• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi penelitian dibagi dalam dua kategori keterwakilan yang terdiri dari lokasi A (stasiun 1 dan stasiun 2) sebagai lokasi dengan ekosistem yang relatif

41

terganggu (relatively disturbed area) dan lokasi B (stasiun 3 dan stasiun 4) sebagai lokasi dengan ekosistem yang relatif tidak terganggu (relatively undisturbed area). Berdasarkan survey dan pengamatan langsung di lapang maka didapat gambaran umum lokasi dan kondisi pada saat penelitian di masing- masing stasiun sebagai berikut:

Stasiun 1: Posisi stasiun berada pada koordinat 3o34’48’’ LU dan 108o04’46’’ BT tepatnya di bagian atas (utara) Pulau Genting (Gambar 5a). Pengamatan dan pengukuran data insitu dilakukan pada kedalaman 4 meter pada waktu pagi menjelang siang hari, dengan kondisi perairan bergelombang sedang menuju pasang. Arus dalam perairan cukup kuat dan tingkat sedimentasi tinggi (pasir). Area merupakan daerah reef slope dengan permukaan dasar perairan landai dimana karang masih dijumpai pada kedalaman 3 - 10 meter. Secara visual kontur karang berbatu (hard coral) dengan ukuran yang relatif besar dan berbukit. Ekosistem karang lebih didominasi oleh jenis karang masif. Ekosistem mangrove dijumpai di daratan pantai namun tidak terlalu rapat.

Berdasarkan informasi dan wawancara langsung dari nelayan setempat khususnya Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) COREMAP Pulau Tiga, daerah tersebut memiliki tingkat ganguan tinggi dari aktifitas bom (blast fishing) dan bius (potassium) apalagi didukung oleh area yang jauh dari pemukiman dan kontrol masyarakat setempat, bahkan hingga saat ini masih ada aktifitas perikanan merusak yang berlangsung di daerah tersebut oleh oknum masyarakat.

Stasiun 2: Posisi stasiun berada pada koordinat 3o35’48’’ LU dan 108o05’10’’ BT tepatnya di bagian barat Pulau Genting (Gambar 5b). Pengamatan dan pengukuran data insitu dilakukan pada kedalaman 7 meter pada waktu sore hari dengan keadaan perairan relatif tenang atau tidak bergelombang. Kondisi arus permukaan dan kolom perairan lemah, dikarenakan perairan berada pada pasang tinggi. Area merupakan daerah transisi antara reef crest dan reef slope dimana karang masih dijumpai pada kedalaman 3 - 10 meter, lebih dari 10 meter merupakan daerah yang curam. Secara visual karang yang dijumpai di dominasi oleh karang dari jenis karang bercabang (coral brancing). Mangrove di daratan pantai masih dijumpai walaupun kerapatannya lebih kecil dari stasiun 1.

Informasi yang didapat, lokasi tersebut mendapat gangguan berupa pembiusan (potassium) walaupun intensitas gangguan tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan daerah tersebut masih terjangkau oleh masyarakat pesisir khusus nya masyarakat Desa Serantas.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 5 Photo lokasi perairan masing- masing stasiun penelitian: (a) lokasi stasiun 1 (ST-1); (b) lokasi stasiun 2 (ST-2); (c) lokasi stasiun 3 (ST-3); dan (c) lokasi stasiun 4 (ST-4).

Stasiun 3: Posisi stasiun berada pada koordinat 3o40’19’’ LU dan 108o06’39’’ BT tepatnya di perairan Selat Lampa atau di bawah (selatan) Pulau Natuna Besar (Gambar 5c). Pengamatan dan pengukuran data insitu dilakukan pada kedalaman 5 meter pada waktu pagi hari dengan keadaan perairan relatif tenang atau tidak bergelombang. Perairan ditandai oleh arus yang tenang, dengan kondisi perairan berada pada saat surut terendah. Area tersebut merupakan daerah reef slope dengan permukaan dasar landai dimana karang masih dijumpai pada kedalaman 3 – 10 meter. Secara visual daerah tersebut lebih didominasi oleh karang lunak (soft coral) dan pertumbuhan karang antara Acropora dan Non- Acropora sebanding. Disekitar daratan pantai masih ditemukan mangrove walaupun kerapatannya kecil.

43

Daerah ini merupakan daerah yang terjangkau oleh masyarakat setempat karena berhadapan langsung dengan pemukiman walaupun jarak dari pemukiman cukup jauh tepatnya di kawasan Selat Lampa, sehingga segala aktifitas yang terjadi di lokasi tersebut dapat diketahui oleh masyarakat.

Stasiun 4: Posisi stasiun berada pada koordinat 3o40’14’’ LU dan 108o06’52’’ BT tepatnya di perairan Selat Lampa atau di bawah (selatan) Pulau Natuna Besar (Gambar 5d). Pengamatan dan pengukuran data insitu pada kedalaman 7 meter pada waktu sore hari dengan keadaan perairan sedikit bergelombang. Perairan ditandai oleh arus yang tenang, dengan kondisi perairan menuju pasang. Area tersebut daerah reef slope dimana karang masih dijumpai pada kedalaman 3 – 10 meter. Secara visual lokasi tersebut memiliki kemiripan dengan kondisi pada stasiun 3, dikarenakan masih dalam satu kawasan.

5.1 Tingkat Kesehatan Karang berdasarkan Kondisi Fisika-Kimia Perairan

Data hasil pengukuran kualitas air di ekosistem terumbu karang pada masing- masing stasiun penelitian di Kecamatan Pulau Tiga disajikan pada Tabel 2. Suhu permukaan perairan yang di dapat dari hasil pengukuran di lapang selama penelitian adalah berkisar antara 30,1oC hingga 30,6oC dengan rata-rata 30,33oC atau (30.325±0.25oC). Suhu terendah berada pada stasiun 2 dan tertinggi pada stasiun 1. Menurut Wyrtki (1961); PKSPL IPB (1997), diacu dalam Candra (2003), suhu permukaan menurun secara cepat hingga mencapai minimum pada bulan Januari. Suhu permukaan kemudian naik kembali hingga mencapai suhu maximum pada bulan Mei.

Suhu perairan sangat mempengaruhi kondisi ekosistem dan biota yang hidup di dalamnya. Kenaikan suhu yang tidak dapat ditolerir dapat menjadi ancaman bagi makhluk hidup di lingkungan perairan khususnya terumbu karang. Hoegh-Guldberg (1999), diacu dalam Grimsditch dan Salm (2006) menyatakan kehidupan karang pada lingkungan yang mendekati ambang batas thermal (lebih tinggi dari batas suhu untuk kehidupannya), dan terjadinya peningkatan suhu 1 atau 2oC diatas rata-rata yang terus- menerus lebih dari periode waktu (misalnya 1 bulan) dapat menyebabkan pemutihan karang yang luas.

Kisaran suhu permukaan perairan di Kecamatan Pulau Tiga masih tergolong dalam kategori kondisi perairan yang normal untuk daerah tropis pada umumnya. Perkembangan terumbu karang yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23 – 25oC dan terumbu karang dapat mentoleransi suhu perairan sampai kira-kira 36 – 40oC (Nybakken 1997). Sehingga kondisi suhu di daerah tersebut masih dapat ditolerir untuk mendukung kehidupan dan pertumbuhan karang serta organisme dan biota yang hidup berasosiasi di dalamnya.

Salinitas permukaan air laut di lokasi penelitian berkisar antara 25,8 – 31,90/00 dengan rata-rata 29,030/00 atau (29.042±2.490/00). Salinitas perairan di daerah ini berfluktuasi dan tergolong rendah, hal ini disebabkan pengaruh oleh massa air dari daratan. Namun salinitas tertinggi yang diukur pada saat penelitian

45

adalah salinitas maksimum. Salinitas maksimum ditemui pada bulan Mei dan kemudian menurun hingga mencapai minimum pada bulan Agustus. Salinitas permukaan di perairan ini kemudian naik perlahan- lahan hingga bulan November sebelum turun lagi menjadi 320/00 pada bulan Desember. Setelah itu salinitas meningkat kembali hingga mencapai maximum pada bulan Mei (Wyrtki 1961; PKSPL IPB 1997, diacu dalam Candra 2003).

Salinitas perairan laut yang tinggi dan terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan hewan karang karena berperan dalam sistem osmosis pada organisme hidup. Salinitasdi perairan Kecamatan Pulau Tiga sangat mendukung untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme perairan khususnya karang karena salinitas air laut yang normal dan sesuai untuk kehidupan karang adalah berkisar antara 32 – 350/00 (Nybakken 1997).

Derajat keasaman (pH) perairan ditentukan oleh tingkat penyerapan laut terhadap senyawa karbon (CO2) yang berasal dari atmosfer. Namun organisme laut juga dapat menyumbang senyawa karbon walaupun dalam jumlah kecil. Penyerapan karbon terlalu tinggi (secara pasif) di perairan akan menyebabkan miningkatnya kadar keasaman suatu perairan karena akan meningkatkan kadar asam karbonat (H2CO3) dan ion bikarbonat (HCO3-), akibatnya ion karbonat meningkat. Bila ini terjadi maka perairan laut akan bersifat asam dan kondisi yang demikian dapat mengganggu dan menghambat kalsifikasi, kekuatan struktur dan pertumbuhan karang. Kleypas et al. (1999) memperkirakan kecepatan kalsifikasi karang dapat menurun 10 – 30% menurut kelipatan dari konsentrasi CO2 di atmosfer.

Dari hasil pengukuran di lapang, derajat keasaman (pH) permukaan perairan yang didapat berada pada kisaran 7,20 – 8,32 dengan rata-rata 7,88 atau (7.88±0.49). Angka tersebut menunjukkan perairan tersebut bersifat basa dan masih dalam kondisi baik untuk pertumbuhan karang. Rekomendasi KLH, suatu perairan laut yang baik apabila bersifat basa yaitu pH>7 (Anonimous 2004).

Kecerahan perairan di lokasi penelitian tergolong tinggi atau jernih, dimana pada kedalaman 4 hingga 7 meter, rata-rata kecerahan hampir mencapai 100%. Kecerahan terendah berada pada stasiun 1 yaitu sekitar 75% yang

disebabkan gelombang dan arus dalam perairan yang kuat karena keterbukaan area (exposure area), juga didukung adanya sedimentasi di perairan tersebut.

Kecerahan suatu perairan dapat mempengaruhi proses fotosintesis organisme karang di perairan. Semakin tinggi kecerahan suatu perairan maka semakin tinggi pula masuknya cahaya ke kolom perairan yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh zooxanthella. Kecerahan yang tinggi terjadi karena kecilnya masukan zat hara dari luar ke dalam kolom perairan dan juga kemampuan dari ekosistem terumbu karang dalam proses pemanfaatan nutrien yang dibutuhkan. Sebaliknya apabila kekeruhan tinggi biasanya kadar nutrien tinggi dan bila ini terjadi maka di satu sisi akan menguntungkan alga dan merugikan karang.

Arus di perairan daerah tersebut dan sekitarnya, secara umum sangat dipengaruhi oleh angin (muson), karena letak geografis perairan ini berada di laut lepas berhadapan dengan laut Cina Selatan. BPP-PSPL UNRI (2005) menyatakan bahwa arus permukaan dipengaruhi oleh Muson Tenggara (Mei sampai September) dan Barat Laut (November sampai Maret), dimana arus permukaan membalikkan arah satu fase dengan muson. Sedangkan pada bulan April dan Oktober merupakan masa transisi. Selama Muson Tenggara, Laut Cina Selatan mengalir ke arah selatan melalui Selat Karimata ke Laut Jawa yang selanjutnya aliran ini berganti arah masuk ke dalam Samudera Hindia.

Dari hasil penga matan dan pengukuran di lapang, kecepatan arus permukaan 0,06 – 0,31 m/dt dengan rata-rata 0,195 m/dt atau (0.20±0.10 m/dt). Pada stasiun 1 dan stasiun 2 saat air pasang, arus pada umumnya mengalir dari Laut Cina Selatan kearah selatan dan pada saat air surut arus mengalir kembali menuju Laut Cina Selatan. Berbeda dengan stasiun 3 dan 4, dimana lokasi yang berdekatan dengan Selat Lampa, arus mengalir ke utara pada saat air pasang dan mengalir ke selatan pada saat air surut.

Arus perairan berperan penting dalam proses pengangkutan zat hara dan oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme karang dan organisme lainnya di perairan. Terumbu karang umumnya tumbuh baik pada kondisi perairan yang berarus karena berfungsi membersihkan substrat karang dari penutupan oleh sedimen. Fenomena oseanografi lain yang dapat mencegah pemutihan karang

47

adalah kecepatan aliran air yang ditimbulkan oleh arus. Arus yang disebabkan oleh pengaruh pasang-surut dan bergabung dengan aliran air yang cepat dapat melindungi karang dari pemutihan dengan melepaskan radikal oksigen berbahaya (Grimditch & Salm 2006). Selanjutnya kondisi aliran air yang cepat juga dapat meningkatkan pemulihan karang yang mencegah perubahan fase dari karang menjadi dominasi makroalga sehingga menghambat penempelan sekumpulan alga dan menyediakan tempat bagi karang muda untuk menempel dan tumbuh (McClanahan et al. 2002). Secara umum kualitas perairan di Kecamatan Pulau Tiga masih dalam kondisi baik dan mendukung bagi produktivitas ekosistem terumbu karang.

Tabel 2 Kualitas perairan dalam rerata (atau rata-rata±sd) yang diukur pada masing- masing stasiun penelitian di Kecamatan Pulau Tiga

Stasiun Kedalaman Kecerahan Suhu Salinitas Kec. Arus pH

(m) (m) (oC) (ppm) m/dt ST-1 4 3 30.6 / 31.9 / 0.31 / 7.20 / (30.63±0.15) (31.90±0.10) (0.31±0.02) (7.20±0.26) ST-2 7 7 30.1 / 30.5 / 0.25 / 7.78 / (30.06±0.15) (30.53±0.91) (0.25±0.03) (7.78±0.18) ST-3 5 5 30.3 / 25.8 / 0.16 / 8.22 / (30.26±0.06) (25.83±0.32) (0.16±0.01) (8.22±0.17) ST-4 7 7 30.3 / 27.9 / 0.06 / 8.32 / (30.33±0.21) (27.90±0.46) (0.06±0.02) (8.32±0.09) ?Rerata / 30.33 / 29.03 / 0.20 / 7.88 / ?Rata-rata±sd (30.325±0.25) (29.042±2.49) (0.20±0.10) (7.88±0.49)

5.2 Tingkat Kesehatan Karang berdasarkan Tutupan Dasar (Benthic Cover)