BAB V PEMBAHASAN
5.2 Gambaran Umum Pedagang Kaki Lima di Sekitar Sekolah
Pedagang makanan kaki lima adalah pedagang makanan yang menempati satu
tempat tanpa bangunan yang permanen. Pedagang makanan kaki lima menggunakan
segala peralatan untuk menyimpan atau menyajikan dan membuat makanan untuk dijual
kepada konsumennya (Agustin, 2007).
Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau street food menurut
FAO merupakan makanan dan minuman yang dipersiapkan dan atau dijual oleh
pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung
dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki
makanan yang dijual para pedagang kaki lima umumnya kurang dipersiapkan dengan
baik dan bersih (Februhartanty, 2004).
Akibatnya terdapat bakteri seperti E.coli yang bisa menyebabkan diare, dan
Salmonella paratyphi A penyebab penyakit typus. Selain itu zat - zat kimia berbahaya
yang mungkin digunakan dalam mengolah makanan seperti boraks pada bakso, formalin
pada tahu dan mie kuning basah, serta bahan pewarna tekstil (rhodamin B) yang biasa
digunakan pada es sirup. Zat - zat itu jika terkonsumsi oleh tubuh manuasia akan bersifat
karsinogenik yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit seperti kankerdan
tumor (Anonim, 2007).
Ada banyak makanan dan minuman jajanan yang dijual para pedagang kaki lima
yang terdapat di sekitar SMA Negeri 1 Panyabungan. Jenis jajanan yang paling banyak
dijual para pedagang kaki lima adalah makanan jajanan yang berbentuk panganan dan
minuman jajanan.
Berdasarkan pengamatan dilapangan, rata-rata pedagang kaki lima yang ada di
sekitar sekolah kurang memperhatikan baik masalah kesehatan makanan juga
lingkungannya. Kebanyakan para penjual makanan kaki lima ini hanya membawa sedikit
air untuk mencuci peralatan makan, bahkan ada juga yang mencuci dengan tidak
menggunakan sabun cuci, hanya dicelupkan di ember kemudian dilap sampai kering.
Selain itu banyak juga pedagang kaki lima yang membersihkan piring, gelas dan
mangkuk dalam ember dengan air yang telah digunakan berulang–ulang.
Kemudian beberapa pedagang kaki lima tidak mempunyai fasilitas untuk
lingkungannya. Jajanan yg dijual di pinggir jalan juga sangat rentan terhadap polusi debu
maupun asap knalpot dari kenderaan bermotor.
Sebelum dilakukan intervensi berupa pemajangan poster dan pemberian leaflet,
lebih banyak pelajar memilih jajan di luar sekolah dibanding di kantin sekolah, hal ini
disebabkan bahwa jajanan yang dijual di pinggiran jalan relatif murah, enak dan biasanya
mereka sering kumpul-kumpul dengan sesama pelajar di warung-warung pinggiran jalan
itu sepulang sekolah. Dari hasil penelitian diperoleh ada 21,3% pelajar kelas khusus
yang selalu membeli makanan jajanan di warung-warung di pinggir jalan. Dan setelah
dilakukan intervensi masih terdapat 5,0% yang selalu membeli makanan jajanan di
warung-warung di pinggir jalan.
Makanan jajanan tidak berarti jelek dan tidak boleh dikonsumsi, tetapi yang perlu
diperhatikan adalah pemilihan makanan secara bijaksana. Dampak baik dari perilaku
jajan adalah pengenalan macam-macam makanan dan menumbuhkan kebiasaan
penganekaragaman makanan (Anonim, 2007).
5.3 Pengaruh Media Visual Poster dan Leaflet Makanan Sehat terhadap Pengetahuan Pelajar Kelas Khusus SMA Negeri 1 Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, yang akan terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, seperti melihat, mendengar,
mencium, merasa, dan juga meraba. Namun, sebagian besar pengetahuan itu sendiri
diperoleh melalui mata dan telinga. Jadi, dengan kata lain dari hasil mendengar dan juga
melihat (Notoatmodjo, 2003). Salah satu strategi untuk memperoleh perubahan perilaku
menurut WHO dalam Notoatmodjo (2003) adalah dengan pemberian informasi untuk
akan berperilaku sesuai dengan pengetahuannya tersebut. Salah satu upaya pemberian
informasi yang dapat dilakukan adalah dengan pemajangan poster dan pemberian leaflet.
Hasil analisis dengan menggunakan Paired Sampel T-Test menunjukkan terdapat
perbedaan pengetahuan responden antara sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan
berupa pemajangan poster dan pemberian leaflet, dimana diperoleh t hitung adalah
-81.000 dengan nilai probabilitas (p) = 0,000 (p<0,05), atau dengan perkataan lain ada
perbedaan secara nyata antara pengetahuan responden sebelum dan sesudah pemajangan
poster dan pemberian leaflet.
Dari gambar 4.4 dan 4.7 menjelaskan bahwa pemajangan poster dan pemberian
leaflet dapat meningkatkan pengetahuan pelajar kelas khusus. Hal ini sesuai dengan
tujuan poster yang dikutip dari Brieger (1992) yaitu untuk memberi informasi dan nasihat
serta memberikan arah dan petunjuk. Begitu juga dengan pemberian leaflet yang juga
bertujuan menyampaikan informasi atau pesan-pesan kesehatan. Menurut Notoatmodjo
(2003), pemberian informasi mengenai cara-cara mencapai hidup sehat, cara
pemeliharaan kesehatan, cara-cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Dalam hal ini menyangkut
konsumsi makanan jajanan.
Pada saat pretest terdapat 1,3% pelajar kelas khusus dengan kategori pengetahuan
kurang dan 98,8% dengan kategori pengetahuan sedang. Pada saat postest, responden
dengan kategori pengetahuan kurang dan sedang meningkat secara keseluruhan menjadi
kategori baik sebanyak 100,0%.
Berdasarkan hasil pretest, hampir semua pertanyaan tidak dapat dijawab dengan
baik, aspek bahan tambahan makanan yang dikandung oleh makanan jajanan dan juga
penyakit ditimbulkan jika mengkonsumsi fast food dan junk food. Kemudian hanya ada
11,3% pelajar kelas khusus yang mengetahui arti dari makanan jajanan, 7,5% yang
mengetahui manfaat dari makanan jajanan, 2,5% yang mengetahui bagaimana makanan
jajanan dikatakan baik, dan ada 38,8% yang mengetahui penyakit disebabkan oleh
makanan jajanan. Pada aspek pengertian makanan jajanan tradisional terdapat 8,8% yang
menjawab benar. Begitu juga dengan pengertian makanan jajanan ala barat ada 5,0%
yang menjawab benar. Kemudian hanya 5,0% yang mengetahui pengertian dari fast food
, 3,8% yang mengetahui arti dari junk food, dan 1,3% yang mengetahui pengertian snack.
Pada saat postest, terjadi peningkatan pengetahuan secara keseluruhan yaitu
100,0% menjawab benar. Hal ini memperkuat asumsi berubahnya pengetahuan pelajar
kelas khusus ini karena telah membaca poster yang dipajang serta leaflet yang telah
dibagi-bagikan kepada mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) tentang pengaruh poster sebagai
promosi kesehatan terhadap perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI pada Baduta
menyimpulkan bahwa pemasangan poster di posyandu mampu mempengaruhi
pengetahuan ibu yang memiliki anak usia dua tahun.
Bila dilihat dari tingkatan pengetahuan, dapat diketahui bahwa pengetahuan para
pelajar ini masih dalam batas tahu. Tahu atau mengetahui adalah mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall) sesuatu yang
spesifik dari sesuatu bahan yang sudah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah
Dalam hal ini para pelajar kelas khusus ini dapat menjawab dengan benar secara
keseluruhan karena mereka sebelumnya telah membaca isi poster dan leaflet. Disamping
itu aspek umur dan kemampuan akademik dapat mempengaruhi proses perubahan
perilaku. Umur responden rata-rata 15 sampai 18 tahun yang masih dalam karegori usia
produktif dan juga prestasi akademik yang dimiliki para pelajar kelas khusus sehingga
memungkinkan mereka untuk menangkap informasi yang diberikan lebih mudah dan bisa
mengingatnya kembali.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khairunnisak (2008) tentang
pengaruh penyuluhan sayur dan buah terhadap pengetahuan remaja putri SMAN 1 Julok
Kabupaten Aceh Timur, menyatakan bahwa umur responden yang masih kategori remaja
memungkinkan mereka mampu untuk menangkap informasi yang diberikan dan
mengingatnya kembali.
5.4 Pengaruh Media Visual Poster dan Leaflet Makanan Sehat terhadap Sikap