• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak Responden

BAB VI PEMBAHASAN

G. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Asupan Lemak Responden

Asupan lemak merupakan asam organik yang terdiri di atas rantai hidrokarbon lurus pada satu ujung mempunyai gugus karboksil (COOH) dan

pada ujung lain gugus metil (CH3) (Almatsier, 2009). Sumber utama lemak

adalah minyak tumbuh-tumbuhan, mentega, margarin, dan lemak hewan (Almatsier, 2009). Tubuh manusia membutuhkan lemak makanan dan asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Brown, 2013). Lemak merupakan sumber energi paling padat yang menghasilkan 9 kkal dalam tiap grammnya, yaitu menyediakan energi sekitar 2 ½ kali lebih besar daripada yang diberikan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama (Almatsier, 2009). Berdasarkan Almatsier (2010), anjuran kebutuhan lemak normal adalah 10-25%.

Hasil univariat menunjukkan bahwa lebih dari separuh siswi memiliki asupan lemak sesuai anjuran (60,0%), namun masih ada siswi yang memiliki asupan kurang dari anjuran (17,6%) dan siswi yang memiliki asupan lebih dari anjuran (22,4%). Anjuran normal lemak berada pada rentang 10-25%, namun pada penelitian asupan lemak paling rendah adalah sebesar 5%, sedangkan asupan lemak paling tinggi mencapai 40%. Berdasarkan hasil wawancara dari lembar food recall 1x24 jam selama 3 hari penelitian, diketahui bahwa asupan lemak responden sebagian besar berasal dari makanan yang digoreng dengan lemak atau minyak, yaitu goreng-gorengan. Selain itu asupan lemak responden juga berasal dari konsumsi daging, telur, keju, susu dan kacang-kacangan.

Sama halnya seperti karbohidrat dan protein, lemak juga mengandung kalori sebagai sumber energi. Kelebihan konsumsi lemak dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas, penyumbatan pembuluh darah karena

penumpukan lemak di dalam dinding pembuluh darah. Lemak yang menumpuk tersebut bisa dalam bentuk kolesterol. Akibatnya, kolesterol akan tinggi, menjai hipertensi, penyakit jantung koroner, dan stroke. Lemak yang tinggi juga mempunyai dampak kanker payudara, kolon, dan prostat (Devi, 2010).

Berdasarkan hasil bivariat diketahui bahwa status gizi kurang lebih banyak dialami oleh siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari anjuran (46,7%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran (11,8%) dan asupan lemak lebih dari anjuran (10,5%). Diketahui pula bahwa ada siswi yang mengalami status gizi lebih walaupun memiliki asupan lemak sesuai anjuran (17,6%). Hal ini mungkin dikarenakan kelompok responden memiliki aktivitas fisik ringan. Walaupun mereka telah memiliki asupan lemak yang sesuai anjuran, namun kurangnya aktivitas fisik responden menyebabkan menyebabkan kegemukan atau obesitas. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value= 0,000. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara asupan lemak dengan status gizi.

Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 1,216 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 3,667 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak lebih dari anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak kurang dari anjuran

memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 4,663 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak sesuai anjuran. Siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 7,333 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki asupan lemak lebih dari anjuran. Berdasarkan hasil OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki asupan lemak sesuai anjuran memiliki kecenderungan untuk memiliki status gizi normal.

Hasil penelitian Muchlisa (2013) menunjukkan ada hubungan antara asupan lemak dengan status gizi (p=0,002). Penelitian Restiani (2012) menunjukkan adanya hubungan antara asupan lemak dengan status gizi (p=0,000), dimana seorang remaja yang asupan lemaknya berlebih akan beresiko mengalami gizi lebih dibanding dengan remaja yang asupannya tidak lebih.

H. Gambaran Status Gizi Berdasarkan Aktivitas Fisik Responden

Menurut WHO (2013), aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik remaja atau usia sekolah pada umumnya memiliki tingkatan aktivitas fisik sedang, sebab kegiatan yang sering dilakukan adalah belajar (Djoko Pekik, 2007). Kurangnya aktivitas fisik diidentifikasi sebagai faktor risiko utama untuk keempat kematian di dunia, yaitu sekitar 6% dari kematian di dunia (WHO, 2010). Aktivitas fisik secara teratur mengurangi risiko penyakit jantung koroner dan stroke, diabetes, hipertensi, kanker usus besar, kanker payudara dan depresi (WHO, 2010).

Penelitian ini menggunakan instrumen IPAQ untuk mengukur aktivitas fisik. IPAQ merupakan kuesioner internasional untuk mengukur aktivitas fisik pada 7 hari sebelumnya. Jenis aktivitas fisik terbagi menjadi aktivitas fisik ringan, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat (IPAQ, 2005).

Hasil univariat menunjukkan bahwa dari 85 siswi, hampir separuh dari keseluruhan siswi memiliki aktivitas fisik ringan yaitu sebanyak 36 siswi (42,4%), kemudian diikuti aktivitas fisik sedang sebesar 35,3%. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa siswi lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan jenis aktivitas ringan dan sedang dibandingkan dengan jenis aktivitas fisik berat. Hal ini dikarenakan status mereka yang masih pelajar, sehingga kegiatan utama yang biasa dilakukan dalam kesehariannya adalah belajar di sekolah. Dalam kesehariannya sisiwi kurang lebih menghabiskan waktu 8 jam di sekolah. Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa sebagian besar siswi menggunakan kendaraan bermotor.

Berdasarkan Riskesdas (2013), diketahui bahwa proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum adalah 26,1%. DKI Jakarta termasuk ke dalam 5 provinsi tertinggi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada diatas rata-rata Indonesia 44,2%. Hal ini menujukkan bahwa aktivitas fisik siswi SMAN 63 Jakarta masih rendah.

Berdasarkan hasil bivariat diketahui bahwa dari rata-rata siswi dengan status gizi kurang memiliki tingkat aktivitas fisik berat (26,3%) dibandingkan aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik ringan. Kemudian

66,7% siswi dengan siswi gizi lebih memiliki tingkat aktivitas fisik ringan. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value=0,677. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan status gizi.

Aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab yang mempengaruhi dengan keadaan gizi seseorang, aktivitas fisik yang ringan dapat menyebabkan status gizi seseorang menjadi obesitas, overweight atau menjadi

underweight. Biasanya aktivitas fisik yang ringan akan menyebabkan status gizinya menjadi obesitas atau overweight hal ini dikarenakan banyaknya energi yang tertumpuk di dalam tubuh dikarenakan tidak adanya pembakaran kalori ditubuh karena aktivitasnya yang tidak cukup (Serly, 2015). Pada penelitian ini ada beberapa responden yang memiliki aktivitas fisik berat tetapi status gizinya lebih, hal ini dapat diasumsikan pola konsumsinya yang tidak baik, sehingga walaupun aktivitas fisiknya berat tetapi status gizinya tergolong lebih.

Berdasarkan nilai OR dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 1,400 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki tingkat aktivitas fisik sedang. Siswi yang memiliki aktivitas fisik sedang memiliki risiko untuk mengalami status gizi kurang sebesar 0,875 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki aktivitas fisik ringan. Siswi yang memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami status gizi normal sebesar 0,525 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki

aktivitas fisik sedang. Siswi yang memiliki aktivitas fisik berat memiliki risiko untuk mengalami status gizi lebih sebesar 0,620 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi memiliki aktivitas fisik ringan. Berdasarkan hasil OR dapat dilihat bahwa siswi yang memiliki tingkat aktivitas fisik berat memiliki kecenderungan untuk memiliki status gizi kurang dibandingkan dengan status gizi normal. Pada lazimnya seseorang yang memiliki aktivitas fisik berat biasanya status gizi menjadi underweight (Serly, 2015).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Afini (2013) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi (p=0,663), hasil penelitian Afini menunjukkan bahwa responden yang memiliki aktivitas fisik rendah tetapi mengalami status gizi kurus. Sama halnya denngan penelitian Mulia (2013) yang menyatakan tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi. Namun hasil penelitian tidak sejalan dengan hasil penelitian Serly (2015) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan status gizi (p=0,000).

84

Dokumen terkait