• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 METODE PENELITIAN

5. GAMBARAN UMUM PRODUK MINYAK SAWIT

Kelapa sawit dan Produk Turunannya

Minyak Sawit merupakan salah satu produk unggulan ekspor komoditas perkebunan Indonesia selain kakao, kopi dan karet. Dari pohon sampai limbahnya kelapa sawit dapat diolah menjadi berbagai produk yang memiliki nilai tambah. Berdasarkan neraca massa pengolahan kelapa sawit, kelapa sawit mulai dari buah, pelepah, batang, dan limbahnya, dapat diolah menjadi berbagai macam produk seperti terlihat pada Gambar 11. Pada proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) dihasilkan CPO 24 persen, kernel 5 persen, tandan kosong, Mesocarp Fiber (MF) 14.4 persen, cangkang, dan Palm Oil Mills Effluent (POME) 58.3 persen. Pada industri refinery akan dihasilkan Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPL) 22.82 persen dan Palm Fatty Acid Destillated (PFAD) 0.98 persen, pada tahap fraksinasi akan dihasilkan Refined Bleached Deodorized Palm Olein (RBDPO) 18.18 persen dan Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) 4.63 persen. Pada industri Kernel Crushing Plant (KCP)akan dihasilkan Palm Kernel Oil (PKO) 2.3 persen dan Palm Kernel Meal (PKM) 2.7 persen.

Gambar 11. Neraca massa pengolahan kelapa sawit

CPO dan PKO dapat diolah lebih lanjut menjadi Oleofood (produk pangan) oleokimia dan bioenergi. Untuk produk pangan, minyak sawit dapat diolah menjadi minyak goreng, margarin, shortening, vegetable ghee/vanaspati, confectioneries fat, coffee whitener, biscuit creamer, filled milk, CBR (CBE/CBS/CBX) dan berbagai produk emulsifier lainnya seperti yang terlihat pada Gambar 12.

Pada industri refinery, CPO mengalami proses pemurnian berupa degumming, bleaching, dan deodorisasi sehingga diperoleh Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPL). Produk samping yang dihasilkan dari proses ini dan masih memiliki nilai jual adalah Palm Fatty Acid Distillate (PFAD). RBDPL terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi padat (RBDPS) dan fraksi cair (RBDPO).

Sumber: Hambali, et al., 2010 Biji 11.9% Buah 65.5% Kondensat 13.5% Mesocarp 53.4% Air Pencucian 14.4% Cangkang 6.4% PKO 2.3% PKM 2.7% RBDPL 22.82% PFAD 0.98% RBDPO 18.18% RBDPS 4.63% RBDPO 18.18% POME 58.3%

Pemisahan kedua fraksi di atas dilakukan melalui proses fraksinasi, yaitu pemisahan berdasarkan perbedaan titik cair.

Sumber: SBRC (2011)

Gambar 12. Teknologi proses minyak sawit menjadi produk pangan

Pada industri minyak goreng, produk RBDPO yang dihasilkan selanjutnya melalui tahapan proses fraksinasi tahap kedua, yang sering disebut juga proses penyaringan. Proses penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan fraksi padat dari fraksi cair. Caranya dilakukan dengan menurunkan suhu minyak menjadi 20oC, kemudian disaring sehingga fraksi padat bisa dipisahkan dari fraksi cair.Fraksi padat yang terkandung dalam fraksi cair itu dikenal sebagai Solid Fat Content (SFC).

Minyak goreng sawit diperoleh dari fraksi cair melalui proses fraksinasi tunggal pada suhu 10oC mengandung sekitar 15-20 persen SFC, sedangkan yang didapat dari proses fraksinasi ganda hanya mengandung sekitar 0-5 persen SFC. Minyak goreng sawit fraksinasi ganda selalu akan berbentuk cair pada suhu rendah karena kandungan SFC-nya juga rendah. Sedangkan minyak goreng sawit fraksinasi tunggal akan membeku apabila direndam dalam air es karena kandungan SFC-nya lebih tinggi.

Margarin merupakan emulsi tipe water in oil (w/o), yaitu fase air yang berada dalam fase minyak. Pada produksi margarin, minyak sawit yang berbentuk cair dikristalisasi terlebih dahulu menjadi lemak padat melalui proses hidrogenasi. Selain minyak/lemak sebagai bahan baku utamanya, bahan-bahan lain yang dibutuhkan pada proses produksi margarin adalah bahan tambahan yang larut minyak (fat soluble) dan larut air (water soluble) seperti pewarna, lesitin, garam,

Frying/Cooking Oil Vit. E dan Vit A

Minyak Sawit Distilasi Molekuler Esterifikasi/ Transesterifikasi Margarine Shortening Refining - Fraksinasi Hidrogenasi Frying Fat Coating Fat Confectioneries Fat Biscuit Creamer Coffee Whitener Filled Milk Food Emulsifier CBE/CBS/CBX Interesterifikasi/Estrifikasi/Gliserolisis Hidrogenasi/Asidolisis/Interesterifikasi/Blending Vegetable Ghee/Vanaspati Blending Interesterifikasi/ Hidrogenasi

emulsifier, bahan pengawet, vitamin A dan D dan sebagainya. Margarin mempunyai tekstur padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, dan bersifat plastis.

Untuk produk oleokimia, minyak sawit dapat diolah menjadi fatty acid, metil ester, gliserol, fatty alkohol, dan berbagai macam produk surfaktan seperti terlihat pada Gambar 13. Asam lemak (fatty acid) dihasilkan melalui proses hidrolisis trigliserida dengan air. Jenis asam lemak yang terkandung pada minyak sawit diantaranya yaitu kaprat, laurat, miristat, palmitat, stearat, oleat, linoleat dan linolenat. Berdasarkan sistem prosesnya, proses hidrolisis dibedakan atas dua macam yaitu batch dan kontinyu. Proses hidrolisis secara batch umumnya menggunakan katalis zinc, magnesium atau calcium oxide. Konsentrasi katalis yang digunakan sekitar 2-4 persen, dan sejumlah kecil zinc ditambahkan untuk memperbaiki warna asam lemak.Konversi lebih dari 95 persen dicapai setelah reaksi berlangsung 6 - 10 jam. Hasil proses kemudian dipindahkan ke settling tank dimana dua lapisan (asam lemak pada lapisan atas dan glycerin pada lapisan bawah) dipisahkan melalui proses distilasi. Proses hidrolisis untuk sistem kontinyu yang umum digunakan dalam produksi fatty acid adalah sistem single- stage countercurrent. Air ditambahkan dari bagian atas reaktor sebanyak 40 – 50 persen dari berat minyak yang diproses, dengan suhu tinggi mencapai 250 – 260

oC. Proses konversi hidrolisis dapat mencapai lebih dari 99 persen. Proses

berlangsung selama 2 – 3 jam.

Sumber: SBRC (2011)

Gambar 13. Teknologi proses pengolahan minyak sawit menjadi produk oleokimia

Proses produksi fatty alkohol umumnya dilakukan dengan cara hidrogenasi asam lemak (rute asam lemak), metil ester (rute metil ester) dan waxester.

Teknologi terbaru adalah jalur waxester. Pada proses ini feedstock akan mengalami proses splitting (hidrolisis) sehingga menghasilkan water glycerin dan crude fatty acid. Crude fatty acid kemudian difraksinasi, sedangkan water glycerin akan diproses menjadi glycerin. Fatty acid yang sudah difraksinasi, kemudian diesterifikasi pada suhu dan tekanan atmosfir. Sesudah dipisahkan dari air maka bubur ester dihidrogenasi pada reactor fixed bed. Produk hidrogenasi ini kemudian dialirkan melalui fixed bed katalis menjadi fatty alkohol yang kemudian dimurnikan melalui proses distilasi.

Untuk produk bioenergi, minyak sawit dapat diolah menjadi seperti biodiesel, green gasoline, green olefin, green diesel, green jet, biooil, biopellet, biobriket, syngas, etanol, gas metan dan pembangkit listrik tenaga biomassa seperti terlihat pada Gambar 14. Metil ester (biodiesel) dapat dihasilkan melalui proses esterifikasi/transesterifikasi trigliserida. Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari suatu ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis. Namun berbeda dengan hidrolisis, pada proses transesterifikasi yang digunakan bukanlah air melainkan alkohol. Umumnya katalis yang digunakan adalah sodium metilat, NaOH atau KOH.Metanol lebih umum digunakan karena harganya lebih murah, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan jenis alkohol lainnya seperti etanol.Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan.Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan agar dihasilkan metil ester (biodiesel) maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan (Hambaliet al., 2008).

Sumber: SBRC (2011)

Gambar 14. Teknologi proses pengolahan kelapa sawit menjadi bioenergi

Minyak sawit (Olein/Stearin/ PFAD) Tungku/Boiler Panas/Listrik Pengarangan& Pemampatan Pirolisis Gasifikasi Indirect liquifaction Direct Esterifikasi/ transesterifikasi Proses anerobik/mikrobiologi Bio briket/biopelet

Syngas/ Gas fuel

Bio oil Biodiesel Gas metan Limbah Padat (tandan kosong, MF, cangkang, pelepah, batang) Limbah Cair Fermentasi Etanol Kelapa Sawit Green Gasoline Green Olefin Cataliytic Deoksigenasi/Selective

Cracking/Isomerisasi Green Diesel

Green Jet Deoksigenasi/Isomerisasi

Berbagai produk dapat dihasilkan dari industri hilir minyak sawit (Gambar 15). Namun, hingga saat ini baru terdapat sekitar 47 jenis produk hilirsawit yang telah diproduksi di Indonesia, sementara Malaysia telah mampu memproduksi lebih dari 105 jenis produk hilir sawit.

Sumber: SBRC (2011)

Gambar 15. Pohon industri minyak sawit

Perkembangan Produk Kelapa Sawit Indonesia

Perkebunan Kelapa Sawit

Sebagai produk perkebunan unggulan, perkembangan produksi kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan produksi ini dipengaruhi oleh perkembangan luas areal kebun kelapa sawit. Luas areal kebun kelapa sawit di Indonesia pada tahun 1988 hanya sekitar 863 ribu ha. Luas areal perkebunan sawit ini meningkat pada tahun 2012 menjadi 9.07 ha seperti terlihat pada Gambar 16. Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia ini dimiliki oleh perkebunan rakyat 43.7 persen, perkebunan negara 8.4 persen dan perkebunan swasta 47.8 persen (Kementerian Pertanian, 2013).

Seiring dengan peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit, produksi tandan buah segar kelapa sawit Indonesia juga mengalami peningkatan seperti terlihat pada Gambar 17. Pada tahun 1988 produksi tandan buah segar kelapa sawit hanya 8.15 juta ton, namun pada tahun 2012 produksi tandan buah segar kelapa sawit ini mengalami peningkatan menjadi sekitar 112 juta ton.

Sumber : Kementerian Pertanian (2013)

Gambar 16. Perkembangan Luas Areal Kebun Kelapa Sawit Indonesia Dari sisi harga, harga tandan buah segar kelapa sawit cendererung mengalami kenaikan, namun mengalami penurunan pada tahun tertentu seperti terlihat pada Gambar 18. Harga tandan buah segar pada tahun 1988 berada pada kisaran Rp 377 per kg. Dan mengalami kenaikan cukup tinggi pada tahun 1998 mencapai Rp 1971 per kg dan kemudian mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2005 harga tandan buah segar kembali mengalami kenaikan dan mencapai Rp 1252 per kg pada tahun 2011. Peningkatan harga tanda buah segar ini dipengaruhi oleh terjadinya peningkatan permintaan minyak sawit untuk kebutuhan pangan, oleokimia dan bioenergi. Namun pada tahun 2012 harga tandan buah segar kembali mengalami penurunan mencapai Rp 828 per kg yang disebabkan oleh turunnya permintaan minyak sawit sebagai akibat krisis ekonomi global yang dialami oleh Eropa dan Amerika.

Sumber : Kementerian Pertanian (2013)

Sumber : Kementerian Pertanian (2013)

Gambar 18. Perkembangan Harga TBS Kelapa Sawit

Minyak Kelapa Sawit

Produksi minyak sawit Indonesia setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Peningkatan produksi ini dipengaruhi oleh peningkatan areal perkebunan kelapa sawit dan peningkatan produksi tandan buah segar kelapa sawit. Saat ini minyak kelapa sawit menjadi komoditas unggulan perkebunan Indonesia sebagai salah satu penyumbang devisa negara di sektor non migas. Pada Gambar 19 terlihat tren peningkatan produksi minyak sawit Indonesia. Produksi minyak sawit Indonesia pada tahun 1988 hanya mencapai 1.71 juta ton dan naik menjadi 23.5 juta ton pada tahun 2012 atau naik lebih dari 13 kali dalam 24 tahun terakhir.

Sumber : Kementerian Perindustrian (2013)

Peningkatan konsumsi minyak nabati dunia terutama konsumsi minyak sawit ikut mempengaruhi peningkatan produksi minyak sawit Indonesia. Pada tahun 2000 konsumsi minyak sawit dunia hanya 21.9 ton atau pangsa pasar 21.9 persen dari konsumsi minyak nabati dunia dan dalam 12 tahun bertambah sebesar 31.8 juta ton sehingga meningkat menjadi 53.7 ton atau pangsa pasar 34.1 persen dari konsumsi minyak nabati dunia seperti yang terlihat pada Tabel 8. Dalam 12 tahun terakhir konsumsi minyak sawit dunia telah mengalahkan konsumsi minyak kedelai dimana minyak kedelai hanya menguasai pangsa pasar dikisaran 27 persen. Peningkatan konsumsi minyak sawit dunia juga disebabkan oleh harga minyak sawit yang lebih murah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.

Tabel 8.Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia (Juta Ton)

Minyak Nabati 2000 2010 2012

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Minyak Kedelai 25.6 27.7 40.7 27.8 42.5 27.0 Minyak Sawit 21.9 23.7 47.8 32.7 53.7 34.1 Minyak Canola 14.5 15.7 23.5 11.1 23.5 14.9 Minyak Bunga Matahari 9.7 10.5 11.8 8.1 13.7 8.7 Minyak Inti Sawit 2.7 2.9 5.7 3.9 6.4 4.0 Minyak Nabati Lain 18.1 19.6 16.8 16.4 17.6 11.3

Total 92.5 100 146.3 100 157.4 100

Sumber : USDA (2013)

Produksi minyak sawit Indonesia yang mencapai 23.5 juta ton di atas dihasilkan dari 608 pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas produksi total 34280 ton TBS/jam. Pabrik pengolahan kelapa sawit ini tersebar di 22 propinsi dengan jumlah terbanyak (140 buah) ada di propinsi Riau. Produksi minyak kelapa sawit ini sebesar 8.88 juta ton (37.08 persen) dihasilkan oleh perkebunan rakyat, 2.73 juta ton (11.60 persen) dihasilkan oleh perkebunan negara dan 12.06 juta ton (51.32 persen) dihasilkan oleh perkebunan swasta. Dengan harga minyak sawit sebesar Rp. 10000 per kg pada tahun 2011 maka kontribusi minyaksawit terhadap perekonomian nasional mencapai sekitar Rp. 230.9 Trilyun atau sekitar 3.1 persen dari produk domestik bruto nasional.

Dari sisi permintaan, permintaan domestik terhadap minyak sawit dari tahun 1988 sampai 2012 cenderung berfluktuasi yang tidak terlalu besarseperti terlihat pada Gambar 20. Pada tahun 1988 permintaan minyak sawit domestik mencapai0.86 juta ton dan terus naik mencapai 2.23 juta ton pada tahun 1992 dan mengalami penurunan pada tahun 1993.Permintaan domestik terhadap minyak sawit mencapai jumlah tertinggi pada tahun 2011 yang mencapai 6.03 juta ton.

Mulai tahun 2006 terjadi peningkatan permintaan minyak sawit domestik yang cukup signifikan dari 1.48 juta ton (2005) menjadi 5.25 juta ton pada tahun 2006 dan puncaknya pada tahun 2011 mecapai 6.03 jutan ton. Hal ini dikarenakan mulai dikembangkannya industri hilir minyak sawit. Ini menunjukkan sejak berkembangnya industri hilir minyak sawit sejak tahun 2006 permintaan minyak kelapa sawit domestikmengalami peningkatan yang cukup besar.

Sumber : Kementerian Perindustrian (2013)

Gambar 20. Perkembangan Permintaan Minyak Kelapa Sawit Domestik Indonesia

Harga minyak sawit yang tiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan turut menjadi daya tarik yang mendorong peningkatan luas areal kebun sawit di Indonesia sehingga tingkat produksi minyak sawit Indonesia juga mengalami peningkatan.Pada Gambar 21 terlihat pada tahun 1988 harga minyak sawit domestik masih sekitar Rp. 755 per kg. Peningkatan drastis harga sawit terjadi pada tahun 1998 dimana minyak sawit domestik meningkat menjadi Rp 3942 per kg yang pada tahun 1997 hanya berharga Rp 1424 per kg. Sejak mulai berkembangnya industri produk turunan minyak sawit sejak tahun 2006, harga minyak sawit domestik terus mengalami peningkatan yang sempat mencapai Rp 10 ribu per kg atau mengalami peningkatan 143 persen dibandingkan harga tahun 2006. Namun mengalami penurunan menjadi Rp 7600 per kg pada tahun 2012 yang disebabkan oleh belum pulihnya krisis ekonomi global sehingga menyebabkan penurunan permintaan terhadap produk minyak sawit Indonesia.

Sumber : Kementerian Perindustrian (2013)

Harga ekspor minyak sawit di pasar Internasional turut mempengaruhi harga harga minyak sawit domestik. Seperti terlihat pada Gambar 22 pada saat harga ekspor minyak sawit USD 1041 per ton pada tahun 2011, harga domestik juga turut meningkat menjadi Rp 10 ribu per kg.

Sumber : Kementerian Perindustrian (2013)

Gambar 22. Perkembangan Harga Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia Dengan meningkatnya areal perkebunan sawit dan produksi tandan buah segar menyebabkan terjadinya peningkatan produksi minyak sawit Indonesia. Karena masih rendahnya penyerapan minyak sawit oleh domestik yang disebabkan oleh belum berkembangnya industri produk turunan sawit di Indonesia, menyebabkan minyak sawit mentah Indonesia lebih banyak diekspor seperti terlihat pada Gambar 23. Ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 1988 baru sekitar 0.85 juta ton. Dengan meningkatnya permintaan pasar ekspor membuat ekspor minyak kelapa sawit Indonesia pada tahun 2012 meningkat menjadi 18.15 juta ton atau naik hampir 20 kali lipat jika dibandingkan dengan tahun 1988.

Sumber : Kementerian Perindustrian (2013)

Perkembangan Industri Produk Turunan Minyak Sawit Indonesia Industri refinery, oleochemical (fatty acid, fatty alcohol, glycerin, dan biodiesel), merupakan industri produk turunan minyak sawit yang memiliki nilai tambah lebih baik dibandingkan minyak sawit mentah. Perkembangan industri produk turunan tersebut turut mempengaruhi pendapatan nasional yang dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. Berikut ini akan dijelaskan perkembangan industri produk turunan minyak sawit di Indonesia yang memiliki nilai tambah yang lebi baik yang terdiri dari Industri Refinery/minyak goreng, Industri Fatty Acid, Fatty alcohol, Biodiesel dan Glycerin.

Industri Refinery / Minyak Goreng

Industri refinery/minyak goreng dari kelapa sawit merupakan konsumen minyak kelapa sawit (CPO) paling besar. Industri refinery/minyak goreng rata-rata menyerap sekitar 80 persen dari total konsumsi CPO secara nasional. Data Kementrian Perdagangan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kapasitas terpasang industri refinery/minyak goreng Indonesia adalah sebesar 15.4 juta ton.

Gambar 24. Peta penyebaran pabrik refinery/minyak goreng sawit Indonesia tahun2010 (Kementrian Perdagangan, 2010).

Pabrik refinery/minyak goreng di Indonesia telah berkembang di 13 propinsi.Wilayah terluas terdapat di Sumatera, diikuti Jawa, Sulawesi dan Kalimantan.Lima propinsi terluas berturut-turut adalah Sumatera Utara (30.46 persen), Riau (24.83 persen), DKI Jakarta (13.01 persen), Jawa Timur (9.62 persen) dan Sumatera Selatan (7.18 persen). Penyebaran industri refinery/minyak goreng tidak hanya pada lokasi sentra produksi tetapi juga pada sentra konsumsi di Jawa.Sebaran produksi di sentra konsumsi terkait dengan status minyak goreng sebagai consumer goods. Dengan status demikian, membawa bahan baku CPO dari sentra produksi ke sentra konsumsi memiliki risiko lebih rendah

dibandingkan membawa minyak goreng dari sentra produksi ke sentra konsumsi. Namun demikian dari aspek lingkungan akan lebih baik jika industri minyak goreng juga berada di lokasi sentra produksi agar nilai tambah industri dapat diterima daerah sentra produksi sebagai kompensasi eksplorasi yang terjadi di daerah tersebut. Peta penyebaran pabrik minyak goreng sawit dapat dilihat pada Gambar 24.

Tabel 9. Pelaku usaha terbesar industri refinery/minyak goreng di Indonesia

No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas Terpasang

Ton/Tahun

1 PT. Agrindo Indah Persada Medan - Sumut 120 000 2 PT. Agro Makmur Raya Medan - Sumut 300 000 3 PT. Berlian Eka Sakti Tangguh Medan - Sumut 225 000

4 PT. Bintang Tenera Medan - Sumut 30 000

5 PT. Wilmar Nabati Indonesia Medan - Sumut 1 800 000

6 PT. Indah Pontjan Medan - Sumut 90 000

7 PT. Indo Karya Internusa Medan - Sumut 300 000 8 PT. Intibenua Perkasatama Medan - Sumut 780 000

9 PT. Musim Mas Medan - Sumut 750 000

10 PT. Nagamas Palmoil Lestari Medan - Sumut 780 000

11 PT. Nubika Jaya Medan - Sumut 300 000

12 PT. Pacific Palmindo Industri Medan - Sumut 420 000 13 PT. Permata Hijau Sawit Medan - Sumut 180 000 14 PT. Socfin Indonesia Medan - Sumut 99 000

15 PT. Smart Tbk Medan - Sumut 120 000

16 PT. Mitra Perkasa Palm Oil Medan - Sumut 120 000 17 PT. Multimas Nabati Asahan Asahan - Sumut 750 000 18 PT. Sawit Asahan Tetap Utuh Asahan - Sumut 15 000 19 PT. Pamina Adolina Pebaungan – Sumut 90 000 20 PT. Incasi Raya Padang - Sumbar 300 000 21 PT. Sari Dumai Sejati Dumai - Riau 450 000 22 PT. Sinar Alam Permai Palembang - Sumsel 900 000

23 PT. Kurnia Tunggal Nugraha Jambi 90 000

24 PT. Asianagro Agung Jaya Marunda- Jakarta 1 000 000

25 PT. Smart Tbk Marunda- Jakarta 300 000

26 PT. Mikie Oleo Nabati Industri Bekasi - Jabar 300 000

27 PT. Royal Cikampek - Jabar 300 000

28 PT. Hasil Abadi Surabaya - Jatim 300 000 29 PT. Megasurya Mas Sidoarjo - Jatim 450 000 30 PT. Multi Nabati Sulawesi Bitung - Sulut 240 000

31 PT. Smart Tbk Kalimantan Barat 300 000

Lain-lain 3 201 000

Total 15 400 000

Sumber : GIMNI, 2011

Pada Tabel 9 berikut disajikan daftar pelaku usaha industri refinery/minyak goreng beserta kapasitas produksi dan lokasinya.Produksi minyak goreng Indonesia menunjukkan peningkatan setiap tahun dengan rata-rata peningkatan 10.6 persen. Peningkatan tersebut sejalan dengan peningkatan

permintaan akibat naiknya pendapatan dan jumlah penduduk di Indonesia. Grafik perkembangan produksi minyak goreng Indonesia disajikan pada Gambar 25.

Gambar 25. Grafik perkembangan produksi olein/minyak goreng Indonesia (Kementrian Perindustrian, 2011).

Industri Fatty Acid

Di Indonesia pada tahun 2011 terdapat sembilan industri fatty acid yang tersebar di beberapa daerah, yaitu Medan, Kuala Tanjung, Batam, Tangerang, Rantau Prapat, Bekasi, dan Gresik. Kapasitas terpasang industry fatty acid pada tahun 2011 mencapai 996 ribu ton. Nama perusahaan produsen fatty acid beserta kapasitas produksinya disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Produsen Fatty Acid di Indonesia Tahun 2011

No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas Terpasang

(Ton/Tahun)

1. PT. SOCI MAS Medan 90 000

2. PT. Ecogreen Medan dan Batam 45 000

3. PT. Musim Mas Medan 320 000

4. PT. Domba Mas Kuala Tanjung 60 000

5. PT. Flora Sawita Medan 50 000

6. PT. Cisadane Raya Chemical Tangerang 90 000

7. PT. Nubika Jaya Rantau Prapat 130 000

8. PT. Sumi Asih Bekasi 91 000

9. Wilmar Group Gresik 120 000

Total 996 000

Sumber : Apolin 2011

Pada tahun 2007 produksi fatty acid Indonesia sebesar 754180 ton. Produksi real fatty acid saat ini mencapai kisaran 90 persen dari kapasitas aktual.

Produk fatty acid Indonesia secara keseluruhan mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, namun trend-nya cenderung meningkat rata-rata sebesar 9.41 persen per tahun. Fluktuasi produksi terkait dengan pengaruh produksi fatty acid dunia yang menggunakan bahan baku talloowbase.

Saat ini konsumen dunia lebih menyukai fatty acid berbahan baku organik yang berasal dari palm stearin dan PKO. Dampaknya, permintaan fatty acid berbahan baku tallowbase cenderung turun. Namun demikian, jika harga bahan baku organik mengalami kenaikan sampai level tertentu, produsen fatty acid akan beralih menggunakan bahan baku tallowbase dan saat itu produksi berbahan baku organik mengalami penurunan.

Menurut CIC pada tahun 2012 produksi fatty acid Indonesia sebesar 1100850 ton. Produk fatty acid Indonesia secara keseluruhan mengalami pertumbuhan dengan peningkatan rata-rata sebesar 16 persen per tahun. Perkembangan produksi fatty acid disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Perkembangan Produksi Fatty Acid Tahun 2003 - 2012

Tahun Produksi (Ton) Perubahan (%)

2003 350 203 2004 476 700 36 2005 504 080 6 2006 745 307 48 2007 754 180 3 2008 754 180 0 2009 754 180 0 2010* 896 000 5 2011* 896 000 0 2012** 1 100 850 23

Sumber: Kementrian Perindustrian, 2010, *)APOLIN, 2012, **) CIC, 2013

Industri Fatty Alcohol

Di Indonesia pada tahun 2011terdapat tiga industri fatty alcohol.Ketiganya berada di Provinsi Sumatera Utara. Total kapasitas terpasang fatty alcohol adalah 320 ribu ton/tahun. Kapasitas riil sudah mendekati 100 persen dimana pada tahun 2007 produksi ril mencapai 300 ribu ton. Nama perusahaan produsen fatty alcohol dan kapasitas produksinya disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Produsen fatty alkohol di Indonesia Tahun 2011

No. Nama Perusahaan Lokasi

Kapasitas Produksi (Ton/Tahun)

1. PT. Ecogreen Medan dan Batam 180 000

2. PT. Musim Mas Medan 100 000

3. PT. Domba mas Kuala Tanjung 40 000

Total 320 000

Perilaku produksi fatty alcoholsama halnya dengan perilaku produksi fatty acid yaitu mengikuti harga bahan baku di pasar dunia. Bahan baku fatty alcohol menggunakan PKO dan CNO (coconut oil). Saat ini kebutuhan bahan baku berupa PKO masih bisa dipenuhi, namun ke depan akan menjadi barang langka. Oleh karena itu perlu ada kebijakan pembatasan ekspor PKO, setidaknya produksi PKO dari produksi saat ini sekitar 2 juta ton, hanya diperuntukkan untuk kebutuhan industri oleochemical dalam negeri.Menurut APOLIN industri fatty alcohol berproduksi sebesar kapasitas terpasang, sehingga pada tahun 2010 produksi fatty alkohol sebesar 320.000 ton. Produk fatty alcohol Indonesia secara keseluruhan mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, namun trend-nya cenderung meningkat