• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran skor perilaku diet berdasarkan jenis kelamin

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

G. Hasil Tambahan

4. Gambaran skor perilaku diet berdasarkan jenis kelamin

Berikut ini adalah gambaran skor perilaku dietberdasarkan jenis kelamin dan perbedaan perilaku dietdilihat dari jenis kelamin yang dapat dilihat pada tabel 20 dan tabel 21.

Tabel 20. Gambaran skor perilaku dietberdasarkan jenis kelamin

Variabel Skor Empirik

Min Maks Mean SD Laki-Laki 34 70 47.82 8.091 Perempuan 31 74 47.34 8.521 Total 65 144 95.16 16.612

Tabel 21. Perbedaan perilaku dietdilihat dari jenis kelamin

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 11.661 1 11.661 .167 .683 Within Groups 14879.948 213 69.859 Total 14891.609 214

Dari tabel 20 dapat dilihat bahwa subjek yang berjenis kelamin laki-laki memiliki mean score yang lebih tinggi (47.82), jika dibandingkan dengan mean

Raisa Andea : Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja, 2010.

score subjek yang berjenis kelamin perempuan (47.34). Dan dari tabel 21

diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan perilaku diet yang signifikan ( = 0, 683 < = 0,05) antara remaja perempuan dan remaja laki-laki.

H. Pembahasan

Hasil utama penelitian ini memperlihatkan bahwa ada hubungan yang negatif antara gambaran tubuh dengan perilaku diet pada remaja, nilai r = -.554 dengan

(two tailed) < 0.01. Artinya bahwa semakin positif gambaran tubuh maka intensitas

perilaku diet yang dilakukan akan semakin rendah. Hal ini terbukti dari 29 subjek penelitian yang memiliki gambaran tubuh tinggi (X ≥ 151.3), perilaku dietnya

merujuk kecenderungan yang rendah (X > 39.188). Sebaliknya semakin negatif gambaran tubuh maka intensitas perilaku diet yang dilakukan akan semakin tinggi. Hal ini terbukti dari 34 subjek penelitian yang memiliki gambaran tubuh rendah (X ≥ 112.64), perilaku dietnya merujuk kecenderungan yang tinggi (X ≥

55.872).

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur gambaran tubuh terdiri dari lima dimensi yang disusun dan dikembangkan peneliti berdasarkan Multidimensional

Body Self Relation Questionnaire-Appearance Scales (MBSRQ-AS) yang

dikemukakan oleh Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005). Dimensi pertama adalah appearance evaluation (evaluasi penampilan), yaitu mengukur evaluasi dari penampilan dan keseluruhan tubuh, apakah menarik atau tidak menarik serta memuaskan dan tidak memuaskan. Dimensi kedua adalah appearanceorientation

Raisa Andea : Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja, 2010.

usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya. Dimensi ketiga adalah body area satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh), yaitu mengukur kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan), dan penampilan secara keseluruhan. Dimensi keempat adalah overweight preoccupation

(kecemasan menjadi gemuk), yaitu mengukur kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadan individu terhadap berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan. Dimensi kelima adalah

self-classified weight (pengkategorian ukuran tubuh), yaitu mengukur bagaimana

individu mempersepsi dan menilai berat badannya, dari sangat kurus sampai sangat gemuk.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku diet mengacu pada alat ukur yang disusun oleh French, Perry, Leon dan Fulkerson (dalam Elga, 2007). Alat ukur ini terdiri dari dua metode penurunan berat badan. Metode pertama adalah metode penurunan berat badan yang sehat yang mencerminkan pola makan sehat dan olahraga. Diet jenis ini dapat diasosiasikan dengan perubahan perilaku ke arah yang lebih sehat, seperti mengubah pola makan dengan mengkonsumsi makanan rendah kalori atau rendah lemak, dan menambah aktivitas fisik secara wajar. Diet sehat dapat membuat seseorang memiliki tubuh ideal tanpa mendatangkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh. Diet sehat dapat dilakukan dengan cara mengurangi masukan kalori ke dalam tubuh namun tetap menjaga pola makan yang dianjurkan oleh pedoman gizi seimbang (Anwar, dalam

Raisa Andea : Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja, 2010.

Elga, 2007). Orang yang melakukan diet untuk alasan kesehatan akan melakukan cara yang sehat pula, misalnya mengikuti pola makan yang dianjurkan (Kim & Lennon, 2006). Metode ini terdiri dari pengurangan kalori, memperbanyak olahraga, memperbanyak makan buah dan sayur, mengurangi cemilan, mengurangi asupan lemak, mengurangi permen atau makanan manis, mengurangi porsi makan yang di konsumsi, mengubah tipe makanan, mengurangi konsumsi daging, mengurangi makanan yang berkarbohidrat tinggi, dan mengkonsumsi makanan-makanan rendah kalori. Metode kedua adalah metode penurunan berat badan yang tidak sehat yang mencerminkan usaha mengontrol berat badan yang tidak sehat. Diet jenis ini dapat diasosiasikan dengan perilaku yang membahayakan kesehatan dapat dilakukan dengan berpuasa (di luar niat ibadah) atau melewatkan waktu makan dengan sengaja, penggunaan obat penurun berat badan, penahan nafsu makan, muntah dengan disengaja, dan binge eating. Orang-orang yang berdiet semata-mata bertujuan untuk memperbaiki penampilan akan cenderung menempuh cara-cara yang tidak sehat untuk menurunkan berat badan mereka (Kim & Lennon, 2006). Metode ini terdiri dari puasa (di luar ibadah), sengaja melewatkan waktu makan (sarapan, makan siang, makan malam), memperbanyak merokok, penggunaan laxative (obat pelancar buang air besar), menggunakan diuretic (obat penyerap kadar air dalam tubuh), menggunakan penahan nafsu makan, menggunakan pil diet, memuntahkan makanan dengan disengaja, tidak makan daging sama sekali, tidak makan makanan yang mengandung karbohidrat sama sekali, dan hanya memakan satu jenis makanan saja dalam sehari.

Raisa Andea : Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja, 2010.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 29 subjek penelitian berada dalam kategorisasi gambaran tubuh yang tinggi. Berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005), pada dimensi

appearance evaluation (evaluasi penampilan), subjek merasa penampilan dan

keseluruhan tubuhnya menarik serta memuaskan. Dimensi appearanceorientation

(orientasi penampilan), subjek memperhatikan penampilan diri dan berusaha untuk memperbaiki serta meningkatkan penampilan dirinya. Dimensi body area

satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh), subjek merasa puas terhadap

bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan), dan penampilan secara keseluruhan. Dimensi overweight

preoccupation (kecemasan menjadi gemuk), subjek merasa tidak cemas terhadap

kegemukan, tidak khawatir terhadap berat badan yang bertambah, serta kecenderungan melakukan diet dan membatasi pola makan yang rendah. Dimensi

self-classified weight (pengkategorian ukuran tubuh), subjek merasa berat

badannya normal.

Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa dari ke 29 subjek penelitian yang berada dalam kategorisasi gambaran tubuh yang tinggi, menunjukkan perilaku diet yang berada dalam kategorisasi yang rendah. Berdasarkan metode penurunan berat badan yang dikemukakan oleh French, Perry, Leon dan Fulkerson (dalam Elga, 2007), pada metode penurunan berat badan yang sehat, subjek melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih sehat dalam intensitas yang rendah, seperti pengurangan kalori (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu),

Raisa Andea : Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja, 2010.

memperbanyak olahraga (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu), memperbanyak makan buah dan sayur (perilaku dilakukan 6-7 hari per minggu), mengurangi asupan lemak (perilaku dilakukan 2-3 hari per minggu), mengurangi permen atau makanan manis (perilaku dilakukan 2-3 hari per minggu), mengurangi porsi makan yang di konsumsi (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu), mengubah tipe makanan (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu), dan mengkonsumsi makanan-makanan rendah kalori (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu). Pada metode penurunan berat badan yang tidak sehat, subjek melakukan perilaku yang membahayakan kesehatan dalam intensitas yang rendah pula, seperti puasa (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu), sengaja melewatkan waktu makan (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu), penggunaan laxative (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu), menggunakan diuretic (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu), menggunakan penahan nafsu makan (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu), menggunakan pil diet (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu), memuntahkan makanan dengan disengaja (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu), tidak makan daging sama sekali (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu), tidak makan makanan yang mengandung karbohidrat sama sekali (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu), dan hanya memakan satu jenis makanan saja dalam sehari (perilaku dilakukan 0-1 hari per minggu).

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian yang memiliki gambaran tubuh yang tinggi, maka kecenderungan perilaku diet yang dilakukan akan semakin rendah. Sedangkan subjek penelitian yang memiliki gambaran tubuh yang rendah, maka kecenderungan perilaku diet yang dilakukan

Raisa Andea : Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja, 2010.

akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Davison dan Birch (dalam Papalia, 2008) yang mengatakan bahwa memiliki gambaran tubuh yang ideal merupakan keinginan setiap remaja. Pada usia remaja banyak dari mereka yang berusaha mengubah penampilannya sehingga terlihat menarik. Kepedulian terhadap penampilan dan gambaran tubuh yang ideal dapat mengarah kepada upaya obsesif seperti mengontrol berat badan. Pada umumnya remaja melakukan diet, berolahraga, melakukan perawatan tubuh, mengkonsumsi obat pelangsing dan lain-lain untuk mendapatkan berat badan yang ideal (Dacey & Kenny, 2001). Begitu sadar berat badannya bertambah, biasanya orang akan mencoba membatasi makanannya (Gunawan, 2004). Hal ini mengakibatkan banyak dari remaja yang mengontrol berat badan dengan melakukan diet dan berolahraga untuk membentuk tubuh yang ideal. Sejauh ini remaja lebih menyukai diet untuk menurunkan berat badan.

Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi (r²), diperoleh bahwa sumbangan efektif variabel gambaran tubuh terhadap perilaku diet sebesar 31%. Hal ini mungkin dikarenakan ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku diet. Dengan demikian, dalam penelitian ini, variabel gambaran tubuh tidak sepenuhnya merupakan suatu faktor yang dapat menyebabkan perilaku diet pada remaja. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku diet, yaitu jenis kelamin, status berat badan, dan kelas sosial. Hasil tambahan mengenai perbedaan skor perilaku diet dilihat dari jenis kelamin pada tabel 21 menunjukkan nilai = 0.683 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara remaja laki-laki dan perempuan.

Raisa Andea : Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja, 2010.

Perbandingan mean empirik dengan mean hipotetik pada variabel gambaran tubuh menunjukkan mean empirik lebih besar dari pada mean hipotetik (131.97 > 117), maka dapat disimpulkan bahwa variabel gambaran tubuh subjek penelitian lebih tinggi dari pada rata-rata gambaran tubuh populasi pada umumnya. Perbandingan mean empirik dengan mean hipotetik pada variabel perilaku diet menunjukkan mean empirik lebih kecil dari pada mean hipotetik (47.53 < 70), maka dapat disimpulkan bahwa variabel perilaku diet subjek penelitian lebih rendah dari pada rata-rata perilaku diet populasi pada umumnya.

Hasil tambahan mengenai perbedaan skor gambaran tubuh dilihat dari jenis kelamin pada tabel 19, menunjukkan nilai = 0.006 yang berarti adanya perbedaan yang signifikan antara remaja laki-laki dan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin merupakan variabel yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh dan perilaku. Hal ini sejalan dengan penelitian Brooks-Gunn dan Paikoff (dalam Santrock 2003) yang mengatakan bahwa ketidakpuasan terhadap tubuh lebih banyak dialami oleh remaja perempuan dari pada remaja laki-laki. Pada umumnya, remaja perempuan lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki lebih banyak gambaran tubuh yang negatif, dibandingkan dengan remaja laki-laki selama masa pubertas. Hal tersebut dikarenakan pada saat mulai memasuki masa remaja, seorang perempuan akan mengalami peningkatan lemak tubuh yang membuat tubuhnya semakin jauh dari bentuk tubuh yang ideal, sedangkan remaja laki-laki menjadi lebih puas karena massa otot yang meningkat.

Raisa Andea : Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja, 2010. BAB V

Dokumen terkait