SEKRETARIS FAHMI DZILFIKRI
J. Gambaran Umum Pengelolaan Wakaf Produktif di Yayasan Yatim
dan Dhu’afa Al-Aulia
1. Latar Belakang
Berdirinya wakaf produktif di yayasan ini bermula dari adanya wakaf uang atau wakaf tunai dari para donatur. Pada tahun 2005, donatur tersebut memberikan wakaf uang dan wakaf uang tersebut dibelikan lahan tanah yang dibangun sebuah Yayasan Yatim dan Dhu’afa. Pada tahun 2005 tersebut tepatnya tanggal 15 Maret 2005
Yayasan Yatim dan Dhua’afa Al-Aulia berdiri, dalam
perkembangannya yayasan Al-Aulia berkembang secara baik. Para pengurus Yayasan Al-Aulia bersepakat untuk menggunakan lahan yang ada di yayasan tersebut untuk diproduktifkan yang hasilnya nanti akan
digunakan untuk kepentingan anak asuh Yatim dan Dhu’afa dan juga
masyarakat sekitar yang sudah lanjut usia. Pada tahun 2009 yayasan tersebut menggunakan lahan yang ada untuk kegiatan bercocok tanam, kegiatan produksi makanan ringan dan pada tahun 2013 aula yayasan tersebut digunakan untuk kegiatan TPA dan TPQ. Para pengurus Yayasan Al-Aulia melihat proyek percontohan wakaf produktif yang dilakukan dengan Kementerian Agama dengan tujuan memberikan contoh kepada para Nazhir dalam mengelola harta wakaf agar harta
54
wakaf tersebut bisa dikembangkan, bernilai ekonomis, dan
berkelanjutan sehingga lebih bermanfaat bagi umat.1
Tabel 1.1 Susunan Pengurus Wakaf Produktif Tahun 2009-2015
1. Pembina KH. Asnawi Rais. SH., M.mpd
2. Pengelola/Nazhir Amir Mufti Syar’i. S.pdi
3. Sekretaris Intan Pratiwi
4. Sie. Keamanan Ma’ruf Rais
5. Sie. Humas Deni Kurniawan. SE
Sumber: Wawancara dengan pengurus dan Pengelola Yayasan
1
55
Pengelolaan Wakaf Produktif di Yayasan Yatim dan Dhu’afa Al-Aulia
A. Analisis Pengelolaan Wakaf Produktif di Yayasan Yatim dan Dhua’fa Al
-Aulia
Dalam perkembangannya wakaf produktif dewasa ini semakin mendapatkan tempat, hal ini dikarenakan kemudahan yang didapatkan melalui wakaf produktif dibanding wakaf klasik. Wakaf produktif atau wakaf uang termasuk salah satu persoalan fiqh yang diperselisihkan oleh para ulama klasik, akan tetapi persoalaan fiqh merupakan persoalaan yang senantiasa berkembang dari waktu ke waktu dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang dibolehkannya wakaf uang dengan syarat nilai pokok wakaf uang btersebut terjaga kelestariannya,
tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan.1
Sebagaimana yang terjadi di Yayasan Yatim dan Dhu’afa Al
-Aulia, dimana awal mula pendirian wakaf produktif merupakan wakaf uang atau wakaf tunai dari para donatur, kemudian dari hasil wakaf uang tersebut dibelikan lahan tanah oleh pengurus untuk dibangun sebuah
Yayasan Yatim dan Dhua’afa dan wakaf produktif tersebut dimulai sejak
tahun 2009. Dalam pengelolaan wakaf produktif di Yayasan Yatim dan
1Wawa cara de ga pe gurus da pe gelola yayasa yati da dhu’afa Al-Aulia,
56
Dhu’afa Al-Aulia yang melihat pada proyek percontohan dari
Kementerian Agama RI dan BWI untuk mensosialisasikan konsep wakaf produktif.
Dari hasil pengelolaan wakaf produktif di Yayasan Yatim dan Dhu’afa Al-Aulia, sejak berdirinya sampai dengan sekarang sistem pengelolaan cukup berjalan dengan baik terutama bagi kemandirian pendidikan.
Melihat fakta di atas, pengelola yang bertanggung jawab dalam sukses tidaknya pengelolaan wakaf produktif di Yayasan Yatim dan
Dhu’afa Al-Aulia. Pengelola berperan dalam pengelolaan dan
pengembangan wakaf tersebut sehingga benar-benar bisa produktif sebagaimana tujuan wakaf untuk kepentingan ibadah dan kepentingan masyarakat umum dan hasilnya dapat disalurkan sebagaimana peruntukan wakaf yang dimaksud.
Seorang Nazhir yang berperan penting dalam pengelolaan wakaf
produktif ini seharusnya seorang yang benar-benar kompeten,
memppunyai pengetahuan, mempunyai kemampuan manajerial, dan seorang enterpreuner sejati. Mengenai kriteria seorang Nazhir wakaf seharusnya memahami betul lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Dari kelima fungsi tersebut ada 2 fungsi manajemen yang menjadi penunjang
dalam pengelolaan wakaf produktif yang menurut penulis belum diperhatikan:
1. Perencanaan (planing), yaitu memikirkan apa yang akan dikerjakan
dengan sumber daya manusia yang dimiliki. Disini harusnya antara Nazhir dan BWI bersama-sama memaksimalkan pengelolaan tanah wakaf yang masih tersisa sehingga benar-benar dapat produktif dan bernilai ekonomis, dan berkelanjutan.
2. Pengorganisasian (organizing), dilakukan dengan tujuan membagi
suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Hal ini penting dimana melalui pengorganisasian yang jelas yaitu yang
berperan disini mestinya BWI dapat menjadi balance terhadap kinerja
Nazhir, sehingga Nazhir bisa amanah dalam melaksanakan tugasnya.
Berdasarkan analisis di atas menurut peneliti yang menjadi faktor penghambat utama karena faktor sumber daya manusia. BWI seharusnya berperan aktif berkerjasama dan membina para Nazhir untuk mewujudkan tujuan awal proyek percontohan wakaf produktif ini. Badan Wakaf Indonesia kurang ikut berperan dalam usaha pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif. Menurut peneliti seharusnya BWI sebagai lembaga yang bertanggung jawab langsung terhadap proyek percontohan wakaf ini dapat memaksimalkan peranannya dengan memperbaiki
permasalahan pendanaan terlebih dahulu, seperti untuk biaya
pembangunan lahan produktif dan memberikan pengawasan kepada Nazhir yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya sehingga lebih
58
amanah dan profesional. Dengan cara tersebut bukan hal yang tidak
mungkin wakaf produktif di Yayasan Yatim dan Dhu’afa Al-Aulia ini
lebih cepat menghasilkan dan dirasakan manfaatnya sehingga hasilnya dapat dipergunakan sesuai tujuan wakaf dan tanpa perlu mengalami kerugian.
Pengelolaan wakaf produktif ini tidak lepas dari manajemen pengelolaan wakaf itu sendiri, dalam pengelolaan wakaf produktif manajemen pengelolaan sangat diperlukan mengingat wakaf dizaman dahulu hanya bertitik pada bagaimana pelestarian dan keabadian benda wakaf, maka dizaman sekarang wakaf sendiri menitik beratkan pada aspek pemanfaatan yang lebih nyata tanpa kehilangan eksistensi benda wakaf itu sendiri, dan harus diakui bahwa pola manajemen pengelolaan wakaf yang selama ini berjalan masih menggunakan pola manajemen pengelolaan yang terhitung masih tradisional-konsumtif, hal tersebut bisa diketahui melalui kepemimpinannya, rekruitmen SDM Nazhir, Operasionalisasi pemberdayaan, pola pemaanfaatan hasil, sistem kontrol dan penanggung
jawaban.2
B. Analisis Terhadap Strategi Pemasaran Wakaf Produktif di Yayasan Yatim
dan Dhu’afa
Strategi pengelolaan wakaf produktif di Yayasan Yatim dan Dhu’afa Al-Aulia, lahan yayasan yang ada dipakai untuk kegiatan
2 Departemen Agama RI, Pradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral
bercocok tanam yang mana hasil dari bercocok tanam tersebut digunakan untuk kepentingan anak asuh yang berada di yayasan tersebut. Dalam pengelolaan wakaf produktif, pengurus juga menggunakan lahan yang ada untuk memproduksi makanan ringan seperti kerupuk pangsit, keripik singkong dan lain-lain, dan kegiatan belajar mengajar TPA/TPQ Al-Aulia.
Strategi pemasaran yang dilakukan yaitu dengan menawarkan atau memasarkan produk yang ada contohnya makanan ringan dipasarkan atau dijual ke warung sembako, rumah makan dan masyarakat sekitar yayasan. Dalam proses belajar mengajar di TPA/TPQ Al-Aulia, dibantu oleh para tutor atau guru, selain itu pengurus yayasan juga membantu proses belajar mengajar dan pengurus juga memberikan informasi kepada para wali murid agar wali murid dapat mengajak saudara, teman, sahabat dan tetangga yang mempunyai anak usia dini untuk ikut bergabung di TPA/TPQ Al-Aulia dengan begitu peserta didik di TPA/TPQ Al-Aulia bertambah, hasil yang didapat dari iuran di TPA/TPQ Al-Aulia digunakan untuk honor tutor atau guru, pembelian ATK seperti spidol dll, dan 2,5% diberikan kepada kas yayasan. Pada strategi pemasaran, donatur juga ikut
memasarkan produk yang dihasilkan oleh Yayasan Yatim dan Dhu’afa Al
-Aulia.
Menurut peneliti sistem pemasaran yang sedang berjalan sudah akan lebih baik lagi ketika dalam pemasarannya tidak hanya dipasarkan kemasyarakat yang berada disekitar yayasan saja, memasarkan produk kemayarakat luas lebih baik lagi sehingga dengan begitu Yayasan Yatim
60
dan Dhu’afa Al-Aulia lebih dikenal keberadaannya oleh masyarakat umum
khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
C. Analisis Terhadap Pemanfaatan Hasil Pengelolaan Wakaf Produktif di
Yayasan Yatim dan Dhu’afa Al-Aulia
Peran lembaga wakaf tentunya sangat penting saat ini. Lembaga pengelola wakaf di Indonesia terhitung cukup banyak, mulai dari Nazhir tradisional sampai Nazhir yang sudah mulai mengarah pada pengelolaan profesional. Nazhir wakaf yang cukup menonjol diperhitungkan dalam kancah pengelolaan wakaf di Indonesia.
Pelaksanaan pengelolaan wakaf produktif tentunya tidak lepas dari berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh pengelolanya. Hambatan ini tentunya juga dirasakan pada pengelolaan wakaf produktif
di Yayasan Yatim dan Dhu’afa Al-Aulia. Karena kenyataannya sampai
tahun 2015 ini wakaf produktif yang dikelola oleh yayasan belum secara maksimal, baru hanya sekedar mencakup pada pembiayaan operasional untuk sekolah sebagamana tujuan atau peruntukan wakaf produktif ini sejak awal. Apa yang didapat oleh yayasan sebagai hasil dari wakaf produktif hanya mencukupi untuk biaya opersional seperti uang saku sehari-hari untuk anak asuh yang berada di yayasan, biaya listrik, gaji pengurus dan biaya lain yang terkait dengan pengelolaan wakaf produktif tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian lapangan dapat disimpulkan mengapa
wakaf produktif di Yayasan Yatim dan Dhu’afa Al-Aulia belum bisa
berfungsi sebagaiman mestinya, alasan tersebut antara lain:
1. Faktor Sumber Daya Manusia
Faktor ini merupakan faktor utama dalam menentukan sukses tidaknya proyek percontohan wakaf produktif ini, namun tampaknya hal ini kurang begitu diperhatikan, sehingga temua dilapangan bukannya menghasilkan justru pengelolaan wakaf ini mengalami kerugian pada tahun 2012.
2. Faktor lokasi
Faktor lokasi menjadi hal yang cukup penting dalam pengelolaan suatu wakaf produktif, saat ini aset yang dimiliki
yaysan belum cukup karena belum adanya ruangan skil center.
3. Faktor Keuangan (Permodalan)
Upaya pengembangan yang ingin dicapai oleh Nazhir kurang dukungan modal. Sehingga dalam pengelolaannya belum secara maksimal.
Berdasarkan analisis di atas, menurut peneliti Badan Wakaf Indonesia (BWI) disini yang paling dituntut perannya antara lain melakukan pembinaan kepada para Nazhir. BWI yang merupakan lembaga pengelola wakaf di Indonesia berskala Nasional dan Internasional seharusnya lebih memaksimalkan perannya
62
dengan mengadakan pelatihan terhadap Nazhir-Nazhir diseluruh Indonesia mengenai pengelolaan wakaf secara produktif, sehingga diharapkan nantinya dapat memotivasi para Nazhir dalam mengelola harta benda wakaf secara pofesional dan amanah serta maksimal.
Disamping itu upaya tersebut, Badan Wakaf Indonesia yang juga berfungsi sebagai pengkoordinir lembaga perwakafan harusnya memberikan dukungan manajemen bagi pelaksanaan wakaf produktif, seperti:
a. Dukungan sumber daya manusia
b. Dukungan advokasi
c. Dukungan keungan
63
A. Kesimpulan
1. Pengelolaan wakaf produktif di Yayasan Yatim dan Dhu’afa Al-Aulia
mulai dioperasikan pada tahun 2009 ini merupakan hasil dari wakaf uang tunai yang diberikan donatur kepada pengurus yang kemudian oleh pengurus uang tersebut dibelikan lahan tanah untuk dibangun
sebuah Yayasan Yatim dan Dhu’afa. Dalam pengelolaan wakaf
produktif di Yayasan Yatim dan Dhu’afa Al-Aulia menggunakan lahan
dan Aula yang ada untuk berbagai macam kegiatan produktif diantaranya lahan kosong disamping yayasan dipakai untuk bercocok tanam, Aula dipakai untuk kegiatan belajar mengajar TPA/TPQ Al-Aulia dan ruang kosong dipakai untuk ruang produksi makanan ringan. Pengelolaan wakaf produktif ini berjalan dengan baik dan memberikan hasil secara maksimal dalam kemandirian pendidikan terutama bagi anak asuh yang berada didalam Yayasan maupun yang berada di luar Yayasan
2. Pemanfaatan hasil wakaf produktif di Yayasan Yatim dan Dhu’afa Al
-Aulia selain tujuan utamanya sebagai proyek percontohan wakaf produktif, ada juga tujuan lain yang ingin dicapai oleh yayasan yaitu untuk kemajuan pendidikan. Namun melihat fakta yang ada, sampai tahun 2015 ini belum secara maksimal dalam sistem pemanfaatan
64
hasilnya hanya cukup untuk biaya operasional sekolah belum secara keseluruhan. .
3. Manajemen pengelolaan wakaf produktif di Yayasan Al-Aulia ini
kurang memperhatikan pada pola sistem manajemen yang baik. Dalam mengelola wakaf produktif harus dilihat pada 2 hal yaitu pertama perencanaan (planing), memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki oleh yayasan. Seharusnya antara Nazhir dengan BWI bersama-sama memaksimalkan pengelolaan tanah wakaf yang masih tersisa sehingga benar-benar produktif dan bernilai
ekonomis dan berkelanjutan. Kedua dalam pengelolaan wakaf
produktif juga perlu diperhatikan pengorganisasian (organizing),
dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Hal ini penting dimana melalui pengorganisasian yang jelas antara BWI dan kinerja Nazhir seimbang
atau balance sehingga Nazhir dapat amanah dalam melaksanakan
tugasnya.
B.Saran
1. Dalam pengelolaan wakaf pihak yang paling memegang peranan
penting dan strategis ialah Nazhir. BWI yang keberadaan dan tugas-tugasnya disebutkan dalam pasal 49. Undang-Undang wakaf kiranya perlu segera direalisasikan dengan program-program nyata yang strategis. Misalnya dengan mengadakan pelatihan mengenai pengelolaan wakaf produktif kepada Nazhir. Hal ini dimaksudkan
agar Nazhir benar-benar oarang yang berkualitas, punyapengetahuan kemampuan manajerial dan mempunyai kualifikasi khusus yang dipersyaratkan oleh Badan Wakaf Indonesia. Pada prinsipnya yang perlu segera diwujudkan adalah fungsi BWI secara nyata dan maksimal.
2. Masyarakat disekitar perlu dilibatkan untuk ikut mengawasi dan
mengontrol pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, baik terhadap aspek administrasi maupun keuangan, pengawasan dari masyarakat ini dapat lebih efektif, karena bersifat lokal. Dengan masyarakat terjun langsung sebagai pengawas, bisa memunculkan niat masyarakat untuk lebih gemar dalam berwakaf dan bersedekah dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat bagaimana pengelolann wakaf di Yayasan Al-Aulia.
3. Penerapan sanksi tentang penyalahgunaan harta wakaf, seharusnya
lebih bersifat tegas, agar pengelolaan wakaf dapat berjalan sebagaimana mestinya.
66