1955 pada Muktamar NU di Surabaya. Akhirnya dia terpilih sebagai salah satu kandidat anggota dewan untuk wilayah pilihan Kalimantan Selatan dan dia berhasil meraih suara terbanyak. Dari situlah dia memulai karirnya di dunia politik. Namun demikian, bukan berarti dia meninggalkan aktivitasnya

Syaifuddin Zuhri, Ia mendapat bantuan dari Wahab untuk dapat mengontrak rumah plus perabotan, mengingat pada saat itu anggota DPR tidak diberikan fasilitas oleh pemerintah. Ia pun terharu kalau mengingat hal itu. (Wawancara dengan Asmah Syahruni, Kali Baru, Senen, Jakarta Pusat, 2008). Tanggal 6 Juni 2008

52

Di atas tank, Asmah Syahruni menyerukan kutukan terhadap PKI dan menuntut agar ABRI bertindak untuk membubarkan PKI. Lih. Saifullah Ma’shum, Ali Zawawi, 50 Tahun Muslimat NU Berkhidmat untuk Agama, Negara dan Bangsa, P.P. Muslimat NU, Jakarta, 1996, h. 140

sebagai salah satu aktivis perempuan di tubuh NU. Dia menjadi anggota parlemen sekaligus menjadi anggota Pimpinan Pusat Muslimat NU.

Ketua PP Muslimat NU pada masa sesudahnya menyatakan bahwa Asmah Syahruni adalah tokoh yang pemberani, pemimpin yang pintar dan bijak serta memiliki rasa hormat kepada kawannya yang lebih tua dan mencintai kawan-kawannya yang lebih muda. Keberaniannya dalam dunia politik tidak dipungkiri lagi.

Kekuatan dan kiprahnya sebagai Pimpinan Pusat Muslimat NU tercermin dalam pidatonya pada kongres Muslimat NU ke XII di Yogyakarta. Dalam sambutannya, Asmah Syahruni menekankan pentingnya peranan wanita dalam perjuangan untuk membangun bangsa. Dia memberi contoh kepada para wanita untuk bisa bangkit dari kelemahan dan kebodohan. Ia bertolak pada pengalaman-pengalaman wanita di luar Indonesia seperti Benazir Butto sebagai seeorang wanita yang menjabat Perdana Menteri di Pakistan, Cori Aquino sebagai seorang wanita yang menjabat presiden Pilipina. Ia juga menekankan akan pentingnya organisasi wanita sebagai wadah aspirasi kaum hawa dalam mengaplikasikan langkah perjuangannya.53 Kekuatan yang dimilikinya sebagai seorang ketua telah membawa organisasi kewanitaan yang ada di tubuh NU ini mampu menyeimbangi kekuatan organisasi wanita lain seperti Aisyiah dan Nasyiatul Aisyiah dari Muhammadiyah, Organisasi Peristri dari Persis, wanita Syarikat Islam dari Sarikat Islam (SI) dan lain-lain.

53

Asmah Syahruni menjabat sebagai ketua PP Muslimat NU selama tiga periode yaitu, periode pertama pada tahun 1979 dalam Kongres X di Semarang, periode kedua pada tahun 1984 pada Kongres XI di Probolinggo dan periode ketiga pada tahun 1989 pada Kongres XII di Yogyakarta. Ia merupakan pemimpin ketiga dalam organisasi tersebut setelah Chodidjah Dahlan dan Mahmudah Mawardi.54

Dokumen terkait