• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 KARAKTERISTIK KELEMBAGAAN KEMITRAAN USAHA GARAM RAKYAT DI KABUPATEN REMBANG

Kemitraan antara pelaku pasar pada usaha garam rakyat di Kabupaten Rembang terjadi dalam tiga tingkatan yaitu antara penggarap dengan pemilik, pemilik lahan/pemilik lahan sekaligus penggarap dengan pedagang perantara dan antara pedagang perantara dengan perusahaan pengolahan garam atau dengan pedagang pengumpul besar yang menyuplai garam ke industri pengguna garam (industri pupuk, industri pakan ternak dan pengolahan ikan). Analisis karakteristik kelembagaan meliputi identifikasi model kelembagaan kemitraan yang terjalin, aturan yang dipergunakan (formal dan informal) dan identifikasi konflik serta analisis perilaku oportunis pasca kontrak

Kemitraan Penggarap dengan Pemilik Lahan

Bentuk kemitraan antara penggarap dengan pemilik lahan berupa sistem bagi hasil maro (1:1) dengan mekanisme seluruh hasil panen yang dihasilkan penggarap diberikan kepada pemilik lahan, dan pemilik lahan membayar setengah dari hasil produksi. Harga jual garam ditentukan oleh pemilik lahan. Kesepakatan kontrak yang diatur dalam sistem bagi hasil maro yaitu pemilik lahan memiliki kewajiban untuk menyediakan segala keperluan peralatan untuk memproduksi garam (mesin diesel, silinder/gilidan, garuk, kincir angin) serta mengeluarkan alokasi biaya untuk menormalisasi saluran air. Sedangkan penggarap memiliki kewajiban untuk mempersiapkan petakan peminihan dan meja kristalisasi, mengelola lahan sampai pada proses pemanenan. Pemilik lahan memiliki hak untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan proses produksi yang dilakukan oleh penggarap agar hasil produksi sesuai dengan target yang diharapkan. Sedangkan penggarap memiliki hak untuk mempergunakan waktu sesuai kebutuhan, tidak ada aturan baku berapa jam perhari penggarap harus berada di lahan garam.

Model kontrak bagi hasil maro antara penggarap dengan pemilik lahan telah berlangsung cukup lama (>3 tahun). Kemitraan antara penggarap dengan pemilik lahan diperkuat dengan adanya pemberian pinjaman uang tunai oleh pemilik lahan kepada penggarap pada saat persiapan lahan, yaitu sekitar bulan Mei-Juni. Pinjaman ini digunakan oleh penggarap untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena pada saat persiapan lahan garam, penggarap belum memiliki pendapatan. Penggarap akan melunasi pinjaman pada saat menerima pembayaran bagi hasil dari pemilik. Kemudahan atas pinjaman uang tunai pada saat yang dibutuhkan menyebabkan penggarap memiliki ketergantungan yang tinggi dengan pemilik lahan. Ketergantungan ini menciptakan posisi tawar pemilik lahan lebih baik dibandingkan penggarap.

Usaha garam tidak luput dari risiko produksi maupun risiko pemasaran. Dalam menghadapi risiko produksi terdapat pembagian risiko yang adil antara pemilik lahan dan penggarap, apabila terjadi penurunan tingkat produksi karena faktor natural hazard seperti cuaca maka risiko tersebut dibebankan bersama, namun dalam menghadapi risiko pemasaran berupa harga garam yang fluktuatif dibebankan sepenuhnya kepada penggarap. Pemilik lahan menetapkan harga beli kepada penggarap dengan harga terendah pada saat transaksi berlangsung, sedangkan pemilik lahan menghindari risiko dengan menyimpan hasil panen dan menjualnya pada saat harga garam lebih baik. Karakteristik kelembagaan kemitraan antara petani dengan pemilik lahan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Karakteristik kelembagaan kemitraan antara petani penggarap dengan pemilik lahan

No Uraian Sistem Kontrak

1 Model kontrak Bagi hasil maro (penerimaan hasil panen dibagi 50% untuk pemilik lahan dan 50% untuk penggarap) 2 Perjanjian Tidak Tertulis

3 Aturan main (Hak-Kewajiban)

- Pemilik lahan memiliki hak menjual seluruh hasil panen dan mendapatkan 50% dari hasil penjualan - Penggarap memiliki hak menerima 50 % dari

hasil penjualan

- Pemilik lahan berkewajiban menyediakan peralatan produksi yang dibutuhkan penggarap - Penggarap berkewajiban mengelola lahan pemilik

sampai proses pemanenan 4 Pola interaksi

Kesepakatan harga Harga garam ditentukan oleh pemilik lahan Kesepakatan jumlah Jumlah produksi 1.5-2 ton perhektar per panen Kesepakatan mutu Memproduksi garam kualitas 1 dan 2

Informasi asimetris Informasi tidak sepadan antara penggarap dan pemilik lahan

Pembagian risiko Risiko produksi dibagi bersama, risiko harga dibebankan sepenuhnya ke penggarap

Perilaku oportunis - Penggarap menghasilkan garam kualitas 2 karena

kebutuhan

- Pemilik lahan menetapkan harga jual garam lebih

rendah 5 Mekanisme penegakan Sanksi sosial

Kelembagaan yang diatur dalam sistem bagi hasil tidak dilakukan secara tertulis atau bersifat informal dan tidak memiliki mekanisme penegakan sehingga sangat mudah munculnya perilaku oportunis. Perilaku oportunis pasca kontrak terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara penggarap dan pemilik lahan. Misalnya kepentingan dari pemilik lahan adalah menginginkan memanen garam dalam waktu 5-7 hari sehingga dapat menghasilkan kualitas 1, namun penggarap hanya memanen selama 3-4 hari tanpa seijin pemilik lahan sehingga menghasilkan kualitas 2. Pemanenan awal dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Semua petani penggarap contoh (100%) mengakui bahwa pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan hidup diperoleh dengan memanen garam lebih cepat. Sebaliknya perilaku oportunis juga diterima penggarap dalam bentuk bagi hasil yang rendah, dimana petani penggarap menerima harga jual garam lebih rendah dari harga yang diterima pemilik dari pedagang perantara. Mekanisme penegakan atas pelanggaran yang dilakukan berupa sanksi sosial yaitu apabila penggarap melakukan tindakan moral hazard maka tidak akan ada yang mau memperkerjakannya sebagai penggarap sebaliknya jika pemilik yang berbuat curang maka tidak ada penggarap yang mau mengelola lahannya.

Kemitraan Pemilik Lahan dengan Pedagang Perantara

Bentuk kemitraan antara pemilik lahan dengan pedagang perantara berupa kontrak Pemasaran dengan mekanisme pedagang perantara membeli garam dari pemilik lahan sesuai dengan kesepakatan kontrak yang meliputi jumlah produk, kualitas dan waktu pembelian. Dalam setiap transaksi pemilik lahan tidak mengeluarkan biaya pemasaran, namun biaya tersebut (biaya pengemasan dan pengangkutan) dibebankan kepada pedagang perantara. Proses transaksi berlangsung setiap dua minggu sekali, dimana pedagang perantara mendatangi gudang-gudang pemilik lahan yang berlokasi disekitar tambak garam. Proses penentuan harga garam disepakati bersama, namun bagi pemilik lahan yang memiliki pinjaman modal kepada pedagang perantara umumnya memperoleh harga sedikit lebih rendah dibandingkan pemilik lahan yang tidak memiliki ikatan hutang. Bagi pemilik lahan yang tidak memiliki ikatan hutang dapat menjual garam dengan harga Rp 350 000 per ton, sedangkan bagi pemilik lahan yang memiliki ikatan hutang, harga jual garam hanya berkisar Rp 300 000 per ton. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan permodalan digunakan sebagai strategi bagi pedagang perantara untuk melemahkan posisi tawar.

Kondisi asimetris informasi juga dihadapi oleh pemilik lahan. Informasi yang seringkali terlambat diperoleh menyebabkan pemilik lahan bersedia menerima harga garam lebih rendah dari yang seharusnya dimiliki. Begitu juga dengan penentuan kualitas garam, pedagang perantara lebih mendominasi dalam menentukan kualitas dari garam yang dijual karena keterbatasan informasi yang dimiliki pemilik lahan dalam menentukan kualitas garam yang dihasilkan. Pemilik lahan contoh mengungkapkan bahwa seringkali pedagang perantara tidak menyepakati garam yang dijual pemilik lahan dengan kualitas1, namun dinilai sebagai kualitas2.

Kemitraan yang selama ini berjalan bersifat informal, setiap kesepakatan dibuat secara lisan. Dalam kemitraan yang berjalan tidak terdapat konflik,

masing-masing pelaku usaha berusaha menjaga hubungan sehingga terjadi ikatan kerjasama yang baik. Perilaku oportunis terjadi pada pemilik lahan yang memiliki hutang yaitu dengan menjadikan hutang sebagai alat untuk menekan harga beli garam. Karakteristik kelembagaan kemitraan antara pemilik lahan dengan pedagang perantara dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Karakteristik kelembagaan kemitraan antara pemilik lahan dengan pedagang perantara

No Uraian Sistem Kontrak

1 Model kontrak Kontrak pemasaran 2 Perjanjian Tidak Tertulis

3 Aturan main - Pemilik lahan dan pedagang perantara sama-sama memiliki hak menetukan harga jual dan kualitas garam

- Pedagang perantara berkewajiban mengeluarkan biaya pengemasan dan pengangkutan

4 Pola interaksi

Kesepakatan harga ada, harga garam ditentukan oleh bersama

Kesepakatan jumlah Ada, disesuaikan kebutuhan pedagang perantara dengan tingkat produksi garam oleh petani

Kesepakatan mutu Ada, seringkali tidak sesuai kesepakatan Informasi asimetris Ada, informasi lengkap dimiliki perantara

Pembagian risiko Risiko produksi dan risiko harga dibebankan sepenuhnya ke pemilik lahan

Perilaku oportunis Hasil timbangan yang dilakukan pedagang perantara lebih kecil daripada hasil timbangan pemilik lahan 5 Mekanisme penegakan Sanksi sosial

Kemitraan Pemilik Lahan sekaligus Penggarap dengan Pedagang Perantara

Pemilik lahan sekaligus penggarap merupakan definisi yang melekat bagi petani yang memiliki lahan garam sempit < 1Ha dan ikut menggarap lahannya sendiri. Kemitraan antara pemilik lahan sekaligus penggarap dengan pedagang perantara berupa kontrak pemasaran. Pemilik lahan menjual garam kepada pedagang perantara dengan harga ditetapkan pedagang perantara. Transaksi pemasaran berlangsung seminggu sekali dan dilakukan di lahan tambak petani maupun digudang-gudang milik petani. Dalam transaksi pemasaran, pemilik lahan sekaligus penggarap tidak mengeluarkan biaya pemasaran, namun biaya tersebut (biaya pengemasan dan pengangkutan) dibebankan kepada pedagang perantara. Kontrak pemasaran antara pemilik lahan sekaligus penggarap dengan pedagang perantara berlangsung secara informal dan tidak secara eksplisit tertulis baik mengenai proses transaksi maupun perjanjian lainnya, namun aturan-aturan yang menjadi hak dan kewajiban kedua pihak telah diketahui secara luas dan disepakati secara konsesus bersama.

Dalam kontrak pemasaran tidak terdapat aturan terkait syarat mutu dan penetapan harga garam. Penilaian mutu ditentukan secara visual oleh pedagang perantara dan dari hasil penilaian tersebut akan menentukan harga garam.

Pembayaran oleh pedagang perantara dilakukan secara tunai maupun tempo setelah diperoleh estimasi hasil secara visual berdasarkan kualitas dan hasil timbangan. Hal ini menunjukan bahwa pemilik lahan sekaligus penggarap tidak memiliki posisi tawar untuk menentukan kualitas dan harga garam yang akan dijual kepada pedagang perantara. Kondisi ini disebabkan adanya ikatan kerjasama yang kuat dimana pedagang perantara memberikan pinjaman yang dibutuhkan pada saat mengalami masalah finansial dan pinjaman tersebut akan dibayarkan pada saat panen, maka secara moral petani berkewajiban menjual hasil panen kepada pedagang perantara tersebut. Dilain pihak walaupun memperoleh pinjaman tanpa bunga namun secara implisit petani mengalami kerugian dimana pedagang perantara dapat menekan harga serendah mungkin. Hasil penelitian menunjukkan responden pemilik lahan sekaligus penggarap yang memiliki ikatan pinjaman dengan pedagang perantara memperoleh harga rata-rata sebesar Rp 304 167 per ton.

Adanya asumsi perilaku bounded rasionality menyebabkan petani tetap mempertahankan kerjasama yang ada saat ini meskipun beberapa kali mengalami tindakan moral hazard. Perilaku oportunis yang dilakukan oleh pedagang perantara berupa hasil perhitungan timbangan garam yang tidak sesuai dengan berat sebenarnya maupun harga jual garam yang relatif lebih rendah dibandingkan harga yang sebenarnya. Dari hasil wawancara dengan petani pemilik sekaligus penggarap (12 orang) yang bekerjasama langsung dengan pedagang perantara terungkap sebanyak 2 orang atau 16.67 persen responden petani berkeinginan untuk beralih kepada perantara lain yang bisa membeli dengan harga lebih baik, sisanya sudah merasa cukup puas telah bekerjasama dengan pedagang perantara tersebut.

Pada saat panen raya umumnya pedagang perantara melakukan pembelian garam sebanyak-banyaknya untuk sebagian disimpan dan akan dijual kembali pada saat tidak musim garam. Hal ini dilakukan dengan dalih menjaga harga garam agar tidak jatuh pada saat panen raya, namun pada kenyataannya kegiatan penimbunan sengaja dilakukan untuk memperoleh keuntungan berlipat pada saat ketersediaan garam langka. Pengalaman di tahun 2010 kegiatan penimbunan garam menjadikan pedagang pengumpul kaya raya, karena harga garam melonjak 4 kali lipat yaitu mencapai Rp. 1200 pada saat terjadi kelangkaan ketersediaan garam (Dinas Perikanan Kabupaten Rembang, 2013). Pemilik lahan sekaligus penggarap maupun pedagang perantara yang melanggar kesepakatan tidak dikenakan sanksi dalam bentuk uang, namun mendapatkan sanksi sosial berupa reputasi yang buruk, apabila pemilik lahan sekaligus penggarap tidak melunasi pinjaman maka sanksi berupa tertutupnya akses pasar kepada pedagang perantara manapun, sedangkan bagi perantara yang melakukan kecurangan maka petani secara berkelompok akan menolak kehadiran pedagang perantara tersebut dan beralih ke pedagang lainnya. Karakteristik kelembagaan kemitraan antara Pemilik lahan sekaligus penggarap dengan pedagang perantara dapat dilihat pada Tabel 11

Tabel 11 Karakteristik kelembagaan kemitraan antara pemilik lahan sekaligus penggarap dengan pedagang perantara

No Uraian Sistem Kontrak

1 Model kontrak Kontrak pemasaran 2 Perjanjian Tidak Tertulis

3 Aturan main - Petani memiliki hak untuk menjual garam dengan kuantitas dan kualitas yang diinginkan petani

- Petani berkewajiban menjual garam kepada pedagang perantara yang memberikan pinjaman modal

- Pedagang perantara memiliki hak menetukan harga jual garam berdasarkan penilaian secara visual atas kualitas garam yang dihasilkan petani

- Pedagang perantara berkewajiban mengeluarkan biaya pengemasan dan pengangkutan

4 Pola interaksi

Kesepakatan harga Tidak ada, harga garam ditentukan oleh pedagang perantara

Kesepakatan jumlah Tidak ada, tergantung hasil produksi petani Kesepakatan mutu Tidak ada, tergantung hasil produksi petani

Informasi asimetris Informasi yang dimiliki pedagang perantara lebih baik Pembagian risiko Risiko produksi dan risiko harga dibebankan

sepenuhnya ke petani

Perilaku oportunis - Pedagang perantara menetapkan harga jual garam lebih rendah kepada petani yang memiliki ikatan pinjaman

- Jumlah bobot garam yang ditimbang oleh pedagang perantara lebih kecil dibandingkan hasil timbangan petani

- Penilaian kualitas secara visual yang tidak jujur, menurut petani menghasilkan kualitas 1, namun pedagang perantara menilainya sebagai kualitas 2 - Pedagang perantara melakukan penimbunan garam

pada saat panen raya dan akan dijual pada saat garam langka untuk memperoleh keuntungan lebih besar

5 Mekanisme penegakan Sanksi sosial

Kemitraan Pedagang Perantara dengan Perusahaan Pengolahan Kontrak yang terjalin antara pedagang perantara dengan perusahaan pengolahan garam briket dan halus berupa kontrak pemasaran. Pedagang perantara melakukan 4 kali transaksi penjualan garam per bulan ke perusahaan. Rata-rata penjualan garam setiap kali transaksi sekitar 30 hingga 40 ton. Peran pedagang perantara sangat penting bagi perusahaan karena memasok kebutuhan bahan baku garam secara kontinyu. Kemitraan yang terjalin antara pihak pedagang perantara contoh dengan perusahaan pengolahan cukup lama yaitu lebih dari 10 tahun. Masing-masing perusahaan memiliki pedagang perantara tertentu, tidak semua pedagang perantara di Rembang dapat memasok ke perusahaan,

karena adanya faktor kepercayaan yang kuat sehingga sulit bagi pemain baru bermitra dengan pihak perusahaan.

Seperti halnya kemitraan dengan pelaku usaha garam lainnya, kelembagaan kemitraan antara pedagang perantara dengan perusahaan pengolahan dilakukan secara informal dan tidak ada aturan tertulis, kelembagaan yang ada saat ini merupakan hasil kesepakatan yang telah lama disetujui oleh kedua belah pihak. Kesepakatan kontrak yaitu perusahaan memiliki hak untuk menentukan kualitas garam yang diterima dari pedagang perantara dan berdasarkan kualitas tersebut pihak perusahaan dapat menentukan harga beli garam. Penetuan harga dan kualitas dilakukan oleh manajer operasional atau pemilik pada saat bongkar muat digudang pabrik. Seluruh biaya pemasaran berupa biaya pengemasan, pengangkutan, distribusi dari gudang pedagang perantara ke gudang pabrik menjadi tanggung jawab pedagang perantara sedangkan biaya bongkar muat dari truk ke gudang pabrik menjadi tanggung jawab pihak perusahaan.

Sebelum dilakukan proses transaksi jual beli, umumnya pihak perusahaan pengolahan menentukan permintaan bahan baku garam berdasarkan kuantitas, kualitas dan waktu pengiriman, setelah itu pihak pedagang perantara akan mengirimkan sampel garam kepada perusahaan dan melakukan kesepakatan harga, jika perusahaan menyepakati sampel yang dikirim maka pedagang perantara akan mengirimkan sesuai kuantitas dan waktu yang telah disepakati dan menerima harga yang telah disepakati, namun apabila kualitas garam yang dikirim tidak sesuai dengan sampel yang disepakati maka pihak perusahaan berhak menolak membeli atau menentukan secara sepihak harga beli garam tersebut.

Pedagang perantara menghadapi risiko produksi maupun harga, pada saat harga garam rendah pedagang perantara tetap secara kontinyu memasok bahan baku ke industri untuk menjaga kerjasama supaya dapat berkelanjutan, sedangkan risiko produksi yang dihadapi berupa penyusutan bobot garam yang disimpan lama digudang. Pada saat panen raya pedagang perantara akan membeli sebanyak- banyaknya garam dari petani, namun penyimpanan garam lebih dari 3 bulan digudang akan terjadi penyusutan bobot garam hingga 10 persen.

Sebagai upaya menjaga kemitraan bisa berlangsung kerkelanjutan maka pihak industri berusaha memberikan jaminan\pemasaran diantaranya adalah penawaran berupa pengunaan sarana gudang untuk penyimpanan garam bila diperlukan oleh pedagang perantara dan kemudahan pinjaman tanpa bunga. Pembayaran pinjaman dilakukan dengan memotong hasil penerimaan pada saat transaksi penjualan garam. Adanya pinjaman memperkuat ikatan kerjasama dan menyebabkan pedagang perantara tidak memiliki pilihan untuk beralih ke industri pengolahan lain. Hasil identifikasi atas perilaku oportunis dan konflik tidak ditemukan, perusahaan sebisa mungkin menjaga hubungan kerjasama secara baik dengan pedagang perantara dan sebisa mungkin keputusan bisnis disepakati bersama. Sanksi yang diberikan kepada pedagang perantara yang melanggar kesepakatan adalah sanksi sosial berupa pemutusan hubungan kerjasama. Karakteristik kelembagaan kemitraan antara pedagang perantara dengan perusahaan pengolah dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Karakteristik kelembagaan kemitraan antara pedagang perantara dengan perusahaan pengolah garam briket dan halus

No Uraian Sistem Kontrak

1 Model kontrak Kontrak pemasaran 2 Perjanjian Tidak Tertulis

3 Aturan main - Pedagang perantara memiliki hak menetapkan

kualitas dan harga garam yang akan dijual dan memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan bahan baku garam perusahaan pengolahan secara kontinyu dan betanggung jawab atas biaya pengiriman ke gudang pabrik

- Perusahaan pengolahan memiliki hak yang sama

dalam menetapkan kualitas dan harga beli garam dan memiliki kewajiban membayar seluruh hasil pembelian garam secara tunai/tempo sesuai kesepakatan

4 Pola interaksi

Kesepakatan harga ada, harga garam sesuai kesepakatan

Kesepakatan jumlah ada, tergantung permintaan perusahaan pengolahan Kesepakatan mutu ada, tergantung permintaan perusahaan pengolahan Informasi asimetris Tidak ada, perusahaan memberikan informasi secara

langsung kepada pedagang perantara

Pembagian risiko Risiko produksi dan risiko harga dibebankan sepenuhnya ke pedagang perantara

Perilaku opportunis Tidak ada 5 Mekanisme penegakan Sanksi sosial

Kemitraan Pedagang Perantara dengan Pedagang Pengumpul Besar Kemitraan yang berlangsung antara pedagang perantara dengan pedagang pengumpul besar berupa kontrak pemasaran. Seperti kontrak yang dilakukan dengan pelaku usaha lainnya bahwa kontrak yang ada bersifat informal berupa aturan main yang disepakati bersama. Pedagang perantara memasok kebutuhan bahan baku ke pedagang pengumpul besar sangat tergantung pada kesepakatan yang dilakukan. Hal ini disebabkan bahan baku garam bersifat spesifik karena sangat tergantung pada tujuan pasar. Tujuan pasar dari pedagang pengumpul besar adalah industri pengguna garam seperti industri pupuk, pakan ternak dan industri pengasinan ikan, sehingga garam yang ditawarkan berbeda dengan garam yang dikirim ke industri pengolahan. Secara spesifik garam yang dibutuhkan untuk industri pengasinan ikan harus memiliki warna putih, butiran garam yang kecil dan mengandung kadar air tinggi, sedangkan untuk industri pakan ternak, jenis garam yang dibutuhkan tidak memperhatikan warna dan butiran garam yang besar. Kesulitan yang seringkali dihadapi pedagang perantara untuk memasok ke pedagang pengumpul adalah tidak semua hasil produksi petani sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan pedagang pengumpul besar.

Penetapan harga garam disepakati bersama, posisi tawar antara pedagang pengumpul besar dengan pedagang perantara seimbang, karena tidak adanya ikatan berupa pinjaman uang maupun hubungan kekerabatan. Keduanya memiliki informasi pasar yang baik, sehingga kesepakatan yang dibuat diusahakan

memberikan keuntungan yang proporsional. Perilaku oportunis seminimal mungkin dihindari dan tidak pernah terdapat konflik selama kemitraan tersebut dilakukan. Sanksi atas penyimpangan kesepakatan berupa pemutusan kontrak kerjasama. Karakteristik kelembagaan kemitraan antara pedagang perantara dengan pedagang pengumpul besar ditunjukka pada Tabel 13.

Tabel 13 Karakteristik kelembagaan kemitraan antara pedagang perantara dengan pedagang pengumpul besar

No Uraian Sistem Kontrak

1 Model kontrak Kontrak pemasaran 2 Perjanjian Tidak Tertulis

3 Aturan main - Pedagang perantara memiliki hak menetapkan

harga garam yang dijual dan memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan bahan baku garam yang dibutuhkan pengumpul besar

- Pedagang pengumpul besar memiliki hak yang

sama dalam menetapkan kualitas dan harga beli garam dan memiliki kewajiban membayar seluruh hasil pembelian garam secara tunai

4 Pola interaksi

Kesepakatan harga ada, harga garam sesuai kesepakatan

Kesepakatan jumlah ada, tergantung permintaan pedagang pengumpul Kesepakatan mutu ada, tergantung permintaan pengumpul

Informasi asimetris Tidak ada, pedagang pengumpul dan pedagang perantara memiliki informasi yang sepadan

Pembagian risiko Tidak ada Perilaku opportunis Tidak ada

5 Mekanisme penegakan Pemutusan kontrak kerjasama

Hasil analisis karakteristik kelembagaan kemitraan antara pelaku usaha dapat disimpulkan bahwa terdapat dominasi partisipan yang bermitra dimana kekuatan dari salah satu pihak yaitu pemilik lahan, pedagang perantara dan perusahaan pengolahan menyebabkan posisi tawar yang tidak seimbang. Ketersediaan akses pasar dan permodalan kepada pihak mitranya tidak pada tataran kesadaran yang saling menguntungkan, bahkan bantuan modal yang senantiasa diberikan justru dijadikan sebagai strategi untuk mengikat mitra sehingga terbentuk ketergantungan.

6. KINERJA KELEMBAGAAN KEMITRAAN USAHA GARAM RAKYAT

Dokumen terkait