• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Pengolahan Air Gambut

Karekteristik air gambut seperti yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa air gambut kurang menguntungkan untuk dijadikan air bagi masyarakat di daerah berawa. Namun karena jumlah air gambut tersebut sangat banyak dan dominan berada di daerah tersebut maka harus bisa menjadi alternatif sumber air minum masyarakat. Kondisi yang kurang menguntungkan dari segi kesehatan adalah sebagai berikut (Mu-min 2002).

a. Kadar keasaman pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi dan sakit perut.

b. Kandungan Organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi mikroorganisne dalam air, sehingga dapat menimbulkan bau apabila bahan organik tersebut terurai secara biologis.

c. Apabila dalam pengolahan air gambut tersebut digunakan klor sebagai desinfektan, akan terbentuk TriHaloMetan (THM) seperti senyawa organoklor yang dapat bersifat karsinogenik.

d. Ikatan yang kuat dengan logam (besi dan mangan) menyebabkan kandungan logam dalam air tinggi dan dapat menimbulkan kematian jika dikonsumsi secara terus-menerus.

Berdasarkan pada pengetahuan tentang penyebab dan kandungan warna pada air gambut dan sifat-sifatnya, maka proses dan metode pengolahan yang dapat diterapkan untuk mengolah jenis air berwarna alami adalah Metode Elektrokoagulasi (Mahmud, 2002).

2.4 Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel-partikel halus dalam air menggunakan energi listrik. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolis yang di dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda yang tercekup dalam larutan limbah sebagai elektrolit.

Gambar 2.3. Prinsip dari proses elektrokoagulasi (Ni’am, 2007)

Apabila dalam suatu larutan elektrolit di tempat dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke anoda dan (anion) bergerak ke Anoda dan menyerahkan elektron menerima elektron yang dioksidasi. Sehingga membentuk flok yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah.

Gambar 2.4. Mekanisme Dalam Elektrokoagulasi (Holt,2001)

Tampak jelas bahwa elektrokoagulasi memiliki kemampuan untuk membersihkan berbagai polutan dengan berbagai kondisi mulai dari: zat-zat padat tersuspensi; logam berat; produk petroleum; warna dari larutan yang mengandung pewarna; humus cair; dan defluoridasi air.

Mekanisme yang mungkin:

Arus dialirkan melalui suatu elektroda logam, yang mengoksidasi logam (M) menjadi kationnya (Mn+) (Persamaan 1). Secara simultan, air tereduksi menjadi gas hidrogen dan ion hidroksil (OH-) (Persamaan 2). Dengan demikian elektrokoagulasi

memasukkan kation logam in situ, secara elektrokimia, dengan menggunakan anoda yang dikorbankan (biasanya aluminium atau besi).

M → Mn+ + ne- (1) 2H2O + 2e-→ 2OH- + H2 (2)

Kation terhidrolisis di dalam air yang membentuk hidroksida dengan spesies-spesies utama yang ditentukan oleh pH larutan. Persamaan 3-6 menggambarkan hal ini dalam kasus aluminium.

Al3+ + H2O → AlOH2+ + H+ (3)

AlOH2+ + H2O → Al(OH)2+ + H+ (4)

Al(OH)2+ + H2O → Al(OH)30 + H+ (5) Al(OH)30 + H2O → Al(OH)4- + H+ (6) Kation bermuatan tinggi mendestabilisasi setiap partikel kolloid dengan

pembentukan komplek polihidrosida polivalen. Komplek-komplek ini memiliki sifat-sifat penyerapan yang tinggi, yang membentuk agregat dengan polutan. Evolusi gas hidrogen membantu dalam percampuran dan karenanya membantu flokulasi. Begitu flok dihasilkan, gas elektrolitik menimbulkan efek pengapungan yang memindahkan polutan ke lapisan flok-foam pada permukaan cairan.

Ada berbagai cara dengan mana spesies-spesies bisa berinteraksi dalam larutan:

1. Migrasi ke elektroda dengan muatan berlawanan (elektroforesis) dan agregasi disebabkan netralisasi muatan.

2. Kation atau ion hidrosil (OH-) membentuk endapatan dengan polutan. pH

3. Kation logam berinteraksi dengan OH- untuk membentuk hidroksida, yang memiliki sifat-sifat penyerapan tinggi yang dengan demikian mengalami pengikatan pada polutan (koagulasi jembatan).

4. Hidroksida membentuk struktur mirip-kisi yang lebih besar dan menyapu air (koagulasi sapuan).

5. Oksidasi polutan menjadi spesies yang tidak begitu toksit.

6. Pembersihan dengan elektroflotasi dan pelekatan pada gelembung-gelembung.

Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah : a. Reaksi pada katoda

Reaksi pada katoda adalah reaksi reduksi terhadap kation, jadi yang diperhatikan kationnya saja.

1. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, ion-ion logam alkali tanah, ion Al+3, dan ion Mg2+, mengandung ion-ion logam ini tidak dapat direduksi dari larutannya. Yang akan mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas Hidrogen (H2) pada katoda.

2H2 O + 2e 2OH- + H2

Dari daftar E0 diketahui bahwa reduksi terhadap air lebih mudah berlangsung dari pada reduksi terhadap ion-ion di atas.

2. Jika larutan mengandung asam maka ion H+ dari asam akan direduksi menjadi gas Hidrogen pada katoda.

2H+ + 2e H2

3. Jika larutan mengandung ion-ion lain maka ion-ion logam ini diendapkan pada permukaan batang katoda.

Fe2+ + 2e Fe Mn 2+ + 2e Mn

b. Reaksi Pada Anoda

Elektroda pada Anoda, elektrodanya dioksidasi (bereaksi) diubah menjadi ionnya.

Contoh :

Al Al3+ + 3e Zn Zn2+ + 2e

Dalam system elektrokimia dengan anoda terbuat dari alumunium, berapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut.

Anoda : Al Al3+ + 3e Katoda : 2H2O + 2e H2 + 2 OH

2H+ + 2e H2 O2 + 4H+ + 4e 2H2O

2.4.1. Koagulasi

Koagulasi adalah peristiwa destabilisasi partikel-partikel koloid dan larutan. Partiekl-partikel tersebut membentuk lapisan secara kimia yang kemudian diikuti dengan flokulasi. Zat-zat kimia yang digunakan untuk mendestabilkan partikel koloid disebut dengan koagulan.

Koagulan yang paling umum dan sering digunakan adalah alum (aluminium sulfat) dan garam-garam dari senyawa besi. Karakteristik dari kation multivalensi adalah mempunyai kemampuan menarik koagulan ke muatan partikel koloid (Proste,1997).

Pada dasarnya koagulasi disebabkan oleh ion-ion yang muatannya berlawanan dengan partikel koloid, dalam hal ini ion-ion koagulan yang bermuatan positif akan mentralisir muatan negatif partikel koloid yang menyebabkan dapat mengurangi gaya tolak-menolak antar partikel-partikel koloid sehingga terjadi pengendapan (Robert,1986).

2.4.2. Flokulasi

Flokulasi adalah penggabungan dari partikel-partikel hasil koagulasi menjadi partikel yang lebih besar dan mempunyai kecepatan mengendap yang lebih besar, dengan cara pengadukan lambat. Dalam hal iniu proses koagulasi harus diikuti flokulasi yaitu penggumpalan koloid terkoagulasi sehingga membentuk flok yang mudah terendapkan atau transportasi partikel tidak stabil, sehingga kontak antar partikel dapat terjadi (Sutrisno,1987).

2.4.3. Keuntungan dari elektrokoagulasi

a. Elektrokoagulasi membutuhkan peralatan yang sampel dan mudah untuk mengoperasikannya

b. Air yang ditreatmen dengan elektrokoagulasi menjadi bersih, jernih dan tidak berbau.

c. Effluen yang dihasilkan elektrokoagulasi mengandung TDS (Total Dissolved Solid) yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang ditreatment secara kimia. d. Proses elektrokoagulasi mempunyai keuntungan memindahkan (Removing)

partikel-partikel koloid yang paling kecil, sebab di aplikasikan medan elektrik dengan gerak yang lebih cepat.

e. Proses elektrokoagulasi jauh dari penggunaan bahan-bahan kimia dan tidak ada problem untuk menetralisir kelebihan bahan-bahan kimia, dan tidak ada polusi yang kedua yang disebabkan subtansi kimia yang ditambahkan pada konsentrasi yang tinggi.

f. Produksi gelembung-gelembung gas selama elektrolisis dapat membawa polutan-polutan ke atas sehingga dapat dengan mudah di konsentrasikan, dikumpulkan dan dipindahkan (removed).

g. Proses elektrolit pada sel elektrokoagulasi dikontrol secara elektrik dan dengan tidak memindahkan bagian-bagian sehingga membutuhkan sedikit perawatan.

Dokumen terkait