• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf : studi pengelolaan wakaf produktif di Yayasan yatim dan Dhuafa Al-aulia Serua Bojongsari - Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf : studi pengelolaan wakaf produktif di Yayasan yatim dan Dhuafa Al-aulia Serua Bojongsari - Depok"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Pengelolaan Wakaf Produktif di Yayasan Yatim dan Dhuafa Al-Aulia

Serua, Bojongsari-Depok)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.sy)

Oleh:

INTAN PRATIWI

1111044100081

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN

2004 TENTANG WAKAF

(STUDI PENGELOLAAN WAKAF PRODUKTIF di YAYASAN YATIM DAN DHUAFA AL-AULIA SERUA, BOJONGSARI DEPOK)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syari’ah (S.sy)

Oleh

INTAN PRATIWI

NIM: 1111044100081

PEMBIMBING

Dr. H. Sumuran Harahap, M.Ag., MM., MH., M.Si

NIP: 195303261979031002

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini saya cantumkan sesuai

dengan ketentan yang berlaku di Universitas Islm Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil saya atau merupakan hasil

jiplakan atau plagiat dari karya orang lain, maka saya yang bersangkutan bersedia meneriama sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,

(4)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF (Studi Pengelolaan Wakaf Produktif di Yayasan Yatim dan Dhuaf Al-Aulia) Serua, Bojongsari-Depok. Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 09 Juli 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.sy) pada Program Studi Peradilan Agama.

Jakarta, 13 Juli 2015

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar, MA

NIP.196912161996031001

Disahkan oleh Tim Penguji Sidang Munaqasyah:

Ketua : Dr. Abdul Halim, MA (...)

NIP. 196706081994031005

Sekretaris : Arip Purkon, S.HI, MA. (...)

NIP. 197904272003121002

Pembimbing : Dr. Sumuran Harahap, M.Ag (...)

NIP. 195303261979031002

Penguji I : Prof. Dr.H. Salman Maggalatung (...)

NIP.195403031976111001

Penguji II : Dr. Asep Saepudin Jahar, MA (...)

(5)

(Studi Pengelolaan Wakaf Produktif di Yayasan Yatim dan Dhuafa Al-Aulia) Serua Bojong sari-Depok. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum. Program Studi Peradilan Agama/ Ahwal Al-Syakhsiyyah. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Dr. Sumuran Harahap, MM, M.Ag, MH, M.Si.

Kata Kunci: Pengelolaan Wakaf Produkti Di Yayasan Yatim dan Dhuafa Al-Aulia Serua Bojongsari Depok.

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui pengelolaan wakaf produktif di Yayasan Yatim dan Dhuafa Al-Aulia Serua Bojongsari Depok. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dari judul tersebut adalah: (1). Bagaimana pengelolaan wakaf produktif di Yayasan Yatim dan Dhuafa Al-Aulia dan (2) Apa saja yang menjadi Hambatan dan Tantangan dalam pengelolaannya.

Temuan dalam penelitaian ini adalah Yayasan Yatim dan Dhuafa Al-Aulia didirikan atas partisipasi para donatur dan masyarakat sehingga dari hasil partisipasi tersebut dibelikan lahan tanah dan kemudian dibangun yayasan di atas lahan tanah tersebut. Pada tahun pengurus membentuk wakaf produktif yang mana wakaf produktif tersebut dikelola dan dikembangkan di lahan tanah wakaf yayasan Al-Aulia, wakaf produktif ini secara maksimal sudah berjalan dengan baik sehingga mampu membangun kemandirian pendidikan dan menyantuni anak yatim, dhuafa serta lansia sebagaimana peruntukan wakaf dalam Undang-undang.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,

hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Shalawat serta salam

kita sanjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan

umatnya hingga akhir zaman.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis menyadari bahwa rintangan dan

hambatan yang terus menerus datang silih berganti. Berkat bantuan dan motivasi dari

berbagai pihak maka segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi dan tentunya

dengan izin Allah SWT, serta dengan wujud yang berbeda-beda dapat diminimalisir dengan

adanya nasihat dan dukungan yang diberikan oleh keluaga dan teman-teman penulis.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tiada terhingga

untuk semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil sehingga

terselesaikannya skripsi ini. Tentunya kepada:

1. Asep Saepudin Jahar, S.Ag, MA, Ph.D selaku Dekan fakultas syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta pembantu Dekan 1, II,

III Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Dr. H. Abdul Halim, MA selaku Ketua program Studi Ahwal Assyakhsiyyah serta

Arif Purkon SH.I, MA. Selaku sekretaris Program Studi Ahwal Assyakhsiyyah yang

telah bekerja dengan masimal.

3. Dr. Sumuran Harahap, MM, M.Ag, MH, MS.I selaku pembimbing skripsi yang telah

banyak membimbing, memberikan pencerahan, motifasi semangat dan ilmunya

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu-ilmu yang

(7)

dan Ibunda Irmawati yang telah memberikan motivasi dan arahan. Terimakasih untuk

kakanda Amir Mufti Syar’i S.pdi dan adik tersayang Muhammad Dzacky Aulia

Hikmatullah yang tidak pernah jenuh yang selalu memberikan doa, dukungan dan

semangat dengan penuh keikhlasan dan kesabaran yang tiada tara.

6. Penyemangat hidupku Muhammad Usman yang selama ini menyemangati jalannya

penulisan skripsi ini yang tidak kenal lelah untuk memberikan dukungan penuh

kepada penulis.

7. Sahabat-sahabatku yang terbaik Juniarti Harahap, Vemy Zauhara, Zahratul Kamilah,

Mundalifah, Ai siti Wasilah, Denis Silvia dan Devi Chairunissa, Fadly Khairuzahdi,

M. Ali Ashobuni, Savira Maharani, Lilis Sumiati, Epi yuliyanti, Robian Achmad, dan

Teman-teman KKN Bandhura 2014. yang telah memberikan masukan, saran, motivasi

dan menghibur penulis.

8. Teman-teman program studi Peradilan Agama angkatan 2011 dan Teman-teman

program studi Administrasi Keperdataan Islam yang telah memberikan saran dan

(8)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan banyak yang perlu

diperbaiki lebih dalam. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis harapkan demi

kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan setiap pembaca pada umumnya serta menjadi amal baik di sisi Allah SWT.

Semoga setiap bantuan, doa, motivasi yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan

balasan dari Allah SWT.

Jakarta, 27 Juni 2015

(9)

LEMBAR PERNYATAAN...iii

ABSTRAK...iv

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI...vi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...8

D. Metode Penelitian...10

E. Sistematika Penulisan...14

BAB II: TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf 1. Pengertian Wakaf dsn Dasar Hukum...16

2. Sejara Wakaf...22

3. Macam-macam Wakaf...26

4. Syarat dan Rukun Wakaf...29

B. Wakaf Produktif 1. Konsep Wakaf Produktif...39

2. Macam-macam Wakaf Produktif...41

3. Sistem Manajemen pengelolaan...41

4. Strategi pengelolaan...43

BAB III: GAMBARAN UMUM YAYASAN AL-AULIA A. Sejarah Singkat...45

B. Visi dan Misi...46

C. Struktur Kelembagaan...52

(10)

B. Srategi Pemasaran...58 C. Pemanfaatan Hasil Wakaf...60

BAB V: PENUTUP

(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Tanah sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan

peranannya mencakup berbagai aspek sosial, ekonomi, politik maupun

budaya. Jumlah penduduk yang bertambah, sedangkan lahan tanah yang

sangat terbatas ditambah dengan perkembangan pembangunan sehingga

mengakibatkan fungsi tanah sanagat dominan karena lahan tanah tidak

sebanding dengan kebutuhan yang diperlukan.1 Oleh karena itu, masalah

pertanahan merupakan tanggung jawab secara nasional mewujudkan cara

pemanfaatkan penguasaan dan pemilikan tanah bagi kemakmuran rakyat

sebagaimana dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 “Bumi, air dan kekayaan

alam yang terkadung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.2

Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia,

sehingga orang pasti memerlukan tanah tidak hanya dalam kehidupan,

bahkan dalam beribadah pun manusia memerlukan tanah. Dalam

kehidupan manusia salah satu dari persolaan yang banyak dijumpai pada

masyarakat menyangkut persoalan mengenai sengkata tanah.3

1

Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), hal

12 2

Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan, ( Jakarta: Direktorat Jenderal

Bimbingan Masyarakat Islam,2006) hal. 63 3

(12)

2

Masalah tanah tersebut sangatlah kompleks, karena tanah

merupakan sumber daya dan faktor produksi yang utama, baik bagi

pembangunan maupun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bagi

anggota masyarakat. Persoalan mengenai tanah dan solusinya dalam

kehidupan masyarakat sangat penting, karena tanah merupakan sumber

kehidupan bagi manusia sehingga manusia sangat tergantung pada tanah.

Tanah dapat dinilai pula suatu harta yang permanen, berbagai jenis

hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan

ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Tanah dapat juga untuk

keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya. Indonesia sebagai

Negara yang sedang berkembang menyadari betapa pentingnya

permasalahan tentang tanah, dan berupaya untuk membuat aturan tentang

hukum agraria nasional yang bersandar pada hukum adat tentang tanah,

yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat

Indonesia dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada

hukum agama.4

Mengingat penting persoalan mengenai pertanahan yang

berdasarkan hukum agama, sudah diatur dalam ketentuan Pasal 49

Undang-undang Nomor. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, sebagai berikut :

1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang

dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial,

4

(13)

diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan

perolehan tanah yang cukup untuk banguanan dan usahanya dalam

bidang keagamaan dan sosial.

2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai

dimaksud dalam Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai

langsung oleh Negara dengan hak pakai.

3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan

Pemerintah.5

Kata wakaf berasal dari “waqafa” dengan makna berhenti atau

diam di tempat atau tetap berdiri atau penahanan. Sedangkan wakaf

menurut bahasa Arab berarti “al-Habsu”, yang berasal dari kata kerja habasa,yahbisu,habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau

memenjarakan, kemudian kata ini berkembang menjadi “habasa” dan

berarti mewakafkan harta karena Allah SWT.6 Sedangkan dalam Pasal 1

ayat (1) Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yang

dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan

sebagian harta benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam

jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan

ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.7

5

Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat

Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,2006) hal. 79 6

Fuad Irfan al-Bustani, Munjid al-Lughah, (Beirut : dar al-Masriq), Cet. ke-21, hal.935

7

Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan Undang-Undang No. 41

(14)

4

Dalam buku ke III Bab I Pasal 215 angka (1) Kompilasi Hukum

Islam menjelaskan bahasa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau

kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian benda dari

miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan

ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.8

Dari penjelasan di atas, bahwa yang dimaksud wakaf adalah

perbuatan seseorang atau badan hukum (Wakif) yang memisahkan

sebagian dari harta kekayaan yang berupa tanah milik dan melembagakan

untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan

umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Sehingga, dengan

adanya wakaf diperuntukkan untuk memfasilitasi sarana ibadah,

membantu fakir miskin serta anak-anak yang terlantar, yatim piatu,

beasiswa, pendidikan, kesehatan, kemajuan dan peningkatan ekonomi

umat dan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan

syariah dan peraturan Perundang-undangan.

Dilihat dari segi ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, wakaf

masih kurang dapat dirasakan manfaatnya, ini terbukti selain masih

banyaknya umat Islam yang mewakafkan hartanya hanya untuk tempat

beribadah, dan juga masih banyak yang beranggapan bahwa wakaf

peruntukanya hanya tempat ibadah menandakan masih kurangnya

pemahaman masyrakat terhadap wakaf itu sendiri. Dan ini juga

dikarenakan anggapan indahnya tempat ibadah menjadi tolak ukur status

8

(15)

sosial sebagian umat Islam. Kondisi muncul karena dalam pembinaan

yang berhubugan dengan wakaf para ulama, da’i, atau penceramah dewasa

ini berkisar hanya pada tempat ibadah saja.9

Wakaf sebagai bagian dari ajaran Islam tidak dijumpai secara

eksplisit dalam Al-Qur’an namun secara implisit terdapat ayat-ayat yang

memberikan petunjuk dan dapat dijadikan sebagai sumber dalil wakaf itu

sendiri. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur;an surat Ali

Imran ayat 92.































Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang

sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang

kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka

Sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Al-Imran:92)

Dalam konteks wakaf di Indonesia, wakaf yang selama ini banyak

dipahami oleh masyarakat cenderung dan terbatas pada benda tidak

bergerak tanah dan bangunan. Padahal wakaf juga berupa benda bergerak

9

Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam

Penyelenggara Haji, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, (Jakarta, Departemen

(16)

6

seperti wakaf kendaraan, wakaf uang, wakaf logam mulia, hak sewa, surat

berharga, wakaf hak kekayaan intelektual yang dimiliki seseorang.10

Wakaf tanah ini bagi sebagian masyarakat Indonesia, menempati

kedudukan penting dalam kehidupan mereka, terutama bagi masyarakat

pedesaan yang pekerjaan pokoknya bertani. Tanah juga tidak kalah

pentingnya di daerah perkotaan, baik untuk tempat pemukiman,

perkantoran, maupun sebagai lokasi usaha atau tempat bisnis. Naiknya

harga jual tanah ini disebabkan tanah tidak bertamabah populasi penduduk

semakin bertamabah serta pesatnya pembangunan di berbagai bidang

dewasa ini, sehingga muncul berbagai perbedaan. Dan perebutan dalam

bentuk tanah yang sudah diwakafkan keluarga karena tidak ada bukti

otentik atau sertifikat seringkali diambil oleh ahli warisnya.

Wakaf sebagai lembaga yang telah diatur dalam Islam, wakaf telah

dikenal dan dilaksanakan sejak agama Islam masuk ke Indonesia. Akan

tetapi data mengenai jumlah seluruh aset wakaf diseluruh Indonesia belum

diketahui secara akurat. Ini mengingat data-data tentang seluruh aset

wakaf di Indonesia tidak terkoordinir secara baik dan terpusat di institusi

profesional. Kemudian, aset wakaf tersebut belum dikelola secara

produktif, padahal bisa menjadi instrumen yang kontributif bagi upaya

peningkatan kualitas hidup umat Islam dan umat manusia. Dengan

demikian aset wakaf tersebut tidak likuid dan mati karena tidak

10 Adijani al-Alabij,

(17)

termanfaatkan dengan baik. Bahkan banyak tanah wakaf yang belum dan

tidak bersertifikat sehingga menjadi objek sengketa untuk nantinya dijual

belikan dengan harga murah.

Oleh karena itu penulis melihat bahwa permaslahan ini menarik

untuk dikaji lebih mendalam dan melakukan penelitian, membahas dan

mencari solusinya dengan menuangkannya dalam bentuk Skripsi yang

berjudul : IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN

2004 (STUDI PENGELOLAAN WAKAF PRODUKTIF DI YAYASAN

AL-AULIA SERUA,BOJONGSARI-DEPOK).

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan kondisi tersebut, penulis merinci kedalam beberapa

identifikasi permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana sistem pengelolaan wakaf produktif dapat berjalan

dengan baik di yayasan ?

b. Apa yang mendasari yayasan tersebut sehingga tanah wakaf dapat

diproduktifkan ?

c. Bagaimana eksistensi dan kontribusi tanah wakaf di Yayasan

terhadap masyarakat ?

2. Pembatasan Masalah

Untuk mempersempit dan mempermudah penelitian serta

(18)

8

Skripsi ini, maka penulis membatasi masalah tersebut pada

Implementasi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,

pada pasal 5, pasal 7, pasal 11, pasal 12, pasal 13, dan pasal 28 dan

diteliti pada Yayasan Yatim dan Dhuafa Al-Aulia di Serua Bojongsari

Depok.

3. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Bagaimana implementasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41

Tahun 2004 tentang Wakaf di Yayasan Yatim dan Dhuafa

Al-Aulia ?

b. Faktor apa yang menjadi hambatan dan solusi terhadap

masalah-masalah dalam pengelolaan wakaf produktif tersebut ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini:

a. Mengetahui pengelolaan wakaf produktif pada Yayasan Yatim

dan Dhuafa Al-Aulia

b. Mengetahui pengelolaan wakaf produkitif, hambatan, tantangan

dan solusinya

2. Manfaat Penelitian

(19)

a. Secara teoritis penelitian ini selain dilakukan untuk memperoleh

gelar sarjana (S-1), hasil penelitian ini juga dapat dijadikan

referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji dan

membahas lebih lanjut tentang Implementasi Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

b. Bagi penulis, menambah wawasan dan pemahaman tentang

pengelolaan wakaf produktif

c. Bagi akademis, untuk menambah literatur wakaf supaya lebih

dikembangkan sebaik mungkin.

d. Bagi masyarakat, untuk peningkatan kesejahteraan umat terutama

bagi masyarakat yang kurang mampu dan menambahkan

kepercayaan masyarakat untuk mewakafkan harta atau uang yang

dimiliki untuk kemaslahatan umat.

e. Bagi Yayasan Yatim dan Dhuafa Al-Aulia, untuk meningkatkan

pengelolaan terhadap wakaf tersebut sehingga berlanjut dan

berdayaguna.

D. Review Studi Terdahulu

Review hasil penelitian yang terdahulu yang berhubungan dan

sesuai dengan aspek-aspek dalam penelitian tentang wakaf produktif

sebagai berikut:

1. Badru Rochmat, 2010. Strategi Pengelolaan Wakaf Uang

Secara Produktif Pada Bitul Mal Muamalat. Dari hasil

(20)

10

bagaimana strategi pengelolaan wakaf uang tersebut dengan

menguraikan indikator sebagai alat ukurnya. Penelitian ini sama

dengan penelitian penulis dengan tujuan memberikan penjelasan

kepada masyarakat tentang wakaf produktif tetapi berbeda pada

lembaga yang akan diteliti.

2. Idik Komarudin, 2010. Efektivitas Pengelolaan Dan

Pemberdayaan Wakaf Tunai Pada Tabungan Wakaf

Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa

peneliti hanya menekankan kepada bagaimana wakaf tersebut

dapat berjalan dengan baik sesuai manfaatnya dengan ketentuan

yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang

Wakaf.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dilihat dari sudut pandang sifat yang dihimpun, penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan instrumen

penelitian lapangan (field research), dan penelitian kepustakaan yang

didasarkan pada suatu pembahasan degan menggunakan metode studi

kepustakaan (library research), yaitu metode yang dilakukan dengan

mengumpulkan data-data dan bahan-bahan penelitian melalui studi

kepustakaan yang diperoleh melalui kajian undang-undang dan

(21)

berhubungan dengan data-data penelitian.11 Sedangkan metode yang

digunakan dalam penelitian ini metode deskriptif, yakni metode yang

menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan di

lapangan berupa kata-kata tertulis dari orang-orang atau pelaku yang

diamati.12

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam skripsi ini yang dilakukan yaitu selain

dengan metode penulisan deskriptif dan juga menggunakan metode

pendekatan normatif-sosiologi, yaitu merupakan proses pengungkapan

kebenaran yang didasarkan pada penggunaan konsep-konsep dasar.

3. Kriteria dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang penulis gunakan:

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung

dari subjek penelitian. Data penelitian ini diperoleh dari hasil

wawancara dan survei yang dilakukan penulis terhadap sebuah

lembaga yang akan diteliti.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan

mengadakan studi kepustakaan atas pembahasan yang

11

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta,2006) hal. 20

12 Lexi J Maelong,

(22)

12

berhubungan dengan masalah yang diajukan yang memberikan

penjelasan tentang bahan data primer.13Data sekunder ini bersifat

pelengkap yang diperoleh dari lembaga yang ingin diteliti dan

tulisan-tulisan berbagai referensi pada saat kuliah serta sumber

lainnya yang relevan dengan penelitian ini, seperti jurnal yang

terkait dengan penelitian, surat kabar, majalah dan sumber tertulis

lainnya.

c. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh validitas data dalam penelitian ini,

penulis menggunakan beberapa instrumen pengumpulan data,

diantaranya sebagai berikut :

a. Observasi

[image:22.595.123.513.203.589.2]

Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mendapatkan

gambaran secara langsung tentang informasi yang

berhubungan dengan bentuk komunikasi yang dikembangkan.

Teknik observasi paling sesuai dengan penelitian sosial, karena

pengamatan dapat dilakukan dengan melihat kenyataan dan

mengamati secara dalam, lalu mencatat yang dianggap penting.

Penulis tidak hanya mencatat kejadian atau peristiwa, akan

tetapi juga mencatat segala sesuatu yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini yang diamati sesuai

13 Ipah Farihah,

(23)

dengan kebutuhan yaitu komunikasi, interaksi, pemenuhan

kebutuhan, dan pemecahan masalah.

b. Interview/ Wawancara

Interview atau wawancara adalah teknik pengumpulan

data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh

pewawancara kepada responden, dan jawaban responden

dicatat serta direkam. Wawancara adalah teknik yang cukup

efektif dalam meneliti, karena akan dapat menggunakan lebih

dalam informasi dari partisipan, mengkrontuksi mengenai

orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perassaan, motivasi, dan

sebaginya.14

c. Dokumentasi

Dilakukan untuk pengumpulan data degan mencari

data mengenai variable yang berupa catatan, buku, surat

kabar, majalah, prasasti, notulen, dan sebagainya.

d. Teknis Analisa Data

Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

tersedia dari berbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Setelah

dipelajari dan ditelaah maka langkah penulis selanjutnya meruduksi data,

dengan jalan merangkum masalah yang penulis teliti. Dalam menganalisa

data penulis menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Dianalisis secara

kualitatif dan dicari pemecahannya, kemudian disimpulkan dan digunakan

14

(24)

14

untuk menjawab permasalahan yang ada. Proses analisa data dengan

mendeskripsikan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

dan menghubungkan bagaimana implementasi Undang-Undang tersebut

terhadap studi pengelolaan wakaf di Yayasan Yatim dan Dhuafa Al-Aulia

agar diketahui implementasi Undang-Undang tersebut.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulis dalam Skripsi ini diklasifikasikan dalam lima

bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan.

Dalam bab pendahuluan ini terdiri dari latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metodologi penelitian, review studi

terdahulu, sistematika penulisan.

BAB II Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41

Tahun 2004 Tentang Wakaf:

Dalam bab ini dibahas meliputi pengertian wakaf dan dasar

hukumnya, rukun dan syarat wakaf, macam-macam wakaf,

fungsi wakaf, dan tujuan wakaf, serta implementasi

Undang-undang wakaf dalam praktek pengelolaannya.

BAB III Profil Yayasan Yatim dan Dhuafa Al-aulia.

Bab ini merupakan inti dari Skripsi ini dan dibahas meliputi

(25)

melihat pada inti persoalan, pandangan, wawasan, atau

angan-angan ataupun impian terhadap sesuatu yang sangat

indah dan mempesona sehinga diperlukan usaha keras untuk

mewujudkannya.

dan misi ialah tujuan utama yang harus dicapai atau

prioritas yang harus dicapai seringkali misi juga diartikan

sebagai pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan untuk

mewujudkan visi.15 Struktur kelembagaan yayasan

Al-Aulia, dan lainnya.

BAB IV Analisa Pembahasan.

Bab ini membahas bagaimana pengelolaan wakaf produktif

di yayasan Al-Aulia begitu juga di bahas tentang hambatan

dan tantangan dalam pengelolaannya.

BAB V Penutup.

Bab penutup ini merupakan bab akhir dari Skripsi. Bab ini

terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

15

Sumuran Harahap, Wakaf Uang dan Prospek Ekonominya di Indonesia, (Jakarta: Mitra

(26)

16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perwakafan Dalam Perspektif Fiqih

1. Pengertian Wakaf

Kata wakaf berasal dari bahasa Arab “waqafa”. Asal kata

waqafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau diam ditempat atau tetap

berdiri. Kata “Waqafa-Yaqifu-Waqfan” sama artinya dengan “

Habasa-Tajbisu-Tahbisan”.1

Wakaf menurut etimologis yang bermakna menahan harta dan

memaanfaatkan hasilnya dijalan Allah atau ada juga yang bermaksud

menghentikan seperti telah disebutkan di atas. Makna disini,

menghentikan manfaat keuntungannya dan diganti untuk amal kebaikan

sesuai dengan tujuan wakaf. Menghentikan segala aktifitas yang pada

mulanya diperbolehkan terhadap harta (ain benda itu), seperti menjual,

mewariskan, menghibahkan, dan mentransaksikannya untuk keperluan

agama semata, bukan untuk keperluan si Wakif.

Para ahli fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikan wakaf,

sehingga mereka berbeda pula dalam memandang hakekat wakaf itu

sendiri. Berbagai pandangan dan pendapat tentang wakaf itu dapat dilihat

menurut istilah sebagai berikut:

1 Peter Salim MA.

(27)

a. Abu Hanifah

Wakaf adalah menahan benda atas milik orang yang

berwakaf dan mendermakan (mensedekahkan) manfaatnya untuk

tujuan kebaikan pada masa sekarang dan masa yang akan datang.2

b. Mazhab Malikiyah

Wakaf adalah penahanan suatu benda dari bertasarruf

(bertindak hukum seperti memperjual-belikannya) terhadap benda

yang dimiliki serta benda itu tetap dalam pemilikan si Wakif, dan

memproduktifkan hasilnya untuk keperluan kebaikan.3

c. Mazhab Syafi’i dan Ahmad Hambal

Kedua mazhab ini berpendapat bahwa wakaf adalah

melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan Wakif. Setelah

sempurna prosedur perwakafan. Seperti perlakuan pemilik dengan

cara memindahlan kepemilikannya kepada yang lain, baik yang

diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif

menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf’alaih

(yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana Wakif

tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila

2

Muhammad Mustafa Tsalabi, al-ahkam al-washaya wal awqaf, (Mesir: Dar

al-Ta’lif, 00 ) hal.

3 Abdul Halim,

(28)

18

Wakif melarangnya, maka Qadli berhak memaksanya agar

memberikannya kepada mauquf alaih, karena itu mazhab Syafi’i

mendefinisikan wakaf adalah Tidak melakukan suatu tindakan atas

suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan

menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebijakan sosial, mazhab

ini juga berpendapat bahwa wakaf itu berupa penahanan harta

bertasarruf dan mensedeqahkan hasilnya serta berpindahnya

kepemilikan dari orang yang berwakaf kepada orang yang menerima

wakaf dan tidak boleh bertindak sehendak hati mauquf. Imam Syafi’i

juga berpendapat bahwa wakaf ialah suatu ibadah yang disyariatkan.

Wakaf itu sah bila orang yang berwakaf itu (Wakif) telah menyatakan

lafadz, “saya wakafkan ini (waqaffu haza), sekalipun tanpa diputuskan

Hakim. Bila harta itu telah dijadikan harta wakaf, maka orang yang

berwakaf tidak berhak lagi atas benda itu, walaupum harta itu tetap

berada ditangannya.4

d. Mazhab Imamiyah

Mazhab Imamiyah dalam mendifinisikan wakaf sama dengan

mazhab Syafi’i dan Imam Hambal namun berbeda dari segi

kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu milik mauquf alaih

(yang diberi wakaf), meskipun mauquf alaih tidak berhak melakukan

4

(29)

suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau

menghabisknnya.5

Selain definisi menurut fikih klasik, di Negara Indonesia

sendiri terdapat rumusan wakaf dan diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 wakaf adalah perbuatan hukum

seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta

kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk

selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan

umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.6 Dan dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI), Pasal 215 ayat (1) wakaf adalah perbuatan

hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang

memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya

untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan

umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.7 Sedangkan menurut

Undang-Undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan, wakaf

adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian harta

benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka

waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah

dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.

5

Departemen Agama RI, Pradigma baru wakaf di Indonesia,(Jakarta: Direktorat Jendral

Bimbingan Masyarakat Islam,2007) hal. 2-4 6

Peraturan Pemerintah nomor 28 1977 tentang perwakafan tanah milik, Pasal 1 ayat (1)

7 Kompilasi Hukum Islam (KHI),

(30)

20

2. Dasar Hukum Dan Macam-macam Wakaf

1. Al-Qur’an

Didalam Al-Qur’an tidak disebutkan secara eksplisit

tentang wakaf. Al-Quran hanya menyebutkan dalam pengertian

umum, tentang wakaf. Para ulama fikih menjadikan ayat-ayat

Al-Quran sebagai dasar hukum wakaf dalam Islam, seperti ayat-ayat

Al-Quran yang membicarakan tentang kebaikan shadaqah, infak,

dan amal jariyah. Para ulama menafsirkan bahwa wakaf sudah

mecakup dalam cakupan ayat Al-Quran tersebut diantaranya:































Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang

sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta

yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan

Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.(QS.

(31)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah

kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan,

supaya kamu mendapat kemenangan. (QS. Al-Hajj:77)

























































Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)

orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah

serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh

bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat

gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan

Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.

(QS. Al-Baqarah:261)

2. Sunnah Rasulullah SAW

Al-Qur’an tidak dituliskan suatu ayat atau katapun tentang

wakaf, dan secara eksplisit menjelaskan tentang wakaf dapat dilihat

dalam hadist Nabi Muhammad SAW dasar hukum wakaf dan

merupakan shadaqah jariyah. Adapun ketentuan dalam hadist yang

(32)

22

dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW,

bersabda: “Apabila anak adam (manusia) meninggal dunia, maka

putuslah amalnya kecuali tiga perkara: Shadaqah jariyah, ilmu yang

bermanfaat, dan anak sholeh yang mendo’akan kedua orang

tuanya.” (HR. Muslim).8

3. Sejarah Perwakafan

Manusia telah mengenal berbagai macam wakaf sejak terbentuknya

tatanan kehidupan bermasyarakat di muka bumi. Setiap masyarakat

menyediakan pelayanan umum yang dibutuhkan oleh manusia secara

keseluruhan atau kebanyakan anggota masyarakat. Tempat peribadatan

adalah salah satu contoh wakaf yang dikenal oleh manusia sejak dahulu

kala. Demikian juga mata air, jalan-jalan, dan tempat-tempat yang sering

digunakan masyarakat seperti lahan tanah dan bangunan yang sering

dipergunakan masyarakat, namun kepemilikannya bukan atas nama

pribadi, karena itu tidak ada seorangpun yang mempunyai hak penuh

untuk mengatur tempat ini, kecuali telah diberi mandat untuk

pengelolaannya.

Pengertian wakaf telah berkembang di kalangan sebagian

masyarakat. Pada masa Fir’aun, masyarakat telah mengenal bentuk baru

wakaf yang tidak ada sebelumnya. Bentuk wakaf ini berupa tanah

pertanian yang diwakafkan oleh sebagian penguasa dan orang-orang kaya

8 Departemen Agama RI,

(33)

untuk tujuan bercocok tanam dan hasilnya diberikan kepada para tokoh

spiritual yang pada saat itu dikenal sebagai dukun, baik dipergunakan

untuk kepentingan pribadi mereka, mendanai tempat peribadatan yang

berada di bawah pengawasannya atau diberikan kepada fikir miskin. Ini

merupakan wakaf untuk kepentingan agama, karena penyalurannya

dilakukan oleh para pemuka agama, akan tetapi berbeda dengan wakaf

yang dipergunakan untuk kepentingan syiar agama.9

1. Wakaf Di Zaman Islam

Al-Quran menyebutkan bahwa Ka’bah merupakan tempat

ibadah yang pertama bagi manusia. Menurut pendapat sebagian

ulama yang mengatakan bahwa Ka’bah dibangun oleh Nabi Adam

AS, dan kaidah-kaidahnya ditetapkan oleh Nabi Ibrahim AS dan

Nabi Ismail AS, serta dilestarikan oleh Nabi Muhammad SAW,

maka dengan demikian Ka’bah merupakan wakaf. Wakaf pertama

yang dikenal oleh manusia dan dimanfaatkan untuk kepentingan

agama. Sedangkan menurut pendapat ulama yang lainnya

mengatakan bahwa Nabi Ibrahim yang membangun Ka’bah, maka

Ka’bah merupakan wakaf pertama kali dalam Islam, yaitu agama

Nabi Ibrahim yang benar, atau wakaf pertama untuk kepentingan

agama dan menegakkan tauhid. Wakaf di zaman Islam telah

dimulai bersamaan dengan dimulainya masa kenabian Muhammad

SAW di Madinah yang ditandai dengan pembangunan Masjid

9

(34)

24

Quba yang dibangun atas dasar takwa sejak dari pertama dan

menjadi wakaf pertama dalam Islam untuk kepentingan agama.

Peristiwa ini terjadi setelah Nabi hijrah ke Madinah dan sebelum

pindah ke rumah pamannya yang berasal dari Bani Najjar.

Kemudian disusul dengan pembangunan masjid Nabawi yang

dibangun di atas tanah anak yatim dari Bani Najjar setelah dibeli

oleh Rasulullah SAW. Dengan demikian Rasulullah SAW telah

mewakafkan tanah untuk pembangunan masjid. Para sahabat juga

telah membantu beliau dalam menyelesaikan pembangunan ini,

termasuk pembuatan kamar- kamar bagi para istri beliau. Islam

adalah pengawas wakaf keluarga sebagaimana dinyatakan dalam

Ensiklopedia Amerika, dan tidak pernah dikenal sebelumnya dalam

Perundang-Undangan Negara Barat, kecuali pada abad ke-20.

Dengan demikian pula, maka wakaf sosial sebagimana yang

diperintahkan Nabi Muhammad SAW kepada Umar bin Khatab

berasal dari wahyu kenabian dan tidak mencontoh pelaksanaan

wakaf yang dipraktikkan oleh orang-orang Mesir kuno maupun

orang-orang Yunani dan Romawi. Sebab pengetahuan Rasulullah

tentang keadaan mereka secara detail sangat sedikit. 10

2. Wakaf Di Zaman Eropa Dan Amerika

Wakaf di Barat hanya ada dalam satu bentuk yang berupa

Gereja hingga awal abad ke-13. Karena saat itu di Jerman, Eropa

10

(35)

Tengah, dan beberapa Negara lainnya telah muncul sebagi bentuk

wakaf sosial. Dalam peraturan Perundang-Undangan Barat, wakaf

telah disinyalir dalam Undang-Undang Inggris tentang kegiatan

sosial kemasyarakatan yang dikeluarkan pada tahun 1601, dimana

wakaf bisa diketahui dari definisi istilah yang mereka sebut sebagai

kegiatan sosial. Menurut Undang-Undang ini, kegiatan sosial

adalah kegiatan apapun yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang untuk memberi pelayanan atau bantuan kepada

pihak umum. Kegiatan seperti ini mendapat perlakuan istimewa

berkenaan dengan masalah perpajakan. Lebih detail dijelaskan

dalam peraturan Perundang-Undangan tersebut, bahwa kegiatan

sosial, rumah sakit, gereja dan lembaga pendidikan serta kegiatan

yang mempunyai manfaat sejenisnya. Undang-Undang dan

keistimewaan tersebut telah muncul sebelum terbentuknya

pemahaman kontemporer mengenai badan wakaf dalam

Perundang-Undangan Barat yang baru muncul pada abad ke-19.

Kemudian wakaf ini ini dikelola oleh sebuah badan wakaf yang

disebut Foundation. Kegiatan dan bentuknya sangat jelas dan yang

paling nampak adalah bahwa yayasan tersebut bersifat independen

dan non-pemerintah, non-profit, dan bertujuan untuk memberikan

pelayanan umum kepada masyarakat, baik berupa pelayanan

kesehatan, pendidikan maupun bimbingan dan penyuluhan agama.

(36)

26

sosial atau public fundation, dan kedua yayasan pribadi atau private

fundation.11

4. Macam-Macam Wakaf

Wakaf ditinjau dari segi peruntukkan dan kepada siapa wakaf itu

diberikan, maka wakaf dapat dibagi menjadi (2) macam:

1. Wakaf Ahli

Wakaf Ahli ialah wakaf yang ditunjukkan kepada

orang-orang tertentu, seseorang-orang atau lebih, keluarga Wakif atau bukan.

Wakaf seperti ini juga disebut Wakaf Dzurri. Apabila ada seseorang

yang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu kepada

cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengambil manfaatnya yaitu

mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Wakaf jenis ini

(wakaf ahli/dzurri) terkadang disebut juga wakaf ‘alal aulad, yaitu

wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam

lingkungan keluarga. Wakaf seperti ini bertujuan membela nasib

mereka. Dalam konsepsi hukum Islam, seseorang yang punya harta

yang hendak mewakafkan sebagian hartanya, sebaiknya lebih dahulu

melihat kepada sanak family. Bila ada di antara mereka yang sedang

membutuhkan pertolongannya. Maka wakaf lebih afdal diberikan

kepada mereka yang membutuhkan.12

11Mundzir Qahaf,

Manajemen Wakaf Produktif, hal. 10 12

(37)

Dalam perkembangan selanjutnya, wakaf ahli untuk saat ini

dianggap kurang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan

umum, karena sering menimbulkan ketidak jelasan dalam pengelolaan

dan pemanfaatan wakaf oleh keluarga yang diserahi wakaf. Di

beberapa Negara tertentu seperti: Mesir, Turki, Maroko, dan Aljazair,

wakaf untuk keluarga (ahli) telah dihapuskan, karena pertimbangan

dari berbagai segi, tanah-tanah wakaf dalam bentuk ini dinilai tidak

produktif. Untuk itu, dalam pandangan KH. Ahmad Azhar Basyir,

MA, bahwa keberadaan jenis wakaf ahli ini sudah selayaknya ditinjau

kembali untuk dihapuskan.13

2. Wakaf Khairi

Wakaf Khairi ialah wakaf yang secara tegas untuk

kepentingan keagamaan atau kemasyarakatan (kebijakan umum),

seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid,

sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan yatim dan lain

sebagainya. Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih

banyak manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena

tidak terbatas pada pihak-pihak yang mengambil manfaat. Dan jenis

wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan

perwakafan itu sendiri secara umum. Dalam jenis ini juga Wakif dapat

mengambil manfaat dari harta yang diwakafkan itu, seperti wakaf

13

Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf,(Jakarta: Proyek Peningkatan Zakat dan

(38)

28

masjid maka si Wakif boleh beribadah di sana, atau mewakafkan

sumur maka si Wakif dapat pula mengambil air dari sumur tersebut

sebgaimana yang telah di lakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan

sahabat Utsman bin Affan. Secara substansinya, maka wakaf itulah

yang merupakan salah satu segi dari cara membelanjakannya harta

dijalan Allah SWT. Dan tentunya dilihat dari kegunaannya merupakan

salah satu sarana pembangunan, baik dibidang keagamaan, khususnya

peribadatan, perekonomian, kebudayaan, kesehatan, kemanan, dan

sebagainya.14

Wakaf Khairi ini juga pernah dilakuakan Umar bin Khatab

pada tanahnya yang berada di perkebunan Khaybar. Sebagaimana

yang terdapat dalam hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Umar sebagai

berikut:

Dari Abdullah bin Umar bin Khatab, Umar bin Kahatab berkata

kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku

memiliki sebidang tanah di Khaybar, yang aku belum pernah memiliki

tanah sebaik itu. Apa nasihat engkau kepadaku? Rasulullah

menjawab: “Jika engkau mau, wakafkanlah tanah itu, sedekahkan

14 Departemen Agama RI,

(39)

hasilnya. “Lalu Umar mewakafkan tanahnya yang ada di Khaybar”.

(HR. Bukhari Muslim)15.

5. Syarat dan Rukun Wakaf

1. Wakif (Pemberi Wakaf)

Persyaratan seorang calon Wakif agar sah harus memiliki

kecakapan hukum atau kemalul ahliyah (legal competent) dalam

membelanjakan atau memanfaatkan hartanya, kecakapan bertindak

disini meliputi 4 (empat) kriteria:

a. Merdeka16

Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya)

tidak sah, karena wakaf pengguguran hak milik dengan cara

memberikan hak milik itu kepada orang lain. Sedangkan hamba

sahaya tidak mempunyai hak milik, dirinya dan apa yang

dimilikinya kepunyaan tuannya. Namun demikian, Abu Zahrah

mengatakan bahwa para fuqha sepakat, budak itu boleh

mewakafkan hartanya apabila ada izin dari tuannya, karena ia

sebagai wakil darinya.

b. Berakal Sehat

15

Sumuran Harahap, Wakaf Uang dan Prospek Ekonominya di Indonesia, (Jakarta: Mitra

Abadi Press, 2012) hal.1 16

Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Proyek Pengembangan Zakat dan

(40)

30

Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah hukumnya,

sebab ia tidak berakal, tidak mumayyiz dan tidak cakap melakukan

akad serta tindakan lainnya. Demikian juga wakaf orang lemah

mental (idiot), berubah akal karena faktor usia, sakit atau

kecelakann, hukumnya tidak sah karena akalnya tidak sempurna

dan tidak cakap untuk menggugurkan hak miliknya.

c. Dewasa (Baligh)

Wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa

(baligh) hukumnya tidak sah karena ia dipandang tidak cakap

melakukan akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan hak

miliknya.

d. Tidak Berada Di bawah Pengampuan (Boros/Lalai)

Orang yang berada dibawah pengampuan dipandang tidak

cakap untuk berbuat kebaikan (tabbaru), maka wakaf yang

dilakukan hukumnya tidak sah. Tetapi berdasarkan istishan, wakaf

orang yang berada di bawah pengampuan terhadap dirinya sendiri

selama hidupnya hukumnya sah. Karena tujuan dari pengampuan

untuk menjaga harta wakaf supaya tidak habis dibelanjakan untuk

sesuatu yang tidak benar, dan untuk menjaga dirinya agar tidak

menjadi beban orang lain.

(41)

Mauquf „Alaih tujuan wakaf (peruntukan wakaf). Wakaf harus

dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan syariat

Islam. Karena pada dasarnya, wakaf merupakan amal yang

mendekatkan diri manusia kepada Allah SWT. Karena itu mauquf

‘alaih diisyaratkan harus hadir sewaktu penyerahan wakaf, harus ahli

untuk memiliki harta yang diwakafkan, tidak orang yang durhaka

terhadap Allah SWT, dan orang yang menerima wakaf itu harus jelas

tidak diragui kebenarannya.17

3. Mauquf Bih (Harta Wakaf)

Benda yang dimanfaatkan disebut dengan mauquf bih. Seabagai

obyek wakaf, mauquf bih merupakan hal yang sangat penting dalam

perwakafan. Namun demikian, harta yang diwakafkan tersebut bisa

dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Benda harus memiliki nilai guna, Benda yang dapat disimpan dan

halal digunakan dalam keadaan normal bukan dalam keadaan

darurat. Karena itu menurut mazhab Hanafi tidak sah mewakafkan

sesuatu yang hukan harta, seperti mewakafkan manfaat dari rumah

sewaan untuk ditempati.

b. Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahuai) ketika terjadi

akad wakaf. Harta yang akan diwakafkan harus diketahui dengan

17

(42)

32

yakin, sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan. Karena itu

tidak sah mewakafkan yang tidak jelas seperti satu dari dau rumah.

c. Benda tetap atau bergerak yang dibenarkan untuk diwakafkan.

d. Benda yang diwakfkan benar telah menjadi milik sempurna (

Al-milik At-tamm) si Wakif ketika terjadi akad wakaf.18

e. Sighat (Ikrar Wakaf), Segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang

yang berakad untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa

yang diinginkannya. Namun shigat wakaf cukup dengan ijab saja

dari Wakif tanpa memerlukan qabul dari mauquf ‘alaih. Begitu

juga qabul tidak menjadi syarat sahnya wakaf dan juga tidak

menjadi syarat untuk berhaknya mauquf ‘alaih memperoleh

manfaat harta wakaf, kecuali pada wakaf yang tidak tertentu.19

f. Nazhir (Pengelola Harta Wakaf), Nazhir adalah pihak yang

menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan

dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya. Posisi Nazhir

sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi

harta wakaf mempunyai kedudukan sentral dalam perwakafan.

Sedemikian pentingnya kedudukan Nazhir dalam perwakafan,

sehingga berfungsi atau tidaknya wakaf bagai mauquf ‘alaih sangat

bergantung pada Nazhir. Meskipun demikian Nazhir tidak berarti

Nazhir mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang

18

Departemen Agama RI, Fikih Wakaf, (Jakarta: Proyek Peningkatan Zakat dan

Wakaf,2003) hal.44

19 Departemen Agama RI,

(43)

diamanahkan kepadanya. Seorang Nazhir haruslah memiliki

persyaratan sebagi berikut:

a. Syarat Moral

Paham tentang hukum wakaf dan zakat, infaq dan sedekah.

Baik dalam tinjauan syariah maupun perundang-undangan

Negara RI. Jujur, amanah, dan adil sehingga dapat dipercaya

dalam proses pengelolaan dan pentasharrufan kepada sasaran

wakaf.

b. Syarat Manajemen

Mempunyai kapabilitas yang baik dalam leadership,

mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual sosial dan

pemberdayaan.

c. Syarat Bisnis

Mempunyai keinginan, mempunyai pengalaman dan

mempunyai ketajaman melihat peluang usaha sebagimana

layaknya enterpreunership.20

B. Perundang-undangan Wakaf

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960

tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pasal 49 ayat (1) memberikan

20 Departemen Agama RI,

(44)

34

isyarat bahwa “Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur

dengan peraturan pemerintah”.21

2. Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961 tanggal 23 Maret Tahun

1961 tentang Pendaftaran Tanah, karena peraturan ini berlaku

umum, maka terkena juga didalamnya mengenai pendaftaran tanah

wakaf.

3. Peraturan Pemerintah No.30 Tahun 1963 tentang Penunjukan

Badan-Badan Hukum yang dapat mempunyai hak milik dan

syarat-syaratnya.

4. Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 tanggal 17 Mei 1977

tentang Perwakafan Milik Tanah.

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun 1977 tanggal 26

november 1977 tentang Tata Pendaftaran Tanah Mengenai

Perwakafan Tanah Milik.

6. Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1978 tentang Peraturan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1977 tanggal 10

Januari 1978 tentang Perwakafan Tanah Milik.

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.12 Tahun 1978 tanggal 3

agustus 1978 tentang Penambahan Ketentuan Megenai Biaya

Pendaftaran Tanah Badan-Badan Hukum Tertentu Pada Peraturan

Menteri Dalam Negeri No.2 Tahun 1978

21 Departemen Agama RI

(45)

8. Instruksi Bersama Menteri Agama dan Mentri Dalam Negeri No.1

Tahun 1978 tanggal 23 Januari 1978 Tentang Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan

Tanah Milik.

9. Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,

No/Kep/D/75/787 tanggal 18 April 1978 tentang Formulir dan

Pelaksanaan Peraturan-Peraturan Tentang Perwakafan Tanah Milik.

10. Keputusan Menteri Agama No.73 Tahun 1978 tanggal 9 Agustus

1978 tentang Pendelegasian Wewenang Kepala-Kepala Kantor

Wilayah Negara Indonesia Untuk Mengangkat Atau

Memberhentikan Setiap Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan

Sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).

11. Instruksi Menteri Agama No.3 Tahun 1979 tanggal 19 Juni 1979

tentang Pelaksanaan Keputusan Mentri Agama No.73 Tahun 1978

12. Surat Direktorat Jendra Bimbingan Islam dan Urusan Haji

No.D11/5/Ed/`4/980 tanggal 25 Juni 1980 tentang Pemakaian

Bermaterai Dengan Lampiran Surat Dirjen Pajak No.5-624/Pj.

331/1980 tanggal 29 Mei 1980 yang menentukan jenis formulir

wakaf nama yang bebas materai, dn jenis formulir nama yang

dikenal Bea Materai dan beberapa besar Bea Materainya.

13. Surat Direktorat Jenderal Bimbingan Mayarakat Islam dan Urusan

Haji No.D11/1981 tanggal 16 April 1961 Tentang Peruntukan

(46)

36

14. Surat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan

Haji No.D11/Ed/07/1981 Kepala Gurbenur, kepala Daerah Tingkat

1 diseluruh Indonesia, tentang Pendaftaran Perwakafan Tanah

Milik dan Permohonan Kegiatan Pembebasan Dari Semua

Pembebanan Biaya.22

15. Undang-Undang Republik Indonesia No.41 Tahun 2006 tentang

Wakaf23

16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.42 tahun 2006,

tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.41 Tahun 2004 Tentang

Wakaf.24

C. Strategi Pengelolaan Dan Pengembangan Wakaf

1. Pengelolaan Wakaf Tradisional

Dalam Periode ini, wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran yang

murni dimasukkan dalam kategori ibadah Madhanah (pokok), yaitu

kebanyakan benda-benda wakaf diperuntukkan untuk kepentingan

pembangunan fisik. Seperti masjid, mushollah, pesantren, kuburan,

yayasan dan sebagainya. Sehingga keberadaan wakaf belum

memberikan kontribusi sosial yang lebih luas karena hanya untuk

kepentingan yang bersifat konsumtif.25

22 Abdul Halim,

Hukum Perwakafan Di Indonesia, hal. 83-85 23

Departemen Agama RI, Proses Lahirnya Undang-Undang No.41 Tahun 2006, (Jakarta:

Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,2006) hal. 272 24

Departemen Agama RI, Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang wakaf dan

peraturan pemerintah No.42 tahun 2006 tentang pelaksanaannya, (Jakrta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,2007) hal. 109.110

25 Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif (Jakarta: Mitra

(47)

2. Pengelolaan Wakaf Semi Profesional

Periode Semi Profesional adalah masa dimana pengelolaan wakaf

secara umum sama dengan periode tradisional, namun pada masa ini

sudah mulai dikembangkan pola pemberdayaan wakaf secara produktif,

meskipun belum maksimal. Sebagai contoh pembangunan

masjid-masjid yang letaknya strategis dengan menambah gedung untuk

pertemuan, pernikahan, seminar, dan acara lainnya. Seperti masjid

Sunda kelapa, masjid Pondok Indah, masjid At-taqwa Pasar Minggu,

masjid Ni’matul Ittihad Pondok Pinang dan lain-lain. Selain hal tersebut

juga sudah mulai dikembangkannya pemberdayaan tanah-tanah wakaf

untuk bidang pertanian, pendirian usaha-usaha kecil seperti toko-toko

ritel, koperasi, penggilingan padi, usaha bengkel dan sebagainya yang

hasilnya untuk kepentingan pengembangan dibidang pendidikn (pondok

pesantren), meski pola pengelolaannya masih dikatakan tradisional.

Pola pemberdayaan wakaf seperti ini sudah dilakukan oleh pondok

pesantren Assalam Gontor, Ponorogo. Adapun secara khusus

mengembangkan wakaf untuk kesehatan dan pendidikan seperti yang

dilakukan oleh yayasan wakaf Sultan Agung, secara intensif terhadap

pengembangan pemikiran Islam modern seperti yang dilakukan oleh

yayasan wakaf Paramadina.26

3. Pengelolaan Wakaf Profesional

26

(48)

38

Periode pengelolaan wakaf secara profesioanal ditandai dengan

pemberdayaan potensi masyarakat secara produktif, keprofesionalan

yang dilakukan meliputi aspek: Manajemen, SDM kenadziran, pola

kemitrausahaan, bentuk benda seperti uang, saham, dan surat berharga

lainnya, dukungan polotical will pemerintah secara penuh salah satunya

lahir Undang-Undang wakaf. Dalam mengelola wakaf secra

professsional paling tidak, ada tiga filosofi dasar yang ditekankan

ketika kita hendak memberdayakan wakaf secara produktif, pertama

pola manajemennya harus dalam bingkai “Proyek terintegrasi”, bukan

bagian dari biaya yang terpisah-pisah. Dengan bingkai proyek,

sesungguhnya dana wakaf akan dialokasikan untuk program-program

pemberdayaan dengan segala macam. Biaya yang terangkum

didalamnya. Kedua asas kesejahteraan Nazhir, sudah terlalu lama

Nazhir diposisikan kerja asal-asalan (dalam pengertiannya sisa waktu

dan bukan perhatian utama). Oleh karena itu saatnya kita menjadikan

Nazhir sebagai profesi yang memberikan harapan kepada lulusan

terbaik umat dan profesi yang memberikan kesejahteraan, bukan saja di

akhirat, tetapi juga di dunia. Dan Alhamdulillah, di Indonesia sesuai

dengan Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang Wakaf, pada pasal

disebutkan bahwa Nazhir mendapatkan 10% dari hasil bersih

pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf. Ketiga, Asas

transparasnsi dan accountabilitas dimana wakaf dan lembaga yang

(49)

kepada umat dalam bentuk autited financial termasuk kewajaran dari

masing-masing pos biayanya.27

D. Konsep Wakaf Produktif

1. Pengertian Wakaf Produktif

Pengertian wakaf produktif, wakaf produktif adalah sebuah skema

pengelolaan donasi wakaf dari umat, yaitu dengan memproduktifkan

donasi tersebut, hingga mampu menghasilkan surplus yang berkelanjutan.

Donasi wakaf dapat berupa benda bergerak, seperti uang dan logam mulia,

maupun benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan. Surplus wakaf

produktif inilah yang menjadi sumber dana abadi bagi pembiayaan

kebutuhan umat, seperti pembiayaan pendidikan dan pelayanan kesehatan

yang berkualitas. Pada dasarnya wakaf itu produktif dalam arti harus

menghasilkan karena wakaf dapat memenuhi tujuannya jika telah

menghasilkan dimana hasilnya dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya

(mauquf alaih). Orang yang pertama melakukan perwakafan adalah Umar

bin Khatab yang mewakafkan sebidang kebun yang subur di Khaybar.

Kemudian kebun itu dikelola dan hasilnya untuk kepentingan masyarakat.

Tentu wakaf ini adalah wakaf produktif dalam arti mendatangkan aspek

ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya. Ironinya, di Indonesia sendiri,

masyarakat masih banyak yang berasumsi bahwa wakaf adalah lahan yang

27

(50)

40

tidak produktif bahkan mati yang perlu biaya dari masyarakat, seperti

kuburan, masjid dll.28

Wakaf produktif juga diartikan sebagai wakaf harta yang

digunakan untuk kepentingan produksi, baik dibidang pertanian,

perindustrian, perdagangan dan jasa yang manfaatnya bukan pada benda

wakaf secara langsung, tetapi dari keuntungan bersih hasil pengembangan

wakaf yang diberikan kepada orang-orang yang berhak sesuai dengan

tujuan wakaf. Disini wakaf produktif ialah untuk dapat menghasilkan

barang atau jasa kemudian dijual hasilnya dan hasilnya dipergunakan

sesuai dengan tujuan wakaf.29

2. Macam-macam Wakaf Produktif

a. Wakaf Uang

Wakaf uang dalam konteks Indonesia sebagai

bangsa-negara (nation state), bahwa salah satu kemajuan penting dan

merupakan prestasi Indonesia yang perlu dicatat yang sekaligus

membawa perubahan fundamental dan monumental

pembangunannya dibidang perwakafan.30

Wakaf uang yang berupa dirham dan dinar saat itu juga

diwakafkan untuk dua tujuan yang pertama, untuk dipinjamkan

kepada orang-orang yang membutuhkannya, kemudian setelah

28

Wahyu, Pengertian dan Macam-Macam Wakaf, Di akses pada Rabu, 6 Mei 2015

19.25 pada http//www.google.com. 29

Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, hal. 23

30 Sumuran Harahap

(51)

terpenuhi kebutuhannya uang tersebut dikembalikan lagi untuk

dipinjamkan kepada orang lain tanpa mengambil keuntungan berupa

apapun dari pinjaman ini. Kedua, wakaf uang untuk keperluan

produksi . Wakaf uang produktif ini telah ada sejak zaman sahabat

dan tabi’in.31

Wakaf uang tunai bagian dari objek wakaf selain tanah

maupun bangunan yang merupakan harta tidak bergerak. Wakaf

dalam bentuk uang tunai dibolehkan, dan dalam prakteknya sudah

dilaksanakan oleh umat Islam.

b. Wakaf Saham

Saham sebagai barang yang bergerak juga dipandang

mampu menstimulus hasil-hasil yang dapat didedikasikan untuk

umat, bahkan dengan modal yang besar, saham malah justru akan

memberi kontribusi yang cukup besar dibandingkan jenis

perdagangan yang lainnya.

3. Sistem Manajemen Pengelolaan Wakaf Produktif

Sistem manajeman pengelolaan wakaf produktif merupakan salah

satu aspek penting dalam pengembangan pradigma baru wakaf di

Indonesia. Untuk meningkatkan dan mengembangkan aspek

kemanfaatannya, tentu yang sangat berperan sentral adalah sistem

manajemen pengelolaan yang diterapkan. Pola manajemen pengelolaan

terhitung masih tradisioanal-konsumtif. Untuk itu, sebagai salah satu

31

(52)

42

elemen penting dalam pengembangan pradigma baru wakaf, sistem

manajemen pengelolaan wakaf harus dilaksanakan dengan lebih

profesioanal dan modern. Disebut profesional dan modern itu bisa

dilihat pada aspek pengelolaan sebagai berikut:

a. Kelembagaan

Untuk mengelola benda-benda wakaf secara produktif,

yang pertama-tama harus dilakukan adalah perlunya pembentukan

suatu badan atau lembaga yang khusus mengelola wakaf yang ada

dan bersifat nasional

b. Operasional Pengelolaan

Yang dimaksud dengan standar operasional pengelolaan

wakaf adalah batasan atau garis kebijakan dalam mengelola wakaf

agar menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kepentingan

masyarakat banyak.

c. Kehumasan

Dalam mengelola benda-benda wakaf, maka peran

kehumasan (pemasaran) dianggap menempati posisi penting.

Fungsi dari kehumasan itu sendiri dimaksudkan untuk memperkuat

image bahwa wakaf yang dikelola oleh Nazhir betul-betul dapat

(53)

dalam mewakafkan harta bendanya, dan memperkenal aspek wakaf

yang tidak hanya berorientasi.32

4. Strategi Pengelolaan Wakaf Produktif

a. Peraturan Perundangan Perwakafan, sebelum lahir Undang-Undang

Nomor. 41 tahun 2004 tentang Wakaf, perwakafan di Indonesia

diatur dalam PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah

Milik dan tercover dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Pokok Agraria.33

b. Pembentukan Badan Wakaf Indonesia, untuk konteks wakaf di

Indonesia, lembaga wakaf secara khusus akan mengelola dana wakaf

dan beroperasi secara nasioanal itu berupa Badan Wakaf Indonesia

(BWI). Tugas dari lembaga

Gambar

gambaran secara
Tabel 1.1 Susunan Pengurus Wakaf Produktif  Tahun 2009-

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan melihat respon metode IMC 1 Degree Of Freedom yang digunakan untuk mengendalikan plant kolom distilasi biner Wood & Berry MIMO 2x2 terhadap

Sehubungan dengan bentuk penyajian kesenian Angguk Sripanglaras, penulis mengharap kesenian ini untuk selalu dijaga kelestariannya dan juga dikembangkan, salah satunya

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Hak waris bagi wanita dalam hukum adat Bali pada dasarnya Wanita bukan ahli waris menurut Hukum Adat Waris Bali, namun

diberikan pihak bank untuk mempermudah transaksi banking tanpa perlu pergi langsung ke bank (melalui internet), seperti aktivitas cek saldo, transfer, dan lain-lain.

Saat ini komputer merupakan perangkat yang sangat membantu pekerjaan manusia. Hampir semua bidang memaanfaatkan komputer dalam menyelesaikan pekerjaan. Kantor

Gambar 1 menggambarkan siklus iteratif pengembangan secara prototyping, meliputi: (1) analyze, proses menganalisis kebutuhan pengguna dan sistem, dalam fase ini

Dalam suatu perusahan agar terjadi koordinasi yang sempurna maka dibentuk struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan suatu jenjang urut-urutan pengaturan di dalam

Sebagian kelompok sudah didaftarkan ke Dinas pertanian, peternakan dan perhutanan kota metro untuk dibuatkan Tanda Pencatatan Usaha Pembudidayaan Ikan (TPUPI). Selanjutnya,