KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir
PERI LAKU PEMANFAATAN TEKNOLOGI I NFORMAS
Perilaku pemanfaatan teknologi informasi yang dicirikan oleh tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menggunakan sarana
Spitzberg (1994 dan 2006) menyatakan bahwa perilaku atau kapasitas pengguna teknologi informasi menentukan kategori dan jangkauan pemanfaatan teknologi informasi baik untuk pengelolaan data, implementasi komunikasi, maupun pengembangan jaringan. Berkaitan dengan hal tersebut, indikator tingkat pemanfaatan cyber extension dalam peneltian ini diukur dengan melihat pola manajemen atau kesadaran stakeholders dalam memanfaatkan media komunikasi yang tersedia untuk mengakses sumber informasi dan pengembangan jejaring sosial. Secara umum, tingkat pemanfaatan cyber extension dapat dianalogkan dengan preferensi stakeholders terhadap kecenderungannya untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam akses dan pengelolaan informasi mendukung berfungsinya sistem informasi dan pengetahuan pertanian di tingkat petani.
Pemanfaatan cyber extension dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: kategori I, yaitu: basic atau dasar (preferensi pemanfaatan secara tidak langsung karena masih dominan menggunakan media konvensional); kategori II yaitu
intermediate atau menengah (preferensi/kecenderungan pada penggunaan telepon
genggam); dan kategori III, yaitu advanced atau lanjut (preferensi/kecenderungan pada penggunaan telepon genggam berinternet dan sudah mulai mengenal komputer dan atau pemanfaatan komputer secara offline dan online dengan fasilitas internet). Karakteristik dari ketiga tingkat pemanfaatan cyber extension
disajikan pada Tabel 7.
Hasil survei yang telah dilakukan oleh the International Society for
Horticultural Sciences (ISHS) menyatakan bahwa keterbatasan kemampuan;
kesenjangan dalam pelatihan (training), kesadaran akan manfaat teknologi informasi dan komunikasi, waktu, biaya dari teknologi yang digunakan, integrasi sistem dan ketersediaan software merupakan faktor pembatas dalam implementasi aplikasi teknologi informasi dan komunikasi (Taragola et al. 2009). Batte et al.
(1990) dan Warren et al. (2000) menyatakan bahwa penerapan teknologi informasi dan komunikasi sangat terkait dengan tingkat pendidikan, ukuran (skala) usaha pertanian dan efek negatif dari umur petani. Berkaitan dengan hal tersebut maka faktor-faktor yang diduga dominan mempengaruhi tingkat pemanfaatan cyber extension adalah: karakteristik individu petani, faktor lingkungan, persepsi petani terhadap karakteristik cyber extension, dan perilaku dalam menggunakan sarana teknologi informasi dan komunikasi. Sedangkan
perilaku dalam memanfaatkan teknologi informasi juga dipengaruhi oleh faktor internal pelaku komunikasi dan faktor eksternal (Teo et al. 2007, Marwan 2008, Godschalk & Lacey 2001, dan Aldhmour 2009). Faktor internal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karakteristik individu petani dan persepsi petani terhadap karakteristik cyber extension. Sedangkan faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor lingkungan fisik utamanya infrastruktur jaringan komunikasi dan ketersediaan sarana teknologi informasi dan faktor lingkungan sosial terkait dengan keterjangkauan fasilitasi training.
Tabel 7 Pemanfaatan Cyber Extension (diinspirasi dari Browning et al. 2008)
Aspek
cyber extension
Pemanfaatan cyber extension
Dasar Menengah Lanjut Sarana teknologi informasi yang dominan dimanfaatkan Mulai berbasis teknologi infor- masi namun masih dominan menggunakan media konvensional Berbasis pada teknologi informasi terbatas pada telepon baik telepon rumah maupun telepon genggan (HP) HP berinternet dan atau komputer offline
dan online
Intensitas pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani
Tidak setiap hari menggunakan sarana teknologi informasi Menggunakan sarana teknologi informasi
setidaknya satu kali dalam satu hari
Menggunakan sarana teknologi informasi lebih dari satu kali dalam satu hari Tingkat manfaat yang
dirasakan
Memanfaatkan secara tidak langsung dan atau komunikasi searah Komunikasi dan atau mencari informasi secara interaktif Komunikasi secara interaktif, browsing, chatting, jejaring sosial, pengelolaan/ dokumentasi informasi, dan promosi usaha Pengembangan jejaring sosial (jangkauan komunikasi atau interaksi) Terbatas dan hanya dalam wilayah lokal sampai luar desa secara terbatas
Cukup luas, namun masih dalam batas provinsi - nasional
Sangat luas dan dapat menjangkau dunia global Aktivitas berbagi informasi/pengetahuan Berbagi informasi dominan melalui media konvensional Mulai mengenal teknologi informasi untuk sarana berbagi informasi/pengetah uan dengan pihak lain
Aktif berbagi informasi secara interaktif dengan sarana teknologi informasi baik untuk berbagi pengetahuan, berkoordinasi, maupun bersinergi
Mundorf dan Laird (2008) menyatakan bahwa pendidikan dan faktor sosial ekonomi merupakan variabel yang diduga mempengaruhi penggunaan internet. Faktor sosial ekonomi yang dipelajari dalam penelitian ini dimasukkan dalam variabel karakteristik individu yang terdiri atas umur, pendidikan, kepemilikan sarana teknologi informasi dan komunikasi, lama menggunakan sarana teknologi informasi, dan luas penguasaan lahan. Hal ini sejalan dengan Venkatesh et al. (2003) yang menyatakan bahwa faktor perantara yang berpengaruh terhadap perilaku pengguna memanfaatkan teknologi informasi diantaranya adalah: umur, gender, pengalaman atau lama menggunakan teknologi informasi. Sedangkan perilaku pengguna dalam pemanfaatan teknologi informasi dimanifestasikan dalam peubah pengetahuan terhadap aplikasi teknologi informasi, sikap terhadap aplikasi teknologi informasi, dan keterampilan dalam memanfaatkan teknologi informasi.
Browning and Sornes (2008) dalam artikelnya yang berjudul Roger’s
Diffusion of Innovations menyatakan bahwa saluran komunikasi juga merupakan
salah satu tipe suatu inovasi yang istimewa. Suatu saluran, dalam konteks inovasi dapat menjadi alat atau sarana untuk mengadopsi sesuatu yang baru atau suatu saluran komunikasi sendiri dapat menjadi sebuah inovasi. Teknologi informasi dan komunikasi adalah saluran, komunikasi, sehingga dapat dikatakan bahwa sarana teknologi informasi dan komunikasi di samping merupakan suatu inovasi juga merupakan pembawa inovasi. Oleh karena itu, karakteristik cyber extension
sebagai suatu inovasi dalam mekanisme komunikasi inovasi pertanian yang mensinergikan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dengan beragam media lainnya adalah sesuai dengan ciri inovasi sebagaimana disampaikan oleh Rogers (2003) yang untuk keperluan penelitian ini, terdiri atas 1) kesesuaian dengan kebutuhan, 2) kemudahan untuk diaplikasikan, 3) keuntungan relatif, 4) kemudahan untuk dilihat hasilnya, dan 5) kesesuaian dengan budaya lokal.
Salah satu karakteristik petani sayuran adalah bersifat proaktif, khususnya terhadap komoditas yang harus diusahakan dan informasi harga produk yang dihasilkannya. Hal ini mengingat sifat komoditas sayuran yang harganya sangat berfluktuatif dan inovasi teknologi produksi tanaman sayuran yang cepat berkembang. Oleh karena itu, petani sayuran cenderung berupaya mengoptimalkan sumber informasi yang ada untuk memperoleh informasi terkait
dengan kegiatan usahatani yang dilaksanakannya. Pemanfaatan cyber extension
yang diukur berdasarkan tingkat sarana teknologi informasi yang dominan digunakan, intensitas dalam pemanfaatan teknologi informasi, tingkat manfaat yang dirasakan, jenis pengelolaan informasi melalui sarana teknologi informasi, jangkauan sumber informasi, dan kualitas berbagi informasi secara interaktif diduga juga mempengaruhi tingkat keberdayaan petani.
Tingkat keberdayaan petani dapat diindikatorkan dari: 1) kemampuan petani dalam menentukan jenis komoditas yang diusahakan, 2) kemampuan petani dalam mengatur input produksi, 3) kemampuan petani dalam memasarkan hasil pertanian yang diusahakan, 4) kemampuan petani dalam menentukan harga jual hasil usahatani; 5) kemampuan petani dalam bekerjasama, 5) kemampuan petani dalam mengelola informasi, 6) kemampuan petani dalam mengolah hasil pertanian, dan 8) kemampuan petani dalam mengakses teknologi pertanian yang dibutuhkan. Sedangkan gambaran petani yang memiliki tingkat keberdayaan tinggi dan rendah disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Paradigma Keberdayaan Petani yang Tinggi dan Rendah Aspek
keberdayaan Petani dengan tingkat keberdayaan tinggi Petani dengan tingkat keberdayaan rendah Menentukan
jenis komoditas yang diusahakan
• Memahami dan mampu memilih sendiri jenis komoditas terbaik yang diusahakan dengan pertimbangan jaminan pasar dan produktivitas yang tinggi • Menentukan sendiri jenis
komoditas yang diusahakan dan puas terhadap pilihannya karena menmberikan hasil yang baik • Menentukan lebih dari satu
komoditas yang diusahakan untuk mengantisipasi kegagalan dari komoditas yang diusahakan lainnya
• Kurang memahami dan kurang memiliki pilihan jenis komoditas yang diusahakan. Jenis
komoditas dipilih tanpa mempertimbangkan jaminan pasar dan produktivitas • Menentukan jenis komoditas
yang diusahakan bergantung pada orang lain (ikut-ikutan) atau karena kebiasaan
• Menentukan hanya satu komoditas yang diusahakan dengan pertimbangan konvensional Akses terhadap input produksi
• Memiliki akses terhadap input produksi (bibit, pupuk, dan teknologi) sesuai dengan kebutuhan usahataninya. • Mampu membeli input produksi
dengan modal sendiri sesuai dengan kebutuhan usahataninya. • Pengaturan input produksi
dilakukan secara sendiri didasarkan atas pertimbangan ilmiah atau proses
pembelajaran.
• Akses terhadap input produksi (bibit, pupuk, dan teknologi) sangat terbatas dan tidak dapat memenuhi kebutuhan usahataninya.
• Harga input produksi tidak terjangkau dan atau membeli input produksi menggunakan modal orang lain.
• Pengaturan input produksi hanya didasarkan atas saran pihak lain atau insting pribadi dan
Lanjutan Tabel 8 Aspek
keberdayaan
Petani dengan tingkat keberdayaan tinggi
Petani dengan tingkat keberdayaan rendah
Memasarkan hasil pertanian yang
diusahakan
• Mengetahui harga pasar komoditas yang diusahakan melalui berbagai sumber informasi, khususnya dengan pemanfaatan teknologi informasi.
• Dalam menjual produk yang dihasilkan memiliki posisi tawar yang baik dan mampu menentukan sendiri harga produknya.
• Mampu memasarkan produknya sendiri secara langsung baik ke pasar maupun didatangi oleh konsumen atau pedagang pengumpul.
• Pengetahuan informasi pasar terhadap komoditas yang diusahakan rendah dan hanya mengandalkan informasi dari pedagang/tengkulak.
• Penentuan harga produk yang dihasilkan dilakukan oleh pihak lain, sehingga tidak memiliki kekuatan tawar yang baik. • Proses pemasaran produk lebih
banyak bergantung pada pihak lain atau menunggu datangnya
tengkulak/pedagang pengumpul.
Bekerjasama/ bersinergi
Memiliki sikap positif untuk bekerjasama dengan pihak lain untuk memajukan usahataninya baik secara berkelompok maupun sendiri-sendiri. • Aktif dalam organisasi atau
kelompok yang
mengembangkan kegiatan kerjasama antar anggotanya.
• Kurang menyukai dan tidak tertarik dengan berbagai bentuk kerjasama dan memilih melakukan kegiatan usahatani secara sendiri. • Membatasi diri atau bahkan
menghindar dari aktivitas dalam suatu organisasi atau kelompok yang mengembangkan kegiatan bersama. Mengelola informasi untuk mendukung kegiatan usahatani
• Memiliki kesempatan untuk akses informasi yang dibutuhkan, mengelola informasi yang diperolehnya dengan baik, dan
memanfaatkannya untuk mendukung kegiatan usahataninya.
• Informasi yang diperoleh atau dimilikinya dibagikan pada petani atau pihak lain .
• Informasi yang diperoleh sangat terbatas karena tidak memiliki kesempatan yang mencukupi untuk akses informasi yang dibutuhkan. Informasi yang diperoleh pun tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan baik untuk mendukung kegiatan usahataninya.
• Kurang suka berbagi informasi atau pengetahuan yang dimilikinya kepada petani atau pihak lain.
Mengolah hasil pertanian
• Produk yang dihasilkan dapat diolah dengan baik untuk memperpanjang kualitas (masa jual) produk dan atau
meningkatkan nilai tambah.
• Tidak memiliki inisiatif untuk memperpanjang masa jual produk maupun mengolah produk untuk peningkatan nilai tambah.
Akses teknologi mendukung usahatani
• Mengakses secara proaktif inovasi terkait dengan
teknologi yang dibutuhkan dan menerapkannya dengan baik dalam kegiatan usahataninya.
• Hanya mengandalkan inovasi atau informasi yang diberikan oleh pihak lain, sehingga teknologi yang dapat diakses sangat terbatas.
Hubungan antar peubah yang menjadi kerangka berpikir dari penelitian ini selengkapnya disajikan pada Gambar 11.
Pemanfaatan
Cyber Extension
( Y1)
Y1.1. Tingkat akses TI Y1.2. I ntensitas pemanfaatan Y1.3. Tingkat manfaat Y1.4. Tingkat pengelolaan informasi dengan TI Y1.5. Jangkauan sumber informasi Y1.6. Kualitas berbagi informasi secara interaktif Karakteristik I ndividu ( X1) X1.1. Umur X1.2. Pendidikan X1.3. Kepemilikan TI X1.4. Lama menggu- nakan TI X1.5. Luas penguasaan lahan X1.6. Tingkat kosmopolitan X1.7. Keterlibatan dalam kelompok Keberdayaan Petani Sayuran ( Y2) Y2.1. Kemampuan menentukan jenis komoditas Y2.2. Kemampuan mengatur input produksi Y2.3. Kemampuan memasarkan output Y2.4. Kemampuan menentukan harga hasil usahatani Y2.5. Kemampuan bekerjasama / bersinergi Y2.6. Kemampuan mengelola informasi Y2.7. Kemampuan mengolah hasil pertanian Y2.8. Kemampuan mengakses teknologi Persepsi Petani Terhadap Karakteristik Cyber Extension ( X3) X3.1. Kesesuaian de- ngan kebutuhan X3.2. Kemudahan untuk diaplikasikan X3.3. Keuntungan relatif X3.4. Kemudahan untuk dilihat hasilnya X3.5. Kesesuaian dengan budaya lokal Perilaku Memanfaatkan TI ( X4) Y4.1. Pengetahuan terhadap aplikasi TI X4.2. Sikap terhadap aplikasi TI X4.3. Keterampilan dalam menggu- nakan TI Faktor Lingkungan ( X2) X2.1. Ketersediaan media komunikasi konvensional X2.2. Ketersediaan sarana akses informasi berbasis TI X2.3. Ketersediaan infrastruktur jaringan komunikasi X2.4. Keterjangkauan terhadap fasilitasi training
Gambar 11 Kerangka Berpikir Hubungan Antar Peubah yang Diuji dalam Penelitian
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir dapat dirumuskan tiga hipotesis penelitian sebagai berikut.
1. Perilaku dalam memanfaatkan teknologi informasi dipengaruhi oleh karakteristik individu, faktor lingkungan, dan persepsi petani terhadap karakteristik cyber extension.
2. Tingkat pemanfaatan cyber extension dipengaruhi oleh perilaku petani dalam memanfaatkan teknologi informasi, karakteristik individu, faktor lingkungan, dan persepsi petani terhadap karakteristik cyber extension.
3. Tingkat keberdayaan petani sayuran dipengaruhi oleh tingkat pemanfaatan
cyber extension, perilaku petani dalam memanfaatkan teknologi informasi,
karakteristik individu, faktor lingkungan, dan persepsi petani terhadap karakteristik cyber extension.