• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN RESPONDEN/PETANI SAYURAN

Kedua lokasi penelitian yaitu di wilayah BPP Pacet dan BPP Bumiaji merupakan sentra tanaman sayuran dataran tinggi yang sama-sama memiliki jaringan untuk akses terhadap implementasi cyber extension. Namun demikian, kedua lokasi memiliki perbedaan dalam hal dukungan akses terhadap sistem informasi berbasis teknologi informasi. Wilayah BPP Pacet adalah lokasi pengembangan pertanian dengan aksesibilitas terhadap sistem informasi berbasis teknologi informasi secara mandiri. Sedangkan wilayah BPP Bumiaji (Desa Giripurno) adalah wilayah pengembangan pertanian dengan aksesibilitas terhadap sistem informasi berbasis teknologi informasi dengan dukungan program pengembangan access point berupa telecenter binaan World Bank yaitu

Telecenter Kartini Mandiri. Secara umum, gambaran kegiatan pengembangan

pertanian untuk komoditas hortikultura khususnya sayuran untuk masing-masng lokasi dideskripsikan sebagai berikut.

Gambaran Umum Pengembangan Hortikultura (Sayuran) di Kabupaten Cianjur

Sebagaimana daerah beriklim tropis, di wilayah Cianjur Utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi. Sebagai daerah agraris yang pembangunanannya bertumpu pada sektor pertanian, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah swa-sembada padi. Produksi padi pertahun sekitar 625.000 ton dan dari jumlah sebesar itu telah dikurangi kebutuhan konsumsi lokal dan benih, masih memperoleh surplus padi sekitar 40 persen. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanegara. Kecamatan Pacet merupakan wilayah Kabupaten Cianjur yang lahan pertaniannya didominasi oleh

 

tanaman sayuran dan tanaman hias. Dari wilayah ini pula setiap hari belasan ton sayur mayur dipasok ke Jabotabek.

Kabupaten Cianjur adalah salah satu kabupaten yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dalam pembangunan proyek kawasan terpadu Agropolitan. Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah 350.148 hektar dengan jumlah penduduk berdasarkan hasil sensus penduduk (SP) tahun 2000 berjumlah 1.931.840 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2,11 persen. Lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 62,99 persen. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan yaitu sekitar 14,60 persen. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap APBD Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 42,80 persen disusul sektor perdagangan sekitar 24,62 persen.

Produksi sayuran dari kecamatan Pacet mendominasi total produksi sayuran di Kabupaten Cianjur yang mencapai 2.683.269 kuintal pada tahun 2003. Pada tahun tersebut dapat digambarkan bahwa produksi sayuran di Kecamatan Pacet mencapai 831.071 kuintal, sementera daerah lain seperti Kecamatan Sukaresmi 74.620 kuintal, dan Kecamatan Cugenang mencapai 531.858 kuintal. Hal tersebut menjadikan kecamatan Pacet sebagai kawasan andalan sayuran untuk memasok ke berbagai daerah.

Komoditas sayuran yang banyak diproduksi di Kabupaten Cianjur antara lain wortel, bawang daun, sawi, dan kubis. Pada tahun 2003 total produksi wortel sebesar 62.880 ton, bawang daun sebesar 51.511 ton, sawi 23.574 ton, kubis 21.190 ton, cabai merah 17.136 ton, kacang panjang 13.834 ton, kacang merah 6.494 ton, lobak 3.644 ton, kentang 2.427 ton, kembang kol 684 ton, dan bawang merah sebesar 353 ton. Karena produksi yang cukup besar itu, berbagai komoditas hortikultura ini tak hanya memenuhi pasaran untuk kebutuhan Cianjur dan sekitarnya. Sebagian besar sayur-mayur yang diproduksi petani di kawasan kecamatan Pacet justru dilempar ke daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Sebagai kawasan penyangga ibu kota negara sayuran dari Kecamatan Pacet lebih cepat masuk ke Jakarta dibandingkan ke daerah lain. Namun demikian, syaratnya adalah mutunya harus sesuai dengan standar yang telah tetapkan. Untuk menjamin ketersediaan sayuran, sejumlah pengusaha telah

 

menjalin kontrak pembelian sayur langsung dengan petani setempat. Berdasarkan data hasil evaluasi produktivitas untuk tujuh komoditas sayuran unggulan di BPP Pacet yang dilaksanakan pada tahun 2009 (BPP Pacet 2010) yang disajikan pada Tabel 17, diketahui bahwa peningkatan produktivitas (perubahan positif) terbesar adalah pada komoditas wortel dan yang kedua adalah komoditas bawang daun.

Tabel 17 Produktivitas tahun 2008-2009 dan Sasaran tahun 2010 untuk Komoditas Unggulan di BPP Pacet

Komoditi Unggulan

Produktivitas (ku/ha) Perubahan

(naik/turun) dalam ku/ha Sasaran programa 2010 (ku/ha) 2008 2009 Wortel 192,00 200,23 8,23 203,23 Bawang Daun 170,00 175,00 5,00 178,00 Tomat 30,90 35,11 4,21 38,11 Brokoli 37,95 41,28 3,33 44,28 Buncis 42,00 45,54 3,54 48,54 Seledri 102,00 106,39 4,39 109,39 Cabai 120,00 123,22 3,22 126,22 Jumlah ( persen) 826,66 874,65 47,99 907,65 Rata-rata ( persen) 75,15 79,51 4,36 82,51 Sumber: BPP Pacet (2010)

Kecamatan Pacet dijadikan oleh pemerintah Kabupaten Cianjur sebagai kawasan terpadu Agropolitan. Produksi sayuran di kawasan ini sangat baik terutama untuk pasar-pasar yang mengutamakan kualitas, karena di kawasan agropolitan ini menawarkan beberapa komoditas sayuran yang bermutu tinggi dan siap untuk dipasarkan di tingkat internasional.

Tanaman hortikultura di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur khususnya sayuran menjadi salah satu ikon unggulan, selain didukung oleh lahan yang subur juga dilakukan oleh para petani yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan di bidang hortikultura yang memadai. Secara umum, komoditas sayuran unggulan yang diusahakan oleh petani di wilayah BPP Pacet adalah bawang daun, seledri, tomat, wortel, cabai, selada keriting, dan kubis. Tujuan pemasaran produk sayuran ini sebagian besar adalah di wilayah lokal, yaitu: pedagang pengumpul 42 persen, Pasar tradisional 21 persen, STA Gombong 17 persen, dan konsumen langsung sebesar 7 persen. Namun demikian, pada akhir-akhir ini pemasaran

 

produk hortikultura khususnya sayuran yang dibudidayakan oleh anggota kelompok tani binaan BPP Pacet sudah menembus pasar supermarket yaitu Green Luck, Papaya, Kamome Kamcik di daerah Jakarta dan beberapa hotel yaitu:

Novotel Hotel dan Lido Like Hotel yang berada di daerah Bogor, Hotel

Pangrango Sukabumi, serta restoran cepat saji di Bogor dan Asuka restoran Cikarang. Dalam memasarkan hasil komoditas sayuran, terdapat beberapa asosiasi utama petani sayuran di wilayah BPP Pacet sebagaimana disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Jumlah Anggota Pedagang Sayuran di BPP Pacet menurut Nama Asosiasi

Nama Asosiasi Jumlah anggota

(orang) Keterangan usaha Asosiasi Agro Makmur 20 Usaha pengiriman

komoditas dilakukan kontinu setiap hari berdasarkan kontrak permintaan

Mulia Tani Suplier 35

Shabat Tani Suplier 15

HAS Suplier 10

H. Ayub Suplier 2

Karunia Tani Suplier 2

Asep Endu Suplier 2

Sumber: BPP Pacet (2009)

Selain melalui asosiasi, salah satu kelompok tani yang dirintis sejak tahun 2000 yaitu Kelompok Tani Agro Segar di Kampung Cigombong Desa Ciherang kecamatan Pacet berkembang sangat pesat. Selain menjadi salah satu pusat pemasok kebutuhan sayur mayur untuk beberapa kota besar di tanah air maupun luar negeri, poktan Agro Segar menjadi salah satu pilot project Agro industry di Kabupaten Cianjur. Melalui Agro Segar, komoditas sayuran di Pacet sudah mulai tembus pasar luar negeri, di antaranya Korea dan Jepang yang nilainya terus meningkat, namun permintaan pasar belum dapat dipenuhi karena keterbatasan produksi yang sesuai dengan permintaan pasar.

Gambaran Umum Pengembangan Hortikultura (Sayuran) di Kota Batu Tanaman hortikultura seperti sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat merupakan jenis tanaman yang banyak diusahakan di Kota Batu terutama jenis tanaman hortikultura dataran tinggi. Jenis tanaman sayuran

 

semusim yang banyak dibudidayakan oleh petani Kota Batu antara lain kentang, kobis, sawi, wortel, bawang merah, bawang putih, tomat dan brokoli.

Kota Batu sangat memungkinkan untuk dikembangkannya tanaman sayur-sayuran yang banyak bermanfaat untuk kebutuhan manusia. Dari aspek klimatologis, Kota Batu sangat tepat untuk budidaya sayuran dataran tinggi seperti diantaranya kentang, kobis, sawi, wortel, bawang merah, bawang putih, tomat, dan brokoli/kembang kol. Sayuran seperti kentang, kobis, sawi, brokoli dan wortel lebih banyak dibudidayakan di Kecamatan Bumiaji karena kondisi iklim yang lebih sesuai sedangkan bawang merah, bawang putih dan tomat lebih banyak dibudidayakan di Kecamatan Junrejo. Tanaman kentang pada tahun 2009 mengalami peningkatan luas panen dan produksi dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 70,50 persen dan 71,47 persen. Hal ini diikuti dengan meningkatnya produktivitas kentang. Peningkatan luas tanam ini dimungkinkan karena optimisme petani bahwa menanam kentang akan menghasilkan keuntungan dengan tidak adanya lagi ancaman Nematoda Sista Kuning (NSK) yang sempat menyerang pada tahun sebelumnya.

Tanaman kubis yang mengalami penurunan luas panen sebesar 16,64 persen memberikan dampak pada penurunan produksi kubis sebesar 28,34 persen. Hal ini karena adanya pengaruh pasar dimana harga kubis sempat turun dengan harga yang sangat rendah pada tahun 2009 sehingga pada musim tanam berikutnya petani tidak lagi menanam kubis karena dianggap tidak menguntungkan. Di samping itu, areal lahan kubis sebagian juga sudah beralih untuk tanaman kentang. Tanaman sawi mengalami peningkatan luas panen sebesar 0,23 persen dibandingkan tahun sebelumnya karena selain masa tanamnya pendek sehingga dapat segera menghasilkan juga harga pasar komoditas tersebut relatif stabil. Sayuran wortel pada tahun 2009 mengalami penurunan luas panen dan produksi kubis sebagian areal beralih ke tanaman kentang. Di sisi lain walaupun terjadi penurunan luas panen dan produksi, produktivitas tanaman wortel mengalami peningkatan yang bisa disebabkan oleh benih wortel yang lebih bagus ataupun pemelihaaran yang lebih baik sehingga hasil yang didapat lebih optimal.

 

Tanaman bawang merah dan bawang putih sama-sama mengalami peningkatan produksi karena adanya peningkatan luas panen. Walaupun ada penurunan produktivitas namun tidak terlalu besar sehingga produktivitas bawang merah dan bawang putih dianggap relatif stabil. Tanaman tomat, peningkatan luas panen yang berdampak pada peningkatan produksi yang tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas. Produktivitas tomat menurun sebesar 8,52 persen. Hal ini disebabkan banyak terjadi hujan sepanjang tahun 2009 sehingga menyebabkan banyak tanaman tomat yang busuk dan akhirnya rontok. Brokoli pada tahun 2009 mengalami kenaikan produksi sebesar 16,09 persen karena adanya peningkatan luas panen sebesar 10,33 persen. Produktivitas brokoli pada tahun 2009 juga meningkat karena adanya usaha intensifikasi yang dilakukan dalam budidaya brokoli sehingga kualitas brokoli juga terjadi peningkatan. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas sayuran tahun 2008-2009 dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 16 dan Tabel 19.

Gambar 16 Perkembangan Luas Panen Tanaman Sayuran Kota Batu Tahun 2008-2009

 

Tabel 19 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Sayuran Kota Batu Tahun 2008-2009

Uraian Tahun Kenaikan/penurunan

(persen) 2008 2009

Kentang

- Luas Panen (ha) 278,00 474,00 70,50

- Produksi (ku) 50.040,00 85.803,48 71,47

- Produktivitas (ku/ha) 180,00 181,02 0,57

Kobis

- Luas Panen (ha) 727,00 606,00 (16,64)

- Produksi (ku) 147.408,00 105.637,92 (28,34)

- Produktivitas (ku/ha) 202,76 174,32 (14,03)

Sawi

- Luas Panen (ha) 856,00 858,00 0,23

- Produksi (ku) 145.932,00 149.497,92 2,44

- Produktivitas (ku/ha) 170,48 174,24 2,20

Wortel

- Luas Panen (ha) 669,00 537,00 (19,73)

- Produksi (ku) 104.455,00 91.316,85 (12,58)

- Produktivitas (ku/ha) 156,14 170,05 8,91

Bawang merah

- Luas Panen (ha) 487,00 524,00 7,60

- Produksi (ku) 55.591,00 59.594,52 7,20

- Produktivitas (ku/ha) 114,15 113,73 (0,37)

Bawang putih

- Luas Panen (ha) 8,00 26,00 225,00

- Produksi (ku) 750,00 2.434,12 224,55

- Produktivitas (ku/ha) 93,75 93,62 (0,14)

Tomat

- Luas Panen (ha) 228,00 299,00 31,14

- Produksi (ku) 38.988,00 46.772,57 19,97

- Produktivitas (ku/ha) 171,00 156,43 (8,52)

Brokoli/kembang kol

- Luas Panen (ha) 242,00 267,00 10,33

- Produksi (ku) 35.848,00 41.617,29 16,09

- Produktivitas (ku/ha) 148,13 155,87 5,22

 

Gambar 17 Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Tahun 2008-2009

Gambar 18 Perkembangan Produktivitas Tanaman Sayuran di Kota Batu Tahun 2008-2009

 

Karakteristik Individu Responden Petani Sayuran

Rensponden dalam penelitian ini adalah sebanyak 200 petani sayuran yaitu dengan kategori berdasarkan statusnya adalah: 162 petani dewasa, 16 orang pemuda tani, dan 22 orang selain sebagai petani juga merupakan pedagang pengepul. Dari 200 petani sayuran yang diteliti, sebanyak 51 orang (25,50 persen) di antaranya adalah perempuan atau wanita tani. Aspek karakteristik individu petani yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, kepemilikan sarana teknologi informasi, lama menggunakan teknologi informasi, luas penguasaan lahan, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat keterlibatan dalam kelompok. Gambaran umum karakteristik individu petani berdasarkan kategori peubah penelitian dan rata-rata dan uji beda untuk masing-masing lokasi disajikan pada Tabel 20.

Rata-rata umur responden di dua lokasi berada pada usia produktif yaitu 40 tahun (38 tahun untuk Jawa Barat dan 42 tahun untuk Jawa Timur) dengan usia termuda adalah 17 tahun yaitu pemuda tani di Pacet dan yang tertua adalah berusia 78 tahun yang merupakan petani dari Desa Giripurno, Bumiaji, Batu (Jatim). Secara rata-rata, usia petani responden di wilayah Jabar relatif lebih muda dibandingkan dengan usia rata-rata petani di Jatim. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji beda rata-rata usia petani di dua lokasi penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara usia petani di Jabar dengan di Jatim. Di wilayah BPP Pacet (Jabar), pemuda tani tampak lebih proaktif dalam mengembangkan usahatani sayuran. Meskipun masih berstatus sebagai mahasiswa, ternyata beberapa pemuda tani di Pacet tetap melakukan kegiatan usahatani di sela-sela kesibukannya untuk kuliah.

Berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti, rata-rata petani sayuran di dua lokasi penelitian memiliki sebaran yang hampir sama yaitu dengan rata-rata jumlah tahun pendidikan formal yang pernah diikuti adalah selama 8 tahun atau setingkat lulus SD dan pernah masuk sekolah sampai tingkat SMP. Bahkan sebanyak 15 diantara responden penelitian sudah mengenyam pendidikan setingkat sarjana, sarjana muda, atau statusnya masih terdaftar di salah satu perguruan tinggi di lingkungannya. Secara umum, rata-rata pendidikan responden cukup tinggi yaitu setara SMP kelas 2 mengingat salah satu karakteristik petani responden yang dipilih adalah yang mampu akses terhadap

 

teknologi informasi. Petani yang mampu akses terhadap teknologi informasi merupakan petani yang cenderung memiliki pendidikan relatif tinggi karena sarana teknologi informasi merupakan media komunikasi baru yang membutuhkan tingkat pengetahuan yang relatif lebih tinggi karena tingkat kerumitannya dibandingkan dengan media komunikasi lainnya.

Tabel 20 Jumlah Petani Berdasarkan Kategori Peubah Karakteristik Individu dan Hasil Uji Beda Antar Lokasi

Karakteristik individu Pengu-kuran

Kategori Jumlah (Persen) Rata-rata Sig (Uji t) Jabar Jatim Umur Muda Tahun < 30 20.00 Dewasa >30 - 50 63.00 38,40 42,46 0,036* Tua >50 16.50 Pendidikan formal

Sangat rendah Tahun SD 58,00

Rendah SMP 18,00 8,02 8,17 0,552

Sedang SLTA 16,50

Tinggi > SLTA 7,50

Kepemilikan sarana

TI

Sangat rendah Skor < 25,00 22,00

Rendah >25,00 - 50,00 55,00 46,63 44,00 0,857 Sedang <50,00 - 75,00 17,50 Tinggi >75,00 5,50 Lama menggunakan TI Sangat baru < 45 57,50 Baru Bulan >45 – 90 27,50 47,48 50,06 0,665 Lama >90 – 135 11,00 Sangat lama > 135 4,00 Luas penguasaan lahan Sangat sempit < 2.500 58,00 Sempit m2 >2.500 - 5.000 21,00 3178 4796 0,031* Sedang >5000 - 10.000 16,00 Luas >10.000 5,00 Tingkat kekosmopolitan

Sangat rendah Skor < 25,00 26.5

Rendah >25,00 - 50,00 50.5 60,00 57,07 0,559

Sedang >50,00 - 75,00 17.5

Tinggi > 75,00 5.5

Keterlibatan dalam kelompok

Sangat rendah Skor < 25,00 49.00

Rendah >25,00 - 50,00 38.00 33,33 28,21 0,001**

Sedang >50,00 - 75,00 10.50

Tinggi > 75,00 2.50

 

Responden penelitian merupakan petani sayuran yang dapat mengakses minimal pada salah satu jenis sarana teknologi informasi. Karakteristik individu petani yang diukur adalah jenis sarana teknologi informasi yang dimiliki khususnya terkait dengan kepemilikan telepon rumah, telepon genggam, telepon genggam berinternet, komputer, dan komputer berinternet. Berdasarkan hasil skoring terhadap jumlah sarana teknologi informasi yang dimiliki oleh petani, maka dapat dinyatakan bahwa kepemilikan sarana teknologi informasi petani sayuran baik di Pacet maupun Giripurno sebagian besar berada pada kategori sedang dengan memiliki rata-rata 1-2 sarana teknologi informasi. Sarana teknologi informasi yang terbanyak dimiliki oleh responden adalah telepon genggam yaitu sebanyak 85 persen petani responden telah memilikinya. Secara umum skor-rata-rata kepemilikan teknologi informasi adalah sebesar 47 persen untuk di Jabar dan 44 persen untuk di Jatim. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan responden, diketahui bahwa sebenarnya jenis atau tipe telepon genggam yang dimiliki petani sebagian besar sudah merupakan media konvergen yang dapat digunakan untuk mendengarkan radio, mengakses internet, sebagai kamera maupun video, bahkan ada beberapa di antaranya yang sudah dapat digunakan untuk menonton siaran televisi.

Berdasarkan lamanya petani responden dalam menggunakan salah satu sarana Teknologi Informasi diketahui bahwa sebagian besar responden baik di wilayah Jabar maupun di Jatim termasuk dalam kategori rendah, yaitu kurang atau sama dengan empat puluh lima bulan. Terdapat beberapa petani yang menyatakan telah mengenal telepon genggam sejak pertama ada (lebih dari 15 tahun) yaitu tahun 1995 sebagai sarana komunikasi pemasaran sayuran yang dihasilkannya sebagaimana yang disajikan pada kasus Box 1 (JG, 38 th, penguasaan lahan sangat luas).

Box 1

“….saya memiliki HP sejak pertama HP ada…..Waktu itu pesawatnya masih besar dan beli kartu perdananya juga masih mahal…kalau tidak salah paket dengan pulsa sebesar lima ratus ribu. Tapi ya saya beli soalnya penting untuk menghubungi pedagang di luar kota pada saat mau memasarkan sayuran di luar kota Batu. …..Kalau sekarang HP bagus-bagus dan bisa internetan juga sudah murah. Lima ribu rupiah juga sudah bisa untuk beli kartu ya……….”

 

Hal ini menunjukkan bahwa bagi petani yang sudah maju, teknologi informasi khususnya telepon genggam memberikan peluang baru untuk memperlancar kegiatan usahatani khususnya dalam memperluas jangkauan pemasaran dan mempermudah komunikasi. Meskipun harganya cukup mahal pada saat awal adanya telepon genggam, namun melihat tingkat manfaatnya yang tinggi, petani dengan suka rela bersedia untuk membelinya.

Terkait dengan sarana teknologi informasi dengan jenis komputer, ada pula petani yang menyatakan telah mengenal komputer sejak masa sekolah yaitu 25 tahun yang lalu untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Meskipun telah mengenal komputer sejak 25 tahun lalu, namun petani tersebut mengaku bahwa baru memanfaatkannya untuk mendukung kegiatan usahatani sejak mengenal internet, yaitu sekitar sepuluh tahun yang lalu yaitu tahun 2000.

Lahan yang dikuasai petani merupakan tumpuan harapan dalam memenuhi kebutuhan keluarga tani. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lahan yang dikuasai dan dikelola oleh petani untuk usahatani sayuran baik di Jabar maupun di Jatim terdiri atas tiga macam sumber, yaitu pertama adalah lahan milik sendiri, kedua adalah lahan yang disewa dari orang lain, dan yang ketiga adalah lahan garapan baik milik orang lain maupun milik Perhutani. Lahan yang dikuasai petani untuk usahatani sayuran rata-rata adalah sebesar 3.986 m2 dengan lahan yang dikuasai paling luas adalah sebesar 5 hektar (50.000 m2) dan yang paling sempit adalah 100 m2. Secara umum, petani sayuran di Jatim memiliki rata-rata penguasaan lahan yang lebih luas dibandingkan dengan rata-rata luas lahan yang dikuasai oleh petani di Jabar. Hal ini nampaknya berpengaruh pula pada signifikansi lebih tingginya jumlah komoditas yang diusahakan oleh petani di Jatim dibandingkan dengan jumlah komoditas yang diusahakan oleh petani di Jabar. Rata-rata komoditas yang diusahakan oleh petani di Jabar adalah 3 komoditas dengan enam komoditas dominan yang diusahakan adalah wortel, bawang daun, pakcoy, caysin, sawi, dan kol. Sementara petani di Jatim rata-rata mengusahakan sebanyak 5 komoditas sayuran dengan komoditas dominan yang diusahakan adalah jagung manis, cabai, sawi, selada air, kailan, dan tomat. Petani di Jatim ada yang mengusahakan sayuran sampai 50 jenis komoditas termasuk komoditas sayuran eksotis untuk supplier hotel dan pasar luar jawa diantaranya

 

adalah paprika, lettuce, ginseng, basil, kol merah, daun ketumbar, sukini, dan okra.

Semakin banyak jumlah jenis komoditas yang diusahakan juga memberikan peluang adanya jaminan pasar dari komoditas yang diusahakan. Hal ini dibuktikan dengan nyatanya uji beda jaminan pasar untuk komoditas yang diusahakan antara petani di Jabar dengan di Jatim. Jumlah komoditas yang diusahakan oleh petani di Jatim rata-rata lebih banyak dan hal ini berimplikasi pada jaminan pasar yang juga lebih pasti dibandingkan dengan komoditas yang diusahakan oleh petani di Jabar. Namun demikian, secara umum, sebagian besar (73 persen) responden menyatakan bahwa komoditas yang diusahakan memiliki jaminan pasar yang tinggi atau pasti memiliki pangsa pasar yang baik meskipun dengan harga yang cukup berfluktuasi. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah seorang petani di Batu sebagaimana dideskripsikan dalam kasus pada Box 2 (JG, 38 th, penguasaan lahan sangat luas).

Tingkat kekosmopolitan merupakan salah satu indikator aktivitas petani dalam berhubungan dengan pihak lain. Tingkat kekosmopolitan juga diartikan sebagai orientasi ke luar sistem sosial dengan hubungan interpersonal yang lebih luas. Kekosmopolitan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan aktivitas responden keluar desa, menerima atau menemui tamu dari luar desa yang memiliki tujuan terkait dengan bidang pertanian, serta aktivitas petani dalam mencari informasi ke luar sistem sosialnya melalui berbagai media komunikasi yang dapat diakses atau tersedia di lingkungannya sebagaimana telah disajikan pada Tabel 20.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada umumnya (77 persen) responden memiliki tingkat kekosmopolitan pada kategori sangat rendah dan

Box 2

“….komoditas yang saya tanam sangat banyak sampai 50 macam……….Setiap hari panen, tapi selalu laku dan tidak perlu susah-susah memasarkannya. Banyak supplier yang sudah menghubungi dan jadi langganan untuk memasarkan langsung ke pasar atau memenuhi permintaan hotel. Ya kalau harganya naik turun ya wajar. Tapi kan karena jumlah komoditasnya banyak tidak terasa. Misalnya yang dua komoditas anjlog harganya, tapi yang tiga lagi lainnya naik. Beda kalau kita hanya tanam satu atau dua komoditas saja….wah repot karena kita tidak bisa tebak kondisi pasar sehingga kalau harga jatuh kita bisa tidak balik modal untuk beli bibit lagi……

 

rendah dengan skor antara 0-50. Petani sayuran yang tingkat kekosmopolitannya tinggi sebagian besar juga merupakan pedagang pengepul yang sering ke luar desa (ke pasar) untuk berdagang atau berhubungan dengan pihak lain terkait dengan profesinya sebagai pedagang pengepul.

Intensitas responden keluar desa dalam satu bulan terakhir khususnya terkait dengan kegiatan usahatani terbesar adalah pada kategori sangat jarang dan kadang-kadang yaitu sebesar 80 persen. Petani menyatakan bahwa sebagian besar tujuan keluar desa adalah untuk membeli input produksi atau memasarkan