Gambaran Umum Desa Tegallega dan Desa Bunikasih
Gambaran umum desa akan memberikan penjelasan mengenai kondisi geografis, sosial ekonomi, dan sarana prasarana yang ada di lokasi. Gambaran kondisi dimulai dari penjelasan kondisi umum di Kecamatan Warungkondang dan diakhiri dengan perbandingan kondisi kedua desa, Desa Tegallega dan Desa Bunikasih.
Kondisi Geografis
Kecamatan Warungkondang adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Cianjur, Jawa barat. Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah utara Kabupaten Cianjur. Kecamatan ini memiliki batas- batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cugenang 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Gekbrong 3. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi 4. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cilaku
Kecamatan Warungkondang beriklim tropis dan memiliki intensitas sinar matahari yang cukup. Kecamatan Warungkondang memiliki ketinggian 450-1200 meter dari permukaan laut (dpl) sehingga suhu rata-rata berkisar antara 18-25°C. Kecamatan Warungkondang memiliki curah hujan antara 2 000 sampai 2 500 mm per tahun. Kecamatan ini memiliki jenis tanah latosol aluvial dengan pH tanah antara 5-6. Kecamatan Warungkondang memiliki 11 desa yang terdiri atas Cisarandi, Sukamulya, Mekarwangi, Jambudipa, Bunikasih, Cieundeur, Ciwalen, Sukawangi, Cikaroya, Bunisari dan Tegallega. Kecamatan Warungkondang memiliki luas wilayah sebesar 5 508 Ha. Luas wilayah kecamatan ini menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Luas wilayah Kecamatan Warungkondang menurut penggunaannyaa Jenis penggunaan lahan Luas lahan (Ha) Persentase penggunaan lahan (%)
Sawah 1 644 29.8 Perkebunan 555 10.1 Tegal/Ladang 315 5.9 Padang rumput 22 0.3 Hutan rakyat 44 0.8 Hutan negara 1 408 25.5 Pekarangan 561 10.1 Kolam 23 0.6 Lain-lain 936 16.9 Total 5 508 100.0 a
25 Desa Tegallega dan Desa Bunikasih merupakan desa yang berada di Kecamatan Warungkondang. Karena masih dalam lingkup satu kecamatan, kedua desa ini memiliki letak geografis yang berdekatan. Desa Tegallega memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Bunikasih 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mekarwangi 3. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor 4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Bunisari
Desa Bunikasih memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cugenang
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tegallega 3. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor 4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciwalen
Letak geografis yang berdekatan menyebabkan kedua desa ini memiliki kondisi geografis yang serupa. Kondisi tersebut menyebabkan kedua desa juga memiliki kondisi agroklimat (iklim, intensitas sinar matahari, ketinggian, suhu, curah hujan, jenis tanah, pH tanah) yang hampir sama. Kondisi agroklimat tersebut berpotensi untuk mendukung produksi hortikultura (sayur-sayuran, buah- buahan, biofarmaka, dan tanaman hias) di kedua desa. Perbandingan kondisi geografis Desa Tegallega dengan Desa Bunikasih dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Kondisi geografis Desa Tegallega dengan Desa Bunikasiha
Kondisi geografis Satuan Tegallega Bunikasih
Luas wilayah keseluruhan Ha 1 000.35 647.16
Lahan untuk komoditas hortikultura Ha 60.38 86.00
Ketinggian m dpl 800-1 000 550-1 200
Bentuk topografi lereng lereng
Jarak dari desa ke ibukota provinsi km 75 72
Jarak dari desa ke ibukota kabupaten km 15 13
a
Sumber: Profil Desa (2012)
Kondisi Sosial Ekonomi
Kecamatan Warungkondang memiliki 11 desa, 82 rukun warga (RW), 299 rukun tetangga (RT) dan 33 dusun. Jumlah penduduk yang ada di wilayah Kecamatan Warungkondang adalah 62 904 orang. Desa Tegallega memiliki 3 dusun, 6 RW, dan 25 RT. Jumlah penduduk Desa Tegallega ada 4 724 orang dengan penduduk laki-laki sebanyak 2 359 orang dan penduduk perempuan sebanyak 2 365 orang. Total keluarga yang ada di desa berjumlah 1 351 keluarga. Tingkat pendidikan penduduk desa pada umumnya adalah tamat SD. Sebagian besar masyarakat Desa Tegallega bekerja sebagai petani dan buruh tani. Tercatat ada sekitar 1 529 orang dalam rentang umur 18-56 tahun yang tidak memiliki pekerjaan tetap sehingga tingkat kesejahteraan sebagian besar penduduk desa masih dalam status prasejahtera. Kondisi Desa Bunikasih tidak berbeda jauh
26
dengan Desa Tegallega. Desa Bunikasih memiliki 3 dusun, 9 RW, dan 27 RT. Jumlah penduduk Desa Bunikasih ada 5 872 orang dengan penduduk laki-laki sebanyak 3 039 orang dan penduduk perempuan sebanyak 2 833 orang. Total keluarga yang ada di desa berjumlah 1 921 keluarga. Tingkat pendidikan penduduk desa pada umumnya adalah tamat SD. Sebagian besar masyarakat Desa Bunikasih bekerja sebagai petani dan buruh tani. Tercatat ada sekitar 1 657 orang dalam rentang umur 18-56 tahun yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan sebagian besar tingkat kesejahteraan penduduknya pun masih dalam status prasejahtera. Perbandingan kondisi sosial ekonomi Desa Tegallega dan Desa Bunikasih dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Kondisi sosial ekonomi Desa Tegallega dengan Desa Bunikasiha Perbandingan kondisi sosial ekonomi Satuan Tegallega Bunikasih
Jumlah penduduk orang 4 724 5 872
Jumlah kepala keluarga KK 1 351 1 921
Tingkat pendidikan rata-rata tamat SD tamat SD Jumlah yang bekerja sebagai petani orang 262 735 Jumlah yang bekerja sebagai buruh tani orang 448 1 016
a
Sumber: Profil Desa (2012)
Kondisi Sarana dan Prasarana
Secara umum, fasilitas sarana dan prasarana di Kecamatan Warungkondang terdiri atas sarana pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, dan infrastruktur jalan. Kecamatan Warungkondang memiliki 211 SD/sederajat dengan 79 511 orang murid dan 1 209 orang tenaga pendidik. Kecamatan Warungkondang memiliki 26 orang tenaga kesehatan dengan jumlah 1 unit puskesmas dan 1 unit puskesmas pembantu. Kecamatan Warungkondang memiliki fasilitas transportasi berupa angkutan umum (seperti bus dan angkot) dan ojek. Secara umum, masyarakat Kecamatan Warungkondang sudah menggunakan telepon seluler untuk berkomunikasi. Kecamatan Warungkondang memiliki kondisi infrastuktur jalan yang baik, namun sebagian besar jalan yang ada di perdesaan berada dalam kondisi yang kurang baik. Hal ini dapat berakibat pada meningkatnya biaya transportasi untuk mengangkut hasil produksi pertanian ke pasar. Kondisi infrastruktur yang kurang baik dapat meningkatkan risiko kerusakan saat hasil produksi diangkut, sehingga menurunkan kuantitas sekaligus kualitas produk.
Desa Tegallega memiliki 1 unit PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan 3 unit SD (Sekolah Dasar) sebagai sarana dan prasarana pendidikan. Desa Tegallega memiliki 1 unit pembantu puskesmas dan 6 unit posyandu sebagai sarana dan prasarana kesehatan. Desa Tegallega memiliki angkutan umum berupa angkot dan ojek yang beroperasi sebagai sarana dan prasarana transportasi di desa. Sebagian besar masyarakat Desa Tegallega menggunakan telepon seluler untuk berkomunikasi. Kondisi infrastruktur jalan di Desa Tegallega kurang baik. Semakin dekat dengan lereng gunung, kondisi jalan semakin buruk. Daerah kampung padakati dan loji kolot berada dekat dengan lereng gunung dan memiliki
27 kondisi jalan yang buruk. Daerah tersebut adalah daerah dimana sebagian petani komoditas hortikultura bercocoktanam.
Desa Bunikasih memiliki 3 unit PAUD dan 3 unit SD sebagai sarana dan prasarana pendidikan. Desa Bunikasih memiliki 7 unit posyandu sebagai sarana dan prasarana kesehatan. Desa Bunikasih memiliki angkutan umum berupa angkot dan ojek yang beroperasi sebagai sarana dan prasarana transportasi di desa. Sebagian besar masyarakat Desa Bunikasih menggunakan telepon seluler untuk berkomunikasi. Kondisi infrastruktur jalan di Desa Bunikasih cukup baik. Pada tahun 2010, Desa Bunikasih mendapatkan bantuan dari PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) untuk memperbaiki jalan. Program perbaikan jalan desa dilakukan secara bertahap sampai tahun 2013. Perbandingan kondisi sarana dan prasarana Desa Tegallega dan Desa Bunikasih dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Kondisi sarana dan prasarana Desa Tegallega dengan Desa Bunikasiha Sarana dan Prasarana Satuan Tegallega Bunikasih Lembaga Pendidikan:
PAUD/sederajat unit 1 3
SD/sederajat unit 3 3
SMP/sederajat unit N.A N.A
SMA/sederajat unit N.A N.A
Lembaga Kesehatan:
Puskesmas unit 1 N.A
Posyandu unit 6 7
Lembaga Pertanian:
Koperasi unit 1 N.A
Lembaga Keuangan:
BRI dapat dijangkau dapat dijangkau
Sarana Transportasi:
Angkutan umum ada ada
Ojek ada ada
Sarana Komunikasi:
Telepon seluler banyak digunakan banyak digunakan
Infrastruktur Jalan rabat beton rabat beton
a
Sumber:Profil Desa (2012); N.A: tidak tersedia
Gambaran Umum Koperasi Mitra Tani Parahyangan
Koperasi Mitra Tani Parahyangan adalah bentukan dari kelompok tani yang ada di Desa Tegallega. Pada awalnya, kelompok tani tersebut terdiri atas 5 orang petani saja. Semakin lama, jumlah petani anggota bertambah menjadi 26 orang. Setelah itu terbentuklah sebuah koperasi yang bernama Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Koperasi Mitra Tani Parahyangan dibentuk pada tanggal 18 Desember 2000 dengan Badan Hukum No. 105/BHKdk/10.7/XIII/2000; SITU No.
28
503/020/SITU/II/2002; TDP No. 100625200777; NPWP No. 01.990.733.8- 406.008. Pada tahun 2013, Koperasi Mitra Tani Parahyangan diketuai oleh Bapak Yayat Duriat yang juga bekerja sebagai Kepala Badan Penyuluhan Pertanian Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Koperasi ini terdiri atas 3 unit usaha, yaitu unit tanaman pangan, unit usaha sarana produksi tanaman (saprotan), dan unit hortikultura. Saat ini ada 329 petani yang tergabung dalam Koperasi Mitra Tani Parahyangan, yang terdiri atas 86 orang anggota unit tanaman pangan, 41 orang anggota unit usaha saprotan, dan 202 orang anggota unit hortikultura. Gambar 6 menunjukkan gambaran Koperasi Mitra Tani Parahyangan.
Gambar 6 Gambaran Koperasi Mitra Tani Parahyangan
Koperasi Mitra Tani Parahyangan memiliki motto 4P (Polo, Pola, Pale,
Palu). P yang pertama adalah polo, yang berarti kepala. Polo menunjukkan bahwa koperasi harus memiliki visi yang sama diantara anggotanya. Setelah adanya satu visi bersama, maka dibentuklah P yang kedua, yaitu pola. Pola bisa juga berarti sistem. Koperasi harus memiliki sistem yang jelas dan terpadu mulai dari proses budidaya sampai pada pemasaran dalam Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Lalu P yang ketiga adalah pale, yang berarti pendidikan. Petani yang tergabung dalam Koperasi Mitra Tani Parahyangan akan mendapatkan pelatihan dan pendidikan yang difasilitasi oleh P4S (Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya) dari Dinas Pertanian. P4S masih berjalan sampai saat ini. Koordinator P4S di Desa Tegallega adalah Bapak Ujang Majuddin. Selanjutnya P yang terakhir adalah palu, yang berarti proses dalam mengambil keputusan. Setelah polo, pola, pale
direncanakan secara matang, Koperasi harus berani mengambil keputusan strategis di tengah peluang dan hambatan yang ada. Keputusan strategis tersebut harus menghasilkan suatu tindakan nyata untuk mewujudkan koperasi yang mandiri. Salah satu contoh keputusan strategis yang diambil oleh Koperasi Mitra Tani Parahyangan adalah koperasi akan memasok hasil produksinya ke pasar swalayan.Visi dari Koperasi Mitra Tani Parahyangan adalah menyediakan bahan pangan dan hortikultura yang terjangkau dan salah satu misi Koperasi Mitra Tani Parahyangan adalah meningkatkan pelayanan kebutuhan produksi. Tujuan Koperasi Mitra Tani Parahyangan adalah menjadi fasilitator pengelola usahatani dan pemasar bagi hasil produksinya secara efektif dan efisien. Koperasi Mitra Tani Parahyangan memiliki 3 unit usaha, yaitu unit tanaman pangan (beras), unit
29 usaha saprotan, dan unit tanaman hortikultura. Dalam tanggung jawab pekerjaannya, Bapak Yayat Duriat dibantu oleh tiga orang manajer. Bapak Jajang di unit tanaman pangan, Bapak Ade di unit usaha saprotan, dan Bapak Ujang Majuddin di unit tanaman hortikultura. Saat ini ada 329 petani (aktif maupun pasif) yang tergabung dalam Koperasi Mitra Tani Parahyangan, yang terdiri atas 86 orang anggota unit tanaman pangan, 41 orang anggota unit usaha saprotan, dan 202 orang anggota unit tanaman hortikultura. Unit tanaman hortikultura merupakan yang terbesar dari ketiga unit usaha tersebut. Koperasi Mitra Tani Parahyangan saat ini mengembangkan banyak jenis komoditas hortikultura. Ada 147 komoditas hortikultura yang pernah dibudidayakan dan dipasarkan oleh koperasi ini. Koperasi Mitra Tani Parahyangan setiap harinya mampu memasarkan 5-7 ton berbagai jenis komoditas hortikultura ke daerah Jabodetabek maupun Bandung. Gambar 7 menunjukkan aktivitas di Koperasi Mitra Tani Parahyangan.
Gambar 7 Aktivitas di Koperasi Mitra Tani Parahyangan
Koperasi melakukan kerja sama dengan banyak kelompok tani agar mampu menjaga kuantitas pasokan produksi. Kerjasama yang dilakukan merupakan kerjasama lintas kecamatan dan lintas kabupaten. Dalam lingkup wilayah Kabupaten Cianjur, Koperasi Mitra Tani Parahyangan bekerjasama dengan kelompok tani yang ada di Kecamatan Warungkondang, Kecamatan Cibinong, Kecamatan Cipanas, Kecamatan Pacet, Kecamatan Campaka, Kecamatan Karangtengah, Kecamatan Gekbrong, Kecamatan Cugenang, dan Kecamatan Takokak. Diluar lingkup wilayah Kabupaten Cianjur, Koperasi Mitra Tani Parahyangan bekerjasama dengan kelompok tani yang ada di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Cisurupan dan Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut.
Koperasi Mitra Tani Parahyangan memiliki 77 pekerja tetap. Dua puluh empat bekerja sebagai pekerja kebun atau buruh tani. Tiga puluh dua orang bekerja di gudang untuk melakukan sortasi, grading, dan pengemasan. Sembilan orang bekerja di kantor untuk mengurus administrasi koperasi. Dua belas orang bekerja sebagai supir untuk mengantarkan hasil produksi dari sub-terminal agribisnis koperasi ke pasar swalayan. Saat ini terdapat 2 gudang yang dimiliki Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Gudang yang pertama berada di Padakati, Jl.
30
Tegallega Km.16 Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Gudang yang kedua berada di Blok 1.3.4 Jl Raya Cigombong No 71, Kota Cianjur, Jawa Barat. Koperasi Mitra Tani Parahyangan juga memiliki kantor yang mengurus bagian administrasi. Kantor tersebut berada di lokasi yang sama dengan gudang yang kedua. Fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Koperasi Mitra Tani Parahyangan adalah kantor koperasi, 2 gudang (termasuk gudang pengemasan dan gudang penyimpanan), gudang untuk pupuk organik, aula, dan alat transportasi seperti 1 unit cooling box, 1 unit truk, 8 unit mobil pick-up, dan 2 unit sepeda motor.
Program OVOP di koperasi ini merupakan hasil dari tindakan inisiatif yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Kementerian Koperasi dan UKM melakukan survei awal di daerah Cianjur. Survei tersebut menghasilkan keputusan untuk mengimplementasikan program OVOP di Koperasi Mitra Tani Parahyangan pada tahun 2008. Program OVOP di Koperasi Mitra Tani Parahyangan hanya difokuskan kepada komoditas hortikultura, sehingga program ini hanya ditujukan kepada petani sayur yang tergabung dalam unit hortikultura saja.
Karakteristik Petani Responden
Petani responden merupakan petani warga Desa Tegallega dan Desa Bunikasih. Petani OVOP adalah petani yang termasuk dalam anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan, sedangkan petani non-OVOP adalah petani yang bukan anggota Koperasi Mitra Tani Parahyangan. Karakteristik petani responden diklasifikasi berdasarkan usia, pengalaman usahatani, tingkat pendidikan, status usahatani, luas lahan, dan status kepemilikan lahan. Klasifikasi tersebut dapat menjadi faktor yang mempengaruhi usahatani, termasuk partisipasi petani dalam melaksanakan program OVOP.
Usia
Faktor usia dapat mempengaruhi produktivitas dalam bekerja. Petani yang berusia lebih muda cenderung lebih produktif daripada petani yang berusia lebih tua, sehingga faktor usia dapat menjadi batasan dalam melakukan kegiatan usahatani. Dari total responden yang ada, secara umum perbandingan usia petani OVOP dan non-OVOP tidak jauh berbeda. Karakteristik petani responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Karakteristik petani responden berdasarkan usia di Desa Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
Klasifikasi usia Jumlah (orang)
Petani OVOP Petani Non-OVOP
< 40 tahun 2 3
≥ 40 tahun 9 9
31 Pengalaman Usahatani
Faktor pengalaman usahatani dapat mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam melakukan kegiatan usahatani. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh petani, semakin baik petani dalam mengambil keputusan. Dari total responden yang ada, secara umum perbandingan pengalaman usahatani petani OVOP dan non-OVOP tidak jauh berbeda. Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani di Desa Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
Klasifikasi pengalaman usahatani Jumlah (orang)
Petani OVOP Petani Non-OVOP
< 20 tahun 4 5
≥ 20 tahun 7 7
Total 11 12
Tingkat Pendidikan
Faktor tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam melakukan kegiatan usahatani. Faktor tingkat pendidikan juga mempengaruhi tingkat pengetahuan petani terhadap penggunaan teknologi baru. Petani yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dapat lebih memahami partisipasi dan perannya dan pelaksanaan program OVOP. Dari total petani responden yang ada, perbandingan tingkat pendidikan petani OVOP dan non-OVOP tidak jauh berbeda. Perbedaan sedikit terlihat pada tingkat pendidikan SMA/sederajat. Jumlah petani OVOP yang memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat lebih banyak daripada petani non-OVOP. Jumlah petani OVOP yang memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat ada 3 orang, sedangkan petani non-OVOP hanya 1 orang. Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
Klasifikasi tingkat pendidikan Jumlah (orang)
Petani OVOP Petani Non-OVOP
Tidak Tamat SD/sederajat 1 2
Tamat SD/sederajat 7 8
Tamat SMP/sederajat 0 1
Tamat SMA/sederajat 3 1
32
Status Usahatani
Faktor status usahatani menunjukkan besarnya peranan kegiatan usahatani dalam mencukupi kebutuhan hidup rumahtangga petani. Jika kegiatan usahatani merupakan pekerjaan utama petani responden, maka peranan kegiatan usahatani dalam mencukupi kebutuhan hidup rumahtangganya cukup besar. Jika kegiatan usahatani bukan merupakan pekerjaan utama petani responden, maka peranan kegiatan usahatani dalam mencukupi kebutuhan hidup rumahtangganya kecil. Dari total petani responden yang ada, secara umum perbandingan status usahatani petani OVOP dan non-OVOP tidak jauh berbeda. Bertani masih menjadi pekerjaan utama bagi para petani responden. Sebagian besar memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang atau buruh. Karakteristik petani responden berdasarkan status usahatani dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Karakteristik petani responden berdasarkan status usahatani di Desa Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
Klasifikasi status usahatani Jumlah (orang)
Petani OVOP Petani Non-OVOP
Pekerjaan utama 11 12
Pekerjaan sampingan 0 0
Total 11 12
Luas Lahan
Faktor luas lahan mempengaruhi skala usahatani yang dimiliki oleh petani. Semakin besar luas lahan yang dikelola, semakin besar skala usahatani yang dimiliki oleh petani. Skala usahatani yang besar menyebabkan produksi usahatani menjadi lebih efisien. Dari total responden yang ada, secara umum perbandingan luas lahan petani OVOP dan non-OVOP tidak jauh berbeda. Karakteristik petani responden berdasarkan luas total lahan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Karakteristik petani responden berdasarkan luas total lahan di Desa Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
Klasifikasi seluruh luas lahan Jumlah (orang)
Petani OVOP Petani Non-OVOP
< 0.5 Ha 5 7
0.5 - 1 Ha 3 3
> 1 Ha 3 2
Total 11 12
Status Kepemilikan Lahan
Faktor status kepemilikan lahan mempengaruhi komponen biaya produksi dalam usahatani. Jika status kepemilikan lahan merupakan milik pribadi, maka
33 biaya lahan yang diperhitungkan berasal dari pajak kepemilikan tanah. Jika status kepemilikan lahan bukan milik pribadi, maka biaya lahan yang diperhitungkan berasal dari sewa lahan atau bagi hasil (sakap). Dari total responden yang ada, secara umum perbandingan status kepemilikan lahan petani OVOP dan non- OVOP tidak jauh berbeda. Karakteristik petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Karakteristik petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan di Desa Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
Klasifikasi status kepemilikan lahan Jumlah (orang)
Petani OVOP Petani Non-OVOP
Milik sendiri 2 3
Bukan milik sendiri 9 9
Total 11 12
Pola Tanam
Pada umumnya, petani memerlukan waktu 5-6 bulan dalam 1 kali musim tanam tomat (mulai dari persiapan lahan sampai panen). Pola tanam usahatani tomat petani responden dapat dibagi menjadi tiga pola besar. Pola tanam pertama dimulai pada awal tahun, pola tanam kedua dimulai pada pertengahan tahun, dan pola tanam ketiga dimulai pada akhir tahun. Pola tanam usahatani petani responden dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17a Pola tanam usahatani petani responden di Desa Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
Klasifikasi pola tanam Jumlah (orang)
Petani OVOP Petani Non-OVOP
Pola tanam 1 (Januari-Juni) 2 3
Pola tanam 2 (April-September) 5 6
Pola tanam 3 (Juli- Desember) 4 3
Total 11 12
Tabel 17b Pola tanam usahatani petani responden di Desa Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
Pola Komoditas yang diusahakan
1 Tomat (Cr; Cb; S; K)a
2 (Cr; B; K)a Tomat (S; Tr; W)a
3 (Cr; K; W)a Tomat
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
a
Keterangan: Cr berarti cabe rawit, Cb berarti cabe besar, S berarti sawi putih, K berarti kol, B berarti brokoli, W berarti wortel, Tr berarti terong.
34
Tabel 17a menunjukkan bahwa pola tanam petani responden tersebar di sepanjang tahun. Terdapat 5 petani responden (2 petani OVOP dan 3 petani Non- OVOP) yang memilih pola tanam 1. Terdapat 11 petani responden (5 petani OVOP dan 6 petani Non-OVOP) yang memilih pola tanam 2. Terdapat 7 petani responden (4 petani OVOP dan 3 petani Non-OVOP) yang memilih pola tanam 3. Tabel 17a juga menunjukkan bahwa secara umum perbandingan pola tanam petani OVOP dan Non-OVOP tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program OVOP tidak mempengaruhi pola tanam petani anggota. Tabel 17a menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden memilih pola tanam 2 dalam melaksanakan kegiatan usahatani tomat. Hal ini dipengaruhi oleh faktor musim. Pada pertengahan tahun terjadi pergantian musim, dari musim hujan ke musim kemarau. Pada umumnya, pengelolaan tanaman tomat akan lebih berisiko (membutuhkan pemeliharaan intensif dan banyak membutuhkan biaya pengobatan) pada musim hujan, sehingga petani cenderung menanam tomat menjelang musim kemarau. Namun terdapat beberapa petani yang memilih pola tanam 1 atau 3. Hal ini diduga karena petani berharap mendapatkan harga jual lebih tinggi pada saat panen karena supply tomat di pasar pada saat itu tidak terlalu banyak.
Tabel 17b menunjukkan bahwa selain tomat, petani responden juga menggunakan lahannya untuk ditanami berbagai jenis sayuran semusim. Setidaknya ada 6 komoditas sayur yang menjadi pilihan sebagian besar petani responden. Enam komoditas tersebut adalah cabe, sawi putih, kol, brokoli, terong, dan wortel. Komoditas cabe dibagi menjadi 2 jenis menurut ukuran, yaitu cabe rawit dan cabe besar. Selain keenam komoditas tersebut, petani juga menanam kacang buncis, kacang kapri, kacang merah, lenca, ketimun, dan berbagai jenis sayuran lainnya. Terdapat 2 petani responden (masing-masing 1 petani OVOP dan Non-OVOP) yang menggunakan lahannya untuk ditanami palawija (jagung dan padi huma) sebelum ditanami tomat.