Teknik seleksi in vitro memiliki potensi digunakan untuk menyeleksi keragaman genetik dari variasi somaklonal, namun untuk aplikasinya diperlukan tahap optimasi dan evaluasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kondisi optimal teknik seleksi ketahanan kultur kalus kelapa sawit terhadap G. boninense Pat. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan beberapa seri percobaan, yaitu penetapan (i) modifikasi kultur patogen yang optimal, (ii) waktu panen filtrat yang optimal, (iii) konsentrasi letal dan subletal optimal filtrat G. boninense (iv) jumlah siklus seleksi yang diperlukan, dan (v) peubah ketahanan terhadap G. boninense. Bahan tanaman ialah kalus embriogenik remah kelapa sawit Tenera, isolat patogen untuk produksi agen seleksi ialah G3-11-U5. Hasil menunjukkan bahwa modifikasi kultur patogen terbaik adalah kultur filtrat dengan cara sterilisasi dengan filtrasi membran. Waktu panen filtrat optimal pada 15 hari setelah inokulasi. Konsentrasi letal filtrat terhadap kalus embriogenik sekitar 40% (v/v) dan konsentrasi subletal optimal pada 32% (v/v). Jumlah siklus seleksi minimal yang dibutuhkan adalah empat siklus. Peubah ketahanan kalus terseleksi adalah aktivitas enzim peroksidase dan enzim fenilalanina amonia liase.
Kata kunci: Busuk pangkal batang, Kultur filtrat, Peroksidase, Fenilalanina amonia liase, Seleksi in vitro.
Abstract
In vitro selection techniques has potential to be used for select the genetic diversity from somaclonal variation, but its need optimization and evaluation to be applicated. The purpose of this study was to obtain the optimal resistance selection technique of oil palm callus culture to G. boninense Pat. It was done by several trial series, include the determination of: (i) optimum modification pathogen culture, (ii) optimum time harvest of filtrate, (iii) lethal and sublethal concentrations of G. boninense filtrate, (iv) cycles number was required for selection, and (v) resistance variables to G. boninense. The results showed that the best modification pathogen culture was culture filtrate sterilization by using membrane filtration. The optimum time harvest of filtrate was at 15 days after inoculation. The filtrate lethal concentration to embryogenic callus was 40% (v/v), and the optimal sublethal concentration was 32% (v/v). The minimum number of selection cycles was four cycles. The variables resistance of selected callus was the activity of peroxidase and phenylalanine ammonia lyase enzyme. Key words: Basal stem rot, Filtrate culture, In vitro selection, Peroxidase,
26
Pendahuluan
Keragaman genetik kelapa sawit untuk ketahanan terhadap penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) masih sangat sempit. Akan tetapi, upaya mendapatkan kandidat genotipe kelapa sawit tahan terhadap penyakit BPB perlu terus dilakukan. Teknik seleksi in vitro berpotensi menjadi metode untuk mengisolasi variasi somaklonal pada kultur kelapa sawit, agar galur sel yang tahan terhadap penyakit BPB dapat dihasilkan.
Informasi prosedur teknik seleksi in vitro pada kelapa sawit untuk ketahanan terhadap G. boninense masih sedikit. Oleh sebab itu, optimasi teknik seleksi in vitro perlu dilakukan sehingga dapat diaplikasikan dalam program pemuliaan tanaman kelapa sawit. Lebeda dan Svabova (2010) mengusulkan beberapa seri percobaan dalam upaya mendapatkan prosedur teknik seleksi in vitro untuk ketahanan terhadap faktor biotik.
Seri percobaan tersebut meliputi karakterisasi isolat patogen, isolasi agen seleksi, penentuan konsentrasi letal serta beberapa siklus seleksi dalam pendugaan konsentrasi subletal agen seleksi, dan penentuan peubah ketahanan tanaman. Selanjutnya tahap evaluasi sifat ketahanannya dilakukan melalui infeksi buatan serta karakterisasi genotipe tanaman terseleksi. Hasil akhirnya berupa tanaman dengan sifat tahan terhadap penyakit tertentu yang dapat digunakan sebagai bahan pemuliaan atau diperbanyak langsung secara vegetatif maupun generatif.
Kultur patogen yang yang memiliki virulensi tinggi dalam fungsinya sebagai agen seleksi merupakan hal yang penting. Modifikasi kultur patogen dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu menggunakan isolat patogen secara langsung, media dual layer, kultur filtrat atau toksin murni. Masing-masing cara modifikasi patogen mempunyai kelebihan dan kelemahannya. Prinsipnya adalah diperoleh model patosistem yang menimbulkan cekaman optimal terhadap kultur tanaman namun tetap menjaga keseimbangan pertumbuhan antara tanaman dan patogennya.
Kultur filtrat patogen sering digunakan sebagai agen seleksi dalam seleksi in vitro pada berbagai tanaman budidaya. Penggunaannya berdasarkan asumsi bahwa kultur filtrat patogen mengandung faktor virulensi asal patogennya. Sekresi faktor virulensi ke media buatan oleh patogen dianologikan dengan proses saat patogen menginfeksi jaringan inang. Pada umumnya, patogen mensekresikan faktor virulen yang bersifat anti metabolit terhadap jaringan sel tanaman inang saat infeksi berlangsung.
Selanjutnya, setelah diperoleh bentuk modifikasi kultur patogen perlu ditentukan kondisi optimum lainnya diantaranya jenis media patogen, atau waktu aplikasi patogen ke kultur tanaman. Songulashviliet al. (2011) melaporkan bahwa inokulasi G. lucidum pada kultur cair saat 10 hari setelah menunjukkan aktivitas enzim lakase tertinggi. Hal tersebut menunjukkan waktu tertentu dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan patogen menghasilkan faktor virulensi tertinggi.
Kondisi optimum patosistem dapat diperoleh dengan mengukur besar kekuatan cekaman agen seleksi terhadap kultur tanaman. Hal itu dilakukan dengan penentapan konsentrasi letal dan subletal agen seleksi sesuai jenis kultur tanaman. Efektivitas seleksi dapat dilihat dari konsentrasi subletal yang memberikan hasil optimum tunas in vitro dalam beberapa siklus seleksi.
27 Pendugaan peubah ketahanan kultur tanaman inang merupakan bagian strategi awal dalam karakterisasi sifat tahan terhadap suatu patogen. Ketahanan tanaman terhadap patogen merupakan suatu karakter yang unik pada suatu genotipe tanaman. Pemilihan karakter ketahanan yang baik akan berpengaruh dalam mendapatkan genotipe tahan terhadap penyakit. Pada tahap kultur in vitro karakter ketahanan dapat dideteksi melalui beberapa aktivitas enzim diantaranya fenilalanina amonia liase (PAL), peroksidase (POD) dan kitinase.
Enzim PAL merupakan enzim yang penting pada pertahanan tanaman yang merupakan prekursor awal dalam proses pembentukan lignin dan fitoaleksin (Hyun et al. 2011). Enzim peroksidase pada tanaman Arabidopsis berfungsi sebagai pertahanan terhadap radikal peroksida saat sel dalam kondisi tercekam (Cosio dan Dunand 2008). Selanjutnya, enzim kitinase dikenal sebagai salah satu pathogenesis-related proteins (PR-3) merupakan protein fungsional pendegradasi komponen kitin pada dinding sel cendawan (Sharma et al. 2011).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menetapkan kondisi optimal teknik seleksi ketahanan kultur kalus kelapa sawit terhadap Ganoderma boninense Pat.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan optimasi teknik meliputi; (i) metode modifikasi kultur G. boninense yang optimal sebagai agen seleksi, (ii) waktu panen filtrat yang optimal untuk digunakan sebagai agen seleksi, (iii) konsentrasi letal dan subletal filtrat sebagai agen seleksi G. boninense (iv) jumlah siklus seleksi yang diperlukan dalam mendapatkan tunas in vitro putatif moderat tahan G. boninense dan (v) peubah ketahanan biokimia kalus terseleksi terhadap agen seleksi G. boninense.
Bahan dan Metode
Percobaan dilakukan dari Juli 2012 sampai November 2013 di Laboratorium Clonal Technology dan Proteomics-Metabolomics PT. SMART tbk. Penelitian terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu: (i) penyediaan kultur kalus tanaman kelapa sawit, (ii) penyediaan kultur filtrat G. boninense, (iii) penetapan kondisi optimal agen seleksi dilakukan melalui penentuan metode modifikasi kultur patogen G. boninense secara in vitro, (iv) penentuan waktu panen optimum agen seleksi, (v) penetapan konsentasi letal dan subletal agen seleksi, dan (vi) uji aktivitas enzim kalus terseleksi terkait ketahanan kultur tanaman inang.
Penyediaan Kultur Kalus Kelapa Sawit
Kalus kelapa sawit Tenera progeni 9102109E yang digunakan adalah kalus nodular dalam tahap proembrio yang bersifat remah dan embriogenik (friable callus), berumur sekitar 1 sampai 2 tahun. Kalus dibiakan dalam Erlenmeyer volume 100 mL dan dilakukan sub kultur berulang setiap 2 bulan pada media padat embroid yang mengandung 2.4 D dan NAA. Kalus diinkubasi pada ruang kultur pada suhu 28 ± 2 ºC, kelembapan nisbi udara 50 ± 10% , intensitas cahaya 1500 – 2500 luks dan lama penyinaran diatur 16 jam per hari.
28
Panen kalus dilakukan mulai 20 sampai dengan 60 hari setelah sub kultur. Kalus dipisahkan berdasarkan ukuran menggunakan saringan berlubang dengan diameter lubang antara 1.0 hingga 5.0 mm. Pertama kalus disaring menggunakan saringan berdiameter 5.0 mm, kalus yang lolos pada ukuran ini disaring kembali dengan saringan berdiameter 1.0 mm. Kalus yang tidak lolos pada saringan 1.0 mm digunakan untuk bahan tanaman pada seleksi. Kalus terseleksi kemudian ditimbang dengan berat setiap satuan percobaan sekitar 0.1 g (Gambar 9).
Penyediaan Kultur Filtrat Patogen G. boninense
Isolat G3-11-U5 cendawan G. boninense digunakan untuk produksi agen seleksi ditumbuhkan terlebih dahulu pada media peremajaan isolat. Media peremajaan G. boninense berupa serbuk kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King.) dengan penambahan glukosa 10%, ekstrak malt 10%, ekstrak yeast 1% (w/w) dan penambahan air 20% (v/w).
Setelah 1 bulan pada media serbuk, inokulum G. boninense dapat digunakan untuk perbanyakan inokulum dengan menggunakan media Potato Dextrose Agar (PDA). Komposisi media PDA: 39 g Potato Dextrose Agar dan 1 L aqua destilata. Media PDA dibuat dengan melarutkan semua bahan pada 1 L aqua destilata. Larutan dipanaskan hingga merata dalam microwave dalam mode high selama 8 menit. Larutan media PDA kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 ºC bertekanan 15 psi selama 15 menit. Media diinkubasi pada inkubator dengan suhu 30 ºC. Koloni miselium pada media PDA berumur 7 sampai 10 hari dapat digunakan sebagai sumber inokulum untuk media produksi filtrat.
Media produksi filtrat digunakan untuk menghasilkan filtrat sebagai agen seleksi pada percobaan ini. Produksi filtrat menggunakan modifikasi media yeast
Gambar 9 Tahap persiapan teknik seleksi in vitro kultur kalus kelapa sawit untuk ketahanan terhadap G. boninense
29 malt brot menurut Sivakumar et al. (2010). Media produksi berupa media cair dengan komposisi: 2% malt ekstrak, 0.25%, yeast ekstrak 2%, Glukosa 3.67 mM KH2PO4, 0.01 mM MnSO4.H2O dan 0.03 mM CuSO4.5H2O (media YMB).
Semua campuran bahan dilarutkan dalam 1 L akua destilata diaduk merata, derajat keasaman media diatur sebelum autoklaf, yaitu pH 5.5.
Sebanyak 150 mL media YMB dituangkan ke dalam botol Scott, selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 ºC bertekanan 15 psi selama 15 menit. Untuk produksi filtrat, sebanyak 1 cork borer inokulum G. boninense dikulturkan dalam 10 mL media YMB. Selanjutnya, kultur diinkubasi pada ruang inkubasi dengan suhu 28 ± 2 ºC dan tanpa pencahayaan.
Filtrat dipanen dari media YMB sesuai waktu panennya, panen dilakukan dengan menyaring miselium menggunakan kain poliester 5 Mesh (156 inch2). Berat basah dan berat kering miseliumnya ditimbang setelah dioven pada suhu 60 ºC selama 3 hari. Filtrat yang dihasilkan diukur derajat keasamannya kemudian pH diatur menjadi 5.8. Filtrat disentrifugasi pada 10,000 rpm pada suhu 4 oC selama 15 menit dan dilakukan sterilisasi dan dicampur dengan media kalus. Penentuan Metode Kultur G. boninense dengan Modifikasi
Percobaan dirancang dengan RAL menggunakan empat metode kultur patogen yang modifikasi, yaitu menggunakan (i) teknik dual layer dengan mematikan koloni patogen (PM), (ii) metode dual layer tanpa mematikan koloni patogen (PH), (iii) kultur filtrat yang disterilisasi dengan filtrasi (FF), (vi) kultur filtrat yang disterilisasi dengan autoklaf (FA) dan sebagai kontrol digunakan media kalus. Perlakuan dengan ulang tidak sama, lima ulangan untuk metode dual layer dan diulang lima belas kali untuk metode filtrat, sedang kontrol diulang lima kali.
Metode modifikasi G. boninense (i) dan (ii) menurut Kasem et al. (1991). Media dual layer dibuat dengan dua lapis media, lapisan pertama pada bagian sebelah bawah berupa media PDA yang diinokulasi cendawan G. boninense dan lapisan di atasnya berupa lapisan media kalus.
Inokulum G. boninense dikulturkan pada media PDA kemudian disimpan pada inkubator pada suhu 28 ºC selama 7 hari. Setengah jumlah cawan Petri yang berisi miselium diautoklaf pada suhu 121 ºC tekanan 15 psi selama 15 menit, sedang sisanya tanpa diautoklaf. Setelah media PDA dengan koloni mendingin, media kalus dalam keadaan cair dituang di atasnya. Media dua lapisan digunakan dalam perlakuan metode dual layer dengan mengkulturkan kalus kelapa sawit dilapisan atas media (Gambar 10).
Teknik modifikasi patogen dengan cara (iii) dan (iv) dilakukan menggunakan kultur filtrat G. boninense. Cara (iii) dilakukan dengan filtrat disterilisasi melalui membran berpori 0.22 µm sedangkan cara (iv) filtrat disterilisasi dengan autoklaf. Kultur filtrat dipanen pada 21 hari setelah inokulasi (hsi), dikerjakan sesuai dengan prosedur panen pada produksi filtrat patogen.
Pengamatan dilakukan pada jumlah clump kalus hidup per Petri ulangan (0.1 g kalus) setelah 3 bulan inkubasi. Untuk melihat tingkat penghambatan kalus oleh karena agen seleksi dilakukan perbandingan dengan tingkat penghambatan pada media kalus EC1-18 (kontrol negatif) yang disebut persentase penurunan jumlah kalus hidup dan persentase penurunan berat basah kalus.
30
Penentuan Waktu Panen Optimal Agen Seleksi
Hasil pemilihan metode modifikasi kultur patogen, maka digunakan kultur filtrat patogen yang disterilisasi menggunakan membran filtrasi 0.22 µm. Filtrat dipanen selama 30 hari dengan selang waktu 3 hari sekali sehingga diperoleh sepuluh titik panen. Filtrat dari setiap waktu panen dicampurkan dalam media kalus dengan konsentrasi 20% (v/v). Percobaan disusun dengan RAL satu faktor, yaitu sepuluh taraf waktu panen filtrat. Setiap perlakuan maupun kontrol positif diulang sebanyak tujuh kali dan kontrol negatif diulang sebanyak tiga kali.
Media kalus (EC1-18) digunakan sebagai kontrol negatif, sedang media untuk kontrol positif dibuat dengan mencampurkan media kalus dengan media YMB tanpa inokulasi G. boninense pada konsentrasi 20% (v/v). Filtrat dicampur dengan media kalus pada setiap waktu panen, dengan konsentrasi 20% (v/v) dan disterilisasi melalui membran filtrasi 0.22 µm. Peubah yang diukur adalah persentase penurunan jumlah kalus hidup.
Penentuan Konsentrasi Letal Filtrat
Media seleksi yang digunakan adalah media EC1-18 yang mengandung filtrat konsentrasi :10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45%, 50% (v/v), dan kontrol negatif adalah media EC1-18 tanpa media YMB atau filtrat. Pembanding kontrol positif, yaitu media EC1-18 yang mengandung media YMB saja pada konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45% dan 50% (v/v). Rancangan percobaan yang digunakan RAL satu faktor, yaitu media uji toksisitas, tiap perlakuan dan kontrol negatif diulang sebanyak sepuluh kali dan kontrol positif sebanyak lima kali.
Panen filtrat dilakukan 15 hari setelah inokulasi (HSI), pH filtrat diatur 5.8 dan disterilisasi melalui membran filtrasi kemudian dicampurkan pada media kalus sesuai konsentrasi perlakuan. Kalus remah yang telah disaring ditimbang dengan berat basah sekitar 0.1 g berisi sekitar 10 sampai 35 clump kalus. Setiap 0.1 g kalus dikulturkan pada setiap cawan Petri yang berisi media sesuai perlakuannya dan diinkubasi dalam ruang gelap dengan kisaran suhu 28 ± 2 ºC. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah clump kalus hidup setiap cawan Petri setelah inkubasi 3 bulan.
Penentuan Konsentrasi Subletal Filtrat melalui Empat Siklus Seleksi
Pendugaan taraf konsentrasi subletal berdasarkan konsentrasi letal yang diperoleh pada percobaan sebelumnya. Konsentrasi subletal diperkirakan sekitar 50%, 60%, 70%, 80%, dan 90% dari konsentrasi letal. Percobaan dilaksanakan dengan RAL satu faktor, yaitu konsentrasi subletal. Setiap perlakuan dan kontrol negatif diulang sebanyak sepuluh kali.
Gambar 10 Metode dual layer G. boninense modifikasi kultur patogen pada seleksi kalus embriogenik kelapa sawit
31 Peubah yang diamati adalah jumlah kalus hidup dan berat basah kalus dalam setiap cawan Petri, dilakukan setiap 3 bulan (satu siklus) selama empat kali siklus seleksi. Pada akhir siklus keempat dilakukan penghitungan jumlah embrio somatik (ES) tahap kotiledon dan tahap kecambah. Embrio somatik tahap kotiledon berwarna putih susu, sedang embrio yang berkecambah merupakan ES tahap kotiledon yang memiliki panjang minimal 1.5 cm.
Penentuan Peubah Respons Biokimia Kalus Terseleksi
Penetapan peubah ketahanan kalus embriogenik terhadap G. boninense menggunakan kalus hasil seleksi dari media filtrat 20% (v/v) (KT) dan kalus kontrol dari media EC1-18 (KK) yang diperoleh pada siklus pertama. Perlakuan dilakukan dengan mengkulturkan kembali kalus terseleksi dan kalus kontrol pada media EC1-18 tanpa filtrat G. boninense (NF) dan pada media EC1-18 dengan 40% (v/v) filtrat G. boninense (N4), tiap ulangan sebanyak 0.5 g kalus per cawan Petri. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali. Inkubasi kultur kalus ditempatkan dalam ruang gelap dengan suhu 28 ± 2 ºC selama 3 hari.
Ektraksi enzim kasar dilakukan menurut metode Sukma et al. (2008). Sampel 0.5 g jaringan digerus dengan nitrogen cair sampai halus, kemudian dilarutkan dengan 2 mL bufer fosfat (50 mM, pH 7) pada suhu 20 ◦C. Campuran diaduk merata dengan vorteks kemudian sentrifugasi pada kecepatan 5,000 rpm dan suhu 4 °C selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dari pelet sebagai stok bulk enzim.
Kuantifikasi enzim peroksidase (POD, EC 1.11.1.14) ditentukan menurut metode SAI (1996). Air deionisasi sebanyak 2.10 mL dicampurkan ke dalam 0.32 mL bufer fosfat (100 mM, pH 6), 0.16 mL H2O2 0.5% (w/w) dan 0.32 mL
pirogalol 5% (w/v). Larutan diinkubasi selama 10 menit. Supernatan ditambahkan sebanyak 0.1 mL ke dalam campuran substrat, sedangkan sebagai kontrol digantikan dengan larutan bufer fosfat dalam jumlah yang sama. Campuran diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang, kemudian konsentrasi enzim ditetapkan absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.
Penetapan aktivitas enzim fenilalanina amonia liase (PAL, EC 4.3.1.24) dilakukan menurut metode SAI (1998). Asam amino L-fenilalanina sebanyak 2.0 mL (3 mM) dicampur dengan 0.9 mL air deionisasi dalam tabung reaksi. Larutan diinkubasi selama 10 menit. Selanjutnya, larutan tersebut ditambahkan 0.1 mL supernatan sedangkan pada kontrol digantikan dengan larutan bufer tris-HCl (150 mM, pH 8.5). Larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang kemudian nilai absorbansi dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 270 nm.
Kuantifikasi aktivitas enzim kitinase (NAGase, EC 3.2.1.30) ditetapkan menurut metode SAI (1994). Bufer Sitrat (100 mM, pH 5) sebanyak 0.4 mL dicampurkan dengan 0.5 mL p-nitrofenil N-asetil-β-D-glukosamin (PNP-NAG) konsentrasi 10 mM dalam tabung reaksi. Larutan diinkubasi selama 10 menit. Sepernatan ditambahkan sebanyak 0.1 mL ke dalam larutan substrat dan sebagai untuk kontrol digunakan larutan bufer sitrat. Larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Bufer Borat (200 mM, pH 9.8) sebanyak 3 mL ditambahkan ke dalam larutan kemudian nilai absorbansinya dibaca pada panjang gelombang 400 nm.
32
Peubah Amatan
1. Persentase jumlah kalus hidup dihitung dengan persamaan : X(o/t) = HA / HO *100
Keterangan: X(o/t) : persentase jumlah kalus hidup pada media kontrol atau
perlakuan; HA : jumlah clump kalus hidup per cawan Petri saat awal perlakuan ; HO : jumlah clump kalus hidup per cawan Petri saat akhir perlakuan.
2. Persentase selisih berat basah kalus dihitung dengan persamaan : S(o/t) = BA / BO *100
Keterangan: S(o/t) : persentase selisih berat basah kalus pada media kontrol atau
perlakuan; BA : selisih berat basah kalus per cawan Petri saat awal perlakuan; BO : selisih berat basah kalus per cawan Petri pada akhir perlakuan.
3. Penurunan jumlah kalus hidup dihitung dengan persamaan : PX = (Xo - Xt) / Xo *100
Keterangan: PX : persentase penurunan jumlah kalus hidup; Xo : persentase
jumlah kalus hidup pada media kontrol; Xt : persentase jumlah kalus hidup pada
media perlakuan
4. Penurunan selisih berat basah kalus dihitung dengan persamaan : PS = (So - St) / So *100
Keterangan: PS : persentase penurunan selisih berat basah kalus; So : persentase
selisih berat basah kalus pada kontrol; St
Analisis Data
: persentase selisih berat basah kalus pada perlakuan
Analisis statistika digunakan untuk menduga metode modifikasi kultur patogen yang optimal, waktu panen agen seleksi yang optimal, konsentrasi subletal agen seleksi serta jumlah siklus seleksi dan peubah biokimia terkait ketahanan kalus terseleksi. Hasil penelitian diolah dengan analisis ragam (ANOVA), apabila hasil analisis nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (α=5%). Penentuan konsentrasi letal melalui analisis regresi linear sederhana. Semua hasil dianalisis dengan program SAS 9.0. Bagan alur percobaan ditampilkan pada Gambar 11.
33 .
Gambar 11 Alur kerja optimasi teknik seleksi in vitro kultur kalus kelapa sawit untuk ketahanan terhadap G. boninense
Ya
Modifikasi kultur patogen (Patogen langsung / Kultur filtrat)
Modifikasi kultur patogen optimal
Konsentrasi letal agen seleksi
Konsentrasi letal agen seleksi
Konsentrasi subletal (50%,60%,70%,80%,90%
dari konsentrasi letal)
Model matematis rasio hidup kalus jika Y = 0; X = konsentrasi letal
Penghambatan tumbuh kalus 75% ≤x>100% Penghambatan tumbuh kalus 75% ≤x>100% Siklus seleksi I Siklus seleksi II
Siklus seleksi III
Siklus seleksi IV Kultur kelapa sawit : Kalus embriogenik remah
Isolat G. boninense paling virulen (G3-11-U5)
Waktu isolasi agen seleksi optimal
Waktu isolasi agen seleksi yang optimal
Evaluasi kalus terseleksi dan kalus kontrol
1. Jumlah siklus seleksi optimal 2. Konsentrasi subletal
3. Tunas hasil seleksi in vitro
Penghambatan tubuh kalus 75% ≤ x > 100%
(dua peubah)
Peubah ketahanan kalus terseleksi Aktivitas enzim tertinggi
PAL, POD, Kitinase Tidak
Tidak
Tidak
Ya
34
Hasil dan Pembahasan
Penentuan Metode Modifikasi Kultur G. boninense Secara In vitro
Metode manipulasi menggunakan patogen secara langsung dengan metode dual layer tanpa mematikan patogen (PH) menunjukkan kematian 100% populasi kalus (Tabel 6). Selanjutnya, metode yang menggunakan kultur filtrat patogen dengan cara sterilisasi filtrasi menghasilkan pengurangan jumlah kalus hidup 94% yang tidak berbeda nyata dengan metode dual layer tanpa mematikan patogen. Hal tersebut mengindikasikan penggunaan metode PH bersifat letal terhadap kalus embriogenik.
Semua kalus perlakuan menunjukkan pencoklatan pada pengamatan 2 bulan setelah inokulasi agen seleksi (Gambar 12). Hal tersebut mengindikasikan telah terjadi cekaman pada kalus yang mendorong kematian jaringan sel. Perlakuan PH menunjukkan semua kalus tidak mampu tumbuh oleh karena tertutupi oleh massa miselium G. boninense, sedangkan perlakuan PM kalus masih hidup. Perlakuan FF menunjukkan kalus yang hidup lebih sedikit daripada perlakuan PM dan FA. Selanjutnya, pada kontrol hampir semua kalus hidup.
Metode dual layer dengan koloni hidup menunjukkan penghambatan pencokelatan saat awal infeksi. Hal ini mungkin disebabkan oleh senyawa tertentu (efektor) yang disekresikan koloni pada awal infeksi sehingga respon oksidasi brust inang dihambat. Akan tetapi, saat interaksi koloni G. boninense dengan kalus mencapai lebih dari 3 minggu gejala pencokelatan mulai terlihat. Hal tersebut menunjukkan ciri cendawan nekrotropik
Metode PH sebenarnya sama dengan cara seleksi menggunakan patogen secara langsung seperti uji ketahanan suatu genotipe di lapang. Bedanya ketahanan tanaman saat infeksi isolat dilapang dipengaruhi lebih besar faktor lingkungan sedangkan metode PH lingkunganlebih terkontrol. Penguasaan lingkungan tumbuh oleh koloni diduga menyebabkan kematian kalus lebih tinggi daripada PM. Metode PH menunjukkan kecenderungan dominasi kultur patogen lebih besar daripada yang mampu diterima kalus. Fase keseimbang inang-patogen sering gagal dan sukar mendapatkan regim cekaman yang homogen.
Tabel 6 Pengaruh metode modifikasi kultur patogen terhadap penurunan jumlah kalus hidup dan berat basah kalus
Perlakuan Jumlah kalus hidup Berat basah kalus
Metode dual layer Penurunan (%)a
Tanpa mematikan patogen (PH) 1.00a 0.96a Dengan mematikan patogen (PM) 0.90bc 0.57b Metode kultur filtrat dengan strerilisasi
Membran filtrasi (FF) 0.94ab 0.86a Autoklaf (FA) 0.84c 0.85a
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan)
35
Koloni miselium yang dimatikan dengan autoklaf diasumsikan mengakibatkan lisis sel sehingga isi sel koloni G. boninense tersekresi pada media