Oleh:
ABDURRAHMAN
(104046101602)
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
v
Pembimbing: Dr. H. Zainul Arifin Yusuf, M.Pd., dan Dr. H. Ahmad Tholabie Kharlie, S.Ag, MA.
Selama ini mayoritas pembiayaan didominasi oleh pembiayaan murabahah. Walaupun pembiayaan murabahah secara syariah halal, namun pembiayaan mudharabah tidak lebih merupakan produk sekunder. Sedangkan produk primer dari lembaga keuangan syariah adalah Mudharabah dan Musyarakah, akan tetapi produk ini belum menjadi produk inti di lembaga keuangan syariah. Padahal pembiayaan bagi hasil inilah yang membedakannya dengan sistem bunga bank konvensional. Pembiayaan bagi hasil dapat memberikan dampak tumbuhnya investasi dan pembukaan lapangan kerja baru yang dapat menggerakkan sektor riil, serta dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui beberapa faktor penyebab rendahnya pembiayaan bagi hasil (Mudharabah) di BMT UMJ, serta menguraikan solusi pemecahan masalah tersebut untuk meningkatkan atau memaksimalkan produk pembiayaan mudharabah sebagai penggerak roda perekonomian negara. Dengan adanya penulisan ini diharapkan ada tindak lanjut dari pihak-pihak yang terkait untuk berperan penting demi kemajuan perkembangan Lembaga Keuangan Syariah dalam upaya mensejahterakan kehidupan umat islam khususnya.
vi
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحرلا ه مسب
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan pemelihara dan
pengatur semesta alam, Allah Yang Maha Kuasa. Berkat kehendak dan kuasa-Nya
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam sepatutnya
tiada henti kita panjatkan kepada uswah kita, Nabi Muhammad SAW, suri tauladan
kita dalam setiap aktivitas kehidupan.
Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis banyak menemui hambatan dan
cobaan yang harus penulis hadapi dengan ikhtiar dan tawakal. Alhamdulillah atas
berkat do’a orang tua, keluarga, sahabat dan teman-teman yang selalu silih berganti memberi motivasi dan inspirasi.
Karena itupula, dari lubuk hati yang dalam penulis mengucapkan rasa terima
kasih yang tulus kepada segenap pihak yang telah membantu dan mendukung penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Diantaranya adalah:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan seluruh dosen yang telah membimbing penulis selama menempuh
perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ketua Prodi Muamalat, Dr. Euis Amalia, M. Ag., dan Sekretaris Prodi
Muamalat, Bapak Mu’min Rauf, S.Ag, MA.
3. Segenap Staff Akademik dan Staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Pembimbing I Bapak Dr. H. Zainul Arifin Yusuf, M.Pd dan Pembimbing II
Bapak Dr. H. Ahmad Tholabie Kharlie, S.Ag, M.A., yang telah menyediakan
waktu luang untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis
vii
6. Kedua orang tua, Ayahanda Abu Bakar Usman serta Ibunda Siti Djuariah, dan
adik-adikku yang selalu memberi motivasi kepada penulis dalam setiap aktivitas
lewat dukungan moril maupun materi.
7. Segenap pihak BMT Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), khususnya
Mukhtiar, SE.I dan Ibu Romai Kurniawati, SE.I, serta teman-teman kerja di
lingkungan BMT UMJ yang telah bersedia meluangkan waktunya ditengah
kesibukannya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Rekan-rekan seperjuangan di BMT Cita Sejahtera, Bapak Aries Koentjoro,
Hilman, Firza, Ani, dan teman-teman jurusan Perbankan Syariah Angkatan 2004,
Fatah, Udin, Hidayat, Saiful, Irfan.
9. Serta Rifa’atul Mahmudah yang selalu setia menemani dan memberikan dorongan yang sangat berarti bagi penulis.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih sekali lagi yang tak terhingga
kepada seluruh pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu atas semua bantuan dan
masukan-masukannya kepada penulis. Lebih dari ucapan terima kasih, kepada Yang
Maha Bijaksana, Semoga Allah SWT senantiasa memberikan sinar terang serta
kekuatan kepada para pemikir dan aktivis yang senantiasa berjuang merubah dunia ke
arah yang lebih baik dan semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
kalangan.
Jakarta, 09 Juni 2011
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR DIAGRAM ... xi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 7
F. Kerangka Teori ... 8
G. Metode Penelitian ... 13
H. Teknik Penulisan ... 15
ix
1. Pengertian BMT ... 17
2. Fungsi dan Tujuan BMT ... 19
3. Badan Hukum BMT ... 21
B. Pembiayaan Mudharabah ... 22
1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah ... 22
2. Fungsi dan Tujuan Pembiayaan Mudharabah ... 25
3. Keunggulan dan Kelemahan Mudharabah ... 25
C. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Rendahnya Pembiayaan Mudharabah ... 27
BAB III : PROFIL BMT-UMJ ... 35
A. Sejarah Berdirinya BMT-UMJ ... 35
B. Visi & Misi BMT UMJ ... 37
C. Struktur Organisasi BMT UMJ ... 38
D. Produk Penghimpunan dan Penyaluran Dana pada BMT UMJ .. 40
1. Penghimpunan Dana (Funding) ... 40
x
BAB IV : ANALISIS TERHADAP RENDAHNYA PEMBIAYAAN
MUDHARABAH ... 49
A. Gambaran Tentang Pembiayaan Mudharabah pada BMT UMJ ... 49
B. Analisis Terhadap Faktor-faktor yang Memengaruhi Rendahnya Pembiayaan Mudharabah Pada BMT UMJ ... 57
C. Strategi BMT UMJ Dalam Meningkatkan Pembiayaan Mudharabah ... 61
BAB V : PENUTUP ... 70
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran–Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74
xi
2. Tabel 1.2 Tinjauan Pustaka ... 8
3. Tabel 3.1 Jumlah (Nominal) Mitra Simpanan BMT UMJ ... 44
4. Tabel 3.2 Jumlah (Orang) Mitra Simpanan BMT UMJ ... 45
5. Tabel 4.1 Total Dana yang Disalurkan BMT UMJ Tahun 2010 ... 54
6. Tabel 4.2 Penyaluran Pembiayaan Mudharabah pada BMT UMJ Per 2010 ... 55
DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1.1 Struktur Organisasi BMT (teoritis) ... 12
2. Gambar 3.1 Struktur Organisasi KSU BMT-UMJ ... 42
3. Gambar 3.2 Skema Pembiayaan Mudharabah ... 46
4. Gambar 3.3 Skema Pembiayaan Murabahah ... 47
DAFTAR DIAGRAM 1. Diagram 1.1 Pangsa Pembiayaan Mudharabah dan Murabahah ... 4
2. Diagram 3.1 Jumlah (Nominal) Mitra Simpanan BMT UMJ ... 44
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam sebagai sistem hidup (way of life) dan merupakan agama yang
universal sebab memuat segala aspek kehidupan baik yang terkait dengan aspek
ekonomi, sosial, politik dan budaya. Seiring dengan maju pesatnya kajian tentang
ekonomi islam dengan menggunakan pendekatan filsafat dan sebagainya
mendorong kepada terbentuknya suatu ilmu ekonomi berbasis keislaman yang
terfokus untuk mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh
nilai-nilai Islam.
Pertumbuhan ekonomi dalam pembangunannya tidaklah terlepas dari
peran serta sektor perbankan. Bank pada prinsipnya sebagai lembaga intermediasi,
menghimpun dana dari masyarakat yang mengalami surplus dana dan
menyalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan dana.
Lembaga keuangan merupakan salah satu aspek yang di atur dalam syariah
islam, yakni bagian muamalah sebagai bagian yang mengatur hubungan sesama
manusia. Pengaturan lembaga perbankan dalam syariah islam dilandaskan pada
kaidah dalam ushul fikih yang menyatakan bahwa “maa laa yatimm al-wajib illa bihifa huwa wajib”, yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan. Mencari nafkah (yakni melakukan kegiatan
perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka
lembaga perbankan ini pun menjadi wajib untuk diadakan.1
Namun krisis ekonomi yang terjadi pada saat ini telah menyebabkan
kesulitan pada industri perbankan di Indonesia. Krisis yang terjadi menjadikan
sebagian besar bank-bank konvensional kurang berhasil dalam menjalankan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang seharusnya merupakan fungsi dari
Bank sehingga berpengaruh terhadap kegiatan sektor riil yang sangat
mengharapkan bantuan jasa-jasa dari lembaga intermediasi tersebut.2
Sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga intermediary, dana yang
dikumpulkan dari masyarakat harus disalurkan kembali kepada masyarakat yang
membutuhkan. Kepercayaan dalam penyaluran dana ke tempat yang halal
merupakan amanat yang harus dijaga oleh suatu lembaga keuangan syariah.
Karena yang membedakan antara lembaga keuangan syariah dengan non Syariah
salah satu diantaranya adalah penyaluran dana ke tempat yang halal.3
Selain bank Syariah yang akhir-akhir ini banyak bermunculan di
Indonesia, banyak pula bermunculan lembaga keuangan mikro swasta sejenis
yang berprinsip syariah. Salah satu diantaranya adalah Baitul maal Wat Tamwiil
(BMT).
1 Adiwarman, A. Karim. Bank Islam Analisis Fikih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal 14-15.
2 Baihaqi Abd. Majid dan Saifuddin A. Rasyid, (ed), Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah, Perjalanan Gagasan dan Gerakakan BMT di Indonesia, (Jakarta: PINBUK, 2000), h. 253.
3
Kehadiran Baitul Maal wa Tamwiil yang disingkat BMT, dalam pedoman
bahasa Indonesianya adalah Balai Usaha Mandiri Terpadu, merupakan lembaga
keuangan informal yang tumbuh dan ada sejak zaman Rasulullah. BMT
didefinisikan sebagai “lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah”.4
BMT adalah salah satu unit usaha dari sebuah koperasi. Dimana BMT
merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi kecil ke bawah. BMT terdiri
dari 2 kegiatan, yaitu, Baitul Maal dan Baitut Tamwiil. Kegiatan Baitut Tamwiil
mengutamakan perkembangan kegiatan-kegiatan investasi dan produktif dengan
sasaran usaha ekonomi yang dalam pelaksanaannya saling mendukung untuk
pembangunan usaha-usaha kesejahteraan masyarakat. Sedangkan Baitul Maal
mengutamakan kegiatan kesejahteraan, bersifat nirlaba, diharapkan mampu
menghimpun dana zakat, infaq, shadaqah yang pada gilirannya berfungsi
mendukung kemungkinan-kemungkinan risiko yang terjadi dalam kegiatan
ekonomi pengusaha kecil.5
BMT merupakan lembaga keuangan swasta yang modal sepenuhnya
bersumber dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Untuk itulah
peran bank-bank Islam seperti BMT maupun koperasi yang berdasar syariat Islam
mengembangkan pemikiran untuk memberikan pembiayaan, karena BMT (Baitul
Maal Wa tamwiil) sebagai salah satu lembaga keuangan Islam dalam
operasionalnya juga tidak menggunakan sistem bunga seperti yang dilakukan
bank konvensional, BMT menerapkan sistem bagi hasil bagi para nasabahnya.
Sejauh ini mayoritas penyaluran pembiayaan baik di bank syariah maupun
di lembaga keuangan mikro syariah (BMT) didominasi pembiayaan Murabahah.
Total pembiayaan mudharabah dengan prinsip bagi hasil tidak pernah lebih dari
setengah total pembiayaan Murabahah yang menggunakan prinsip jual beli.
Diagram 1.1 Pangsa Pembiayaan (%)
Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2010
Hal tersebut merupakan fenomena yang menarik karena diharapkan
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil lebih mendominasi. Pembiayaan dengan
prinsip bagi hasil diharapkan dapat lebih menggerakkan sektor riil karena
menutup kemungkinan disalurkannya dana pada kepentingan konsumtif dan
hanya pada usaha produktif. Bila ditinjau dari konsep bagi hasil, maka harus ada
return yang dibagi, hal tersebut hanya bisa terjadi bila uang digunakan untuk 0
5 10 15 20 25 30
Jan-05 Jan-06 Jan-07 Jan-08 Jan-09
Murabahah
5
usaha produktif.
Bank Indonesia sebagai regulator telah menyarankan agar perbankan
syariah atau lembaga keuangan syariah mengurangi pembiayaan yang
menggunakan skema Murabahah (jual beli) dan memperbanyak pembiayaan yang
menggunakan prinsip mudharabah (bagi hasil). Hal ini untuk mengembalikan
karakteristik utama lembaga keuangan syariah yaitu pembiayaan yang berprinsip
bagi hasil.
Bagi lembaga keuangan syariah, margin keuntungan Murabahah sendiri
relative kecil, rata-rata hanya 14% - 15%, sedangkan mudharabah rata-rata diatas
angka tersebut.
Tabel 1.1
Tingkat imbalan/Bagi Hasil/Fee/Bonus
AKAD 2005 2006 2007 2008 2009
Mudharabah 12.67% 13.73% 16.93% 19.39% 19.11%
Musyarakah 8.46% 10.52% 11.23% 11.37% 11.72%
Murabahah 13.05% 12.09% 14.66% 14.92% 16.07%
Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2010
Berdasarkan studi awal pada BMT Universitas Muhammadiyah Jakarta
(UMJ), hanya 10-15 kali merealisasi pembiayaan mudharabah. Sedangkan
realisasi yang menggunakan skema pembiayaan murabahah di BMT UMJ
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa Produk pembiayaan dengan sistem
bagi hasil seolah-olah tidak berdaya untuk menjadi pendamping operasional
lembaga keuangan syariah. Sehingga pembiayaan dengan sistem jual beli menjadi
pengganti sebagai produk inti dari beroperasinya lembaga keuangan syariah.
Berdasarkan latar belakang ini, sangat menarik untuk membahas
permasalahan pembiayaan mudharabah di BMT dengan judul “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Rendahnya Pembiayaan Mudharabah Pada BMT UMJ.”
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis
membatasi masalah yang dikaji, yaitu mengenai minimnya pembiayaan
mudharabah pada BMT UMJ.
Adapun yang menjadi rumusan masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini antara lain:
1. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya pembiayaan
mudharabah secara teoritis?
2. Bagaimana gambaran tentang Pembiayaan Mudharabah Pada BMT UMJ?
3. Bagaimana strategi BMT UMJ dalam meningkatkan pembiayaan
7
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya pembiayaan
mudharabah.
2. Untuk menganalisa rendahnya penyaluran pembiayaan mudharabah pada
BMT UMJ.
3. Untuk menganalisa strategi BMT UMJ dalam meningkatkan pembiayaan
mudharabah.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai
referensi bagi pelajar, mahasiswa serta kalangan akademik lainnya.
2. Kegunaan praktis: Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para praktisi
lembaga keuangan syariah, dalam usahanya meningkatkan kualitas kinerjanya
dalam mensosialisasikan BMT kepada masyarakat.
E. Tinjauan Pustaka (Review Kajian Terdahulu)
Agar tidak terjadi pengulangan penelitian terhadap objek yang sama, maka
ada baiknya penulis melakukan tunjauan pustaka. Adapun tinjauan pustaka yang
Tabel 1.2
Tinjauan Pustaka
No Identitas Substansi Perbedaan
9
Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, kontrak/ akad
dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu: Natural Certainty Contracts dan
Natural Uncertainty Contracts. Natural Certainty Contracts adalah kontrak/ akad
dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah
maupun waktu. Yang termasuk dalam kategori ini adalah Murabahah, Ijarah,
Salam & Istisna. Sedangkan Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad
dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah
maupun waktunya. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah Mudharabah &
Musyarakah.6
1. Pengertian Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola dan keuntungan dalam kontrak.7
Istilah mudharabah oleh ulama fikih menyebutkan dengan Qiradh.
Secara terminologi, para Ulama Fikih mendefinisikan Mudharabah
atau Qiradh dengan: “Pemilik modal (investor) menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu
menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan” 8.
Didalam mudharabah hubungan kontrak bukan antara pemberi modal,
melainkan antara penyedia dana (shahibul maal) dengan pengusaha
(enterpreneur / mudharib).
Mudharib menyumbangkan tenaga dan waktunya dan mengelola
kongsi mereka sesuai dengan syarat-syarat kontrak. Salah satu ciri utama dari
kontrak ini adalah bahwa keuntungan, jika ada, akan dibagi antara investor dan
mudharib berdasarkan proporsi yang telah disepakati sebelumnya. jika ada
kerugian, akan ditanggung sendiri oleh Pemilik Modal. kecuali kerugian akibat
kelalaian dan penyimpangan oleh nasabah.
Walaupun mudharabah dikatakan sebagai sesuatu yang ideal, dan
mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan sistem lainnya, namun
7 Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003 : 40
11
ternyata mudharabah dalam kenyataannya belum menjadi skema pembiayaan
yang utama pada lembaga keuangan syariah.
Beberapa permasalahan yang dihadapi sehingga mudharabah menjadi
kurang berkembang, diidentifikasikan antara lain sebagai berikut :
a. informasi yang tidak transparant yang disampaikan oleh mudharib kepada
shahibul maal, sehingga informasi menjadi tidak berimbang (Asymmertik
Information). Yang menyebabkan pihak lain tidak mengetahui kondisi yang
sebenarnya terhadap suatu usaha, sehingga pilihan yang ditetapkan hanya
menguntungkan satu pihak saja dan merugikan pihak yang lain.
b. Karena faktor risiko bagi pihak lembaga keuangannya yang tinggi dan
karena alasan kehati-hatian (Prudential).
c. Sebab lainnya adalah kinerja dari lembaga keuangan syariah sendiri. Ini
menyangkut preferensi dari pihak shahibul maal.
2. Pengertian BMT
Baitul Maal Wat Tamwiil (BMT) adalah kelompok swadaya
masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya mengembangkan
usaha-usaha produktif dan investasi dengan sistem bagi hasil untuk
meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dalam upaya
pengentasan kemiskinan.
BMT terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwiil.
Tamwiil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha – usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai
lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan
syariah.
3. Organisasi BMT
Untuk memperlancar tugas BMT, maka diperlukan struktur yang
mendekripsikan alur kerja yang harus dilakukan oleh personil yang ada di
dalam BMT tersebut. Struktur organisasi BMT meliputi:
a. Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok memegang kekuasaan
tertinggi di dalam memutuskan kebijakan – kebijakan makro BMT. b. Dewan Syariah, bertugas mengawasi dan menilai operasionalisasi BMT.
c. Pembinaan Manajemen, bertugas untuk membina jalannya BMT dalam
merealisasikan programnya.
d. Manajer betugas untuk menjalankan amanat musyawarah anggota BMT
dan memimpin BMT dalam merealisasikan programnya.
e. Pemasaran bertugas untuk mensosialisasikan dan mengelola produk – produk BMT.
f. Kasir bertugas melayani nasabah.
g. Pembukuan bertugas untuk melakukan pembukuan atas aset dan omzet
13
Gambar 1.1
Struktur organisasi BMT
Ket:
………… Garis Koordinatif _______ Garis Komando
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Field Research, yakni penelitian lapangan yang dilakukan melalui survey
langsung ke BMT UMJ, yang bertujuan untuk memperoleh data yang
sesuai dengan yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan dengan cara Interview
atau wawancara kepada manajer umum atau manajer pembiayaan. Musyawarah Anggota Pemegang
Simpanan Pokok
Dewan Syari’ah Pembina Manajemen
Manajer
Tamwiil
Maal
Pemasaran Kasir Pembukuan
b. Library Research, yakni Kajian kepustakaan dilakukan untuk mencapai
pemahaman yang komprehensif tentang konsep-konsep yang akan dikaji
atau melakukan penelitian dengan cara mencari literatur-literatur yang
berupa bahan-bahan pustaka dan dokumen-dokumen serta artikel yang
berkaitan dengan BMT dan pembiayaan mudharabah.
2. Sumber Data
a. Primer, data pokok yang didapat dari responden melalui wawancara
dengan direktur umum dan manajer pemasaran (marketing) di BMT UMJ.
b. Sekunder, yang didapat dari buku-buku, dan dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan pembiayaan mudharabah.
3. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah BMT Universitas Muhammadiyah
Jakarta. Adapun penelitian ini berlokasi di Jln. K.H. Ahmad Dahlan
Ciputat-Cirendeu.
4. Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berupaya menghimpun data,
mengolah dan menganalisa secara kualitatif dan menafsirkannya secara
kualitatif pula.
Sebagaimana dikutif oleh Moleong, Bogdan dan Taylor mendefinisikan
metodologi kualitatif sebagai “prosedur penelitian yang menghasilkan data
15
dapat diamati”.9
Dalam penelitian ini, hanya akan menganalisa pada hal-hal yang
berhubungan dengan pembiayaan mudharabah.
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif
kualitatif, sebuah analisis yang didasarkan pada pernyataan keadaan dan
ukuran kualitas (bersifat non statistik), yaitu cara melaporkan data dengan
menjabarkan, menerangkan, memberikan gambaran dan
mengklasifikasikannya serta menginterpretasikan data yang terkumpul secara
apa adanya.10
Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap, tahap berikutnya
adalah analisis data. Pada tahap ini, data dikerjakan dan dimanfaatkan
sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang
dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam
penelitian.
H. Teknik Penulisan
Metode penulisan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2007.
9 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999), cet ke -10, h. 3
I. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran secara global mengenai apa yang akan
dibahas, skripsi ini akan disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I, merupakan bab pendahuluan. Bab ini menguraikan tentang latar
belakang masalah, pembatasan & perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, metode penelitian, teknik penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II, berisi landasan teori. Bab ini membahas seputar BMT dan
Mudharabah. Mencakup tentang pembahasan tentang BMT, pengertian
Mudharabah, Macam-macam Mudharabah, serta permasalahan dalam
Pembiayaan Mudharabah.
BAB III, gambaran umum (Profil) BMT UMJ. Bab ini membahas Sejarah
Berdirinya BMT UMJ. Visi dan Misi BMT UMJ, Produk-produk BMT UMJ dan
Struktur Organisasi BMT UMJ.
BAB IV, membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya
penyaluran pembiayaan mudharabah, mengapa BMT UMJ hanya sedikit
menyalurkan Pembiayaan mudharabah, dan bagaimana strategi BMT UMJ dalam
meningkatkan pembiayaan mudharabah.
17
BAB II
TINJAUAN UMUM
TENTANG BMT DAN MUDHARABAH
A. Baitul Maal Wat Tamwiil
1. Pengertian Baitul Maal Wat Tamwiil
Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang
untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah. Operasional BMI
kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah, maka muncul
usaha untuk mendirikan lembaga keuangan mikro syariah, seperti BPRS dan
BMT yang bertujuan untuk menjangkau usaha masyarakat kecil dan
menengah.
Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi: Pertama, Baitul Maal
(Bait = Rumah, Maal = Harta)11 lebih mengarah kepada usaha-usaha
pengumpulan dan penyaluran dana non-profit, seperti Zakat, Infaq, dan
Shadaqoh serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan
amanah.12 Pembentukan Baitul Maal adalah karena mempunyai peranan yang
cukup besar terutama dalam membantu rakyat, khususnya bagi mereka yang
berada dalam garis kemiskinan agar tercapai kesejahteraan dan pemerataan
11 M. Amin Aziz, Buku saku tata cara pembentukan BMT, (Jakarta, Pusat kajian Ekonomi Syariah, 2006) hal. 1
hak, dan juga menegakkan sistem yang berkenaan dengan pelaksanaan
kewajiban kaum muslim.
Kedua, Baitul Tamwiil (Bait = Rumah, at Tamwiil = pengembangan
harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil
terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan
kegiatan ekonominya.13
Definisi lain dari Baitul Tamwiil adalah lembaga keuangan yang
kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dan bersifat
profit motive, penghimpunan dana Baitul Tamwiil diperoleh melalui simpanan
pihak ketiga dan penyalurannya dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau
investasi, yang dijalankan berdasarkan prinsip syari'ah.14
Dengan demikian, jika dilihat secara sepintas Baitul maal Wat
Tamwiil (BMT) merupakan Lembaga Keuangan yang mirip dengan bank,
dimana ia dapat mengumpulkan dana dari masyarakat dengan produk
simpanan tabungannya, lalu menyalurkan dana tersebut melalui
pembiayaan-pembiayaannya. Namun karena landasan filosofi dan ruang lingkup kerjanya
berbeda jauh dari bank, maka BMT merupakan lembaga keuangan mikro
syariah yang memiliki karakteristik tersendiri, BMT menggabungkan dua
13 M. Amin Aziz, Buku saku tata cara pembentukan BMT, Loc.Cit
19
kegiatan yang berbeda sifatnya, yakni laba dan nirlaba dalam satu lembaga.
Namun secara operasional BMT tetap merupakan entitas (badan) yang
terpisah. Ada tiga jenis aktifitas yang dijalankan BMT, yaitu jasa keuangan,
sosial atau pengelola zakat, infak, dan shadaqoh (ZIS) dan sektor riil.15
2. Fungsi dan Tujuan BMT
Untuk mewujudkan masyarakat adil dan efisien, maka setiap tipe dan
lapisan masyarakat harus terwadahi, namun perbankan belum bisa menyentuh
semua lapisan masyarakat, sehingga masih terdapat kelompok masyarakat
yang tidak terfasilitasi. Adapun fungsi dari didirikannya Baitul Maal Wat
Tamwiil (BMT) adalah sebagai berikut:
a. Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang
tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga timbul unit surplus
(pihak yang memiliki dana berlebih) dan unit defisit (pihak yang
kekurangan dana).
b. Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat pembayaran
yang sah yang mampu memberikan kemampuan untuk memenuhi
kewajiban suatu lembaga/perorangan.
c. Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan
memberi pendapatan kepada para pegawainya.
d. Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat mengenai
risiko keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut.
Sedangkan yang menjadi tujuan utama pendirian lembaga keuangan
berdasarkan syariah ini adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk
mendasari aspek kehidupan ekonominya berdasarkan Al-Quran dan
As-Sunnah.16 Adapun tujuan lain dari didirikannya BMT adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat yang secara legal dan administrative tidak memenuhi kriteria
perbankan. Prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh bank
menyebabkan sebagian masyarakat tidak mampu terlayani. Mereka yang
bermodal kecil dan penghindar resiko tersebut, jumlahnya cukup
signifikan dalam Negara-negara muslim seperti Indonesia, yang
sebenarnya secara agregat memegang dana yang cukup besar.
b. Masyarakat yang bermodal kecil namun memiliki keberanian dalam
mengambil resiko usaha. Biasanya kelompok masyarakat ini akan
memilih reksa dana atau mutual fund sebagai jalan investasinya.
c. Masyarakat yang memiliki modal besar dan keberanian dalam
mengambil resiko usaha. Biasanya kelompok ini akan memilih pasar
modal atau investasi langsung sebagai media investasinya.
Visi lembaga keuangan syariah pada umumnya ialah menjadi wadah
terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem
21
bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah. Sedangkan yang menjadi misi
lembaga keuangan syariah ialah memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak
dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas.17
3. Badan Hukum BMT
Pada awal-awal pendirian, umumnya BMT memiliki legalitas hukum
sebagai KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). Sebagai lembaga simpan
pinjam, segi formalitas hukum BMT memiliki dua alternatif badan hukum
yaitu:
a. Dalam lembaga perbankan, maka BMT akan tunduk pada ketentuan
Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998.
b. Dalam bentuk koperasi simpan pinjam dengan pola syariah, BMT tunduk
pada UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No. 9 Tahun
1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam ala koperasi.18
Tidak seperti halnya koperasi sampai saat ini belum ada ketentuan
hukum yang mengatur bahwa koperasi wajib berbadan hukum tertentu. Oleh
karena itu, BMT dapat memilih bentuk badan hukum sebagai berikut:
a. KSU (Koperasi Serba Usaha) : salah satu bentuk koperasi yang dapat menyelenggarakan berbagai macam aktivitas usaha yang sesuai dengan
syariah.
17 Karnaen Perwataatmadja, et.al.,Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), hal. 17.
b. KSP (Koperasi Simpan Pinjam) : koperasi yang usaha pokoknya simpan–pinjam dengan sistem konvensional (bunga).
c. KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) : koperasi yang usaha pokoknya simpan–pinjam dengan sistem syariah.
B. Pembiayaan Mudharabah
1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Credere yang
berarti percaya. Oleh karena itu dasar pemikiran persetujuan pemberian
pembiayaan oleh suatu lembaga keuangan kepada seseorang atau badan usha
berlandaskan kepercayaan.19
Menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1998 pasal 1 butir 12,
pembiayaan adalah penyediaan barang atau uang tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan pembagian hasil
keuntungan yang telah disepakati sebelumnya.20
Pembiayaan mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak
dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal,
19 Moh Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Perbankan; Konsep, Teknik dan Kasus, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), Edisi I,h.1
23
sedangkan pihak lainnya (mudharib) menjadi pengelola dan keuntungan
usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.21
Mudharabah dapat dibagi menjadi dua jenis jika dilihat dari transaksi
atau akad yang dilakukan, yaitu Mudharabah Muthlaqah, dan Mudharabah
Muqayyadah. Yang dimaksud dengan mudharabahmuthlaqah adalah bentuk
kerja sama antara shahibul maal dengan muharib yang cakupannya sangat
luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi usaha, waktu, dan daerah bisnis atau
disebut juga Unrestricted Investment Account. Sedangkan mudharabah
muqayyadah adalah kebalikannya, yaitu yang ditentukan batasan jenis usaha,
waktu, atau tempat usaha atau Restricted Investment Account.22
Secara Umum, landasan dasar syariah Mudharabah lebih
mencerminkan Anjuran untuk melaksanakan usaha. Hal ini tampak dalam
ayat-ayat dan hadist berikut ini:
Al-Qur’an
ل ف م غ ي راا ىف بر ي رخا ه
...
”dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian
karunia Allah SWT (Al-Muzzammil: 20)
ه ل ف م ا غ با راا ىف ا رش اف ا لا تي ق اذاف ...
“apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT…. (Al-Jumu’ah 10)
21 Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003 : 40
Al-Hadist
َ يف اث ملس هيلع ه ىَلص ه ل سر لاق لاق هيبأ ع بي ص ب حلاص ع
ِر لا اخأ ضراق لا لجأ ىلإي لا كر لا عي لل ا بي لل ريعَشلاب
“Dari Shalih bin Suhaib RA bahwa Rasulullah Bersabda: tiga hal yang didalamnya terdapat kebaikan: jual-beli secara tangguh, Muqoradhah
(Mudharabah), dan mencampur Gandum dengan Gandum untuk
keperluan rumah bukan untuk dijual” (HR. Ibnu Majah).
Rukun dalam mudharabah berdasarkan jumhur ulama ada 3 rukun,
yaitu:
a. Adanya dua atau lebih pelaku yaitu pemilik modal dan pengelola.
b. Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan.
c. Pelafalan (shigat) perjanjian.
Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah lebih merinci menjadi 6 rukun, antara lain:
a. Pemilik modal (Shoibul maal)
b. Pelaksana usaha (Mudharib)
c. Akad dari kedua belah pihak (Ijab & Qabul)
d. Objek mudharabah (Pokok/Modal)
e. Usaha (Pekerjaan mengelola usaha)
f. Nisbah keuntungan23
25
2. Fungsi dan Tujuan Pembiayaan Mudharabah
Islam memerintahkan dan menganjurkan kepada umatnya untuk saling
memberi keringanan kepada sesamanya. Dalam melakukan suatu usaha,
terkadang sebagian orang memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan untuk
mengelolanya atau sebaliknya. Oleh karena itu, fungsi dan tujuan dari
pembiayaan mudharabah adalah supaya kedua belah pihak dapat mengambil
manfaatnya.
Pemilik modal (Shahibul maal) memanfaatkan keahlian Mudhorib
(pengelola) dan Mudhorib memanfaatkan harta dari Shahibul Maal dan
dengan demikian terwujudlah kerja sama antara Shahibul maal dengan
Mudharib.
3. Keunggulan dan Kelemahan pembiayaan Mudharabah
Beberapa keunggulan dari pembiayaan yang menggunakan skema
bagi hasil, antara lain :
a. Pembiayaan musyarakah dan mudharabah akan menggerakkan sektor rill
karena pembiayaaan ini bersifat produktif yakni disalurkan untuk
kebutuhan investasi dan modal kerja. Jika investasi di sektor riil
meningkat tentunya akan menciptakan kesempatan kerja baru sehingga
dapat mengurangi pengangguran sekaligus meningkatkan pendapatan
masyarakat.
b. Nasabah akan memiliki dua pilihan, apakah akan mendepositokan
dananya pada bank syariah atau bank konvensioanal. Nasabah akan
membandingkan antara expected rate of return yang ditawarkan bank
syariah dengan tingkat suku bunga bank konvensional. Dimana selama
ini, kecenderungannya rate of return bank syariah lebih tinggi daripada
suku bunga bank konvensional. Dengan demikian diharapkan akan
menjadi pendorong peningkatan jumlah nasabah di bank syariah.
c. Peningkatan persentase pembiayaan bagi hasil akan mendorong
tumbuhnya pengusaha atau investor yang berani mengambil keputusan
bisnis yang berisiko. Pada akhirnya akan berkembang berbagai inovasi
baru yang akan meningkatkan daya saing bank syariah. Pembagian
keuntungan diantara dua pihak tentu saja harus berdasarkan proporsi dan
tidak memberikan keuntungan sekaligus atau yang pasti kepada shahibul
maal (investor). Investor tidak bertanggung jawab atas kerugian-kerugian
di luar modal yang telah diberikannya.24
d. Pola pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah pola pembiayaan
berbasis produktif yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian
dan sektor riil sehingga kemungkinan terjadinya krisis keuangan akan
dapat dikurangi.
24 Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Al-Qaoud, Perbankan Syari’ah: Prinsip,Praktik, Prospek.
27
Sedangkan yang menjadi kelemahan dari pembiayaan mudharabah
adalah karena pembiayaan mudharabah merupakan Natural Uncertainty
Contracts, maka pihak mudharib tidak dapat memberikan kepastian
pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya menyebabkan pihak
investor menjadi ragu untuk menyalurkan pembiayaan mudharabah. Selain
itu, adalah karena faktor resikonya yang tinggi. Terutama dalam
penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi, yaitu :
a. Side streaming yaitu nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang
disebutkan dalam kontrak.
b. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabah tidak jujur.
C. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Rendahnya Pembiayaan Mudharabah Kegiatan-kegiatan investasi di lembaga keuangan syariah oleh para
teoritisi Perbankan Islam membayangkan seharusnya didasarkan pada dua
konsep hukum : Mudharabah dan Musyarakah, atau yang dikenal dengan
istilah Profit and Loss Sharing (PLS).
Pembiayaan dengan skema bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah)
merupakan karakteristik utama lembaga keuangan syariah, karena inilah yang
menjadi pembeda dengan bank konvensional.
Sistem bagi hasil dirasakan lebih adil karena bagian (nisbah) untuk
diterima pengusaha dan jumlahnya diketahui setelah pengusaha memperoleh
untung.
Akan tetapi pada prakteknya, Selama ini pembiayaan baik di Bank
Syariah, BPRS, maupun di BMT, didominasi oleh pembiayaan Murabahah
(Jual-Beli). Walaupun secara syariah halal, namun pembiayaan Murabahah
tidak lebih merupakan produk sekunder. Sedangkan produk primer dari
lembaga keuangan syariah adalah Mudharabah dan Musyarakah, akan tetapi
produk ini belum menjadi produk utama dalam lembaga keuangan syariah.
Jika ditelaah lebih lanjut, sesungguhnya permasalahan yang terjadi
pada rendahnya pembiayaan mudharabah itu bisa dilihat dengan sebab sebagai
berikut :
1. Sumber dana di lembaga keuangan syariah yang sebagian besar berjangka
pendek tidak dapat digunakan untuk pembiayaan bagi hasil yang biasanya
berjangka panjang.25
2. Adanya moral hazard dari pelaku usaha. Moral hazard adalah tidak
diindahkannya masalah moral dan etika dalam berbisnis, baik dilakukan
oleh pengusaha maupun mungkin juga dilakukan oleh Lembaga Keuangan
Syariah itu sendiri. Pengusaha sering membuat proposal yang tidak sesuai
dengan kenyataan di lapangan, proyeknya akan memberikan keuntungan
tinggi dan mendorong pengusaha untuk membuat proyeksi bisnis yang
25 Muhammad Edisi Revisi. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP Y. 2005.
29
terlalu optimis. Sedangkan dari Lembaga Keuangan Syariah misalnya
menuntut bagi hasil yang sangat tinggi tanpa mempertimbangkan sisi
keadilan bagi pengusaha.
3. Adanya Asymetric Information atau ketidakseimbangan informasi yang
dilakukan oleh salah satu pihak, yang menyebabkan pihak lain tidak
mengetahui kondisi yang sebenarnya terhadap suatu usaha. banyak
pengusaha yang mempunyai dua pembukuan, pembukuan yang diberikan
kepada bank adalah yang tingkat keuntungannya kecil sehingga porsi
keuntungan yang harus diberikan kepada bank juga kecil padahal pada
pembukuan sebenarnya pengusaha membukukan keuntungan besar,
Sehingga pilihan yang ditetapkan hanya menguntungkan satu pihak saja,
dan dapat merugikan pihak yang lain.
4. Faktor risikonya yang tinggi dan alasan kehati-hatian (Prudential). Adanya
ketidakpastian hasil yang diperoleh (karena natural uncertainty contract)
tersebut membuat para praktisi lembaga keuangan syariah terlalu ekstra
hati-hati (prudent) sehingga takut untuk menyalurkan pembiayaan bagi
hasil.
5. Kontrak mudharabah membutuhkan jaminan agar dapat berfungsi secara
efisien, sedangkan menurut Ulama madzhab Malik dan Syafi’i, jika shahibul maal mempersyaratkan pemberian jaminan dari mudharib dan
mereka tidak sah.26 Hubungan antara shahibul maal dengan mudharib
merupakan hubungan yang mengutamakan kepercayaan (trust). Karena
disyaratkan mudharib adalah orang yang dipercaya, maka shahibul maal
tidak boleh meminta jaminan. Shahibul maal tidak dapat menuntut
jaminan apapun dari mudharib untuk mengembalikan modal dengan
keuntungan.
6. Rendahnya pemahaman sumber daya insani (SDI) terhadap pembiayaan
bagi hasil akan menyebabkan lembaga keuangan syariah kurang memberi
informasi tentang pembiayaan bagi hasil. Paradigma konvensional yang
masih melekat pada para praktisi lembaga keuangan syariah bisa membuat
penyaluran pembiayaan bagi hasil tidak maksimal.
7. Sebab lainnya adalah kinerja dari lembaga keuangan syariah sendiri.
Kurang seriusnya lembaga keuangan syariah dalam menggarap
mudharabah, sehingga pembiayaan mudharabah menjadi kurang
berkembang. 27
Karena dalam setiap pembiayaan tidak terlepas dari berbagai macam
risiko yang berujung kepada pembiayaan bermasalah, oleh karenanya pihak
lembaga keuangan syariah pun harus berusaha untuk meminimalisir risiko
26 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999) Hal. 33 27 Diana Yumanita, Ascarya. Mencari Solusi Rendahya Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan
31
tersebut. Dalam melakukan pembiayaan, pihak BMT harus memperhatikan
beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan
calon peminjam (mudharib), prinsip ini dikenal dengan 5 C + S, yaitu :
1. Character, penilaian terhadap karakter watak dari calon peminjam
merupakan salah satu pertimbangan yang terpenting dalam memutuskan
pemberian kredit.28
2. Capacity, penilaian tentang kemampuan peminjam untuk melakukan
pembayaran, dan kemampuan tersebut diukur dengan catatan prestasi
peminjam dimasa lalu dan juga didukung dengan pengamatan lapangan
atas sarana usahanya.
3. Capital, penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon
peminjam, diukur dengan posisi usaha secara keseluruhan yang ditunjukan
oleh rasio keuangan dan penekanan pada komposisi modalnya.
4. Coleteral, jaminan yang dimiliki calon peminjam. Penilaian ini untuk lebih
meyakinkan bahwa jika suatu kegagalan pembayaran terjadi, maka
jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya.
5. Conditions, pihak BMT harus jeli dalam melihat ekonomi yang terjadi
dimasyarakat secara spesifik, melihat adanya keterkaitan dengan jenis
usaha yang dilakukan oleh calon peminjam, hal tersebut dilakukan karena
kondisi eksternal memiliki pengaruh yang cukup besar dalam proses
berjalannya usaha calon peminjam dalam jangka panjang.29
6. Syariah, yang mana dalam analisis ini, pihak BMT melakukan analisis
terhadap usaha yang akan dijalankan oleh mitra terkait dengan kehalalan
usaha atau proyek yang sesuai dengan syari'ah islam dan tidak
menyimpang dari aturan Islam.30
Selain menggunakan prisip 5C + S yang telah dijelaskan di atas, Prinsip
penilaian kredit yang sering dilakukan yaitu dengan analisis 7 P dan studi
kelayakan 7 A. Penilaian kredit dengan 7 P adalah sebagai berikut: 31
1. Personality yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiaanya atau tingkah
lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup
emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu
masalah.
2. Party yaitu golongan mengklasifikasikan nasabah dalam klasifikasi
tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas
serta karakternya.
3. Perpose yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit
yang diinginkan nasabah.
29Mengenal Baitul Mal wat Tamwiil (BMT), Pikiran Rakyat, (09 Oktober 2005),h.1-2
30 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 246
33
4. Prospect yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang
apakah menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai
prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika status fasilitas
kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang
rugi akan tetapi juga nasabah.
5. Payment merupakan usuran bagaimana cara nasabah mengembalikan
kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk
pengembalian kredit yang diperolehnya.
6. Profitabilty untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam
mencari laba. Profitabilty diukur dari periode ke peride apakah akan tetap
sama atau akan semakin meningkat.
7. Protection adalah bagaimana menjaga kredit yang disalurkan oleh bank
namun melalui suatu perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan
barang atau jaminan asuransi.
Adapun penilaian kredit dengan studi kelayakan 7 A meliputi:32
1. Aspek Hukum
Merupakan aspek untuk menilai keabsahan dan keaslian
dokumen-dokumen atau surat-surat yang dimiliki oleh calon debitur, seperti akte
notaris atau sertifikat tanah dan dokumen lainnya.
2. Aspek Pasar dan Pemasaran
Yaitu aspek untuk menilai prospek usaha untuk menilai Prospek usaha
nasabah sekarang dan di masa yuang akan datang.
3. Aspek Keuangan
Merupakan aspek untuk menilai kemampuan calon nasabah dalam
membiayai dan mengelola usahanya. Dan dari aspek ini akan tergambar
berapa besar biaya dan pendapatan yang akan dikeluarkan dan di
perolehnya.
4. Aspek Operasi/Teknis
Merupakan aspek untuk menilai letak ruangan, lokasi usaha dan kapasitas
produksi suatu usaha yang tercermin dari sarana dan prasarana yang
dimilikinya.
5. Aspek Manajemen
Merupakan aspek untuk menilai sumber daya manusia yang dimiliki oleh
perusahaan, baik dari segi kuantitas maupun segi kualitas.
6. Aspek Ekonomi/Sosial
Merupakan aspek untuk menilai dampak ekonomi dan sosial yang
ditimbulkan dengan adanya suatu usaha terutama terhadap masyarakat,
apakah lebih banyak cost atau sebaliknya.
7. Aspek AMDAL
Merupakan aspek yang menilai dampak lingkungan yang akan timbul
35
terhadap dampak tersebut.
Analisa pembiayaan merupakan salah satu tahapan dalam pemberian
pembiayaan. Adapun tahapannya sebagai berikut:33
1. Persiapan Pembiayaan (Financing Preparation) adalah kegiatan tahap
permulaan dengan maksud saling mengetahui informasi antara calon
debitur dengan bank, yang dilakukan melalui wawancara. Seperti syarat
pengajuan pembiayaan serta keadaan usaha nasabah.
2. Analisa Pembiayaan (Financing Analysis) merupakan langkah penting
untuk realisasi pembiayaan yang bertujuan menilai kelayakan calon
debitur, menekan risiko tidak terbayarnya pembiayaan dan menghitung
kebutuhan pembiayaan yang layak. Dapat dilakukan melakukan seperti:
pendekatan jaminan, karakter, kemampuan pelunasan nasabah, studi
kelayakan dan fungsi bank.
3. Keputusan Pembiayaan (Financing Decision), merupakan langkah dari
pejabat bank untuk menerima atau menolak pembiayaan yang diajukan.
Pemutus pembiayaan adalah seorang pejabat atau komite yang khusus
diberi wewenang untuk memutuskan pembiayaan.
4. Pelaksanaan dan Administrasi Pembiayaan (Financing Realization and
Administration). Tahap pelaksanaan pembiayaan merupakan langkah yang
ditempuh setelah dilakukan keputusan pembiayaan. Hal ini dilakukan
setelah calon debitur mempelajari dan menyetujui isi keputusan
pembiayaan. Kemudian kedua belah pihak menanda tangani perjanjian
pembiayaan beserta lampirannya. Sedangkan administrasi dilakukan
dengan penerimaan keputusan dan penyampaian kepada debitur.34
5. Supervisi pembiayaan dan pembinaan debitur (Financing Supervision and
follow up) adalah upaya penanganan pembiayaan yang telah diberikan bank
dengan memantau usaha yang dijalankan debitur dan memberikan saran
agar pengembaliannya berjalan dengan baik.
Analisis pembiayaan memiliki dua tujuan, yaitu: tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum dari analisis pembiayaan adalah: pemenuhan jasa
pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan
melancarkan perdagangan, produksi, jasa-jasa, bahkan konsumsi yang
kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Sedangkan tujuan khusus dari analisis pembiayaan adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menilai kelayakan usaha calon peminjam.
2. Untuk menekankan risiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan.
3. Untuk menghitung kebutuhan pembiayan yang layak.
Apabila analisa pembiayaan itu dilakukan dengan baik, maka akan
meminimalisir risiko yang mungkin akan terjadi.
37
Yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank
berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank
berdasarkan prinsip syari’ah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan.
Bagi bank berdasarkan prinsip konvensional keuntungan diperolah melalui
bunga, sedangkan bagi bank berdasarkan prinsip bagi hasil berupa imbalan
atau bagi hasil. Perbedaan lainnya terdiri dari analisis pemberian kredit beserta
persyaratannya.35
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diharapkan dapat lebih
menggerakkan sektor riil karena menutup kemungkinan disalurkannya dana
pada kepentingan konsumtif dan hanya pada usaha produktif. Bila ditinjau dari
konsep bagi hasil, maka harus ada return yang dibagi, hal tersebut hanya bisa
terjadi bila uang digunakan untuk usaha produktif.
Dan satu hal yang perlu diperhatikan pengelola BMT, dalam hal ini
Account Officer, harus mengamati secara langsung calon peminjam dengan
mendatangi tempat usahanya. Fungsi prinsip 5C+S, analisis 7P dan studi
kelayakan 7A ini untuk menghindari terjadinya risiko-risiko yang tidak
diinginkan dan dapat meminimalisir risiko kredit macet, kebangkrutan dan
sebagainya terhadap pembiayaan-pembiayaan yang telah disepakati.
38
A. Sejarah Berdirinya BMT-UMJ
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan yang
harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Adakalanya
masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Oleh karena itu, dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin
meningkat munculah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga
keuangan bank dan lembaga keuangan non bank. Salah satunya adalah BMT
Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).
Pendirian BMT-UMJ yang beralamat di Jl. KH Ahmad Dahlan
Komplek Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta-Ciputat, diawali
dengan rapat pembentukan oleh 36 (tiga puluh enam) orang (dosen civitas
akademika UMJ) sekitar awal bulan April 2008. Selanjutnya, Akta Pendirian
KSU BMT-UMJ dengan nomor 69 diterbitkan tgl. 14 April 2008 oleh Notaris
yang ditunjuk Kementerian Koperasi dan UKM, H. Rizul Sudarmadi, SH.
Setelah itu, Kementerian Koperasi dan UKM, tgl. 6 Juni 2008 mengesahkan
Akta Pendirian dan sekaligus memberikan nomor badan hukum :
770/BH/Meneg/I/VI/2008.
Dalam rangka mempersiapkan operasionalisasi BMT-UMJ, maka pada
39
telah melaksanakan proses magang di BMT Mujahidin dan BMT Al
Munawarah. Kemudian mulai awal bulan Juni 2008, semua persiapan
launching kegiatan BMT-UMJ sudah dimulai.
Saat ini BMT-UMJ menempati ruangan seluas kurang lebih 12 m2 di
lantai dasar samping gedung Rektorat UMJ. Perangkat kerja relatif sudah
cukup tersedia, mulai dari blanko/formulir untuk berbagai jenis transaksi sesuai
produk yang akan ditawarkan, sampai dengan brankas dan tiga buah komputer
beserta dua buah printer.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Modal KSU BMT-UMJ terdiri
atas Modal Sendiri dan Modal Luar. Modal Sendiri terbagi atas Simpanan
Pokok, Simpanan Wajib, Cadangan, Donasi, dan Hibah. Modal Luar atau
Modal Pinjaman berasal dari Anggota, Anggota Luar Biasa, Calon Anggota,
koperasi lain, lembaga keuangan (bank dan non bank) dan sumber-sumber lain
yang sah.
Per tanggal 18 Juni 2008, permodalan KSU BMT-UMJ yang tersedia
adalah sebesar Rp. 117 juta. Permodalan dimaksud terdiri atas Modal Sendiri
yang berasal dari Simpanan Pokok 10 orang anggota/pendiri sebesar Rp. 42
juta dan Modal Pinjaman dalam bentuk Modal Penyertaan sebesar Rp. 75 juta
B. Visi & Misi BMT UMJ
BMT Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) sebagai salah satu
Lembaga Keuangan Syari’ah yang beroperasi berdasarkan nilai-nilai dan
prinsip syari’ah mempunyai visi dan misi sebagai berikut:
1. Visi
Visi dari KSU BMT UMJ adalah untuk membangun Koperasi Serba Usaha
terkemuka, modern, dan Islami dalam mengembangkan ekonomi rakyat
yang sesuai dengan syariah.
2. Misi
Sedangkan yang menjadi misi dari KSU BMT UMJ adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kualitas sumber daya insani yang bermartabat dan
mandiri.
b. Memperjuangkan peningkatan harkat sosial ekonomi anggota dan
karyawan koperasi serta masyarakat.
c. Mengelola portofolio bisnis anggota dengan semangat kekeluargaan
dan berdaya saing.
d. Menjadi media efektif dalam membangun silaturrahmi sesama anggota
41
C. Struktur Organisasi BMT UMJ
DEWAN SYARIAH
• Ketua : Drs. Muchtar Lutfi, SH.
• Anggota : Dr. Masyitoh, M. Ag.
Prof. Dr. Sri Mulyani Soegiono
PENGURUS
• Ketua Umum : Dr. Burhanuddin R., MA.
• Ketua I : Drs. M. Amin Tohari, MSc.
• Ketua II : H. Abdul Majid Y., SE., MM.
• Sekretaris Umum : Dasep Suryanto, ST., MM.
• Wakil Sekretaris : Nur Azis Hakim, SH., MM.
• Bendahara Umum : Nur Hidayah, SE., MM.
• Wakil Bendahara : dr. Vivi Vernanda, MM.
PENGAWAS
• Ketua : Iskandar Zulkarnain, SE., MM.
• Anggota : Ir. Soebroto HS., MSi.
Prof. Dr. Suhendar S., MSi
PENGELOLA
Direktur Utama BMT : Dina Febriani, SE., MM.
Manajer Sektor Riil : Romai Kurniawati, SE.I
Manajer Marketing : Mukhtiar, SE.I
Gambar 3.1
Prof. Dr. Sri Mulyani Soegiono
PENGURUS
Ketua Umum : Dr. Burhanuddin R., MA. Ketua I : Drs. M. Amin Tohari, MSc. Ketua II : H. Abdul Majid Y., SE., MM. Sekretaris Umum : Dasep Suryanto, ST., MM. Wakil Sekretaris : Nur Azis Hakim, SH., MM. Bendahara Umum : Nur Hidayah, SE., MM. Wakil Bendahara : dr. Vivi Vernanda, MM.
PENGAWAS
Ketua : Iskandar Zulkarnain, SE., MM.
43
D. Produk Penghimpunan dan Penyaluran Dana 1. Penghimpunan Dana (Funding)
Macam-macam produk tabungan dan simpanan yang terdapat di
BMT UMJ antara lain:
a. SIMAPAN (Simpanan Masa Depan) adalah simpanan yang dapat
diambil kapanpun selama jam kerja. Setoran awal min. Rp 15.000,-
setoran selanjutnya min. Rp 10.000,-
b. SAHARA (Simpanan Hari Raya) adalah simpanan yang dapat diambil
untuk lebaran. Setoran awal min. Rp 30.000,- setoran selanjutnya min.
Rp 25.000,-
c. SAPITRI (Simpanan Pendidikan Putra-Putri) adalah simpanan yang
hanya dapat diambil setiap semester sekolah. Setoran awal min. Rp
30.000,- setoran selanjutnya min. Rp 25.000,-
d. TAFAQUR (Tabungan Fasilitas Qurban) adalah simpanan yang dapat
diambil setiap Hari Raya Qurban (dapat berupa uang atau hewan
Qurban). Setoran awal min. Rp 100.000,- setoran selanjutnya min. Rp
75.000,-
e. SIMPANAN WALIMAH adalah simpanan yang hanya dapat diambil
untuk pernikahan. Setoran awal min. Rp 205.000,- setoran selanjutnya
min. Rp 200.000,-
f. Deposito Madani (Mashlahat dalam berinvestasi) adalah bentuk
jangka waktu (3, 6, dan 12 bulan) nisbah bagi hasil disepakati di awal
perjanjian.
Manfaat dari menyimpan uang di BMT UMJ adalah:
Membantu perencanaan keuangan anggota.
Bagi hasil & bonus yang kompetitif.
Setoran fleksibel sesuai perencanaan dan target.
Dapat dijadikan jaminan pembiayaan.
Dibawah ini adalah tabel dan diagram jumlah mitra simpanan
(Sukarela dan Deposito) di BMT-UMJ Per 31 Desember 2008 – 31 Desember 2010.36
Tabel 3.1
No. Jenis Tabungan 2008 2009 2010
1 SIMAPAN Rp 50.605.600 Rp 120.844.553 Rp 203.008.815 2 SAPITRI Rp 55.000 Rp 232.607 Rp 2.151.411 3 TAFAQUR Rp 75.000 Rp 607.703 Rp 1.336.776
4 SAHARA Rp 1.288.002 Rp 1.919.716
5 WALIMAH Rp 1.483.649
Deposito Rp 25.000.000 Rp 207.000.000 Rp 125.000.000 TOTAL Rp 75.735.600 Rp 329.972.866 Rp 334.900.366
Diagram 3.1
36 Laporan tahunan 2009 KSU BMT UMJ
Rp-Rp200.000.000 Rp400.000.000
Rp75.735.600
45
Tabel 3.2
No. Jenis Tabungan 31-Des-08 31-Des-09 31-Des-10
1 SIMAPAN 78 Orang 130 Orang 245 Orang
macam yaitu: Pertama pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah dengan
sistem profit sharing (bagi hasil), kedua Murabahah dengan sistem margin
dan ketiga Qordhul Hasan.
a. Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan dari BMT UMJ (100%) terhadap seluruh
kebutuhan biaya yang secara riil dibutuhkan oleh peminjam dalam
menjalankan usahanya. BMT UMJ dalam hal ini disebut sebagai
“shahibul maal” sedangkan peminjam disebut sebagai ”mudharib”. Peran dari peminjam hanya sebatas tenaga dan keahlian saja, sehingga
risiko nominal seluruhnya ditanggung oleh BMT UMJ. Dengan
pengertian ini, berarti seluruh kebutuhan investasi dan modal kerja
disediakan oleh BMT UMJ.
Dengan skema ini, apabila proyek yang dibiayai mengalami
kerugian, maka BMT UMJ akan menanggung rugi nominal sedangkan
mudharib tidak memperoleh apapun. Skema pembiayaan mudharabah
adalah sebagai berikut:
Perjanjian Bagi Hasil
Keahlian Modal 100%
(Keuntungan – y)% Nisbah: y%
Keuntungan
Pengembalian Modal Gambar 3.2
Skema Pembiayaan Mudharabah
b. Pembiayaan Musyarakah
Yaitu pembiayaan yang dilakukan BMT UMJ dengan
menyertakan sebagian dari porsi modal yang diperlukan. Pembiayaan
ini diberikan bagi para pengusaha kecil yang usahanya telah berjalan.
Tetapi memerlukan modal tambahan untuk memperbesar
Mudharib BMT UMJ
Proyek (Usaha)
47
usahanya.Dalam musyarakah ini pihak BMT UMJ boleh terlibat dalam
menajemen usaha. Porsi keuntungan atau nisbah bagi hasil ditentukan
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak secara proporsional. Jika
terjadi kerugian maka ditanggung bersama.
c. Pembiayaan Murabahah
Yaitu pembiayaan yang dilakukan oleh BMT UMJ pada barang
dengan harga pokok ditambah keuntungan yang layak, kemudian
disepakati harga jualnya dan kemudian dibayar oleh peminjam kepada
BMT UMJ pada saat jatuh tempo, pada tanggal dan bulan yang
disepakati dalam perjanjian. Adapun skema pembiayaan Murabahah
sebagai berikut:
Negosiasi dan Persyaratan
Akad Jual Beli
Bayar
Terima Barang
Dan Dokumen
Beli Barang Kirim Barang
Gambar 3.3
Skema Pembiayaan Murabahah d. Qordhul Hasan
Qardul Hasan adalah pemberian pinjaman kebajikan tanpa
mengharapkan pengembalian dari pihak peminjam. Pembiayaan ini
BMT UMJ PEMINJAM
diambil dari dana ZIS dan hanya dialokasikan kepada kelompok dhua’fa
yang berkeinginan untuk membuka usaha.
Terhadap para nasabah yang telah mendapatkan pembiayaan dari BMT
UMJ akan dilakukan pembinaan baik yang bersifat pendalaman nilai-nilai ke
Islaman maupun tentang bisnis, manajemen dan akuntansi sederhana. Melalui
pembinaan ini diharapkan mereka dapat meningkatkan usahanya dan
mengembangkan dirinya untuk menjadi pengusaha profesional dengan akhlak
dan etika bisnis Islam.
Dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan, KSU-BMT UMJ
mengembangkan budaya kerja dengan komitmen kepada :
1. Menciptakan rasa Loyalitas yang tinggi, sehingga tercipta rasa saling
memiliki.
2. Menciptakan rasa Empati/peduli yang tinggi kepada Lembaga, Anggota dan
Pengelola.
3. Pengelolaan Lembaga yang Bersih dan Amanah.
4. Menciptakan suasana kerja yang Harmonis, Nyaman dan kondusif guna
meningkatkan kinerja sumber daya manusia.
5. Memberikan pelayanan kepada Anggota untuk dapat Mandiri, dengan rasa
49
BAB IV
ANALISIS TERHADAP RENDAHNYA PEMBIAYAAN MUDHARABAH
PADA BMT UMJ
A.
Gambaran Tentang Pembiayaan Mudharabah Pada BMT UMJ.Dalam penyaluran produk pembiayaan bagi hasil bank syariah terdapat
dua jenis akad, yaitu musyarakah dan mudharabah. Perbedaan yang mendasar
antara musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi dana
atau modal yang disertakan. Dalam mudharabah, modal hanya berasal dari
satu pihak yaitu pihak bank sebagai sahibul mal dengan penyertaan modal 100
persen, sedangkan dalam musyarakah penyertaan modal berasal dari dua pihak
atau lebih yang besarnya ditentukan diawal kesepakatan secara bersama.
Pembiayaan mudharabah merupakan salah satu instrumen
perekonomian dalam Islam berdasarkan bagi hasil. Pada posisi ini
mudharabah secara tepat dipahami sebagai salah satu pengganti dari sistem
bunga serta dapat diterapkan lembaga keuangan syari’ah baik bank syariah, BPRS, maupun BMT. Pembiayaan mudharabah sangat relevan dalam upaya
untuk meningkatkan produktifitas sektor riil. Dengan memberikan pembiayaan
mudharabah, dapat meningkatkan potensi dunia usaha terutama UKM maupun