• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tentang Pembiayaan Mudharabah pada

BAB III : PROFIL BMT-UMJ

A. Gambaran Tentang Pembiayaan Mudharabah pada

7

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya pembiayaan mudharabah.

2. Untuk menganalisa rendahnya penyaluran pembiayaan mudharabah pada BMT UMJ.

3. Untuk menganalisa strategi BMT UMJ dalam meningkatkan pembiayaan mudharabah.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoritis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi pelajar, mahasiswa serta kalangan akademik lainnya.

2. Kegunaan praktis: Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para praktisi lembaga keuangan syariah, dalam usahanya meningkatkan kualitas kinerjanya dalam mensosialisasikan BMT kepada masyarakat.

E. Tinjauan Pustaka (Review Kajian Terdahulu)

Agar tidak terjadi pengulangan penelitian terhadap objek yang sama, maka ada baiknya penulis melakukan tunjauan pustaka. Adapun tinjauan pustaka yang telah di kaji adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2 Tinjauan Pustaka

No Identitas Substansi Perbedaan

1 Septiana ambarwati, Pasca Sarjana UI, 2008.

“Faktor-faktor yang memengaruhi pembiayaan Murabahah dan mudharabah pada bank umum syariah.”

Dalam tesis ini membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi pembiayaan Murabahah dan

mudharabah.

penelitian menggunakan suku bunga SWBI, NPF, Bunga Kredit, Tingkat Bagi Hasil dan Murabahah sebagai Variabelnya. Dan yang menjadi objek penelitian adalah Bank Umum Syariah.

Sedangkan dalam penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya pembiayaan mudharabah. Yang menjadi objek penelitian adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (BMT). Dan metode yang digunakan bukan metode kuantitatif, melainkan metode kualitatif. 2 Irma Suryani, 2005.

“Konsep dan Aplikasi Mudharabah (studi kasus di BMT Fajar Shiddiq)” Dalam skripsinya membahas tentang bagaimana konsep pembiayaan mudharabah dan aplikasi pembiayaan mudharabah di bmt fajar shiddiq.

Sedangkan dalam penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya pembiayaan mudharabah.

9 3 Zulpadli, 2005. “Aplikasi pembiayaan mudharabah pada BMT al-mansur I (Didesa cikahuripan Kec.kadudampit Kab.sukabumi jawa barat)” Dalam skripsinya membahas tentang bagaimana aplikasi pembiayaan mudharabah di BMT Al-Mansur I Sedangkan dalam penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya pembiayaan mudharabah.

F. Kerangka Teori

Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, kontrak/ akad dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu: Natural Certainty Contracts dan Natural Uncertainty Contracts. Natural Certainty Contracts adalah kontrak/ akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu. Yang termasuk dalam kategori ini adalah Murabahah, Ijarah, Salam & Istisna. Sedangkan Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah Mudharabah & Musyarakah.6

6 Adiwarman Karim, Bank Islam; Analisa Fiqih dan Keuangan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004) Edisi Kedua, h. 43-4

1. Pengertian Mudharabah

Pembiayaan mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola dan keuntungan dalam kontrak.7 Istilah mudharabah oleh ulama fikih menyebutkan dengan Qiradh.

Secara terminologi, para Ulama Fikih mendefinisikan Mudharabah atau Qiradh dengan: “Pemilik modal (investor) menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu

menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan” 8.

Didalam mudharabah hubungan kontrak bukan antara pemberi modal, melainkan antara penyedia dana (shahibul maal) dengan pengusaha (enterpreneur / mudharib).

Mudharib menyumbangkan tenaga dan waktunya dan mengelola kongsi mereka sesuai dengan syarat-syarat kontrak. Salah satu ciri utama dari kontrak ini adalah bahwa keuntungan, jika ada, akan dibagi antara investor dan mudharib berdasarkan proporsi yang telah disepakati sebelumnya. jika ada kerugian, akan ditanggung sendiri oleh Pemilik Modal. kecuali kerugian akibat kelalaian dan penyimpangan oleh nasabah.

Walaupun mudharabah dikatakan sebagai sesuatu yang ideal, dan mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan sistem lainnya, namun

7 Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003 : 40

11

ternyata mudharabah dalam kenyataannya belum menjadi skema pembiayaan yang utama pada lembaga keuangan syariah.

Beberapa permasalahan yang dihadapi sehingga mudharabah menjadi kurang berkembang, diidentifikasikan antara lain sebagai berikut :

a. informasi yang tidak transparant yang disampaikan oleh mudharib kepada shahibul maal, sehingga informasi menjadi tidak berimbang (Asymmertik Information). Yang menyebabkan pihak lain tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya terhadap suatu usaha, sehingga pilihan yang ditetapkan hanya menguntungkan satu pihak saja dan merugikan pihak yang lain.

b. Karena faktor risiko bagi pihak lembaga keuangannya yang tinggi dan karena alasan kehati-hatian (Prudential).

c. Sebab lainnya adalah kinerja dari lembaga keuangan syariah sendiri. Ini menyangkut preferensi dari pihak shahibul maal.

2. Pengertian BMT

Baitul Maal Wat Tamwiil (BMT) adalah kelompok swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan sistem bagi hasil untuk meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dalam upaya pengentasan kemiskinan.

BMT terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwiil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha – usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non – profit, seperti; zakat, infaq dan shadaqah. Sedangkan Baitul

Tamwiil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha –

usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.

3. Organisasi BMT

Untuk memperlancar tugas BMT, maka diperlukan struktur yang mendekripsikan alur kerja yang harus dilakukan oleh personil yang ada di dalam BMT tersebut. Struktur organisasi BMT meliputi:

a. Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok memegang kekuasaan tertinggi di dalam memutuskan kebijakan – kebijakan makro BMT.

b. Dewan Syariah, bertugas mengawasi dan menilai operasionalisasi BMT. c. Pembinaan Manajemen, bertugas untuk membina jalannya BMT dalam

merealisasikan programnya.

d. Manajer betugas untuk menjalankan amanat musyawarah anggota BMT dan memimpin BMT dalam merealisasikan programnya.

e. Pemasaran bertugas untuk mensosialisasikan dan mengelola produk –

produk BMT.

f. Kasir bertugas melayani nasabah.

g. Pembukuan bertugas untuk melakukan pembukuan atas aset dan omzet BMT.

13 Gambar 1.1 Struktur organisasi BMT Ket: ………… Garis Koordinatif _______ Garis Komando G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Field Research, yakni penelitian lapangan yang dilakukan melalui survey langsung ke BMT UMJ, yang bertujuan untuk memperoleh data yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan dengan cara Interview atau wawancara kepada manajer umum atau manajer pembiayaan.

Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok

Dewan Syari’ah Pembina Manajemen

Manajer

Tamwiil

Maal

Pemasaran Kasir Pembukuan

b. Library Research, yakni Kajian kepustakaan dilakukan untuk mencapai pemahaman yang komprehensif tentang konsep-konsep yang akan dikaji atau melakukan penelitian dengan cara mencari literatur-literatur yang berupa bahan-bahan pustaka dan dokumen-dokumen serta artikel yang berkaitan dengan BMT dan pembiayaan mudharabah.

2. Sumber Data

a. Primer, data pokok yang didapat dari responden melalui wawancara dengan direktur umum dan manajer pemasaran (marketing) di BMT UMJ. b. Sekunder, yang didapat dari buku-buku, dan dokumen-dokumen yang

berkaitan dengan pembiayaan mudharabah. 3. Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah BMT Universitas Muhammadiyah Jakarta. Adapun penelitian ini berlokasi di Jln. K.H. Ahmad Dahlan Ciputat-Cirendeu.

4. Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berupaya menghimpun data, mengolah dan menganalisa secara kualitatif dan menafsirkannya secara kualitatif pula.

Sebagaimana dikutif oleh Moleong, Bogdan dan Taylor mendefinisikan

metodologi kualitatif sebagai “prosedur penelitian yang menghasilkan data

15

dapat diamati”.9

Dalam penelitian ini, hanya akan menganalisa pada hal-hal yang berhubungan dengan pembiayaan mudharabah.

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif, sebuah analisis yang didasarkan pada pernyataan keadaan dan ukuran kualitas (bersifat non statistik), yaitu cara melaporkan data dengan

menjabarkan, menerangkan, memberikan gambaran dan

mengklasifikasikannya serta menginterpretasikan data yang terkumpul secara apa adanya.10

Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap, tahap berikutnya adalah analisis data. Pada tahap ini, data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian.

H. Teknik Penulisan

Metode penulisan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2007.

9 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999), cet ke -10, h. 3

10Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM, 1980) h. 136.

I. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran secara global mengenai apa yang akan dibahas, skripsi ini akan disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I, merupakan bab pendahuluan. Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan & perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, teknik penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II, berisi landasan teori. Bab ini membahas seputar BMT dan Mudharabah. Mencakup tentang pembahasan tentang BMT, pengertian Mudharabah, Macam-macam Mudharabah, serta permasalahan dalam Pembiayaan Mudharabah.

BAB III, gambaran umum (Profil) BMT UMJ. Bab ini membahas Sejarah Berdirinya BMT UMJ. Visi dan Misi BMT UMJ, Produk-produk BMT UMJ dan Struktur Organisasi BMT UMJ.

BAB IV, membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya penyaluran pembiayaan mudharabah, mengapa BMT UMJ hanya sedikit menyalurkan Pembiayaan mudharabah, dan bagaimana strategi BMT UMJ dalam meningkatkan pembiayaan mudharabah.

17

BAB II

TINJAUAN UMUM

TENTANG BMT DAN MUDHARABAH

A. Baitul Maal Wat Tamwiil

1. Pengertian Baitul Maal Wat Tamwiil

Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah. Operasional BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan lembaga keuangan mikro syariah, seperti BPRS dan BMT yang bertujuan untuk menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah.

Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi: Pertama, Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta)11 lebih mengarah kepada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana non-profit, seperti Zakat, Infaq, dan Shadaqoh serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanah.12 Pembentukan Baitul Maal adalah karena mempunyai peranan yang cukup besar terutama dalam membantu rakyat, khususnya bagi mereka yang berada dalam garis kemiskinan agar tercapai kesejahteraan dan pemerataan

11 M. Amin Aziz, Buku saku tata cara pembentukan BMT, (Jakarta, Pusat kajian Ekonomi Syariah, 2006) hal. 1

12 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonosia FE UII, 2005), cet 3, hal 96

hak, dan juga menegakkan sistem yang berkenaan dengan pelaksanaan kewajiban kaum muslim.

Kedua, Baitul Tamwiil (Bait = Rumah, at Tamwiil = pengembangan harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.13

Definisi lain dari Baitul Tamwiil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dan bersifat profit motive, penghimpunan dana Baitul Tamwiil diperoleh melalui simpanan pihak ketiga dan penyalurannya dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi, yang dijalankan berdasarkan prinsip syari'ah.14

Dengan demikian, jika dilihat secara sepintas Baitul maal Wat Tamwiil (BMT) merupakan Lembaga Keuangan yang mirip dengan bank, dimana ia dapat mengumpulkan dana dari masyarakat dengan produk simpanan tabungannya, lalu menyalurkan dana tersebut melalui pembiayaan-pembiayaannya. Namun karena landasan filosofi dan ruang lingkup kerjanya berbeda jauh dari bank, maka BMT merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang memiliki karakteristik tersendiri, BMT menggabungkan dua

13 M. Amin Aziz, Buku saku tata cara pembentukan BMT, Loc.Cit

14 Hertanto Widodo, et, al. Panduan Praktis Operasional Baitul Maal wa Tamwiil (BMT), (Bandung: Mizan 1999) hal. 82

19

kegiatan yang berbeda sifatnya, yakni laba dan nirlaba dalam satu lembaga. Namun secara operasional BMT tetap merupakan entitas (badan) yang terpisah. Ada tiga jenis aktifitas yang dijalankan BMT, yaitu jasa keuangan, sosial atau pengelola zakat, infak, dan shadaqoh (ZIS) dan sektor riil.15

2. Fungsi dan Tujuan BMT

Untuk mewujudkan masyarakat adil dan efisien, maka setiap tipe dan lapisan masyarakat harus terwadahi, namun perbankan belum bisa menyentuh semua lapisan masyarakat, sehingga masih terdapat kelompok masyarakat yang tidak terfasilitasi. Adapun fungsi dari didirikannya Baitul Maal Wat Tamwiil (BMT) adalah sebagai berikut:

a. Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga timbul unit surplus (pihak yang memiliki dana berlebih) dan unit defisit (pihak yang kekurangan dana).

b. Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat pembayaran yang sah yang mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi kewajiban suatu lembaga/perorangan.

c. Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi pendapatan kepada para pegawainya.

15 Ibid, hal. 82

d. Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat mengenai risiko keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut.

Sedangkan yang menjadi tujuan utama pendirian lembaga keuangan berdasarkan syariah ini adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari aspek kehidupan ekonominya berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.16 Adapun tujuan lain dari didirikannya BMT adalah sebagai berikut: a. Masyarakat yang secara legal dan administrative tidak memenuhi kriteria perbankan. Prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh bank menyebabkan sebagian masyarakat tidak mampu terlayani. Mereka yang bermodal kecil dan penghindar resiko tersebut, jumlahnya cukup signifikan dalam Negara-negara muslim seperti Indonesia, yang sebenarnya secara agregat memegang dana yang cukup besar.

b. Masyarakat yang bermodal kecil namun memiliki keberanian dalam mengambil resiko usaha. Biasanya kelompok masyarakat ini akan memilih reksa dana atau mutual fund sebagai jalan investasinya.

c. Masyarakat yang memiliki modal besar dan keberanian dalam mengambil resiko usaha. Biasanya kelompok ini akan memilih pasar modal atau investasi langsung sebagai media investasinya.

Visi lembaga keuangan syariah pada umumnya ialah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem

16 M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press, 2000), h. 18

21

bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah. Sedangkan yang menjadi misi lembaga keuangan syariah ialah memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas.17

3. Badan Hukum BMT

Pada awal-awal pendirian, umumnya BMT memiliki legalitas hukum sebagai KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). Sebagai lembaga simpan pinjam, segi formalitas hukum BMT memiliki dua alternatif badan hukum yaitu:

a. Dalam lembaga perbankan, maka BMT akan tunduk pada ketentuan Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998.

b. Dalam bentuk koperasi simpan pinjam dengan pola syariah, BMT tunduk pada UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No. 9 Tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam ala koperasi.18

Tidak seperti halnya koperasi sampai saat ini belum ada ketentuan hukum yang mengatur bahwa koperasi wajib berbadan hukum tertentu. Oleh karena itu, BMT dapat memilih bentuk badan hukum sebagai berikut:

a. KSU (Koperasi Serba Usaha) : salah satu bentuk koperasi yang dapat menyelenggarakan berbagai macam aktivitas usaha yang sesuai dengan syariah.

17 Karnaen Perwataatmadja, et.al.,Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), hal. 17.

b. KSP (Koperasi Simpan Pinjam) : koperasi yang usaha pokoknya simpan–pinjam dengan sistem konvensional (bunga).

c. KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) : koperasi yang usaha pokoknya simpan–pinjam dengan sistem syariah.

B. Pembiayaan Mudharabah

1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Credere yang berarti percaya. Oleh karena itu dasar pemikiran persetujuan pemberian pembiayaan oleh suatu lembaga keuangan kepada seseorang atau badan usha berlandaskan kepercayaan.19

Menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1998 pasal 1 butir 12, pembiayaan adalah penyediaan barang atau uang tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan pembagian hasil keuntungan yang telah disepakati sebelumnya.20

Pembiayaan mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal,

19 Moh Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Perbankan; Konsep, Teknik dan Kasus, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), Edisi I,h.1

23

sedangkan pihak lainnya (mudharib) menjadi pengelola dan keuntungan usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.21

Mudharabah dapat dibagi menjadi dua jenis jika dilihat dari transaksi atau akad yang dilakukan, yaitu Mudharabah Muthlaqah, dan Mudharabah Muqayyadah. Yang dimaksud dengan mudharabahmuthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dengan muharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi usaha, waktu, dan daerah bisnis atau disebut juga Unrestricted Investment Account. Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah kebalikannya, yaitu yang ditentukan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha atau Restricted Investment Account.22

Secara Umum, landasan dasar syariah Mudharabah lebih mencerminkan Anjuran untuk melaksanakan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadist berikut ini:

Al-Qur’an

ل ف م غ ي راا ىف بر ي رخا ه

...

”dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT (Al-Muzzammil: 20)

ه ل ف م ا غ با راا ىف ا رش اف ا لا تي ق اذاف ...

apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT…. (Al-Jumu’ah 10)

21 Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003 : 40

22 Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari Toeri ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001). hal 97.

Al-Hadist

َ يف اث ملس هيلع ه ىَلص ه ل سر لاق لاق هيبأ ع بي ص ب حلاص ع ِر لا اخأ ضراق لا لجأ ىلإي لا كر لا عي لل ا بي لل ريعَشلاب

Dari Shalih bin Suhaib RA bahwa Rasulullah Bersabda: tiga hal yang didalamnya terdapat kebaikan: jual-beli secara tangguh, Muqoradhah (Mudharabah), dan mencampur Gandum dengan Gandum untuk keperluan rumah bukan untuk dijual” (HR. Ibnu Majah).

Rukun dalam mudharabah berdasarkan jumhur ulama ada 3 rukun, yaitu:

a. Adanya dua atau lebih pelaku yaitu pemilik modal dan pengelola. b. Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan. c. Pelafalan (shigat) perjanjian.

Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah lebih merinci menjadi 6 rukun, antara lain:

a. Pemilik modal (Shoibul maal) b. Pelaksana usaha (Mudharib)

c. Akad dari kedua belah pihak (Ijab & Qabul) d. Objek mudharabah (Pokok/Modal)

e. Usaha (Pekerjaan mengelola usaha) f. Nisbah keuntungan23

25

2. Fungsi dan Tujuan Pembiayaan Mudharabah

Islam memerintahkan dan menganjurkan kepada umatnya untuk saling memberi keringanan kepada sesamanya. Dalam melakukan suatu usaha, terkadang sebagian orang memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan untuk mengelolanya atau sebaliknya. Oleh karena itu, fungsi dan tujuan dari pembiayaan mudharabah adalah supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya.

Pemilik modal (Shahibul maal) memanfaatkan keahlian Mudhorib (pengelola) dan Mudhorib memanfaatkan harta dari Shahibul Maal dan dengan demikian terwujudlah kerja sama antara Shahibul maal dengan Mudharib.

3. Keunggulan dan Kelemahan pembiayaan Mudharabah

Beberapa keunggulan dari pembiayaan yang menggunakan skema bagi hasil, antara lain :

a. Pembiayaan musyarakah dan mudharabah akan menggerakkan sektor rill karena pembiayaaan ini bersifat produktif yakni disalurkan untuk kebutuhan investasi dan modal kerja. Jika investasi di sektor riil meningkat tentunya akan menciptakan kesempatan kerja baru sehingga dapat mengurangi pengangguran sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.

b. Nasabah akan memiliki dua pilihan, apakah akan mendepositokan dananya pada bank syariah atau bank konvensioanal. Nasabah akan membandingkan antara expected rate of return yang ditawarkan bank syariah dengan tingkat suku bunga bank konvensional. Dimana selama ini, kecenderungannya rate of return bank syariah lebih tinggi daripada suku bunga bank konvensional. Dengan demikian diharapkan akan menjadi pendorong peningkatan jumlah nasabah di bank syariah.

c. Peningkatan persentase pembiayaan bagi hasil akan mendorong tumbuhnya pengusaha atau investor yang berani mengambil keputusan bisnis yang berisiko. Pada akhirnya akan berkembang berbagai inovasi baru yang akan meningkatkan daya saing bank syariah. Pembagian keuntungan diantara dua pihak tentu saja harus berdasarkan proporsi dan tidak memberikan keuntungan sekaligus atau yang pasti kepada shahibul maal (investor). Investor tidak bertanggung jawab atas kerugian-kerugian di luar modal yang telah diberikannya.24

d. Pola pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah pola pembiayaan berbasis produktif yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian dan sektor riil sehingga kemungkinan terjadinya krisis keuangan akan dapat dikurangi.

24 Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Al-Qaoud, Perbankan Syari’ah: Prinsip,Praktik, Prospek.

27

Sedangkan yang menjadi kelemahan dari pembiayaan mudharabah adalah karena pembiayaan mudharabah merupakan Natural Uncertainty Contracts, maka pihak mudharib tidak dapat memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya menyebabkan pihak investor menjadi ragu untuk menyalurkan pembiayaan mudharabah. Selain itu, adalah karena faktor resikonya yang tinggi. Terutama dalam penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi, yaitu :

a. Side streaming yaitu nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebutkan dalam kontrak.

b. Lalai dan kesalahan yang disengaja.

c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabah tidak jujur.

C. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Rendahnya Pembiayaan Mudharabah Kegiatan-kegiatan investasi di lembaga keuangan syariah oleh para teoritisi Perbankan Islam membayangkan seharusnya didasarkan pada dua konsep hukum : Mudharabah dan Musyarakah, atau yang dikenal dengan istilah Profit and Loss Sharing (PLS).

Pembiayaan dengan skema bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah) merupakan karakteristik utama lembaga keuangan syariah, karena inilah yang menjadi pembeda dengan bank konvensional.

Sistem bagi hasil dirasakan lebih adil karena bagian (nisbah) untuk Lembaga keuangan tersebut dibayarkan sesuai dengan keuntungan yang

Dokumen terkait