• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : HASIL DAN ANALISIS

4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia

Pada periode 1960-an sampai pada 1980-an, perekonomian Indonesia dapat digambarkan dari sejak Pelita I pada akhir tahun 1970-an. Dari akhir tahun 1970-an hingga sebelum masa krisis moneter 1997/1998, Indonesia mengalami proses pembangunan ekonomi yang sangat signifikan. Peningkatan tajam perkembangan ekonomi ini dapat diukur dari indikator ekonomi makro, seperti tingkat pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product) dan tingkat PN (Pendapatan Nasional) per kapita Indonesia. Pada tahun 1968 PN per kapita Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan PN negara-negara berkembang lainnya, yaitu hanya sekitar US$60. Namun, sejak Pelita I PN perkapita mulai meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan GDP rata-rata per tahun juga tinggi, sebesar 7% hingga 8% selama tahun 1970-an. Namun kemudian turun ke 3 hingga 4 persen per tahun selama periode 1980-an. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dilihat dari tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1

Laju Pertumbuhan Rata-Rata Negara Asean

Negara

Laju Pertumbuhan Rata-Rata Per Tahun

1961-1967 1968-1974 1975-1981 1982-1988 Indonesia - 8,87 7,04 3,62 Bangladesh 3,36 1,38 4,91 3,12 India 3,39 3,39 4,39 5,61 Korea Selatan 6,67 9,27 6,80 10,12 Malaysia 6,09 6,96 7,17 4,41 Pakistan 6,67 4,90 5,99 6,06 Philipina 5,23 6,06 5,54 0,80 Sri Lanka 3,98 4,13 5,12 4,08 Taiwan 9,06 9,40 8,57 8,10 Thailand 8,60 6,71 6,61 6,15

Sumber : Transformasi Ekonomi Indonesia (2001)

Faktor-faktor eksternal, seperti harga minyak mentah di pasar internasional yang merosot pada pertengahan tahun 1980-an juga cukup mengguncang perekonomian Indonesia. Karena Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka sejak pemerintahan Orde Baru, maka fenomena dari faktor eksternal seperti itu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Terjadinya resesi ekonomi dunia yang mendominasi perdagangan internasional mengakibatkan rendahnya ekspor barang-barang dari Indonesia,

terjadinya defisit saldo neraca perdagangan. Defisit ini mengakibatkan kurangnya cadangan devisa khususnya dollar Amerika Serikat.

Selama periode 1993-1995, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia per tahun antara 7,3% hingga 8,2%. Pertumbuhan yang tinggi ini menjadikan Indonesia termasuk dalam kategori negara dengan tingkat pertumbuhan tinggi di ASEAN. Pada tahun 1993, PN per kapita di Indonesia mencapai lebih dari US$800. Namun akibat krisis yang melanda dunia, PN per kapita Indonesia pun ikut merosot ke angka US$640 pada tahun1998 dan US$580 tahun 1999.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia membuat Indonesian miracle selama pemerintahan Soeharto menjadi tidak berarti apa-apa (Tambunan, 2001 : 13). Krisis yang bermula dari jatuhnya nilai tukar rupiah berdampak buruk terhadap perekonomian nasional. “Penyakit ekonomi” yang selama ini terselubung oleh cemerlangnya pencapaian indikator makroekonomi agregat akhirnya terbuka satu demi satu.

Perekonomian Indonesia mengalami fluktuasi bahkan kemerosotan akibat permasalahan yang kompleks. Fundamental ekonomi Indonesia masih lemah dan rentan terhadap fenomena moneter yang terjadi. Kebijakan ekonomi yang diambil cenderung diterapkan untuk perencanaan jangka pendek. Seringnya terjadi perubahan kebijakan karena adanya perubahan kepemimpinan juga menjadi alasan rentannya perekonomian Indonesia karena perekonomian belum cukup “matang” dalam menghadapi gejolak ekonomi global yang terjadi. Hal-hal inilah yang dianggap dapat semakin memperburuk kondisi perekonomian dengan

terjadinya ketidakstabilan ekonomi global. Efek globalisasi memberi pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Misalnya, dengan naiknya harga minyak dunia dapat berdampak terhadap meningkatnya jumlah uang beredar yang menyebabkan naiknya tingkat inflasi serta dampak menurunnya pertumbuhan ekonomi. Diawali dengan merosotnya nilai tukar rupiah, kinerja perekonomian pun ikut merosot dan berubah menjadi krisis yang berkepanjangan. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 1997 turun dari 8,0% menjadi 4,7%.

Sektor perbankan yang sedang menikmati pesatnya perkembangan pada masa itu juga harus ikut jatuh akibat krisis ekonomi yang terjadi. Padahal sektor perbankan diharapkan dapat menjadi penopang kehidupan ekonomi nasional. Hampir semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan yang negatif. Hanya sektor pertanian dengan 1,31%, sektor listrik, gas dan air bersih dengan 3,11%, dan sektor pengangkutan dan komunikasi 16,23%. Pertumbuhan positif sektor pertanian bisa terjadi karena adanya peranan subsektor perkebunan, kehutanan, dan perikanan yang produksinya terus meningkat. Jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat membuat harga komoditas pertanian turun, yang artinya price competitiveness meningkat, sehingga menyebabkan output pertanian dapat terus meningkat. Sedangkan sektor manufaktur adalah sektor yang paling terpuruk setelah sektor perbankan akibat krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh menurunnya daya beli (purchasing power) masyarakat yang membuat menurunnya tingkat permintaan pasar terhadap barang-barang manufaktur.

berlaku pada tahun 1998 merosot menjadi 94,2 miliar dollar, dan pada tahun 1999 sedikit mengalami peningkatan yaitu sebesar 141 miliar dollar Amerika Serikat. Perkembangan GDP menurut sektor dari tahun 1997 sampai 1999 dapat dilihat dari tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2

GDP Berdasarkan Sektor (1997-1999)

Sektor 1997 1998 1999

Pertanian 0,64 1,31 0,67

Pertambangan & Penggalian 1,63 -2,17 -0,11

Industri Manufaktur 6,23 -12,69 2,19

Listrik, Gas & Air Bersih 11,85 3,11 7,25

Bangunan 6,42 -43,20 1,15

Perdagangan, Hotel & Restoran 5,46 -17,64 1,10 Pengangkutan & Komunikasi 8,43 16,23 -0,72 Keuangan, Sewa & Jasa

Perusahaan

4,77 -27,83 -8,67

Jasa-jasa 3,04 -2,61 2,89

PDB / GDP 4,65 -3,29 0,23

Sumber: BPS Sumatera Utara

Perkembangan indikator-indikator ekonomi utama menunjukkan perekonomian yang mulai melewati titik balik. Tingkat inflasi pelan-pelan menurun, nilai tukar semakin menguat, sehingga suku bunga juga dapat bergerak

kebijakan moneter untuk secara perlahan dan konsisten menurunkan suku bunga sebagai tanda adanya proses pemulihan ekonomi nasional.

Diawal pemerintahan SBY pada tahun 2005, kabinet SBY dan lembaga-lembaga dunia optimis dan menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 dapat mencapai kisaran diatas 6%. Target ini dilandasi oleh iklim politik yang terus membaik dan faktor-faktor eksternal yang cukup kondusif. Pemerintah menyusun RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2004-2009 dalam upaya pencapaian target tersebut. Dengan rencana strategis ini ditafsirkan dapat mengurangi tingkat kemiskinan menjadi 8,2% dan menekan tingkat pengangguran menjadi 5,1% pada tahun 2009. Namun pada pertengahan tahun 2005, ekonomi Indonesia diguncang oleh dua peristiwa yang tidak terduga sebelumnya, yaitu terjadinya kenaikan harga minyak mentah internasional dan kembali melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan realisasi pencapaian lebih rendah dari target yang telah ditentukan sebelumnya.

Dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009, gejolak yang terjadi pada tahun 2005 masih dirasakan dampaknya terhadap laju inflasi yang berfluktuasi. Namun permasalahan ini diatasi oleh pemerintah dengan tanggap sehingga tercapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini membuat masyarakat optimis terhadap prospek perkembangan ekonomi kedepannya. Indikator makro ekonomi yang cenderung stabil semakin meyakinkan masyarakat untuk meningkatkan permintaan konsumsi maupun investasinya. Konsumsi masyarakat

Peningkatan investasi juga terlihat dari peningkatan realisasi kredit yang disalurkan dan semakin meningkatnya penanaman dana di pasar modal seperti dengan membeli saham dan obligasi.

Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa perkembangan perekonomian Indonesia banyak mengalami pasang-surut. Metamorfosis perekonomian Indonesia tentunya dipengaruhi oleh adanya gejolak dan fenomena ekonomi yang terjadi. Gejolak-gejolak ekonomi yang berasal dari dalam maupun luar negeri cukup menggembleng ekonomi Indonesia sehingga fundamental ekonomi secara bertahap menjadi semakin baik sampai pada masa ini.

Dokumen terkait