• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Air Gambut

Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa atau dataran rendah di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Intensitas warna yang tinggi (berwarna coklat kemerahan) 2) pH yang rendah

3) Kandungan zat organik yang tinggi

4) Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah 5) Kandungan kation yang rendah

Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu (Kusnaedi, 2006).

Ion Fe+2 dalam air gambut berasal dari pirit. Pirit adalah mineral tanah berukuran mikro yang tidak terlihat dengan mata, yang terdapat pada

tanah-tanah yang berkembang dari bahan endapan marin. Pirit terbentuk dalam lingkungan air laut atau payau, yang mempunyai bahan organik yang berasal dari tumbuhan pantai seperti api-api bakau atau nipah dan bakteri anaerobik pereduksi senyawa sulfat. Sebagai hasil kerja bakteri anaerob pereduksi senyawa sulfat, terbentuk mineral-mineral tanah berukuran mikro, yang disebut pirit (FeS2) (Pyrite cubic-FeS2). Lapisan tanah yang banyak mengandung mineral pirit ini, apabila masih belum diganggu, jenuh air atau tergenang dan piritnya belum teroksidasi disebut lapisan bahan sulfidik.

Proses pembentukan pirit pada tanah / endapan marin ternyata melalui beberapa tahapan (Laragenhoff, 1986) sebagai berikut :

a. Reduksi sulfat (SO4)-2 menjadi sulfide (S-) oleh bakteri pereduksi sulfat dalam lingkungan anaerob.

b. Oksidasi parsial sulfide menjadi polisulfida, atau unsur S, diikuti pembentukan FeS, dari senyawa S-terlarut dan besi (Fe)-oksida atau mineral silikat mengandung Fe.

c. Pembentukan FeS2, dari kombinasi FeS dengan unsur S, atau presipitasi langsung dari Fe-terlarut (Ion Ferro, Fe2+) dengan ion-ion polisulfida.

d. Reaksi kimia pembentukan pirit, dari senyawa Fe-oksida digambarkan sebagai berikut :

6) Fe2O3 + 4(SO4)-2 + 8 (H2O Intensitas warna yang tinggi (berwarna coklat kemerahan)

7) pH yang rendah

8) Kandungan zat organik yang tinggi

9) Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah 10)Kandungan kation yang rendah

+ ½ O2 2FeS2 + 8(HCO3)- + H2O

sulfat bahan organik pirit karbohidrat

Tanah marin mempunyai kenampakan sebagai tanah liat yang selalu jenuh air (water logged) dengan muka air tanah dekat dengan permukaan tanah. Dalam kondisi alami sebelum dibuka untuk pemukiman, tanah marin sering tergenang air, namun apabila tanah marin kemudian direklamasi dengan dibukanya saluran-saluran drainase, air tanah menjadi turun, lingkungan pirit menjadi terbuka dalam suasana aerobik. Sehingga terjadi oksidasi pirit, yang menghasilkan asam sulfat. Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut :

FeS2 + 14/4 O2 + 7/2 H2O Fe(OH)3 + 2(SO4)-2 + 4H+ pirit oksigen besi-III asam sulfat

Hasil reaksi adalah terbentuknya asam sulfat, dengan terbebasnya ion H+, yang mengakibatkan pH sangat rendah (pH 1,9 sampai < 3,5).

Dalam kondisi teroksidasi sangat kuat, antara lain akibat drainase yang drastis, misalnya air tanah turun terlalu dalam, atau oleh penggalian parit atau saluran drainase, bahan sulfidik mengandung pirit akan menghasilkan mineral jarosit yang nampak sebagai karatan-karatan berwarna kuning jerami, dengan reaksi tanah yang sangat masam.

FeS2 + 15/4 O2 + 1/3 K+ 1/3 KFe(SO4)2(OH)6 + 4/3(SO4)-2 + 3 H+ pirit oksigen jarosit asam sulfar

Pada proses oksidasi pirit dibebaskan ion sulfat. Ion H+ dan senyawa besi Ferri bervalensi tiga (Fe(OH)3) yang segera tereduksi menjadi ion besi Ferro-bervalensi dua (Fe(OH)2) yang mudah bergerak, karena merupakan ion-ion bebas. Terlalu banyaknya ion-ion H+ dalam larutan tanah, disamping menyebabkan terjadinya pertukaran ion yang mendesak keluar semua basa-basa tanah (Ca, Mg, K dan Na) dalam kompleks adsorpsi liat dan humus, ion-ion H+ juga membentuk senyawa hidrat dengan molekul air (yang bersifat bipolar) dan masuk kedalam struktur kisi (Lattice) mineral liat untuk menggantikan / subtitusi tempat. Ion Al3+ dalam kisi mineral. Mineral liat menjadi tidak stabil, kisinya runtuh (Collapsed)

dan strukturnya rusak, sehingga dibebaskan banyak sekali ion Al3+ dalam larutan tanah. Kompleks pertukaran liat dan humus, karena reaksi pertukaran dengan Al3+ dan Fe3+ yang melimpah, akan dijenuhi oleh kedua ion tersebut, khususnya ion Al3+. Ion-ion basa lain (K, Ca, Mg dan Na) tercuci keluar dan hanyut terbawa air mengalir.

Humus terdiri dari 2 senyawa utama yaitu substansi non humus (missal: lipid, asam amonia, karbohidrat) dan substansi humus (merupakan senyawa amorf dengan berat molekul tinggi, warna coklat sampai hitam).

Substansi humus dibedakan menjadi:

1. Humic Acid (asam humus): warna gelap, amorf, dapat diekstaksi (larut) dengan basa kuat, garam netral, tidak larut dalam asam; mengandung gugus fungsional asam seperti fenoliuk dan karboksilik; aktif dalam reaksi kimia; Berat molekul (BM) 20.000-1.360.000.

2. Fulvic Acid (asam Fulfat); dapat diekstraksi dengan basa kuat, gugus fungsional asam, larut juga dalam asam, mengandung gugus fungsional basa; aktif dalam reaksi kimia; BM 275-2110.

3. Humin: tidak terlarut dalam asam dan basa; BM terbesar; tidak aktif; warna paling gelap.

Gambar 2.1. Model struktur asam humat berdasarkan Stevenson (1982); R dapat berupa alkil, aril, atau aralkil.

Gambar 2.2. Model struktur asam fulvat berdasarkan Buffle et al. (1977).

Asam humat merupakan bahan makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat sehingga asam humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi. Menurut Swift (1989), deprotonasi gugus-gugus fungsional asam humat akan menurunkan kemampuan pembentukan ikatan hidrogen, baik antar molekul maupun sesama molekul dan meningkatkan jumlah muatan negatif gugus fungsional asam humat, sehingga akan meningkatkan gaya tolak menolak antar gugus dalam molekul asam humat. Kedua pengaruh tersebut akan menyebabkan permukaan partikel-partikel koloid asam humat bermuatan negatif dan menjadi lebih terbuka serta berbentuk linear dengan meningkatnya pH. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan asam humat adalah pH, yang lebih lanjut akan mempengaruhi disosiasi gugus yang bersifat asam pada asam humat. Disosiasi proton yang terjadi pada gugus fungsional yang bersifat asam pada asam humat dipengaruhi oleh: (1) atraksi elektrostatik atau tolakan muatan yang ada dalam molekul, (2) ikatan hidrogen sesama dan antar molekul.

Dalam larutan (pH 3,5 - 9), asam humat membentuk sistem koloid polielektrolit linear yang bersifat fleksibel; sedangkan pada pH rendah asam humat berbentuk kaku (rigid) dan cenderung teragregasi membentuk suatu padatan makromolekul melalui ikatan hidrogen. Dengan meningkatnya pH akan menyebabkan ikatan hidrogen semakin lemah sehingga agregat akan terpisah satu sama lain. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh disosiasi gugus fungsional yang bersifat asam pada asam humat seperti -COOH. Umumnya gugus -COOH terdisosiasi pada pH sekitar 4-5, sedangkan gugus -OH fenolat atau –OH alkoholat terdisosiasi pada pH sekitar 8-10. Spark dkk (1997) telah mengamati kelarutan asam humat batubara yang menunjukkan bahwa kelarutan maksimum asam humat terjadi pada pH 3-6 yaitu sekitar 80% dan sisa padatan mulai larut pada pH 8,5. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada pH yang relatif tinggi (konsentrasi H+ rendah) akan meningkatkan kensentrasi -COO- yang dapat berfungsi sebagai ligan pada asam humat.

Walaupun pada pH yang relatif rendah, asam humat cenderung tidak berinteraksi dengan ion logam, akan tetapi sebagai padatan polielektrolit, asam humat memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi logam. Asam humat dengan ion logam dapat mengalami presipitasi. Tingkat flokulasi yang terjadi bergantung pada pH, sifat-sifat gugus fungsional pada asam humat yang dapat bertindak sebagai ligan dan sifat ion logam.

Substansi humus bergabung dengan bagian mineral tanah adalah sebagai berikut: 1. Sebagai garam dari asam organik dengan berat molekul rendah (acetat, oxalat,

2. Sebagai garam dari substansi humus dengan kation alkalin – humat, fulvat. 3. Sebagai chelat dengan ion logam.

4. Sebagai subsansi yang tertahan pada permukaan mineral tanahliat. Substansi humus dengan kation alkalin terdiri dari senyawa:

1. humat (garam dari asam humus) 2. fulvat (garam dari asam fulvat)

Ini adalah sebagian besar senyawa karakteristik substansi tanah humus. Kation alkalin (Na+, K+, Ca2+, Mg2+) terbentuk terutama melalui pertukaran ion sederhana dengan gugus COOH (RCOONa, RCOOK, dll.). Humat dan fulvat terjadi di dalam tanah sebagian besar sebagai campuran dengan hidroksida Fe dan Al. Kemampuan membentuk kompleks dari asam humus dan asam fulvat sebagian besar merupakan hasil dari isi gugus fungsionalnya yang mengandung oksigen, seperti COOH, phenol OH dan gugus C=O. Bahan-bahan organik utama tanah membentuk komplek yang bisa larut dan yang tidak bisa larut dengan ion logam dan dengan demikian memegang peranan rangkap di dalam tanah.

dalam penyerapan substansi humus oleh mineral tanahliat, antara lain: 1. gaya van der Waals

2. pengikatan dengan pembentukan-jembatan kation 3. pengikatan H

4. penyerapan melalui penggabungan dengan oxida cair 5. penyerapan pada ruang antar-lapisan mineral tanahliat.

Kation polivalen utama bertanggungjawab atas pengikatan asam humus dan asam fulvat pada tanahliat adalah Ca2+, Fe3+ dan Al3+. Sebaliknya Fe3+ dan Al3+ membentuk komplek koordinasi yang kuat dengan senyawa organik. Kation polivalen bertindak sebagai jembatan antara kedua tempat bermuatan.

Penyerapan asam fulvat pada permukaan oksida disertai dengan penggantian gugus OH oleh ion COO-. Anion organik tidak mudah diganti dengan garam sederhana, walaupun penyerapan sensitif pH. Seperti halnya dengan kation organik pada permukaan mineral tanahliat, ikatan yang sangat kuat akan terjadi jika lebih dari satu gugus pada molekul humus berpartisipasi.

Dokumen terkait