• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Mengacu pada tujuan penelitian, peneliti berusaha mencari hubungan antar peubah yang terkait dengan karakteristik individu petani, perilaku komunikasi, faktor lingkungan, persepsi petani terhadap cyber extension, perilaku pemanfaatan teknologi informasi, dan tingkat pemanfaatan cyber extension dengan tingkat keberdayaan petani. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti merancang penelitian ini dengan mengkombinasikan antara penelitian menerangkan (explanatory research) dengan penelitian deskriptif (descriptive research). Rancangan ini sesuai dengan pendapat Babbie (1992) yang menyatakan bahwa penelitian yang bersifat menerangkan adalah, penelitian survai yang bertujuan menjelaskan pengaruh dan hubungan antar peubah melalui pengujian hipotesis. Penelitian semacam ini dalam deskriptifnya juga mengandung uraian-uraian, tetapi fokusnya terletak pada hubungan antar peubah. Sedangkan peubah yang diujikan adalah 1) karakteristik individu petani, 2) faktor lingkungan, 3) persepsi petani terhadap karakteristik cyber extension, 4) perilaku dalam memanfaatkan sarana teknologi informasi, 5) tingkat pemanfaatan cyber extension, dan 6) tingkat keberdayaan petani.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian mengambil kasus di dua kabupaten yaitu di wilayah yang terjangkau atau dapat akses sistem informasi pertanian sebagai rintisan implementasi cyber extension baik secara mandiri maupun melalui program tertentu yang dikembangkan oleh suatu lembaga. Wilayah yang dijadikan lokasi penelitian merupakan sentra produksi sayuran di Kabupaten Cianjur (Jawa Barat) dan Kota Batu (Jawa Timur) yang keduanya memiliki akses terhadap implementasi cyber extension. Wilayah BPP Pacet Kabupaten Cianjur merupakan lokasi terpilih untuk mewakili lokasi dengan jangkauan aksesibilitas

cyber extension secara mandiri tanpa ada program khusus untuk meningkatkan

akses masyarakat ke sistem informasi pertanian atau sumber informasi global. Sedangkan wilayah BPP Bumiaji, Kota Batu khususnya di Desa Giripurno merupakan lokasi terpilih yang mewakili lokasi dengan jangkauan aksesibilitas

cyber extension dengan dukungan program dari world bank yaitu melalui

Telecenter Kartini Mandiri.

Kedua lokasi dipilih sebagai kelanjutan kegiatan pengkajian dan penelitian yang telah dilaksanakan selama tahun 2009 sampai Juni 2010 yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi untuk akses informasi pertanian yang berlokasi di dua wilayah tersebut. Dengan demikian, sistem sosial dan ekosistem wilayah setempat mudah dipahami sehingga mendorong pada kualitas informasi dan data yang lebih akurat dan mendalam. Di samping itu, terbuka kesempatan yang lebih luas khususnya dalam menentukan peubah yang akan diuji melalui pendekatan kuantitatif berdasarkan hasil kajian dan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan.

Waktu pelaksanaan penelitian tahap pertama telah dirintis sejak tahun 2009 hingga Juni 2010. Sedangkan penelitian tahap II, khususnya survei untuk mengumpulkan data kuantitatif dan pengamatan intensif di lapangan dilaksanakan selama tujuh bulan, yaitu pada Bulan Juli 2010 – Januari 2011.

Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini bersifat survei yang dilaksanakan pada satu populasi yaitu petani yang menguasai lahan untuk berusahatani komoditas sayuran dan memiliki akses terhadap teknologi informasi (minimal telepon rumah). Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin melihat pemanfaatan cyber extension untuk mendukung keberdayaan petani sayuran. Sebagai media komunikasi baru, cyber

extension mensinergikan teknologi informasi dalam pengembangan sistem

informasi pertanian. Oleh karena itu secara ringkas, persyaratan dari responden dalam penelitian ini adalah:

1. Petani sayuran (petani yang menguasai lahan untuk berusahatani sayuran) 2. Memiliki kesempatan untuk memanfaatkan sarana teknologi informasi atau

sarana untuk akses sistem informasi berbasis teknologi informasi dari lingkungan sekitar.

3. Menggunakan sarana teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani.

Pemilihan petani sayuran didasarkan atas sifatnya yang lebih responsif terhadap informasi teknologi produksi maupun pemasaran karena komoditas yang

diusahakan memiliki kerentanan terhadap musim, cuaca, dan daya simpannya yang sangat pendek yang menyebabkan fluktuasi harga produk yang cukup tinggi. Oleh karena itu, petani sayuran cenderung bersifat proaktif terhadap aplikasi teknologi informasi untuk mengakses informasi pertanian, khususnya terkait dengan informasi harga, dan permintaan pasar dibandingkan dengan petani hortikultura lainnya dan memerlukan informasi yang cepat dan akurat sesuai dengan karakteristik usahataninya.

Metode penarikan contoh yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan atas kesesuaian dengan kondisi ketersedian data dan perkiraan tingkat homogenitas populasi (Krzanowski 2007, Nasution dan Usman 2006). Kerangka sampling dibuat berdasarkan hasil focus group discussion dengan para penyuluh di BPP Pacet dan Gapoktan Desa Giripurno wilayah Telecenter Kartini Mandiri serta penyebaran kuesioner awal untuk mengetahui kondisi aksesibilitas petani terhadap teknologi informasi pada umumnya. Dari 112 responden yang disurvei awal di BPP Pacet diketahui sebanyak 46 (41,07 persen) responden menyatakan biasa akses terhadap minimal salah satu sarana teknologi informasi untuk mendukung kegiatan usahatani. Sedangkan dari 150 responden yang disurvei awal di Desa Giripurno (wilayah Telecenter Kartini Mandiri), diketahui bahwa sebanyak 71 (47,33 persen) responden menyatakan biasa akses terhadap minimal salah satu sarana TI untuk mendukung kegiatan usahatani. Dengan melihat jumlah petani sayuran di masing-masing wilayah penelitian (petani sayuran potensial di BBP Pacet sejumlah 435 orang dan di wilayah Telecenter Kartini Mandiri sejumlah 500 orang), dapat diperkirakan jumlah populasi adalah 178 petani di wilayah BPP Pacet dan 189 petani di wilayah Telecenter Kartini Mandiri (Desa Giripurno).

Ellen (2010) menyatakan bahwa berdasarkan teknik pengambilan contoh dengan metode yang dikembangkan oleh Slovin maka batas minimal contoh (n) dalam penelitian dapat ditentukan dengan interval kepercayaan 95 persen dan toleransi terjadinya galat (taraf signifikansi kesalahan atau error) maksimum yang diijinkan (e) adalah sebesar < 91 - 0,050)/2 atau < 0,95/2 (< 0,475). Dengan menggunakan nilai e = 0,07 maka jumlah contoh (n) minimal yang diijinkan dalam penelitian ini berdasarkan teknik Slovin adalah sebagai berikut.

Jumlah responden di Pacet:

Jumlah responden di Batu:

Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus Slovin tersebut diperoleh total responden minimal adalah sebanyak 191 responden, yaitu:

n = 2 1 + N (e) n1 = 1 + 178 (0,07)2 178 = 95 n2 = 1 + 189 (0,07)2 189 = 96

1. Petani sayur dengan akses sistem informasi berbasis teknologi informasi secara mandiri di Pacet dengan populasi sebanyak 178, maka respondennya sejumlah 95 orang.

2. Petani sayur dengan akses sistem informasi berbasis teknologi informasi dengan dukungan program pengembangan akses informasi melalui Telecenter di Desa Giripurno dengan populasi sebanyak 189, maka respondennya sejumlah 96 orang.

Sebanyak 212 petani sayuran berhasil dipilih untuk menjadi responden yang berasal dari dua lokasi penelitian, dan setelah dibersihkan datanya (cleaning data) sebanyak 12 responden dianggap kurang layak, sehingga menjadi 200 responden dengan jumlah responden untuk masing-masing lokasi penelitian adalah sebanyak 100 petani

Jumlah responden sebanyak 200 orang sudah sesuai dengan rule of thumb

(aturan) dalam SEM sebagaimana yang dinyatakan oleh Wijayanto (2008) dan Kusnendi (2008) bahwa penggunaan SEM dengan metode estimasi maximum

likelihood memerlukan sampel minimal 100-150 responden, atau sebanyak lima

kali indikator-indikator (observed variables). Penelitian ini menggunakan indikator sebanyak 33, sehingga diperlukan sampel minimal 33 x 5 = 165. Dengan melihat jumlah petani sayuran di masing-masing wilayah penelitian dan

untuk memenuhi uji statistika inferensia tersebut, maka jumlah responden sebanyak 200 orang telah cukup memadai untuk penelitian ini.

Pengumpulan data terhadap petani didasarkan atas pendapat atau persepsi petani terhadap indikator-indikator yang diajukan dalam mengukur peubah- peubah penelitian. Menurut Sarwono (1984), persepsi adalah proses kategorisasi terhadap rangsangan dari luar yang di dalamnya terdapat unsur pemberian arti dan penilaian (inferensiasi) terhadap obyek tersebut. Persepsi dapat diartikan sebagai proses pemberian makna yang di dalamnya terdapat proses seleksi/penilaian terhadap rangsangan berdasarkan pengamatan, wawasan, dan pengalamannya yang di dalamnya terdapat unsur penilaian terhadap peubah penelitian tersebut.

Pemilihan informan penelitian untuk mendukung data kuantitatif dari survei yang dilakukan, adalah secara terarah (purposeful sampling technique) dengan penekanan pada sumber informasi kunci. Sumber informasi kunci adalah tokoh kunci dari lembaga formal, informal dan non-formal di lokasi penelitian. Tokoh kunci formal adalah pimpinan wilayah dan/atau kelembagaan formal. Kelembagaan formal adalah lembaga pemerintahan dari berbagai hierarki, yaitu tingkat kantor kecamatan, kantor desa, dan dinas pertanian setempat, serta norma formal yang berlaku (peraturan, tata tertib organisasi, hukum, dan undang-undang). Kelembagaan informal dan non-formal antara lain kelembagaan adat lokal (norma, tabu, p a m a l i , m a u p u n aturan tidak tertulis) dan tokoh kunci lokal atau tetua adat.

Data yang dihimpun merupakan data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari wawancara terstruktur dengan kuesioner yang dilakukan pada individu petani. Sedangkan data kualitatif bersumber pada kelembagaan (termasuk kelembagaan komunikasi lokal), kelembagaan organisasi dan kelembagaan individu tokoh kunci. Data dikumpulkan dengan penggunaan

External Factor Checklist untuk mengetahui keragaman peubah-peubah yang

akan dianalisis dalam bentuk kuesioner semi-terstruktur berdasar topik pengamatan (topic list). Informasi dihimpun melalui teknik wawancara semi- terstruktur dan indepth interview.

Teknik Pengumpulan Data dan Instrumentasi

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya yaitu responden petani sayuran yang terjangkau oleh implementasi cyber extension. Pengumpulan data primer dilakukan melalui a)

survey terstruktur dengan kuesioner yaitu bentuk pengumpulan data melalui

pengisian kuesioner oleh responden dipandu peneliti/fasilitator di lapangan, b) wawancara terstuktur yaitu bentuk interview terhadap responden dengan pedoman kuesioner yang telah dibuat, c) focus group discussion di tingkat petani/kelompok tani; dan d) pengamatan langsung di lapangan pada beberapa tempat di mana petani biasanya berkumpul dan mencari informasi untuk mendukung usahatani.

Data primer juga diperoleh dari ketua kelompok/lembaga/organisasi, penyuluh/pendamping/fasilitator, dan beberapa responden atau informan kunci termasuk pedagang pengepul atau tengkulak. Data yang umumnya bersifat kualitatif dikumpulkan melalui wawancara semiterstruktur, pengamatan, indepth

interview, dokumentasi, catatan harian, analisis kasus, dan focuss group

discussion. Secara terperinci, cara pengumpulan data yang telah dilakukan

adalah sebagai berikut.

1. Pengamatan (observation), yaitu data dikumpulkan melalui pengamatan langsung terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di lokasi penelitian, khususnya terkait dengan proses interaksi dalam knowledge sharing antar petani, antara petani dengan pendamping/fasilitator, dan antara petani dengan tokoh masyarakat.

2. Kuesioner (questioner), yaitu sejumlah pertanyaan tertutup dalam mengukur peubah penelitian untuk diisi responden.

3. Wawancara (interview), yaitu melakukan tanya jawab lisan secara langsung dengan responden penelitian untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Wawancara dilakukan terhadap pelaku komunikasi inovasi (petani sayuran) dan juga tokoh masyarakat yang terkait dengan kelembagaan lokal.

4. Wawancara mendalam (indepth interview) yaitu melakukan tanya jawab lisan secara langsung dan mendalam guna memperdalam informasi yang telah

diperoleh sebelumnya. Wawancara mendalam juga dilakukan terhadap pelaku komunikasi inovasi (petani dan penyuluh/pendamping) dan juga tokoh masyarakat yang terkait dengan kelembagaan lokal.

5. Focus Group Discussion (FGD) merupakan metode untuk menggali data

kualitatif dari sekelompok orang yang bertanya tentang sikap dan pendapat mereka terhadap suatu isu atau tema terkait dengan penelitian. Pertanyaan diminta dalam grup pengaturan interaktif dimana peserta bebas untuk berbicara dengan anggota kelompok lainnya. Selain komunikasi verbal, dalam FGD juga dapat diamati pula komunikasi nonverbalnya.

6. Dokumentasi (documentation), yaitu mengumpulkan data dengan cara penelusuran dan pencatatan data, dokumen, arsip, maupun referensi yang relevan di instansi yang ada kaitannya dengan penelitian.

Data primer yang dituangkan dalam kuesioner dan dikumpulkan dari responden adalah:

1. Karakteristik individu petani yang meliputi: umur, pendidikan formal, kepemilikan sarana teknologi informasi, lama menggunakan sarana teknologi informasi, luas lahan yang dikuasai dan diusahakan untuk tanaman sayuran, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat keterlibatan petani dalam suatu kelompok.

2. Faktor lingkungan yang meliputi: tingkat ketersediaan media komunikasi konvensional, tingkat ketersediaan sarana akses informasi berbasis teknologi informasi, tingkat ketersediaan infrastruktur jaringan komunikasi, dan keterjangkauan terhadap fasilitasi training

3. Karakteristik cyber extension yang meliputi: kesesuaian dengan kebutuhan, kemudahan untuk diaplikasikanm keuntungan relatif, kemudahan untuk dilihat hasilnya, dan kesesuaian dengan budaya lokal petani.

4. Perilaku dalam memanfaatkan sarana teknologi informasi yang meliputi: pengetahuan terhadap apalikasi teknologi informasi, sikap terhadap aplikasi teknologi informasi, keterampilan menggunakan sarana teknologi informasi untuk akses/pengelolaan informasi, intensitas dalam menggunakan sarana teknologi informasi.

5. Pemanfaatan cyber extension yang meliputi: tingkat akses sarana teknologi informasi yang domonan dimanfaatkan, intensitas memanfaatkan sarana teknologi informasi, tingkat manfaat yang dirasakan, tingkat pengelolaan informasi dengan sarana teknologi informasi, jangkauan sumber informasi yang diakses, dan aktivitas berbagi informasi secara interaktif.

6. Tingkat keberdayaan petani, yaitu kemampuan petani dalam proses pengambilan keputusan untuk: menentukan jenis komoditas yang diusahakan, mengatur input produksi, memasarkan hasil pertanian, bekerjasama/ bersinergi, mengelola informasi, mengolah hasil pertanian, dan mengakses teknologi.

Data sekunder yang dihimpun dalam penelitian ini meliputi dokumen data dan informasi yang terdapat di:

1. Instansi lingkup Kementerian Pertanian, yaitu: Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jawa Timur, dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

2. Instansi lingkup Pemerintah Daerah: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur, Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur dan Batu-Malang, serta Pemda Kabupaten, Kecamatan termasuk Balai Penyuluhan Pertanian, dan Desa di lokasi penelitian.

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui: a) studi dokumentasi, b) wawancara mendalam, dan c) focus group discussion yang dilakukan terhadap pejabat dan penyuluh atau pelaku komunikasi inovasi dan pembuat program komunikasi inovasi pertanian di lingkup instansi terkait. Jenis data sekunder ini meliputi: 1) Kebijakan peraturan Kementan terkait program komunikasi inovasi pertanian, 2) Program pengembangan informasi bidang pertanian mendukung implementasi cyber extension dari Kementan maupun Dinas Pertanian tingkat provinsi, 3) Keadaan wilayah pertanian di lokasi penelitian, 4) Program pengembangan wilayah pertanian di lokasi penelitian, 5) Data hasil penelitian atau evaluasi tentang program pembangunan pertanian.

Instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu peubah. Dalam bidang penelitian, instrumen diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data mengenai peubah-peubah penelitian untuk kebutuhan penelitian (Djaali dan Mulyono 2004). Data primer dikumpulkan dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner sebagai pedoman wawancara secara terstruktur. Bentuk pertanyaan adalah pertanyaan tertutup dan beberapa pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang telah disiapkan jawabannya sehingga responden tinggal memilih yang sesuai. Sedangkan pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memungkinkan responden menguraikan secara bebas dalam menjawab pertanyaan untuk memperjelas jawaban pertanyaan tertutup.

Kuesioner dirancang sedemikian rupa dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami oleh responden. Kuesioner disusun secara jelas dengan kata-kata yang tidak bermakna ganda, tidak menyinggung perasaan responden, dan menghindari bias kepentingan peneliti.

Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang diperkuat dengan data kualitatif. Penelitan kuantitatif dilakukan secara survai yang datanya dikumpulkan dari responden dengan menggunakan instrumen dalam bentuk kuesioner sebagai pedoman dalam melakukan wawancara atau alat pengumpulan data primer dan skunder. Kuesioner disusun sedemikian rupa sebelum digunakan saat penelitian, alat pengukur atau instrumen yang digunakan sudah teruji kesahihan (validity) dan keterandalannya (reliability) untuk memperoleh data dan informasi yang relevan dengan topik penelitian. Dalam penelitian kuantitatif keterpercayaan ditandai dengan adanya validitas dan reliabilitas.

Validitas instrumen atau kesahihan kuesioner barkaitan dengan mengukur apa yang seharusnya diukur. Alat ukur dikatakan valid atau sahih apabila alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur secara tepat konsep yang sebenarnya ingin diukur. Validitas instrumen yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity) dan validitas konstruk (construct validity).

Validitas isi dilakukan dengan mengkaji peubah-peubah penelitian melalui konsep dan teori yang relevan dan selanjutnya diturunkan menjadi definisi

operasional dan indikator pengukuran. Validitas isi juga didasarkan atas: 1) pendapat ahli baik dari berbagai kajian pustaka maupun pendapat pakar (pembimbing dan nara sumber lainnya) dalam rangka mencapai tujuan penelitian, 2) uji kesahihan logika, yaitu membandingkan teori komunikasi partisipatif dan teori konvergensi komunikasi dan kaitannya dengan aplikasi teknologi informasi dalam komunikasi inovasi pertanian khususnya cyber extension dan dengan teori keberdayaan petani. Pada garis besarnya, beberapa dasar teori yang digunakan antara lain:

(1) Logika teori komunikasi partisipatif dan konvergensi komunikasi dalam kerangka pemanfaatan teknologi informasi untuk komunikasi inovasi:

Servaes (2002, 2005, dan 2007): tentang komunikasi partisipatif dengan mengintegrasikan perbedaan budaya dan aplikasi teknologi informasi.

Rogers and Kincaid (1981) tentang konvergensi komunikasi dan aspek pengembangan jaringan informasi.

(2) Logika teori media baru untuk komunikasi inovasi pertanian:

Browning et al. (2008), McMillan (2004), dan Rogers (2003): ciri inovasi terkait dengan ciri Cyber extension sebagai media baru untuk komunikasi inovasi.

Wijekon et al. (2009) dan Taragola et al. (2009): konsep Cyber extension

(3) Logika teori keberdayaan petani:

Chambers (1995): konsep pemberdayaan Mayouk (2010): indikator tingkat keberdayaan

Berdasarkan validitas isi yang telah dilakukan, maka substansi alat ukur yang digunakan telah mencerminkan seluruh isi yang dimiliki, serta informasi yang dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang digunakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari kajian konsep dan teori serta hasil diskusi dengan pakar maka instrumen penelitian telah memenuhi validitas isi.

Validitas konstruk menggambarkan mengenai kemampuan sebuah alat ukur untuk menjelaskan suatu konsep (Ferdinand 2006). Uji validitas konstruk dalam penelitian ini dilakukan ujicoba kuesioner terhadap 35 orang responden yang relatif sama dengan obyek penelitian sesungguhnya. Langkah-langkah cara menguji validitas konstruk menurut Ancok (1995) adalah:

(1) Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur; (2) Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden; (3) Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban

(4) Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total menggunakan teknik korelasi Rank Spearman

Berdasarkan uji validitas konstruk dengan menggunakan SPSS Versi 19 diketahui bahwa instrumen penelitian terbukti valid (Tabel 9) dengan nilai koefisien validitas rata-rata untuk masing-masing peubah antara 0,500-0,875 yang berarti bahwa instrumen dapat dipercaya. Artinya alat ukur ini dapat dipercaya untuk mengukur konsep atau peubah yang akan diukur.

Tabel 9 Nilai Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian

Peubah Kisaran nilai validi-tas

(koefisien r) Keterangan

Karakteristik Individu Petani (X1) 0,530** - 0,780** Valid

Faktor Lingkungan (X2) 0,605** - 0,875** Valid

Persepsi Petani terhadap Karakteristik

Cyber extension (X3)

0,530** - 0,644** Valid

Perilaku dalam memanfaatkan teknologi informasi/TI (X4)

0,717** - 0,867** Valid

Tingkat Pemanfaatan Cyber extension (Y1) 0,500** - 0,719** Valid

Tingkat Keberdayaan Petani (Y2) 0,591** - 0,799** Valid

Keterangan: ** nyata pada P<0,05

Ancok (1989) menyatakan bahwa reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Ini berarti bahwa uji reliabilitas ditujukan untuk mengetahui dan mengukur tingkat akurasi atau konsistensi dari jawaban sesponden. Sedangkan Ferdinand (2006) mendefinisikan reliabilitas sebagai keterpercayaan, keterandalan, keajegan, atau kekonsistensian. Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang dapat dipercaya, ajeg, atau konsisten mengukur suatu konsep. Instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen itu secara konsisten memunculkan hasil yang sama setiap kali dilakukan pengukuran.

Uji reliabilitas dilakukan terhadap 35 orang petani yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian yang sesungguhnya. Hasil ujicoba instrumen diolah dan diuji reliabilitasnya dengan teknik Cronbach’s

Alpha menggunakan SPSS 19. Menurut Hadjar (1999), teknik Cronbach’s Alpha

merupakan teknik yang paling cocok untuk menguji reliabilitas instrumen yang masing-masing butirnya lebih dari satu alternatif jawaban yang mungkin terjadi (tidak ada jawaban yang salah atau benar). Hal ini juga sesuai dengan ciri dari pilihan jawaban kuesioner yang bukan merupakan skor 1 dan 0, melainkan dalam bentuk kategori dan uraian sebagaimana dinyatakan pula oleh Arikunto (1998). Oleh karena itu teknik ini tepat untuk pengukuran reliabilitas instrumen dalam mengukur tingkat keberdayaan petani, tingkat pengetahuan, keterampilan, dan aksesibilitas, atau pendapat seseorang terhadap suatu peubah yang tidak bertujuan untuk mengukur jawaban yang besar atau salah.

Reliabilitas instrumen adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dalam penelitian ini akan dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha diukur berdasarkan skala Cronbach’s Alpha 0 sampai 1. Jika skala tersebut dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterprestasikan sebagai berikut.

1. Nilai Cronbach’s Alpha 0,00 s.d. 0,20, berarti kurang reliabel 2. Nilai Cronbach’s Alpha 0,21 s.d. 0,40, berarti agak reliabel 3. Nilai Cronbach’s Alpha 0,42 s.d. 0,60, berarti cukup reliabel 4. Nilai Cronbach’s Alpha 0,61 s.d. 0,80, berarti reliabel

5. Nilai Cronbach’s Alpha 0,81 s.d. 1,00, berarti sangat reliabel (Triton 2005) Berdasarkan hasil analisis reliabilitas instrumen dengan menggunakan SPSS 19, diketahui bahwa instrumen yang disiapkan untuk keperluan penelitian sudah reliabel. Hal ini ditunjukkan dengan nilai reliabilitas (Cronbach’s Alpha)

adalah antara 0,660 - 0,862 (Tabel 10). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa instrument penelitian secara empirik sudah reliabel dan dapat digunakan untuk memperoleh data yang akurat.

Tabel 10 Nilai Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Peubah Nilai reliabilitas Keterangan

Karakteristik Individu Petani (X1) 0,660** - 0,862** Reliabel

Faktor Lingkungan (X2) 0,750** - 0,853** Reliabel

Persepsi Petani terhadap Karakteristik

Cyber extension (X3)

0,760** - 0,800** Reliabel

Perilaku dalam Memanfaatkan TI (X4) 0,747** - 0,810** Reliabel

Tingkat Pemanfaatan Cyber Extension (Y1) 0,710** - 0,757** Reliabel

Tingkat Keberdayaan Petani (Y2) 0,826** - 0,710** Reliabel

Keterangan: ** nyata pada p<0,01

Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi dijabarkan dan diinterpretasikan menurut alur logika melalui penerapan statistik induktif (Bailey 1992) dan deskriptif dengan menerapkan pendekatan dan analisis sistem. Analisis data digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan menguji hipotesis. Pengolahan data digunakan analisis kuantitatif dan untuk mendukung dan mempertajam analisis kuantitatif dilengkapi dengan informasi berdasarkan data kualitatif (Dey 1993 dan Moleong 1991). Analisis kuantitatif menggunakan statistik yang meliputi: 1) analisis statistik deskriptif, 2) analisis korelasi, 3) analisis uji beda (uji t), dan 4) analisis Structural Equation Models (Kusnendi 2008, Sarwono 2007, Johnson dan Wichen 2002). Sedangkan peubah-peubah yang dianalisis dan alat analisisnya adalah sebagai berikut.

1. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis peubah a) karakteristik individu petani, b) faktor lingkungan, c) persepsi terhadap karakteristik cyber

extension, d) Perilaku dalam memanfaatkan teknologi informasi, e) tingkat

pemanfaatan cyber extension; dan e) tingkat keberdayaan petani sayuran.