• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penulis akan mengemukakan beberapa hal tentang gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh, diantaranya:

4.1.1. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Meulaboh

Berdasarkan catatan historis Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh didirikan pada jaman penjajahan Belanda , bertempat di kelurahan Suak Indra Puri kecamatan Johan Pahlawan pada waktu itu masih bernama penjara karena merupakan warisan dari pemerintah kolonial Belanda, dimana maksud dan tujuannya adalah tempat untuk memenjarakan orang-orang yang melanggar terhadap peraturan kolonial Belanda. Nama ini berlaku sampai Tahun 1964 dan setelah itu berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan, perubahan ini terjadi setelah diadakannya kongres di Bandung, yang menghasilkan Instruksi Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor J. H. G. 8/506 tanggal 17 juni 1964.

Dalam sejarahnya Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Meulaboh merupakan tempat tahanan karena pada waktu itu belum dikenal adanya lembaga pemasyarakatan yang kemudian pada zaman kolonial Belanda digunakan untuk mendidik para narapidana yang melakukan tindak pidana. Namun dalam perkembangannya lembaga tersebut lebih difungsikan untuk menahan para pejuang yang menurut pemerintah Hindia Belanda dianggap sebagai penjahat.

Pada tahun 1945, tepatnya setelah hari kemerdekaan bangsa Indonesia terjadi perubahan kekuasaan dari pemerintah Belanda ke pemerintah Republik

Indonesia yang didalamnya terjadi juga pengalihan aset-aset dan gedung-gedung yang semula dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda secara bertahap dialihkan ke pemerintah Republik Indonesia termasuk salah satunya Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Meulaboh. Sampai saat ini Lembaga Pemasyarakatan tersebut tetap digunakan untuk mendidik para narapidana yang melakukan tindak pidana sehingga memahami akan perbuatannya yang melanggar perundang-undangan.

4.1.2. Letak Geografis dan Kondisi Fisik Bangunan

Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh terletak dikawasan gampong Paya Peunaga Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, yang dibangun oleh BRR pada tahun 2006 setelah bangunan lama di Suak Indrapuri hancur oleh Gempa dan Tsunami pada tanggal 26 desember 2004. Bangunan baru ini dibangun diatas tanah seluas ± 4 hektar dengan daya tampung atau kapasitas sebesar kurang lebih 500 orang, sedangkan pada saat penelitian tepatnya 19 September 2013, jumlah narapidana yang menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh sudah mencapai 298 orang. (hasil wawancara bagian Registrasi Lembaga Pemasyarakatan pada tanggal 19 September 2013). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh begitu cepat meningkat, sehingga membutuhkan pembinaan dan pengawasan yang ketat.

Dalam rangka menjaga dan meningkatkan keamanan, bangunan Lembaga Pemasyrakatan ini dibatasi oleh 4 (empat) buah menara pantau dengan dikelilingi dinding dalam setinggi 7 meter dan diatas dinding tersebut terdapat kawat berduri, jarak diding luar dengan dinding dalam (blok penghuni) berjarak kurang lebih 10

meter, jarak antar dinding tersebut dimanfaatkan sebagai areal pertanian. Menara pantau disebut juga sebagai pos atas berdiri disetiap sudut bangunan.

Lembaga Pemasyarakatan diklasifikasikan dalam 3 (tiga) klas yaitu: 1) Lembaga Pemasyarakatan klas IA;

2) Lembaga Pemasyarakatan klas IIA; 3) Lemabaga Pemasyarakatan klas IIB.

Klasifikasi tersebut didasarkan atas kapasitas tempat kedudukan, dan kegiatan kerja. Lembaga Pemasyarakatan klas IA berkapasitas 1000 orang keatas, klas IIA kapasitasnya 500-1000 dan klas IIB kapasitas kurang lebih 500-1 orang, jadi berdasarkan hal diatas, Lembaga Pemasyarakatan Meulaboh tergolong klas IIB, karena secara terperinci jumlah narapidana yang menempati Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh pada bulan Agustus 2013 sudah mencapai 298 orang.

Di dalam Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh, juga terdapat bangunan dan beberapa sarana yang merupakan faktor penunjang dalam proses pembinaan terhadap warga binaan (Narapidana), diantaranya:

a. Perkantoran; b. Klinik; c. Dapur;

d. Ruang sarana kerja (ruang binker) e. Bangunan Ibadah (Masjid);

f. Sarana olahraga, antara lain : lapangan badminton, lapangan Volley-ball, lapangan sepak bola, (namun hanya setengah lapangan saja), tenis meja;

g. Blok-blok hunian warga binaan.

Untuk merealisasikan apa yang merupakan hak dari narapidana, dalam kaitannya dengan tempat tinggal yang layak, maka di Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh menyediakan 3 (tiga) Blok dengan 90 buah kamar dan 10 buah sel isolasi sebagai tempat tinggal, dengan klasifikasi penghuninya sebagai berikut:

1. Blok A dipergunakan untuk tahanan dan narapidana laki-laki. Untuk blok A terdapat 30 kamar dan 10 Sel isolasi.

2. Sel Isolasi didalam Blok A , dipergunakan untuk tahanan dan narapidana yang melanggar tata tertib.

3. Blok B dipergunakan untuk tahanan dan narapidana anak (wisma anak), terdapat 30 kamar.

4. Blok C dipergunakan untuk narapidana dan tahanan wanita, blok ini terdapat 30 kamar.

Fasilitas-fasilitas lain diantaranya; rruang ruang perpustakaan dan kantin. Menurut Banta Saidi, SE. dalam sistem pemasyarakatan, warga binaan (narapidana), harus tetap mendapatkan hak-haknya yang tentunya diatur sesuai dengan undang-undang yakni hak keperdataan (makan, tempat tidur, rekreasi, dll). Pelaksanaan sistem pembinaan harus berdasarkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila. (hasil wawancara dengan Kasi Binadik rasi Lembaga Pemasyarakatan pada tanggal 30 September 2013).

Selama dalam pelaksanaan tehnik pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh yang menampung, merawat, dan membina narapidana atau peserta didik di dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan sistem

pemasyarakatan, yaitu suatu sistem pembinaan narapidana yang mengacu pada falsafah Pancasila dimana selain mereka diperlakukan sebagai individu juga diperlakukan sebagai anggota masyarakat. Artinya di dalam pembinaan para narapidana tersebut tidak bisa dipisahkan hubungannya dengan masyarakat dan tidak lepas dari tanggung jawab mereka terhadap pembinaan yang dilakukan.

4.1.3. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Meulaboh Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Meulaboh merupakan unit pelaksanaan teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat, membina warga binaan (narapidana) pada umumnya dan narapidana recidive pada khususnya. Agar dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut maka petugas pemasyarakatan selayaknya harus memahami mekanisme kerja sesuai dengan bidangnya masing-masing, sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Penulis akan memberikan gambaran tentang struktur Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh melalui bagan berikut ini:

Bagan 1. Struktur Organisasi

Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Meulaboh

Sumber: Data Sekunder Penelitian, 2013 K A L A P A S

KA. SUBAG T.U

KA. KPLP KA.URS. UMUM KA.URS.KEPEG/ KEUANGAN KASI ADM. KEAMANAN DAN TATA TERTIB KASI BIMB. NAPI/ANDIK & KEGIATAN KERJA PETUGAS PENGAMANAN KASUBSI KEAMANAN KASUBSI REG. BIM. PAS KASUBSI PELAPORAN & TATA TERTIB KASUBSI PERAWATAN NAPI KASUBSI KEGIATAN KERJA

4.1.4. Tugas dan Fungsi Pegawai Lembaga Pemasyarakatan 1. Kepala Lembaga Pemasyarakatan

Bertugas memimpin secara keseluruhan terhadap bagian atau seksi yang ada dalam lingkup organisasi Lembaga Pemasyarakatan dan bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh.

2. Kepala Bagian Tata Usaha

Bertugas mengkoordinasi pelaksanaan tugas Tata Usaha meliputi bidang kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan kerumah tanggaan sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam rangka pelayanan administratif dan fasilitatif Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh. Seksi Tata Usaha terdiri atas :

a. Kepala Urusan Kepegawaian dan Keuangan.

Bertugas melakukan urusan kepegawaian dan bertugas melakukan urusan keuangan.

b. Kepala Urusan Umum.

Bertugas melaksanakan urusan tata persuratan, perlengkapandan kerumah tanggan Lembaga Pemasyarakatan untuk memberikan pelayanan administratif dan fasilitatif.

3. Kepala Seksi Bimbingan /Pendidikan dan Kegiatan Kerja.

Bertugas memberi bimbingan pada narapidana/anak didik melalui dasar pembinaan Pemasyarakatan dan mempersiapkan narapidana/anak didik agar dapat kembali kemasyarakat dengan baik serta menentukan program pembinaan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

a. Kepala Sub. Seksi Registrasi

Bertugas melakukan pendataan/pencatatan narapidana/anak didik dengan mencatat kedalam buku register serta membuat statistik dan dokumentasi narapidana/anak didik sesuai ketentuan yang berlaku, agar memudahkan pencatatan data dalam rangka pelaksanaan tugas pemasyarakatan.

b. Kepala Sub. Seksi Perawatan Narapidana

Bertugas menyelenggarakan bimbingan dan pembinaan dibidang pisik, mental dan rohani serta meningkatkan pengetahuan asimilasi dan perawatan narapidana/anak didik sesuai peraturan maupun petunjuk yang berlaku dalam rangka pelaksanaan sebagian tugas pemasyarakatan.

c. Kepala Sub. Seksi Kegiatan Kerja

Bertugas memberikan petunjuk dan membimbing kerja dalam rangka memberikan ketrampilan kepada narapidana/anakn didik dalam lingkungan Lembaga Pemasyarakatan.

4. Kepala Seksi administrasi Keamanan dan Tata Tertib

Bertugas mengkoordinasikan kegiatan Keamanan dan Tata tertib dengan mengatur jadwal petugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam rangka terciptanya suasana aman dan tertib dilingkungan LembagaPemasyarakatan. Bidang administrasi keamanan tata tertib terdiri atas:

a. Kepala Sub. Seksi keamanan

Bertugas menyelenggarakan tugas pengamanan dan ketertiban dengan mengatur/membuat jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan sesuai peraturan dan petunjuk yang berlaku, agar tercipta suasana aman dan tertib dilingkungan Lembaga Pemasyarakatan.

b. Kepala Sub. Seksi Pelaporan dan tata tertib

Bertugas melakukan tugas pelaporan Keamanan dan Tata Tertib secara berkala berdasarkan laporan harian acara yang dibuat pleh satuan pengamanan yang bertugas, dalam rangka menegakkan keamanan dan ketertiban Lembaga Pemasyarakatan sesuai peraturan yang berlaku. c. Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Ka. KPLP)

Bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan tugas pengamanan dan ketertiban sesuai jadwal tugas agar tercapai suasana aman dan tertib ban dilingkungan Lembaga Pemasyarakatan.

4.1.5. Tim Pengamat Pemasyarakatan

Menurut Banta Sidi, SE. Tim pengamat pemasyarakatan terdiri dari pejabat-pejabat Lembaga Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, atau pejabat-pejabat terkait lainnya: (wawancara dengan Banta Sidi,SE Kasi Binadik rasi Lembaga Pemasyarakatan pada tanggal 3 Oktober 2013).

1. Tim pengamat pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan bertugas memberikan saran serta pertimbangan kepada kepala Lembaga Pemasyarakatan mengenai:

a. Bentuk dan program pembinaan narapiadana atau anak didik pemasyarakatan;

b. Penilaian atau evaluasi terhadap pelaksanaan terhadap program pembinaan narapidana atau anak didik pemasyarakatan;

c. Menerima keluhan dari narapidana atau anak didik pemasyarakatan;

d. Pelanggaran ketertiban oleh narapidana atau anak didik pemasyarakatan agar diambil tindakan tepat dan masalah lain yang muncul dalam proses pembinaan narapidana atau anak didik pemasyarakatan.

2. Dalam pelaksanaan tugasnya tim pengamat pemasyarakatan berperan dalam hal:

a. Membuat perencanaan persidangan;

b. Melakukan tertib administrasi persidangan, inventarisasi dan dokumentasi;

c. Membuat rekomendasi dan risalah sidang tim pengamat pemasyarakatan kepada kepala lembaga pemasyarakatan;

d. Memantau pelaksanaan pembinaan narapidana/anak didik pemasyarakatan.

3. Wali narapidana atau anak didik pemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan yang mengamati, menangani dan mendampingi secara langsung dan khusus dalam hal pembinaan narapidana atau anak didik pemasyarakatan.

4.1.6. Petugas Pemasyarakatan

Dalam melaksanakan proses pembinaan narapidana, pegawai atau petugas pemasyarakatan merupakan salah satu unsur penting. Pegawai tersebut harus memiliki kemampuan, khususnya dibidang kemasyarakatan dan didukung oleh tingkat pendidikian yang dimiliki oleh masing-masing petugas tersebut. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk mengarahkan narapidana berdasarkan tujuan dari sisten pemasyarakatan.

Berikut penulis, memberikan gambaran tentang keadaan petugas di Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh, berdasarkan:

Tabel 1 Petugas Berdasarkan Golongan dan Pendidikan

No Pangkat Gol Jenis kelamin Pendidikan L P SMP SMU D-III S1 S2 1 Pembina Tk I IV/b - - - - 2 Pembina IV/a 1 - - - 1 - - 3 Penata Tk I III/d 3 1 - - - 4 - 4 Penata III/c 2 - - - - 2 -

5 Penata Muda Tk I III/b 12 2 - 5 - 9 -

6 . Penata Muda III/a 1 - - - - 1 -

7 Pengatur Tk I II/d 2 2 - 2 1 1 -

8 Pengatur II/c 4 1 - 4 - 1 -

9 Pengatur Muda Tk I II/b 6 1 - 7 - - -

10 Pengatur Muda II/a 6 1 - 7 - - -

Jumlah 37 8 - 25 2 18 -

Sehingga dapat peneliti simpulkan bahwa tingkat pendidikan pegawai Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh yang paling banyak adalah SMU dan Sederajat dan Sarjana sedangkan pendidikan yang paling sedikit adalah D-III hanya satu orang. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tingkat pendidikan yang dimiliki pegawai Lembaga Pemasyarakatan seharusnya dapat lebih optimal lagi dalam memberikan pembinaan kepada warga binaan Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh, bukan sebaliknya yaitu seperti yang terjadi pada saat sekarang ini bahwa pembinaan yang diberikan lebih cenderung memakai cara kekerasan bukan pemasyarakatan.

4.1.7. Keadaan Penghuni Lembaga Pemasyarakatan

Menurut Banta Sidi, SE tidak semua yang menempati Lembaga Pemasyaraktan adalah narapidana, tetapi ada juga yang berstatus sebagai tahanan, yang dimaksud dengan tahanan adalah terdakwa yang dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam proses persidangan di pengadilan. (wawancara dengan Banta Sidi, SE Kasi Binadik Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Meulaboh tanggal 21 Oktober 2013).

Khusus narapidana residivis sendiri yang ada di Lembaga Pemasyarakatan klas IIB B Meulaboh jumlahnya per agustus tahun 2013 saja sudah mencapai 10 orang recidive baik yang sudah berstatus tahanan maupun yang berstatus narapidana, berbeda dengan jumlah narapidana recidive yang diterima Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh pada tahun 2011 yang menerima 19 narapidana recidive. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadinya penurunan angka jumlah narapidana recidive yang diterima antara tahun 2011 dan tahun

2012, walaupun penurunannya tidak begitu banyak setidaknya hal tersebut menunjukkan bahwa lembaga pemasyarakatan klas IIB Meulaboh sudah berhasil dan melaksanakan secara optimal dalam memberikan pembinaan bagi warga binaannya khususnya residivis. (hasil wawancara pada bagian Registrasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Meulaboh tanggal 4 Nopember 2013).

“…bila tetap terjadinya residivis itu bukanlah suatu hal yang dapat menunjukkan berhasil atau tidaknya pembinaan yang diberikan, karena hal tersebut juga harus didukung oleh tindakan yang harus dilakukan oleh masyarakat umum dan kesadaran diri narapidana itu sendiri. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa terjadinya kembali residivis itu lebih banyak karena faktor diri narapidana itu sendiri dan faktor masyarakat sekitarnya.” (hasil wawancara dengan Kasi Binadik Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Meulaboh tanggal 19 Nopember 2013).

Berikut ini penulis akan memberikan latar belakang 5 (lima) orang khusus narapidana recidive yang berdasarkan tindak kejahatan yang dilakukan, lamanya hukuman, banyaknya pengulangan tindak pidana yang dilakukan, pekerjaan sebelum masuk Lembaga Pemasyarakatan, pendidikan terakhir, serta faktor-faktor yang menyebabkan narapidana recidive tersebut mengulangi lagi perbuatan pidananya, yaitu: (hasil wawancara dengan narapidana residivis di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Meulaboh tanggal 25 Nopember 2013).

Dari hasil wawancara tersebut peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa dilihat dari faktor penyebabnya seorang bekas narapidana melakukan kembali perbuatannya yaitu karena faktor ekonomi dan kejiwaan (mental) narapidana tersebut, namun bila dilihat dari segi pendidikan bahwa faktor penyebab seorang bekas narapidana dapat melakukan kembali kejahatannya dapat juga karena rendahnya ilmu pengetahuan yang dimiliki narapidana recidive tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel di atas bahwa residivis yang paling sering mengulangi kejahatannya yaitu berpendidikan SD, sehingga faktor intelektual juga dapat

menjadi penyebab terjadinya seorang bekas narapidana mengulangi kembali kejahatannya sehingga menjadi residivis.

4.2. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Meulaboh

4.2.1. Tahap-tahap Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Meulaboh

Pembinaan yang dilakukan harus berdasarkan pada Pancasila dan konsep pemasyarakatan. Pada hakikatnya proses pembinaan narapidana dimulai sejak narapidana tersebut masuk ke Lembaga Pemasyarakatan sampai berakhirnya masa pidana (bebas). Tahap-tahap yang harus dilalui dalam proses pembinaan narapidana adalah admisi dan orientasi atau pengenalan, tahap pembinaan, tahap asimilasi, dan tahap integrasi dengan lingkungan masyarakat.(wawancara dengan bagian bimbingan kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Meulaboh tanggal 25 Nopember 2013).

Tahap-tahap dari pembinaan tersebut yaitu: a. Tahap admisi dan orientasi atau pengenalan

Tahap ini lebih dikenal dengan istilah Mapenaling (masa pengenalan lingkungan). Setiap narapidana yang masuk ke dalam Lembaga Pemasyarakatan diberi pengarahan tentang situasi di dalam Lembaga Pemasyarakatan, blok mana yang harus ditempati oleh narapidana tersebut, hak dan kewajibannya, dan peraturan-peraturan yang ditetapkan di Lembaga Pemasyarakatan. Tujuannya adalah agar dapat memperbaiki tingkah laku narapidana dan mengarahkannya ke jalan yang benar.

Pada tahap ini narapidana akan diteliti tentang segala hal ikhwal perihal dirinya, termasuk sebab-sebab melakukan tindak pidana, tempat tinggal narapidana, situasi ekonominya, latar belakang pendidikan, dan sebagainya. Untuk keperluan admisi dan orientasi narapidana ditempatkan di blok khusus (karantina), maksudnya disamping untuk keperluan pembinaan dan juga untuk keperluan pemeriksaan kesehatan apakah ada penyakit yang menular atau tidak.

Admisi dan orientasi merupakan tahap yang kritis bagi narapidana yang baru masuk ke lembaga pemsyarakatan, karena dari dunia luar yang bebas dan luas memasuki situasi Lembaga Pemasyarakatan yang sempit dan terkekang. Pada tahap ini dilakukan dengan pengawasan yang sangat ketat (maximum security). Narapidana akan merasakan hilangnya kebebasan, pelayanan, dan lain-lain. Sangat diharapkan agar narapidana dapat menyesuaikan diri dalam masa transisi tersebut, sehingga dapat hidup secara normal di Lembaga Pemasyarakatan.

Pada tahap ini juga ditunjuk seorang petugas untuk menjadi wali dari narapidana dan bertindak sebagai pendamping, sehingga apabila narapidana mengalami kesulitan atau masalah dapat disampaikan ke walinya untuk mendapat pengarahan atau jalan keluar dari masalah tersebut. Tahap ini dilakukan sejak awal masuk sampai 1/3 dari masa pidana.

b. Tahap pembinaan

Tahap pembinaan merupakan kelanjutan dari tahap admisi dan orientasi. Tahap ini dilakukan apabila narapidana telah menjalani 1/3

masa pidana sampai 1/2 masa pidananya dengan medium security. Bentukbentuk pembinaan diantaranya, pembinaan kepribadian (mental dan spiritual) serta pembinaan kemandirian. Untuk kepentingan pembinaan narapidana akan didata mengenai bakat dan minatnya masing-masing dan juga jenjang pendidikan yang pernah ditempuh. c. Tahap asimilasi

Pembinaan narapidana pada tahap ini dapat dimulai dari 1/2 masa pidana sampai 2/3 dari masa pidananya dan menurut penilaian team pembinaan pemasyarakatan sudah memiliki kemajuan fisik, mental, dan keterampilan. Pada tahap ini pengawasan terhadap narapidana relatif berkurang (minimum security).

Asimilasi secara harafiah adalah diperdayakan. Asimilasi diklasifikasikan menjadi 2 bentuk yakni asimilasi di dalam lembaga pemasyarakatan, dan asimilasi luar Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana yang menjalani asimilasi di dalam Lembaga Pemasyaraktan, diantaranya narapidana yang bekerja di kantor-kantor di dalam Lembaga Pemasyarakatan, dan narapidana yang mengajar di Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan untuk asimilasi di luar kegiatannya dapat berupa kerja pada salah satu pabrik, kerja bakti bersama masyarakat, kerja sendiri, dan lain-lain. Dari tahun 2011 sampai saat ini kegiatan asimilasi luar diantaranya bekerja di kebun pertanian milik Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh dan bekerja di sekitar Lembaga Pemasyarakatan seperti menjaga parkiran di halaman depan Lembaga Pemsyarakatan klas IIB Meulaboh.

Pada tahap ini program pembinaan diperluas, bukan saja di dalam lingkungan lembaga pemasyarakatan, tetapi juga membaurkan narapidana dengan masyarakat tertentu. Program ini dilaksanakan secara bertahap, mulai dari kegiatan yang sempit lingkungannya dan mengarah pada kegiatan masyarakat yang lebih luas sesuai dengan bakat dan keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing narapidana. Dalam melaksanakan setiap program kegiatan asimilasi, petugas atau pembina pemasyarakatan harus selektif dan kegiatan tersebut harus direncanakan secara matang dan terpadu. Hal ini bertujuan agar mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada narapidana dan merugikan masyarakat dimana narapidana tersebut diasimilasikan. d. Tahap integrasi dengan lingkungan masyarakat

Tahap ini adalah tahap akhir pada proses pembinaan narapidana dan dikenal dengan istilah integrasi. Apabila proses pembinaan dari tahap admisi dan orientasi atau pengenalan, pembinaan, asimilasi dapat berjalan dengan lancar dan baik serta masa pidana yang sebenarnya telah dijalani 2/3 atau sedikitnya 9 bulan, maka kepada narapidana tersebut diberikan pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas. Dalam tahap ini proses pembinaannya dilaksanakan di masyarakat luas sedangkan pengawasannya semakin berkurang sehingga narapidana akhirnya dapat hidup dengan masyarakat.

Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas dilaksanakan di bawah pengawasan langsung oleh Balai Pemasyarakatan bukan lagi pihak Lembaga Pemasyarakatan.

Narapidana dapat menjalani sisa dari masa pidana atau 2/3 di rumah dan masa percobaan selama 1 (satu) tahun, selain itu narapidana yang bersangkutan harus wajib melaporkan diri ke Balai Pemasyarakatan. Jika pada tahap integrasi tersebut narapidana kembali melakukan tindak pidana, maka narapidana tersebut harus kembali menjalani sisa masa pidananya itu di dalam lembaga pemasyarakatan, ditambah lagi dengan sanksi pidana yang baru dilakukan tersebut.

Tahap-tahap pembinaan tersebut diatas secara umum dapat dikatakan sebagai tahap pembinaan standart yang diberikan oleh lembaga pemasyarakatan klas IIB Meulaboh dalam membina warga binaan, kecuali bagi narapidana khusus tindak pidana narkoba selain mendapatkan pembinaan-pembinaan tersebut juga mendapatkan pembinaan yang disebut dengan hypnotherapy yang bertujuan untuk menghilangkan rasa keinginan narapidana untuk menggunakan narkoba lagi.

Namun berbeda lagi dengan narapidana recidive, dari hasil penelitian yang penulis lakukan diketahui bahwa khusus untuk narapidana recidive sendiri pada umumnya mendapatkan pembinaan yang sama dengan narapidana lainnya, tetapi perbedaannya hanya terletak pada saat pelaksanaan baik pembinaan asimilasi maupun pembinaan integrasi. Perbedaan tersebut yaitu bila narapidana recidive untuk mendapatkan pembinaan asimilasi dirasakan masih sangat sulit. Hal tersebut disebabkan oleh karena status narapidana recidive itu sendiri yang menyebabkan pihak Lembaga Pemasyarakatan harus lebih ekstra lagi dalam memberikan pembinaan. Padahal disisi lain pembinaan asimilasi tersebut merupakan salah satu hak bagi warga binaan untuk mendapatkannya. (wawancara

dengan Banta Sidi,SE Kasi Binadik Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh tanggal 2 Desember 2013).

Mengenai hak asimilasi tersebut, penulis mendapatkan informasi yang diberikan oleh salah satu narapidana recidive yang ada di Lembaga Pemasyarakatan klas IIB Meulaboh. Narapidana recidive tersebut mengatakan bahwa untuk mendapatkan asimilasi itu dirasakan sangat sulit sekali, selain statusnya sebagai residivis hal lain yang menyebabkan susahnya mendapatkan hak asimilasi yaitu adanya pungutan liar yang dilakukan oleh pegawai Lembaga Pemasyarakatan kepada narapidana yang mengajukan permohonan hak tersebut. Sulitnya narapidana recidive untuk mendapatkan haknya juga terjadi pada hak untuk mendapatkan pembinaan integrasi, dimana pembinaan tersebut sangat

Dokumen terkait