• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN TINGKAT KEBERDAYAAN PETANI SAYURAN Perilaku Petani dalam Memanfaatkan Teknologi Informas

INFORMASI, TINGKAT PEMANFAATAN CYBER EXTENSION,

DAN TINGKAT KEBERDAYAAN PETANI SAYURAN

Perilaku Petani dalam Memanfaatkan Teknologi Informasi

Aspek perilaku terhadap pemanfaatan teknologi informasi yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dalam memanfaatkan teknologi informasi. Pada umumnya, responden di kedua lokasi yaitu Pacet (Jabar) dan Giripurno (Jatim) memiliki tingkat pengetahuan terhadap pemanfaatan teknologi informasi yang masih rendah dengan skor tingkat pengetahuan di bawah 50. Namun demikian apabila dilihat dari aspek sikap, rata- rata responden memiliki sikap yang sangat positif. Sedangkan dari aspek keterampilan rata-rata termasuk dalam kategori sedang. Gambaran umum perilaku petani terhadap pemanfaatan teknologi informasi dan rata-rata skor untuk masing-masing lokasi disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23 Jumlah Petani Berdasarkan kategori Peubah Perilaku dalam Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Hasil Uji Beda Antar Lokasi

Potensi individu Jumlah (Persen) Rata-rata Sig (Uji t)

Jabar Jatim Pengetahuan terhadap aplikasi TI Sangat rendah 29,00 Rendah 42,50 44,70 33,35 0,001** Sedang 15,00 Tinggi 13,50 Sikap terhadap pemanfaatan TI Tidak setuju ,00 Ragu-ragu ,00 85,67 92,08 0,000** Setuju 19,00 Sangat setuju 81,00 Keterampilan dalam pemanfaatan TI Sangat rendah 0,00 Rendah 49,50 Sedang 29,00 66,00 58,83 0,008** Tinggi 21,50

Keterangan: ** signifikan pada P<0,01 dan * signifikan pada P< 0,05

Berdasarkan hasil analisis terhadap kategori tingkat pengetahuan dalam pemanfaatan sarana teknologi informasi, diketahui bahwa rata-rata untuk tingkat pengetahuan dan keterampilan petani sayuran dalam pemanfaatan teknologi

 

informasi untuk wilayah BPP Pacet (Jabar) lebih tinggi dibandingkan dengan petani di wilayah Bumiaji (Jatim). Hal ini dibuktikan pula dengan adanya perbedaan yang nyata antara tingkat pengetahuan dan keterampilan antara dua lokasi dimana untuk petani di Jabar dengan rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan petani di Jatim Keadaan ini berbanding terbalik dengan skor sikap antara petani di Jatim dengan skor sikap petani di Jatim dimana petani di Giripurno menunjukkan sikap yang secara nyata lebih positif dibandingkan dengan sikap petani di Pacet. Berdasarkan analisis lebih lanjut terhadap wawancara mendalam dan data kualitatif dari kuesioner individu diketahui bahwa hal ini terjadi karena justru petani yang terampil dan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi ada beberapa di antaranya sikapnya menjadi ragu-ragu khususnya terkait dengan sikapnya terhadap pemanfaatan telepon genggam maupun komputer yang berinternet. Dengan terbukanya informasi melalui koneksi internet, sebagian petani di Jabar merasa khawatir maraknya penipuan dan pornografi sehingga lebih bersikap hati-hati dalam memanfaatkan teknologi informasi.

Secara umum, seluruh peubah karakteristik individu yaitu umur, pendidikan formal, kepemilikan sarana teknologi informasi, lama menggunakan sarana teknologi informasi, luas penguasaan lahan, tingkat kekosmopolitan, dan keterlibatan dalam kelompok memiliki hubungan yang nyata dengan aspek perilaku dalam pemanfaatan teknologi informasi khususnya pada aspek pengetahuan dan keterampilan petani di Jatim dalam memanfaatkan teknologi informasi (Tabel 24). Semakin tinggi pendidikan formal responden dan tingkat kepemilikan sarana teknologi informasi memiliki kecenderungan semakin tinggi pula pula pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani. Namun sebaliknya umur petani memiliki hubungan negatif dengan seluruh aspek perilaku dalam pemanfaatan teknologi informasi. Semakin tua umur petani, cenderung semakin rendah tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam memanfaatkan teknologi informasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Batte et al dan Warren et al (2000) bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di antaranya adalah umur, pendidikan, dan luas penguasaan lahan.

 

Tabel 24 Nilai Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Perilaku Petani dalam Memanfaatkan Teknologi Informasi.

Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim

Umur .484** .445** .375** .242* .485** .361** Pendidikan Formal .454** .680** .413** .332** .528** .614** Kepemilikan TI .506** .645** .404** .385** .511** .662** Lama menggunakan TI .298** .623** .206* 0.124 .375** .590** Penguasaan lahan ‐0.012 .358**0.008 0.127 0.088 .320** Tingkat kekosmopolitan 0.071 .402** 0.009 .269** 0.027 .402** Keterlibatan dalam kelompok 0.096 .225* ‐0.149 0.052 0.034 .358**

Tingkat pengetahuan terhadap TI Sikap terhadap pemanfaatan TI Keterampilan menggunakan TI Peubah

Keterangan: ** signifikan pada P<0,01 dan * signifikan pada P< 0,05

Adanya hubungan yang negatif antara umur dengan perilaku dalam pemanfaatan teknologi informasi ini dapat dipahami karena dalam aplikasi teknologi informasi membutuhkan tingkat kerumitan yang lebih tinggi karena setidaknya responden harus dapat membaca dengan lancar dan memahami perintah yang ada, sementara responden yang berusia tua cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya hubungan negatif antara umur dengan tingkat pendidikan, tingkat kepemilikan teknologi informasi, dan lama menggunakan sarana teknologi informasi sebagaimana disajikan dalam Tabel 1 pada Lampiran 1. Kondisi ini memberikan makna bahwa responden dari kelompok usia lebih muda memiliki perilaku yang lebih positif terhadap pemanfaatan teknologi dibandingkan dengan responden yang usianya lebih tua. Terdapat salah satu responden dengan usia tua (59 tahun), namun memiliki perilaku yang sangat positif dalam pemanfaatan teknologi informasi. Setelah dianalisis dari hasil wawancara mendalam ternyata responden telah lebih dari 10 tahun mengenal dan menggunakan komputer dengan jaringan internet, telepon genggam, dan komputer sebagaimana disajikan dalam kasus pada Box 5.

Berbeda dengan di Jatim, ternyata luas penguasaan lahan, tingkat kekosmopolitan, dan keterlibatan dalam kelompok petani di Jabar tidak berhubungan nyata dengan seluruh aspek perilaku dalam pemanfaatan teknologi informasi. Dinamika kelompok dan intensitas penyuluhan di Jabar lebih tinggi dibandingkan dengan di Jatim sehingga petani memiliki tingkat kekosmopolitan dan keterlibatan dalam kelompok yang merata sehingga hubungannya dengan perilaku dalam pemanfaatan teknologi informasi menjadi kurang tampak.

 

[Box 5]

Bapak H. Tj.R Ciherang, Pacet, Cianjur: Petani usia tua, penguasaan lahan sempit dengan perilaku pemanfaatan teknologi informasi sangat positif, tingkat pemanfaatan

cyber extension tinggi, dan tingkat keberdayaan tinggi

Petani jamur yang berusia 59 tahun (saat dilaksanakan penelitian) adalah pensiunan pegawai Pertamina lulusan diploma yang mulai tertarik menjadi petani sayuran sejak awal tahun 2008. Lahan yang dimiliki tergolong sempit hanya 300 m2. Dengan lahan yang sempit dan modal dari hasil pensiun pak H Tj.R mencoba usaha budidaya jamur tiram yang sedang memiliki prospek yang baik untuk pemasarannya dan tanpa memerlukan lahan yang luas untuk mengusahakannya. Teknologi budi daya jamur lebih banyak dipelajari dari browsing melalui internet. Sedangkan pemasarannya selama ini selain promosi secara konvensional juga dilakukan melalui komunikasi elektronik dengan koleganya dengan e-mail dan telepon genggam.

H Tj.R telah mengenal komputer dengan jaringan internet sejak sepuluh tahun yang lalu ketika masih bekerja di Pertamina. Saat ini untuk pengembangan produk jamur khususnya untuk pengolahan jamur tiram, H Tj.R sudah bermitra dengan swasta. Melalui kemitraan ini, produk yang dihasilkan adalah keripik jamur tiram dengan nama dagangnya adalah “Simiji Crispi” yang pemasarannya mulai merambah di minimarket dan toko-toko di sekitar Cianjur.

Usaha sampingan lainnya adalah mengolah limbah media jamur tiram menjadi pupuk organik (Herbafarm) yang dapat digunakan untuk pupuk organik tanaman sayuran bagi anggota kelompok (plasma) yang dibinanya di Desa Ciherang. H Tj.R mengaku bahwa teknologi pembuatan pupuk organik selain diperolehnya melalui pelatihan juga diperkaya dari berbagai sumber informasi yang ditelusurinya melalui internet. Saat ini di rumahnya telah tersedia satu komputer (desktop) khusus untuk keperluan administrasi dan pengolahan data serta satu komputer lainnya yang dihubungkan dengan jaringan internet melalui fasilitas koneksi internet.

Sebagai seorang petani yang menjadi panutan bagi anggota kelompoknya, H Tj.R biasa membagikan ilmu dan pengalamannya kepada petani binaannya yang tergabung dalam kelompok tani Rizqi. Selain kepada petani binaan di kelompoknya, di tempat usaha budidaya jamur dan pengelolaan limbah menjadi pupuk organik seringkali dijadikan ajang bagi pelaksanaan praktek kerja lapang untuk mahasiswa dari berbagai daerah.

Meskipun sudah biasa memanfaatkan teknologi informasi, namun dia menyatakan bahwa tidak selamanya pak H Tj.R selalu percaya dengan informasi yang disampaikan melalui internet. Terkadang pak H Tj.R justru ragu dengan informasi yang diperolehnya dari internet karena seringkali berasal dari sumber yang belum jelas sehingga sikapnya sangat hati-hati dan selektif untuk menggunakan informasi yang diperolehnya dari internet apalagi kalau akan dibagikannya ke petani lain.

 

Luas penguasaan lahan merupakan salah satu peubah yang secara nyata memiliki hubungan nyata positif dengan tingkat kepemilikan sarana teknologi informasi, lama menggunakan sarana teknologi informasi, tingkat kekosmopolitan dan tingkat keterlibatannya dalam kelompok (Tabel 1 Lampiran 1). Fakta ini menunjukkan bahwa secara umum, responden yang memiliki lahan lebih luas adalah salah satu indikator bahwa responden tersebut memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi sehingga lebih memungkinkan untuk membeli sarana teknologi informasi. Di samping itu, semakin luas lahan yang diusahakan, semakin banyak jumlah komoditas yang diusahakan, dan akan semakin kompleks proses usahatani yang dijalani sehingga membutuhkan sarana teknologi informasi untuk membantu kegiatan usahatani baik untuk komunikasi dalam pengaturan kegiatan usahatani maupun untuk pemasaran dan komunikasi dengan pihak terkait utamanya dengan pedagang. Hal ini juga yang menyebabkan kecenderungan petani responden yang memiliki tingkat kepemilikan lahan lebih luas akan memiliki tingkat kekosmopolitan dan tingkat pemanfaatan teknologi informasi yang tinggi pula sebagaimana digambarkan dalam kasus pada Box 6.

Tingkat kekosmopolitan petani di Jatim berhubungan nyata positif dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam memanfaatkan teknologi informasi pada P <0,01. Sedangkan keterlibatan petani Jatim dalam kelompok memiliki hubungan positif yang nyata dengan tingkat pengetahuan pada P <0,05 dan dengan aspek keterampilan dalam pemanfaatan teknologi informasi pada P <0,01. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kekosmopolitan dan keterlibatan petani di Jatim dalam kelompok, semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan keterampilannya dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani. Keterlibatan dalam kelompok dan tingkat kekosmopolitan yang tinggi merupakan aspek interaksi dengan pihak lain yang memungkinkan terjadinya proses berbagi informasi, pengetahuan, maupun keterampilan yang lebih tinggi sehingga mendorong pula pada tingginya tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani.

 

[Box 6]

Bapak JG, Giripurno, Bumiaji, Batu: Petani muda, penguasaan lahan luas, perilaku pemanfaatan teknologi informasi (telepon genggam) tinggi, belum biasa menggunakan komputer dan internet.

Petani muda lulusan SMP yang berusia 38 tahun pada tahun 2010 ini menguasai lahan seluas 2,5 ha (1 ha milik sendiri dan 1,5 ha sewa). Komoditas yang diusahakan lebih dari 50 jenis termasuk jenis sayuran eksotis untuk masakan Eropa dan Cina (daun ketumbar, tan’o, lettuce, paprika, basil, daun ginseng, okra, sukini, tomat cherry, kailan, sawi asin, brokoli, kol merah, bit, baby buncis). Merintis usahatani sayuran bersama istrinya sejak tahun 1997 dengan modal dari meminjam tetangga dan saudara. Selama setahun pertama usaha tani sayuran lambat berkembang dan sering ditipu pedagang hingga akhirnya berubah setelah mulai

mengenal telepon genggam pada tahun 1998. Pak JG mengaku bahwa setelah

menggunakan telepon genggam, keuntungan dari hasil usahataninya dapat meningkat setidaknya hingga 50 persen dan jangkauan pemasaran hingga ke luar Jawa yaitu ke Bali, Sumatera, dan Kalimantan. Pak JG saat ini telah memiliki beberapa mitra dalam memasarkan hasil usahatninya, di antaranya adalah supplier RM masakan China dan Hotel Shangrila di Bali. Komunikasi dengan mitra dilakukan melalui telepon dan proses pembayaran dari sayuran yang dikirim ke supplier dengan ditransfer melalui bank. Oleh karena itu, Pak JG menyatakan bahwa banyak sekali pihak luar yang harus dihubungi, sehingga menuntut dirinya untuk semakin sering memanfaatkan telepon genggam untuk komunikasi dan juga promosi produk yang diusahakannya ke berbagai pihak terkait di luar sistem sosial. Perkembangan usahatani sayuran semakin maju setelah memperoleh ilmu/teknologi membuat bokasi dari staf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur yang sedang praktek di lahannya sekitar 10 tahun yang lalu. Sampai saat ini pak JG

memproduksi sendiri bokasi di lahan khusus untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik di lahannya sendiri maupun di petani lain yang menjadi mitranya.

Kemampuan pak JG dalam membuat bokasinya dibuktikannya sendiri dengan

memperlihatkan bokasi yang sedang dalam proses pembuatan dan menyebutkan komposisi bokasi yang dibuatnya adalah: 1 ton bahan mentah untuk bokasi (limbah sayuran) ditambahkan dengan gula tetes 1 lt, TM 4 1 lt, dan TR 100 lt yang seluruh bahan tambahan ini dapat dibeli di apotik dengan harga yang masih terjangkau. Bahan lainnya adalah 3 karung sekam dan 50 kg bekatul. Setelah proses pencampuran selesai ditutup dengan karung goni dan disiram air secukupnya. Lahan yang disiapkan untuk membuat bokasi cukup luas karena pak JG berharap juga petani lainnya mengikuti jejaknya untuk memproduksi sendiri pupuk organik untuk menghemat pupuk kimia yang harganya semakin tinggi.

Meskipun pak JG belum biasa menggunakan komputer dan akses internet, namun di rumahnya telah tersedia komputer dengan akses internet yang biasa digunakan oleh anaknya. Untuk mendukung kegiatan usahataninya, istrinya rajin membaca majalah termasuk majalah pertanian khususnya terkait dengan informasi tentang komoditas sayuran yang sedang diminati di tingkat konsumen.

 

 

Tingkat kekosmopolitan dan keterlibatan petani dalam suatu kelompok ternyata tidak memiliki hubungan yang nyata dengan aspek sikap petani di Jabar terhadap pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani. Hal ini cukup dipahami karena aspek sikap petani di Jabar lebih cenderung dipengaruhi oleh pengalaman responden selama menggunakan teknologi informasi dan persepsinya terhadap karakteristik cyber extension.

Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 25 diketahui bahwa untuk petani di Jabar maupun di Jatim tampak bahwa keterjangkauan terhadap fasilitasi training merupakan aspek faktor lingkungan yang memiliki hubungan positif secara nyata pada P < 0,01 terhadap hampir keseluruhan aspek perilaku dalam pemanfaatan teknologi informasi kecuali untuk aspek sikap bagi petani di Jatim. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi keterjangkauan petani terhadap fasilitasi training akan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dalam pemanfaatan teknologi informasi.

Tabel 25 Nilai Hubungan antara Faktor Lingkungan dengan Perilaku Petani dalam Memanfaatkan Teknologi Informasi

Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim

Ketersediaan media konvensional 0.105 0.043 0.151 0.039 .235* 0.063

Ketersediaan sarana TI 0.118 .479** .328** .202* .245* .456**

Ketersediaan infrastruktur 0.102 .328** 0.098 0.174 0.135 .229*

Keterjangkauan fasilitas training .394** .498** .346** 0.185 .551** .503**

Peubah Tingkat pengetahuan terhadap TI Sikap terhadap pemanfaatan TI Keterampilan menggunakan TI

Keterangan: ** signifikan pada P<0,01 dan * signifikan pada P< 0,05

Semakin tinggi ketersediaan sarana informasi berbasis teknologi informasi yang ada di lingkungan petani di Jawa Barat maupun di Jawa Timur akan mendorong pada semakin tingginya tingkat keterampilan, pengetahuan, dan sikap petani dalam pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani kecuali pada aspek pengetahuan bagi petani di Jawa Barat. Tidak adanya hubungan yang nyata antara ketersediaan sarana teknologi informasi dengan tingkat pengetahuan petani di Jawa Barat dalam pemanfaatan teknologi informasi disebabkan oleh proaktifnya petani di wilayah BPP Pacet. Meskipun sarana teknologi informasi khususnya yang berbasis internet tidak banyak tersedia

 

di lingkungannya, namun petani yang sebagian besar masih tergolong muda biasa belajar untuk akses internet ke warung internet atau ke penyuluh pada saat mengikuti kegiatan kelompok. Salah satu fator pendukungnya adalah adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi pasar karena dekatnya wilayah Pacet dengan pusat kota (Jakarta) sehingga sarana teknologi informasi sangat diperlukan untuk proses mempercepat akses informasi dan komunikasi. Di samping itu, kegiatan kelompok dianggap juga sebagai sarana penting untuk mendukung kegiatan berbagi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani.

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 25 diketahui pula bahwa ketersediaan infrastruktur jaringan di Jawa Timur memiliki hubungan yang nyata positif dengan tingkat pengetahuan petani terhadap teknologi informasi pada P <0,01 dan dengan tingkat keterampilan petani pada P <0,05. Pada umumnya kondisi infrastruktur jaringan komunikasi pada kedua lokasi penelitian telah cukup memadai untuk mengakses sistem informasi berbasis teknologi informasi, namun ketersediaan sarananya yang belum memadai khususnya untuk lokasi Jawa Barat. Sebaliknya ketersediaan media komunikasi konvensional hanya memiliki hubungan nyata positif dengan tingkat keterampilan petani di Jawa Barat dalam memanfaatkan teknologi informasi. Hal ini cukup dipahami karena dinamika kelompok di tingkat petani untuk wilayah BPP Pacet (Jawa Barat) lebih tinggi dibandingkan dengan di Jawa Timur.

Karakteristik cyber extension merupakan aspek penting yang memiliki pengaruh yang nyata terhadap aspek perilaku petani di Jawa Barat maupun di Jawa Timur dalam memanfaatkan teknologi informasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya hubungan positif yang nyata untuk hampir seluruh aspek persepsi petani terhadap karakteristik cyber extension dengan perilaku petani baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilannya dalam memanfaatkan teknologi informasi. Persepsi petani terhadap kesesuaian cyber extension dengan budaya berhubungan positif secara nyata pada P<0,01 dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani di Jawa Timur dalam memanfaatkan teknologi informasi. Hubungan antara karakteristik cyber extension dengan perilaku petani dalam memanfaatkan teknologi informasi disajikan pada Tabel 26.

 

Tabel 26 Nilai Hubungan antara Persepsi terhadap Karakteristik Cyber Extension

dengan Perilaku Petani dalam Memanfaatkan Teknologi Informasi.

Jabar Jatim Jabar Jatim Jabar Jatim

Kesesuaian CE dengan kebutuhan .357** .532** .295** .285** .470** .555**

Kemudahan untuk dilihat hasilnya .495** .411** .342** .212* .497** .387**

Keuntungan relatif .285** .651** .417** .298** .527** .634**

Kemudahan untuk diaplikasikan .308** .472** .493** .275** .413** .399**

Kesesuaian dengan budaya 0.181 .261** .250* 0.114 .283** .250*

Peubah Tingkat pengetahuan terhadap TI Sikap terhadap pemanfaatan TI Keterampilan menggunakan TI

Keterangan: ** signifikan pada P<0,01 dan * signifikan pada P< 0,05

Keuntungan relatif cyber extension merupakan aspek karakteristik cyber

extension yang paling tinggi hubungannya dengan aspek pengetahuan dan

keterampilan petani khususnya di Jawa Timur dalam memanfaatkan teknologi informasi. Hal ini berarti semakin petani merasakan keuntungan dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahataninya, semakin tinggi pula pengetahuan dan tingkat keterampilannya dalam memanfaatkan teknologi informasi. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh salah seorang responden dalam kasus pada Box 7 (L, 30 th, penguasaan lahan sangat luas) sebagai berikut.

Berdasarkan hasil analisis lebih lanjut terhadap hubungan antar peubah perilaku pemanfaatan teknologi informasi yang disajikan pada Tabel 4 pada Lampiran 1 diketahui bahwa masing-masing aspek perilaku dalam pemanfaatan

Box 7

“Sejak saya punya HP sekitar sepuluh tahun lalu….wah…saya benar- benar merasakan lebih beruntung karena dengan mudah dapat memperoleh informasi harga dan gampang menghubungi pedagang di pasar besar bahkan sampai di luar Jawa. Karena sudah merasakan banyak untungnya …ya saya terus belajar juga menggunakan HP untuk keperluan macam-macam, misalnya untuk ngambil foto produk saya terus saya kirimkan ke calon pedagang. Bahkan dengan adanya internet, sekarang saya sudah biasa mengakses internet lewat HP……jadi komunikasi lebih lancar…Di samping itu, kadang-kadang saya akses informasi tentang cuaca…dan informasi pasar..meskipun untuk informasi harga masih sering tidak cocok dengan yang di lapangan…. ”

 

teknologi informasi baik untuk responden di Jawa Barat maupun di jawa Timur memiliki hubungan yang nyata positif pada P < 0,01 dengan aspek perilaku lainnya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan petani responden terhadap pemanfaatan teknologi informasi, memiliki kecenderungan semakin positif pula sikapnya dalam pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani, dan semakin terampil pula dalam menggunakan sarana teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahataninya. Dengan pengetahuan yang cukup memadai dalam aplikasi teknologi informasi, petani cenderung memiliki kemampuan untuk menilai apakah teknologi informasi yang digunakan dapat bermanfaat, sesuai dengan kebutuhan, dan sesuai dengan norma budaya sehingga cenderung bersikap positif bahwa teknologi informasi dapat bermanfaat untuk mendukung kegiatan usahataninya. Dengan tingkat pengetahuan yang tinggi dan sikap yang positif terhadap pemanfaatan teknologi informasi, selanjutnya responden akan memiliki motivasi untuk terus belajar menggunakan teknologi informasi sehingga menjadi lebih terampil. Hal ini sebagaimana telah dideskripsikan dalam kasus pada Box 7.

Tingkat Pemanfaatan Cyber Extension

Cyber extension merupakan media baru yang mensinergikan pemanfaatan

teknologi informasi dalam komunikasi inovasi pertanian sampai di tingkat pengguna akhir. Dalam era konvergensi komunikasi, satu jenis sarana teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat multimedia memiliki banyak fungsi. Dewasa ini, masyarakat Indonesia sudah dapat mengakses internet di manapu berada, bukan hanya dari kantor, rumah atau warnet, tetapi juga dapat mengakses internet dari kafe, taman atau di dalam mobil secara nirkabel. Telepon genggam pun bukan sekedar alat telekomunikasi tetapi dapat digunakan sebagai alat pengolah data dan informasi secara multimedia serta akses internet. Kuatnya konvergensi teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia bukan hanya mendorong tumbuhnya perdagangan barang dan jasa, tapi juga memacu komunikasi politik di Indonesia lebih dinamis. Dalam pembaharuan tata pemerintahan, Electronic Government (e-Government) kini sudah menjadi terminologi yang sering dipakai untuk mendorong terjadinya transformasi paradigma dalam layanan publik. Akuntabilitas, transparansi, akurasi, kecepatan

 

proses layanan, dan produktivitas menjadi kata yang sering diasosiasikan dengan

e-Government [Wahyu Utomo dan Jurnas 2008]. Hal ini tentu saja juga berlaku

bagi pengembangan teknologi informasi untuk pembangunan pertanian melalui implementasi cyber extension.

Wilayah BPP Pacet dan Bumiaji khususnya wilayah Telecenter Kartini Mandiri (Desa Giripurno) merupakan lokasi dengan mayoritas petaninya berusahatani sayuran. Hasil wawancara dengan salah seorang responden diketahui bahwa pada umumnya teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani sayuran sudah banyak dimanfaatkan oleh petani sayuran khususnya untuk mencari informasi pasar dan berhubungan langsung dengan pedagang di pasar tujuan pemasaran sayuran. Selain itu dengan teknologi informasi, teknologi