• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Istilah emerging markets’diciptakan”pada 1981 oleh Antoine W. Van Agtmael dari”International”Finance”Corporation dari”Bank”Dunia. Namun, “emerging markets” istilah’yang’didefinisikan’secara longgar. Negara-negara yang termasuk dalam’kategori’ini, bervariasi dari yang sangat besar sampai sangat kecil, biasanya dianggap’muncul’karena’perkembangan’dan’reformasi (Sihombing, 2013).

Menurut seorang profesor di Harvard Business School yang juga penulis buku “Winning in Emerging Markets”, Tarun Khanna mengatakan kepada

Forbes.com bahwa, “emerging markets are note distinctly different from other markets, rather, they are simply starting from a lower base and rapidly catching up”, (negara-negara emerging markets tidaklah terlalu berbeda dari

pasar yang lainnya, hanya saja, mereka mengawalinya dari level yang lebih rendah dan dengan cepat menyusul pasar lainnya). Dikatakan oleh sumber lain di Pearson Education mengenai emerging market, “one way would be to

describe emerging markets as simply’all those countries not considered developed’. Developed here meaning essentially the major European countries plus USA, Canada, Japan, Australia and New Zealand”. (sebuah cara yang

yang tidak dipertimbangkan sebagai negara maju, yaitu diantaranya kebanyakan negara-negara di Eropa, Amerika, Kanada, Jepang, Australia dan New Zealand).

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa emerging markets merupakan negara-negara yang belum dikatakan maju tetapi memiliki kondisi perekonomian’yang’bagus (memiliki’sistem’keuangan’yang’stabil). Salah satu kriteria’yang dapat’digunakan untuk’menilai”apakah’suatu’negara dapat disebut emerging markets adalah level of income, dimana negara emerging market’memiliki’level’of’income’antara’low’sampai’middle (Pratiti, 2014).

Pasar’negara berkembang umumnya’tidak memiliki tingkat efisiensi pasar dan standar’yang”ketat”dibidang”akuntansi dan peraturan sekuritas untuk menjadi setara”dengan”negara”maju”(seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang). Tetapi pasar’negara’berkembang’ini’biasanya akan memiliki

infrastruktur keuangan fisik termasuk’bank, sebuah bursa saham

dan’mata’uang’bersatu (Sihombing, 2013).

Negara-negara emerging markets memiliki aktivitas sosial atau bisnis dalam proses’pertumbuhan dan’industrialisasi’yang cepat. Perekonomian China dan India dianggap”menjadi yang terbesar, bahkan menurut The World

Bank “Population, Total” China dan India merupakan rumah bagi lebih dari

35% angkatan kerja dan populasi dunia. Menurut”the’Economist’banyak orang menemukan istilah usang, tapi’tidak’ada istilah’baru’yang mampu mendapatkan banyak’daya’tarik.

berkembang besar seperti BRIC”(Brazil, Rusia, India, dan Cina)

bersama”dengan”BRICET (BRIC + Eropa Timur dan Turki), BRICs (BRIC +

Afrika Selatan), BRICM (BRIC + Meksiko), BATA (BRIC + Korea Selatan) (Sihombing, 2013). Serta”beberapa negara lainnya seperti Bangladesh, Mesir, Indonesia, Iran, Nigeria, Pakistan, Filipina, dan Vietnam, Kolombia, Indonesia.

Sedangkan dalam penelitian ini, penulis mengambil studi kasus pada tujuh negara emerging market atau E7 yaitu Indonesia, Brazil, China, India, Meksiko, Rusia dan Turki.Istilah emerging seven diciptakan oleh ekonom John Hawksworth dan Gordon Cookson di PricewaterhouseCoopers pada tahun 2006. Negara-negara”ini’tidak’berbagi agenda bersama, tetapi beberapa ahli

percaya mereka’sedang menikmati peran peningkatan dalam perekonomian

dunia’dan’pada platform’politik (John Hawksworth, 2008).

Dalam laporan berjudul “Global Energy Architecture Performance Index

Report 2015” yang diterbitkan oleh World Economic Forum (WEF) pada

bulan Desember 2014, juga menegaskan bahwa negara E7 yaitu Indonesia, Brazil,’Rusia,’India,’Cina,’Meksiko’dan Turki. Kelompok negara “E7” ini bila”digabungkan memiliki jumlah”Produk Domestik Bruto atau Gross

Domestic Product (GDP)’yang lebih’besar’daripada’kelompok’negara “G7”. Khususnya negara Indonesia sendiri, kepentingan Indonesia di E7 ini dapat dilihat dari perannya saat melakukan pertemuan terbatas dengan Gubernur The Fed dan meminta untuk melakukan komunikasi dan mempertimbangkan dampak kebijakannya pada negara-negara berkembang, yang tertekan akibat ketidakjelasan rencana pengurangan stimulus

(tapering-off) yang akan dilakukan The Fed, yang pada akhirnya nanti juga berdampak

negatif terhadap AS. Pasalnya, globalisasi makin membuat antarnegara saling memengaruhi. Pertemuan ini pun membuahkan perubahan sikap di dalam tubuh The Fed, yang kemudian tahun 2014 Gubernur The Fed, ia mulai mengomunikasikan policy-nya, agar negara-negara lain dapat bersiap-siap dan mengantisipasi lebih baik.

Selain itu, ketika Indonesia menjadi tuan rumah pada 2018 dalam pertemuan tahuanan IMF-Bank Dunia, Indonesia menggalang dukungan dari negara berkembang lain terutama E7 untuk menyikapi dan memperbaiki situasi ekonomi dunia saat ini yang tidak berimbang karena perang dagang AS dengan Tiongkok. Kemajuan pertumbuhan ekonomi kini hanya dinikmati oleh AS, sedangkan negara-negara lain banyak yang mengalami kemunduran, terutama

emerging markets. Seharusnya negara maju dapat membantu dalam

meningkatkan kualitas SDM di negara berkembang agar mengantisipasi sekaligus memperbaiki ekonomi, kualitas hidup maupun perkembangan teknologi untuk kesejahteraan bersama. Pemerintah RI, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan juga harus super serius dalam meningkatkan kepercayaan investor dan masyarakat global.

Ini tidak saja agar Indonesia dapat berperan di level dunia dan mengurangi ketidakpastian global yang menekan ekonomi Indonesia. Lebih dari itu, para petinggi lembaga internasional maupun fund manager dan investor global bisa melihat jelas prospek ekonomi Indonesia masih sangat bagus (Kunjana, 2018).

Dalam penelitian ini, data pertumbuhan ekonomi menggunakan Gross

Domestic Product (GDP) di negara E7 pada tahun 2014-2019 yang didapatkan

dari World Bank. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang”menyebabkan barang dan”jasa yang”diproduksi dalam masyarakat”bertambah”dan”kemakmuran”masyarakat”meningkat. Jumlah barang dan’jasa dalam perekonomian suatu negara dapat diartikan sebagai nilai dari Gross Domestic Product (GDP). Nilai GDP ini digunakan dalam mengukur besarnya pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam satuan US$. Adapun data GDP di negara E7 dapat dilihat dalam grafik berikut.

Gambar.4. 1 Gross Domestic Product di Negara E7

Grafik diatas menunjukkan bahwa jumlah pendapatan negara yang dihitung dalam Gross Domestic Bruto (GDP) negara E7 selalu mengalami perubahan dari tahun 2014 hingga 2019. Di Indonesia, pada tahun 2014 jumlah GDP mencapai angka 890.8 miliar USD turun menjadi 860.8 miliar USD pada 2015. Selanjutnya meningkat terus dari tahun 2016 sampai 2019. Pada 2016 nilai GDP Indonesia menyentuh angka sebesar 931.9 miliar USD, 1.015 triliun

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

Indonesia Brazil China India Meksiko Rusia Turki

B

ill

io

ns

Gross Domestic Bruto (GDP) di Negara E7

USD pada 2017, 1.042 triliun pada 2018 dan 1.119 triliun USD pada 2019. Negara E7 yang memiliki nilai GDP tertinggi adalah negara China. Nilai GDP China mencapai triliun USD dan terus meningkat dari tahun 2014 hingga 2019. Pada 2014 GDP China sebesar 10.475 triliun USD, kemudian meningkat menjadi 11.061 triliun USD pada 2015, hingga pada 2019 sebesar 14.342 triliun USD pada 2019 yang merupakan nilai tertinggi juga pada penelitian ini. Sementara negara E7 dengan GDP terendah yaitu negara Turki karena memiliki GDP yang menurun, walau pada 2014 sempat mencapai 934.1 miliar USD lalu turun menjadi 859.8 miliar USD pada 2015 dan terus turun hingga 2019 hanya sebesar 754.4 miliar USD.

3. Gambaran Utang Luar Negeri di Negara E7

Utang luar negeri yang diterima oleh negara berkembang dinilai tetap konsisten, alasannya untuk mencari peminjam adalah jelas. Dengan ULN diharapkan sumber daya yang ada bisa dioptimalkan manfaatnya. Sedangkan bagi negara pemberi pinjaman terjadi karena dua alasan. Kedua alasan tersebut adalah’motivasi’politik’dan’motivasi’ekonomi, dimana’keduanya mempunyai keterkaitan yang”sangat”erat satu dengan”yang”lainnya. Motivasi pertama berkaitan dengan ketergantungan politis dan motivasi kedua untuk dapat keuntungan berupa bunga. Adapun data ULN di negara E7 dapat dilihat dalam grafik berikut.

Gambar.4. 2 Utang Luar Negeri di Negara E7

Grafik diatas menunjukkan bahwa semua negara E7 melalukan pinjaman luar negeri dan jumlahnya berfluktuasi bahkan ada yang meningkat setiap tahunnya seperti negara Turki. Di negara Indonesia, besarnya ULN pada 2014 adalah 32.94 % dari GDP, meningkat menjadi 36.10 % pada 2015 lalu sempat menurun pada tahun berikutnya menjadi 34.34 % namun kembali meningkat terus sampai tahun 2019 yaitu sebesar 36.12 % yang merupakan nilai tertinggi di Indonesia. Negara E7 dengan persentase ULN tertinggi adalah negara Turki. Selain tertinggi, juga terus meningkat dari 43.62 % pada 2014 meningkat 3 % menjadi 46.62 % pada 2015 dan tertinggi pada 2019 mencapai 57.98 %. Sementara negara E7 dengan pinjaman terendah yaitu negara China yang pada 2014 memiliki ULN sebesar 17.04 % kemudian menurun pada 2015 dan 2016 menjadi 12.61 % dan 12.60 % saja, namun pada 2017, 2018 dan 2019 sedikit meningkat menjadi 14.28 %, 14.26 % dan 14.34 %.

4. Gambaran Investasi Asing Langsung di Negara E7

Masuknya modal asing utamanya yang bersifat langsung berperan dalam

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

Indonesia Brazil China India Meksiko Rusia Turki

Utang Luar Negeri di Negara E7

menutup gap devisa akibat defisit transaksi berjalan dan menutup kurangnya modal (saving investment gap). Penanaman modal asing langsung biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan raksasa multinasional (atau bisa disebut transnasional yang berkantor pusat di negara besar, sedangkan anak perusahaannya tersebar di seluruh penjuru dunia). Dana’investasi’ini langsung diwujudkan seperti’pendirian’pabrik, pengadaan’fasilitas’produksi, pembelian mesin-mesin, membeli bahan baku dan sebagainya. Data investasi asing negara E7 dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar.4. 3 Foreign Direct Investment (FDI) di Negara E7

Grafik diatas menunjukkan bahwa FDI di negara E7 cenderung berfluktuasi yaitu terjadi naik turun disepanjang tahun 2014 hingga 2019. Di Indonesia, FDI mengalami penurun dari tahun 2014, sampai 2016 yaitu 25.1 miliar USD, 19.7 miliar USD hingga pada 2016 mencapai FDI terkecil di negara ini dan di antara negara E7 yaitu hanya 4.5 miliar USD saja. Berangkat dari 2016, Indonesia mulai meningkatkan investasi asing langsungnya, dapat dilihat dari angka FDI yang meningkat drastis pada 2017 menjadi sebesar 20.5 miliar USD dan terus meningkat sampai 2019 yaitu 24.5 miliar USD. Negara

0 50 100 150 200 250 300

Indonesia Brazil China India Meksiko Rusia Turki

Bi

lli

o

ns

Foreign Direct Investment (FDI) di Negara E7

yang memiliki tingkat FDI tertinggi adalah negara China. Pada 2014 FDInya mencapai 268.1 miliar USD, jumlah tertinggi di negara ini dan di antara negara E7 lain. Kemudian mengalami penurunan pada 2015, 2016, dan 2017 yaitu menjadi 242.5 miliar USD, 174.7 miliar USD dan 166.1 miliar USD. Pada 2018 FDI di China mulai dilirik lagi oleh investor, hal ini dibuktikan dari meningkatnya FDI menjadi 235.4 miliar USD namun pada 2019 merosot tajam hingga 155.8 miliar USD. Sedangkan rata-rata FDI terendah adalah negara Turki. FDI di negara ini tidak pernah lebih dari 20 miliar USD, dan nilai tertingginya sebesar 19.2 miliar USD pada tahun 2015, lalu FDI terendah di Turki sebesar 8.4 miliar USD.

5. Gambaran Kemudahan Berusaha di Negara E7

Indeks kemudahan berusaha dipublikasikan oleh World Bank meluncurkan laporan tahunan yang berisi keefektifan pelaku usaha terkait regulasi yang ditetapkan sebelumnya. Hasil pengukuran berupa distance to

frontier (DTF) dan ease of doing business ranking. skala perhitungan DTF

berkisar antara 0-100, skala 0 mencerminkan skor terburuk dan skala 100 mencerminkan skor terbaik. Sedangkan pengukuran ease of doing business

ranking didasari oleh skor DTF. Adapun indeks kemudahan berusaha negara

Gambar.4. 4 Kemudahan Berusaha di Negara E7

Grafik diatas menunjukkan bahwa rata-rata negara E7 mengalami perbaikan kemudahan berusaha setiap tahunnya. Seperti di Indonesia, pada 2014 indeks kemudahan berusaha sebesar 60.7 dan Indonesia mengalami peningkatan yang sangat baik, sehingga indeks kemudahan berusahanya terus meningkat sampai tahun 2019 mencapai angka 68.2. di negara E7 skor tertinggi dalam kemudahan berusaha adalah negara Rusia. Walau pada 2014 dan 2015 skornya masih kalah tinggi dengan Meksiko, namun pada 2016, Rusia mulai menunjukkan pencapaian yang besar dengan meningkatkan institusi mereka dalam melakukan bisnis. Pada 2016 skornya 74.1 dan terus meningkat pada 2017 sebesar 25.3, pada 2018 sebesar 76.5 dan pada 2019 sebesar 77.4, skor tertinggi di antara negara E7. Namun India masih harus memperbaiki skor kemudahan berusahanya, karena berada pada posisi terendah di E7 pada 2014, 2015 dan 2016 yaitu sebesar 51.9, 52.9 dan 54.5. Setelah 2017 skor kemudahan berusaha terendah berpindah ke Brazil yaitu 55.9, pada 2018 sebesar 55.6 dan pada 2019 sebesar 58.6. 00 20 40 60 80 100

Indonesia Brazil China India Meksiko Rusia Turki

Indeks Kemudahan Berusaha di Negara E7

Dokumen terkait