• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 GAMBARAN UMUM USAHA GARAM RAKYAT DI KABUPATEN REMBANG DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

Kabupaten Rembang merupakan kabupaten yang terletak di pantai utara Provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah sekitar 1 014 km2 dan panjang pantai 63.5 km. 35 persen dari luas wilayah Kabupaten Rembang merupakan kawasan pesisir atau seluas 355.95 km2. Secara geografis Kabupaten Rembang terletak diantara 1110 00’ sampai 1110 30’ bujur timur dan 060 30’ sampai 070 00’ lintang selatan. Adapun batas-batas geografis Kabupaten Rembang sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Blora; di sebelah barat dengan Kabupaten Pati; di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tuban, dan di sebelah utara berbatasaan dengan Laut Jawa. Secara administrasi, Kabupaten Rembang terbagi dalam 14 kecamatan, 287 desa dan 7 kelurahan dengan luas wilayah secara keseluruhan 101 408 283 hektar. 14 wilayah kecamatan terdiri dari 6 kecamatan pantai dan 8 kecamatan pedalaman yaitu Rembang, Kaliori, Sumber, Sulang, Sale, Bulu, Gunem, Lasem, Sluke, Pancur, Pamotan, Sedan, Kragan, dan Sarang.

Kabupaten Rembang memiliki kondisi iklim yang relatif panas. Kecepatan angin rata-rata tahunan berkisar antara 0.97 sampai 3.3 km/jam dengan rata-rata perbulan 2.09 km/jam. Kecepatan angin rata-rata ini masih dibawah kriteria yang dipersyaratkan untuk area penggaraman yang sebesar 15 sampai 25 km/jam. Kelembaban rata-rata di kabupaten Rembang tercatat relatif tinggi dimana kelembaban berkisar antara 36.4 sampai 66.7 persen sedangkan kelembaban rata- rata bulanan sebesar 55.25 persen. Rata-rata curah hujan tahunan di Kabupaten Rembang sebanyak 1.500 mm, kondisi ini diatas ambang batas yang dipersyaratkan untuk area penggaraman maksimal 1.300 mm, kondisi curah hujan yang tinggi berpengaruh pada proses penguapan

Kondisi Usaha Tambak Garam Rakyat

Berdasarkan letak Kabupaten Rembang sektor perikanan dan kelautan merupakan sektor yang paling diunggulkan, terutama untuk komoditas garam. Kondisi geografis dan ekologis kawasan pantai Kabupaten Rembang sangat potensial bagi usaha tambak garam. Dari 14 wilayah kecamatan terdapat 5 kecamatan yang merupakan penghasil garam yaitu Rembang, Kaliori, Lasem, Sluke dan Sarang. Total luas lahan garam di 5 kecamatan tersebut sebesar 1 988.3 Ha, dimana lahan terbanyak terdapat di wilayah kecamatan Kaliori (1 210.79 Ha), kemudian diikuti dengan Lasem (458.24 Ha), Rembang (252.44 Ha), Sarang (44.09 Ha) dan Sluke (14.15 Ha). Pada tahun 2012 lahan garam yang telah dimanfaatkan sebanyak 1 714.3 Ha sehingga masih dapat dilakukan ekstensifikasi lahan seluas 283.99 Ha. Pada Gambar 5 menunjukkan total pemanfaatan lahan garam dan potensi lahan yang belum dimanfaatkan per masing-masing kecamatan (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Rembang 2012).

Gambar 5 Luas lahan garam per kecamatan di Kabupaten Rembang. Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang (2012)

Jumlah petani garam di Kabupaten Rembang pada tahun 2012 sebanyak 5 178 orang yang terdiri dari pemilik lahan sebanyak 1 058 orang dan petani penggarap sebanyak 4 120 orang. Petani garam dibedakan atas (1) pemilik lahan yang tidak mengusahakan garamnya dan menyerahkan lahanya kepada penggarap dengan sistem bagi hasil, (2) pemilik lahan sekaligus penggarap yang menggarap lahannya dengan dibantu oleh beberapa orang tenaga kerja tergantung luas garapan, umumnya 1 ha garapan dikelola oleh 2 orang (3) penggarap yang merupakan petani yang tidak memiliki lahan dan menggarap lahan orang lain. Pada Gambar 6 dapat dilihat petani garam di Rembang didominasi oleh penggarap, sedangkan pemilik lahan jumlahnya hanya sedikit disebabkan semakin terbatasnya ketersediaan lahan garam. Jumlah petani garam menurun pada tahun 2010 disebabkan fator cuaca yang tidak mendukung untuk memproduksi garam. Pada tahun 2012 telah teridentifikasi sekitar 3 580 petani garam yang telah terbentuk dalam kelompok. Total kelompok sebanyak 358 kelompok dengan anggota kelompok masing-masing sebanyak 10 orang. Sebagian besar merupakan kelompok yang baru terbentuk dengan tujuan untuk mengakomodir persyaratan atas bantuan pemberdayaan dari program pemerintah.

Gambar 6. Jumlah petani pemilik dan penggarap di Kabupaten Rembang

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang (2012) 0 200 400 600 800 1000 1200

Kaliori Lasem Rembang Sluke Sarang

L u as L ah an ( H a) Kecamatan

Potensi pengembangan (Ha) Pemanfaatan lahan (Ha)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 O r a ng Tahun Penggarap Pemilik lahan

Proses produksi garam di Kabupaten Rembang sangat mengandalkan sinar matahari, sehingga proses produksi hanya berlangsung pada saat musim kemarau yaitu pada bulan Juli hingga November. Teknologi yang digunakan juga sangat sederhana tanpa sentuhan teknologi tinggi seperti kincir angin dan ebor untuk memindahkan air dari petakan ke petakan yang lain, silinder atau gilidan yang digunakan untuk mengeraskan meja garam dan garuk yang digunakan dalam proses pemanenan. Satu-satunya alat mekanis adalah mesin diesel yang digunakan petani untuk menyedot air laut dari saluran air agar bisa masuk kedalam petak penampungan. Aktifitas produksi garam dimulai dengan menormalisasikan saluran dari laut, kemudian dengan memanfaatkan mesin diesel, air laut ditarik untuk masuk kedalam petakan-petakan. Petakan dibagi menjadi 3 bagian yaitu petakan penampung air, petakan peminihan untuk mengalirkan air tua dan petakan meja garam yang digunakan untuk proses kristalisasi garam. Petakan peminihan dibagi lagi menjadi 6-8 petak dan petakan meja garam sebanyak 6-8 petak dengan asumsi satu lahan garapan seluas 1 ha. Untuk mengalirkan air antar petakan masing-masing petani menggunakan alat yang berbeda. Petani di wilayah Lasem menggunakan pipa paralon dengan ukuran 2 dim dan 1 dim, petani di Dusun Dresikulon Kaliori menggunakan selang, dan petani di Dusun Puworejo menggunakan bambu atau hanya sekedar lubang untuk saluran air. Perbedaan ini ditentukan oleh faktor modal yang dimiliki masing-masing petani.

Proses pembuatan garam diawali dengan memasukan air laut kedalam kolam penampungan melalui mesin diesel, kemudian air laut dialirkan kedalam kolam peminihan selama 10 hari hingga mencapai 22 Be kemudian dialirkan ke meja garam untuk proses kritalisasi garam. Apabila sampai dengan 10 hari kadar NaCL air belum mencapai 22 Be maka air dialirkan kembali kesaluran air dan masuk kembali ke kolam peminihan. Garam yang telah mencapai kadar 28 Be siap dipanen. Air tua yang memiliki salinitas lebih dari 29 Be merupakan limbah dan dibuang. Alat pengukur kadar garam dengan menggunakan Beumemeter. Untuk mengalirkan air dari saluran air peminihan ke meja garam menggunakan kincir angin, namun sebagian kecil petani garam menggunakan peralatan ebor seperti timba. Lamanya proses persiapan hingga proses pemanenan berlangsung kurang lebih selama 1 bulan, dimana persiapan saluran dan petakan sekitar 14 hari, proses peminihan berlangsung selama 10 hari dan proses kristalisasi garam berlangsung antara 3 hingga 7 hari. Setelah itu panen dapat berlangsung 3-4 hari dengan mengatur jadwal panen per petakan meja garam. Proses produksi garam dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Proses produksi garam di Kabupaten Rembang.

Pompa untuk menyedot air laut dari saluran

Bak penampungan air laut (Waduk) untuk pengendapan partikel lumpur (salinitas 3-3,5 Be) Kolam peminihan 1 untuk pengendapan CO2 lumpur (salinitas 3-3,5 Be) Kolam Peminihan 2 untuk pengendapan Ca (salinitas 15 Be) Kolam kristalisasi garam 1 (salinitas 25 Be) Kolam kristalisasi garam 2 (salinitas 28 Be) Air bitter (senyawa

Mg) dibuang salinitas > 29 Be

Proses produksi ini telah dilakukan secara turun temurun. Penerapan teknologi baru seperti geomembran masih dirasakan belum diperlukan bagi petani contoh. Dari 30 responden petani hanya 3 orang yang mengetahui informasi terkait manfaat geomembran, sisanya belum pernah mendengar. Dari 3 orang yang mengetahui geomembran menyatakan bahwa teknologi tersebut tidak diperlukan karena yakin bahwa jumlah garam yang dihasilkan sangat tergantung cuaca dan kualitas yang dihasilkan sangat tergantung oleh kualitas lahan dan lamanya hari panen. Sedangkan bagi petani contoh yang baru mendengar geomembran tidak begitu tertarik untuk mengetahui lebih mendalam manfaat teknologi tersebut karena menganggap proses produksi yang telah dilakukan selama turun temurun sudah cukup baik.

Gambar 8 Lahan garam di Kabupaten Rembang.

Produksi garam di Kabupaten Rembang untuk 1 ha lahan garapan menghasilkan 1-2 ton perharinya. Umumnya petani menghasilkan garam kualitas 2 yang diistilahkan oleh para petani adalah jenis UP yaitu umum putih sedangkan untuk garam kualitas 1 dikenal sebagai garam premium. Hanya sedikit petani yang bersedia memproduksi garam dengan kualitas 1. Terdapat tiga alasan yang dikemukakan oleh petani contoh untuk lebih memilih memproduksi kualitas 2 yaitu (1) karena petani membutuhkan uang untuk kebutuhan sehari-hari, apabila memproduksi kualitas 1 membutuhkan waktu selama 5 hingga 7 hari baru bisa panen, sedangkan untuk menghasilkan kualitas 2 cukup membutuhkan 3 hingga 4 hari untuk panen, (2) Selisih harga jual yang tidak terlalu besar, harga garam kualitas 1 dengan kualitas 2 hanya selisih sekitar 40-50 rupiah, sehingga tidak memberikan insentif bagi petani untuk tertarik menghasilkan kualitas 1, (3) kualitas lahan garapan, jika lahan garam memiliki dasar berpasir maka mudah untuk menghasilkan kualitas 1 sedangkan untuk lahan garap dengan dasar lahan tanah sangat tidak memungkinkan untuk menghasilkan garam dengan kualitas 1. Dari 30 petani garam yang digunakan sebagai responden diketahui kualitas garam yang dihasilkan petani contoh sebagian besar adalah kualitas 2 dan hanya 2 orang yang menghasilkan kualitas 1. Perbedaan antara kualitas 1 dan 2 yaitu pada besaran butiran garam, kejernihan warna garam dan jumlah kandungan NaCL dan air. Tabel 3 menunjukkan perbedaan kualitas garam yang dihasilkan oleh petani dengan garam berstandar nasional

Tabel 3 Perbedaan kualitas garam

Sumber : Kementerian Perindustrian, 2011

Total produksi garam di Kabupaten Rembang pada tahun 2012 sebesar 163 487.43 ton. Produksi terbesar adalah kecamatan Kaliori sebesar 100 855.9 ton, diikuti Kecamatan Lasem sebesar 44 668.42 ton, Rembang sebesar 34 446.1 ton, Sarang 4 044 ton dan Sluke 2 517.5 ton. Berdasarkan data tahunan produksi garam pada tahun 2012 diketahui produksi garam baru dihasilkan pada bulan Juli hingga November sedangkan pada bulan desember hingga juni garam tidak diproduksi. Hal ini disebabkan aktivitas produksi garam sangat tergantung oleh cuaca, sehingga proses produksi hanya bisa berlangsung pada musim kemarau. Gambar 9 memperlihatkan bahwa panen raya di Kabupaten Rembang terjadi pada bulan Agustus dengan total produksi mampu mencapai 53 574.67 ton. Produksi garam yang dihasilkan petani berupa garam krosok tanpa melalui proses pengolahan.

Gambar 9. Data produksi garam tahun 2012 di Kabupaten Rembang

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang (2012) 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 T o ta l p ro d u k si g a ra m ( to n )

Bulan produksi garam tahun 2012

No Uraian SNI

(KP1)

Garam Rakyat (KP2) 1 Visual

a.Bentuk Kristal Besar Kecil-Besar b.Keselarasan Keras Rapuh-Cukup Keras c.Warna Putih Putih agak buram /

Putih Kekuningan 2 Komposisi a.NaCL (%) >94.7 80-95 b.Air (%) < 7 7-11 c.As (ppm) < 0.1 n/a d.Hg (ppm) < 0.1 n/a e.Cu (ppm) < 10 n/a f. Pb (ppm) < 10 n/a

Aktivitas Pengolahan Garam di Kabupaten Rembang

Proses pengolahan garam baru dilakukan pada saat garam masuk ke pabrik. Garam krosok yang dihasilkan petani diolah menjadi garam briket dan halus melalui beberapa tahapan. Untuk menghasilkan garam briket tahap awal garam dicuci hingga 3 kali dengan tujuan bahan baku garam menjadi bersih dan warna menjadi lebih putih, kemudian ditiriskan, setelah garam agak kering dengan kadar air sekitar 5 hingga 7 persen kemudian dimasukkan ke mesin penyelipan yang berfungsi untuk menghaluskan garam, setelah garam menjadi halus di semprotkan yodium secara merata. Pemberian yodium menjadi syarat wajib bagi industri garam konsumsi dengan ketentuan minimum yodium 30ppm. Setelah itu garam dicetak, ada dua tehnik pencetakan yaitu pencetakan dengan menggunakan mesin dan pencetakan dengan alat cetak manual yang terbuat dari baja. Cetakan dengan mesin mampu memproduksi garam briket 10 kali lipat dibandingkan secara manual. Rata-rata produksi garam briket per hari dengan menggunakan mesin mampu mengolah hingga 10 ton bahan baku garam, sedangkan garam yang dicetak manual hanya mencapai 1 ton per hari. Beberapa perusahaan yang masih menggunakan cetakan manual menyebutkan bahwa cetakan manual masih dipertahankan karena keterbatasan mesin yang dimiliki. Garam yang telah dicetak kemudian dipanaskan melalui oven. Proses pemanasan bertujuan untuk memanaskan garam sehingga menghilangkan kadar air dalam garam. Untuk menghasilkan garam halus tahapannya hampir sama, perbedaan hanya pada oven yang digunakan. Pada garam briket oven yang digunakan merupakan bangunan bata berukuran 4m2 yang dipanaskan dengan api, sedangkan untuk garam halus menggunakan alat pemanas khusus yang terbuat dari tembaga berbentuk cerobong. Setelah proses pemanasan garam siap dikemas dan dipasarkan. Proses pembuatan garam dapat dilihat pada Gambar 10

.

Gambar 10. Proses pembuatan garam briket di Kabupaten Rembang Kabupaten Rembang memiliki 5 perusahaan pengolahan garam yang seluruhnya berlokasi di Kecamatan Kaliori. Ke lima perusahaan tersebut menghasilkan garam briket dan halus. Tiga perusahaan terbesar adalah PT. Apel Merah, PT. Garam Mas dan PT. Ndandut Ria dengan kapasitas produksi masing- masing sebesar 50 ton/hari, sedangkan PT. Sukamaju dan PT. Finaba Mandiri memiliki kapasitas produksi sebesar 25 ton/hari. Adapun jumlah perusahaan garam rakyat di Kabupaten Rembang cenderung menurun, pada tahun 1990 terdapat 12 perusahaan, pada tahun 2000 berkurang menjadi 6 perusahaan dan saat ini hanya terdapat 5 perusahaan (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Rembang 2012). Kapasitas produksi dari masing-masing perusahaan pengolahan

Garam dicuci dan ditiriskan

Garam dihaluskan

dengan mesin selip Garam disemprotkan yodium

Garam dicetak dengan mesin pencetak/ alat

cetak manual Garam dipanaskan

dengan oven untuk mengurangi kadar air Garam siap

garam briket dan halus yang terdapat di Kabupaten Rembang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kapasitas produksi perusahaan pengolahan garam briket dan halus

Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas Produksi

PT. Apel Merah Desa Purworejo, Kec Kaliori 50 ton/hari PT. Garam Mas Desa Tambakagung, Kec Kaliori 50 ton/hari PT. Ndandut Ria

PT. Suka Maju

Desa Purworejo, Kec Kaliori Desa Purworejo, Kec Kaliori

50 ton/hari 25 ton/hari PT. Finaba Mandiri Desa Dresi Kulon, Kec Kaliori 25 ton/hari Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan, 2013

Gambar 11. Produk garam briket dan halus Aktivitas Pemasaran Garam Rakyat

Saluran pemasaran garam melibatkan enam lembaga pemasaran yaitu penggarap, pemilik lahan, pemilik lahan sekaligus penggarap, pedagang perantara, perusahaan pengolahan dan pedagang pengumpul besar. Masing-masing lembaga pemasaran melakukan fungsi pemasaran yang berbeda. Fungsi pemasaran merupakan aktivitas-aktivitas yang ditampilkan oleh perusahaan atau organisasi ketika menciptakan nilai (value) secara spesifik untuk produk atau jasa yang ditawarkannya. Menurut Kohls dan Uhl (2002) fungsi pemasaran dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu fungsi pertukaran (pembelian, penjualan), fungsi fisik (pengolahan, pengangkutan, penyimpanan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, penanggungan risiko, pembiayaan, informasi pasar).

Pada petani garam terdapat fungsi pertukaran yaitu penjualan dan fungsi fasilitas berupa penanggungan risiko apabila cuaca tidak mendukung maka bisa saja terjadi gagal panen seperti pada tahun 2010. Fungsi penanggungan biaya juga dialami oleh petani yang meminjam uang kepada pedagang pengumpul, dimana petani harus membayar pinjamannya walaupun tanpa bunga namun petani harus menerima harga jual garam dibawah harga yang seharusnya diterima. Selanjutnya, fungsi fasilitas lainnya yaitu informasi pasar berupa harga. Petani mendapatkan informasi harga dan kebutuhan garam oleh pasar dari petani lainnya. Informasi ini berguna untuk menentukan harga penjualan garam.

Pedagang perantara melakukan seluruh fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran (jual-beli), fungsi fisik yaitu melakukan proses penyimpanan garam digudang sampai pada kuantitas tertentu baru dilakukan pengangkutan ke gudang milik perusahaan pengolahan. Terdapat penanggungan risiko yaitu pedagang memiliki penanggungan risiko atas garam yang disimpan digudang dengan penyusutan berat hingga 10 persen. Fungsi fasilitas lainnya yang dilakukan

pedagang adalah dengan melakukan sortasi standarisasi atas produk yang dibeli dari para petani, sortasi atas kualitas ini dilakukan berdasarkan permintaan dari konsumen yaitu perusahaan pengolahan garam maupun pedagang besar. Sedangkan informasi pasar atas harga dan kualitas diperoleh dari sesama pedagang maupun industri, informasi ini sangat berguna untuk mengetahui peluang pasar. Fungsi pemasaran dari pedagang perantara hampir sama dengan pedagang besar.

Fungsi pemasaran pada perusahaan pengolahan meliputi fungsi pertukaran, yaitu dengan membeli bahan baku berupa garam krosok dari pedagang perantara dan menjual garam briket dan halus kepada agen. Selanjutnya untuk fungsi fisik perusahaan pengolahan melakukan proses pengolahan garam krosok menjadi garam briket atau halus, kemudian garam olahan tersebut sebagian besar didistribusikan kepada agen dan sebagian disimpan. Untuk fungsi fasilitas pihak perusahaan juga melakukan standarisasi atas produk yang dihasilkan, selain itu juga perusahaan menanggung risiko, apabila hasil pengecekan oleh Tim pemeriksan garam konsumsi beryodium (GAKY), garam yang dihasilkan mengandung yodium kurang dari 30 ppm maka harus ditarik dari pasaran sedangkan untuk produk yang disimpan di gudang apabila lebih dari seminggu maka garam briket bisa remuk sehingga tidak laku dijual. Sedangkan untuk informasi pasar pihak perusahaan pengolahan memperoleh dari para agen untuk menentukan waktu penjualan dari garam briket atau halus tersebut. Tabel 5 memperlihatkan fungsi pemasaran dari masing-masing lembaga pemasaran.

Tabel 5 Fungsi pemasaran pada setiap lembaga pemasaran garam

Lembaga Pemasaran Fungsi Pemasaran Keterangan a. Petani Fungsi pertukaran

Fungsi fasilitas

Penjualan

Penanggungan risiko Pembiayaan

Informasi pasar b. Pedagang perantara Fungsi pertukaran

Fungsi fisik Fungsi fasilitas

Pembelian dan penjualan Pengangkutan Penyimpanan Standarisasi Penanggungan risiko Pembiayaan Informasi pasar c. Pedagang besar Fungsi pertukaran

Fungsi fisik Fungsi fasilitas

Pembelian dan penjualan Pengangkutan Penyimpanan Standarisasi Penanggungan risiko Pembiayaan Informasi pasar d. Perusahaan pengolahan Fungsi pertukaran

Fungsi fisik

Fungsi fasilitas

Pembelian dan penjualan Pengolahan Pengangkutan Penyimpanan Standarisasi Penanggungan risiko Informasi pasar

Karakteristik Pelaku Usaha Garam Rakyat di Kabupaten Rembang Pelaku yang terlibat dalam kelembagaan usaha garam rakyat di Kabupaten Rembang adalah (i) petani, (ii) pedagang perantara, (iii) pedagang pengumpul besar, (iv) perusahaan pengolahan garam. Berdasarkan teori kontrak agen Furubothn dan Ritcher (2000)1 petani merupakan agen, pedagang pengumpul besar dan perusahaan pengolahan merupakan prinsipal, sedangkan pedagang perantara merupakan mitra antara yang bertindak sebagai prinsipal pada hubungan tingkat pertama dan menjadi agen pada hubungan tingkat kedua.

Karakteristik Petani Garam di Kabupaten Rembang

Total petani contoh sebanyak 30 orang terdiri dari 4 pemilik lahan, 12 pemilik lahan sekaligus penggarap dan 14 orang adalah penggarap. Responden petani diambil dari 3 kecamatan yaitu Kaliori, Lasem dan Rembang. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan pertimbangan tingkat produksi yang relatif tinggi dibandingkan Kecamatan lainnya, selain itu lokasi industri pengolahan garam menjadi dasar pemilihan lokasi penelitian. Dalam penelitian ini responden diambil dari 3 kecamatan terbesar yaitu Kecamatan Kalori dengan Desa Tambakagung, Dresikulon, Dresiwetan, Tasikharjo dan Purworejo, untuk Kecamatan Lasem penelitian dilakukan di Desa Gedongmulyo, Dorokandang dan Dasun dan di Kecamatan Rembang dilakukan di Desa Punjulharjo. Tabel 6 memperlihatkan jumlah responden petani garam berdasarkan lokasi penelitian. Tabel 6 Jumlah responden petani garam dan lokasi penelitian

No. Kecamatan Desa Pemilik

lahan

Penggarap Pemilik lahan sekaligus penggarap 1. Kaliori Purworejo 4 2 3 Dresikulon 2 1 Tambakagung 1 1 Tasikharjo 2 Dresiwetan 2 2. Lasem Gedungmulyo 2 2 Tasiksono 2 2 Dorokandang 1 1 Dasun 1 3 Rembang Punjulharjo 1 Jumlah 4 14 12

Mayoritas (60%) umur petani contoh berada pada usia diatas 50 tahun. Temuan ini memperkuat fenomena yang umum disinyalir bahwa telah terjadi pergeseran budaya dimana petani didominasi oleh penduduk tua, jika pun terdapat usia muda jumlahnya sangat sedikit dan biasanya karena terpaksa atau tidak ada

1

Teori kontrak agen diasumsikan terdapat dua pelaku yang berhubungan yakni prinsipal dan agen. Prinsipal adalah pihak yang memperkerjakan agen untuk melaksanakan layanan yang diinginkan prinsipal

alternatif pekerjaan lain2. Hasil diskusi dengan petani contoh menyimpulkan sebagian besar pemuda didesanya lebih memilih untuk menjadi buruh bangunan atau buruh ke kota-kota besar dibandingkan menjadi petani penggarap.

Proses untuk memperoleh dan memanfaatkan informasi pengetahuan dan teknologi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Petani pemilik contoh yang menyerahkan sepenuhnya lahannya kepada penggarap umumnya adalah pengusaha atau perangkat pemerintah dengan tingkat pendidikan SMA dan S1, sedangkan pemilik lahan sekaligus penggarap memiliki tingkat pendidikan SMP dan SMA. Sedangkan penggarap memiliki tingkat pendidikan SMP dan SD. Berdasarkan tingkat pengalaman kerja, 70 persen petani responden telah bekerja sebagai petani garam lebih dari 10 tahun.

Bagi usaha tambak garam rakyat, lahan merupakan investasi yang paling penting karena menyangkut keberlangsungan usaha. Lahan memiliki fungsi penting bagi petani karena selain sebagai faktor produksi yang memberikan keamanan jangka panjang bagi keluarga namun juga merupakan bagian dari status sosial. Di Kabupaten Rembang status sosial sangat berkorelasi positif dengan status ekonomi. Petani yang memiliki lahan garam > 1 ha pada umumnya memiliki kemampuan ekonomi yang baik sehingga dalam masyarakat memiliki status sosial yang tinggi dan pengelolaan lahan dilakukan oleh penggarap, sedangkan pemilik lahan sempit dengan luasan < 1 ha menggarap lahannya sendiri dengan dibantu satu orang penggarap. Secara umum identitas petani garam dapat digambarkan berdasarkan kelompok umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani dan luas lahan yang dimiliki petani dapat dilihat pada Tabel 7

Tabel 7 Identitas responden petani garam di Kabupaten Rembang

No. Keterangan Jumlah Petani

(Orang)

Persentase (%) 1. Kelompok Umur (Tahun)

25-39 4 13.33 40-49 8 26.67 > 50 18 60.00 Jumlah 30 100 2. Tingkat Pendidikan SD 11 36.67 SMP 11 36.67 SMA 6 20.00 S1 2 6.67 Jumlah 30 100

3. Pengalaman Usaha Tambak garam (Tahun)

< 10 9 30.00

>10 21 70.00

Jumlah 30 100

4. Luas lahan Petani (Ha)

0 14 46.67 0.5 - 1.0 12 40.00 >1.0 4 13.33 Jumlah 30 100 2

Dananjoyo Kusumo. Indonesia hadapi krisis petani muda. http ://www.jurnas.com. diunduh [19 juli 2011]

Para petani garam umumnya memiliki profesi sampingan, karena aktifitas garam hanya dilakukan pada bulan Mei sampai dengan November. Gambar 12 menunjukkan bahwa dari 30 petani contoh diketahui sebanyak 4 orang bekerja sebagai petani tebu, 1 orang sebagai eksportir rajungan, 11 orang merupakan nelayan, 8 orang merupakan petani sawah dan 3 orang bekerja sebagai pembudidaya ikan bandeng. Sisanya 3 orang yang semuanya merupakan petani pemilik bekerja sebagai perangkat desa. Sebagian besar petani contoh mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan aktifitas sampingan yang mereka

Dokumen terkait