• Tidak ada hasil yang ditemukan

LOKASI PENELITIAN

4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.3. Bentuk Pertukaran Sosial di Pedesaan Subang 1 Gantangan di Subang Utara

5.3.2. Gantangan di Subang Tengah a Talitihan

Gantangan di Subang Tengah (Desa Pasirmuncang, Kec. Cikaum) baru berkembang dan meluas sekitar tahun 1999. Tahun– tahun sebelumnya sudah ada sistem pencatatan tetapi tidak semuanya. Masih ada warga yang menyumbang murni (memberikan beras < 5 liter) dengan tanpa kewajiban untuk mengembalikannya dalam jumlah yang sama. Baru sejak krisis moneter melanda Indonesia, sumbangan murni tersebut mulai hilang dan digantikan dengan sistem pencatatan (minimal sumbangan/simpanan 5 liter) dengan kewajiban untuk mengembalikan dalam jumlah yang sama.

Sistem pencatatan simpanan dan pembayaran gantangan tersebut diadopsi oleh warga Pasirmuncang dari desa-desa tetangga, seperti desa Belendung, Waladin, dan Pasirbungur (Kec. Purwadadi). Adopsi sistem pencatatan ini berlangsung melalui hubungan-hubungan sosial yang terbangun antara warga desa dengan penduduk atau keluarga di desa sekitarnya itu. Ketika warga desa Pasirmuncang mendapat undangan hajatan dari desa lain, mereka melihat dan berpikir bahwasanya hajatan seperti pernikahan dan khitanan ternyata bisa dijadikan lahan usaha, atau minimal tidak perlu rugi. Akhirnya, sistem

24

M asyarakat lokal m enyebut hajat an dengan panggung, sebagai asosiasi t erhadap hiburan yang diselenggarakan.

pencatatan dan hutang piutang gantangan ini pun mereka terapkan sampai sekarang.

Desa Pasirmuncang ini, sebagaimana desa Jayamukti di Blanakan (Subang Utara), juga termasuk dalam kategori desa tertinggal atau miskin. Penyebab utama kemiskinan di desa ini disebabkan karena sebagain besar wilayah dan lahan yang mereka tempati merupakan lahan perkebunan tebu yang dikelola oleh PT. Pabrik Gula Rajawali II. Sebelum kehadiran pabrik gula dan hamparan tebu pada tahun 1982 (kontrak selama 20 tahun, saat ini kontrak sudah diperpanjang sampai dengan tahun 2022), wilayah tersebut merupakan perkebunan karet yang luas. Alhasil, mayoritas penduduk di desa Pasirmuncang ini berprofesi sebagai buruh tani di perkebunan tebu tersebut. Mereka tidak mampu berkembang karena memang potensi alamnya terbatas dan dibatasi oleh kehadiran perkebunan tebu tersebut.

Meskipun demikian, kemiskinan tidak lantas menyurutkan minat mereka terhadap Gantangan. Bagi mereka, saling menyimpan dan membayar beras atau uang ketika warga memiliki hajat adalah cukup meringankan beban bagi tuan rumah. Besar simpanan gantangan di desa Pasirmuncang ini minimum adalah 5 liter beras (1/2 gantang) dan uang Rp. 10.000,- untuk perempuan, sedangkan laki-laki memberikan

amplop (kondangan) minimum Rp. 15.000 s.d. Rp. 25.000,-. Meskipun

hasilnya kecil – jika dibandingkan desa-desa lain yang berbasis tanaman padi – tetapi cukup lumayan untuk menutupi kebutuhan saat itu. Minimal mereka tidak rugi ketika melangsungkan hajatan.

Gambar 32. Pola Talitihan di Subang Tengah sama dengan pola Telitian Subang Utara

Selain sistem gantangan yang sudah umum, tiga hari sebelum hari H hajatan, biasanya saudara dan tetangga dekat (ibu-ibu) akan datang kepada bapak hajat untuk menyimpan berbagai bumbu dapur, sayur-mayur dan kebutuhan dapur lainnya. Simpanan ini disebut dengan Talitihan. Berbagai bahan makanan dan bumbu dapur seperti garam, minuman dalam kemasan, gula, penyedap rasa, minyak goreng, opak dan lain sebagainya itu juga akan dicatat oleh bapak hajat di dalam buku gantangan (dengan halaman dan kolom tersendiri). Pada saat nanti si penyimpan melakukan hajatan, maka bapak hajat berkewajiban membayar kembali simpanan tersebut dalam bentuk yang sama. Demikian pula dengan mereka yang membantu memasak (nyangu) di dapur, hampir tidak ada lagi yang sukarela, semuanya mengharapkan diupah, baik dengan uang maupun beras.

b. Rombol

Jika di Desa Jayamukti, Blanakan, terdapat golongan, maka di desa Pasirmuncang, Cikaum terdapat rombol. Mirip dengan golongan, rombol ini dikelola oleh seorang ketua rombol (panitia), dengan jumlah anggota dan sumbangan tertentu yang telah disepakati bersama (disatandarkan). Sebagai contoh, di Dusun Awilarangan, desa

r + m

B C

A

r + m r + m

Pasirmuncang, rombol ini dikelola dan diketuai oleh ibu Warsih. Menurut penuturan bu Warsih, kelompok rombol ini ia dirikan tahun 2005 bersama kelompok ibu-ibu yang sering bertemu dalam arisan, pengajian maupun kegiatan dusun lainnya. Awal berdiri, anggota rombol ini berjumlah 21 orang ibu-ibu dengan jumlah simpanan minimal beras 5 liter (1/2 gantang) dan uang Rp. 20.000,-. Simpanan ini sedikit lebih besar daripada simpanan gantangan (tahun tersebut rata-rata Rp. 10.000,-).

Salah satu hal yang melatarbelakangi lahirnya rombol ini adalah kebutuhan ekonomi yang semakin banyak. Jika hanya mengandalkan gantangan sebagai dana tambahan/cadangan keluarga, para ibu-ibu itu merasa tidak cukup. Diperlukan sistem yang sama tetapi lebih fleksibel dalam penarikannya. Misalnya, tidak perlu harus menunggu hajatan pernikahan atau khitanan, melainkan ketika mereka butuh untuk membangun rumah, merehab rumah, atau membangun WC, mereka bisa menarik simpanan rombol tersebut. Meskipun, sebagian besar rombol ini pada akhirnya tetap ditarik ketika ada anggotanya yang hajat, untuk menghindari panitia bekerja dua kali (sekalian menyebar undangan hajatan, sekaligus menarik rombolan).

Perbedaan sistem rombol dengan gantangan biasa adalah jejaringnya. Sistem rombol yang dijalankan bu Warsih ini contohnya, ia tidak hanya mengelola rombolan di satu dusunnya, melainkan juga menghubungkan kelompok di dusunnya itu dengan dusun lainnya, yaitu dusun Waladin (Kec. Purwadadi) yang berjarak sekitar 4 km dari dusunnya. Hubungan pertukaran dua kelompok rombol ini terjadi karena ketua rombolnya saling bersaudara (ketua rombol dusun Waladin/ibu manih kadira, adalah sepupu ketua rombol dusun Awilarangan/ibu warsih). Dengan demikian, anggota rombol di

masing-masing dusun saling menyimpan dan membayar dengan difasilitasi oleh ketua rombol masing-masing.

Dusun/Desa X Dusun/Desa Y

Gambar 33. Pola Rombol dalam Pertukaran Sosial Gantangan

Tugas seorang panitia seperti bu Warsih ini sangat sentral dalam kelangsungan kelompok Rombol. Sebab, seorang panitia adalah orang yang paling sibuk ketika ada anggotanya yang ingin menarik simpanannya. Tugas dan kewenangan panitia rombol, antara lain :

1. Menyebarkan undangan kepada seluruh anggota (bagi-bagi sabun)

2. Menarik dan mencatat simpanan setiap anggota

3. Menagih kepada anggota yang tidak datang/belum membayar

4. Jika yang ditagih belum ada uang/beras, panitia biasanya yang menalangi lebih dulu sampai yang ditagih memiliki uang

5. Mengantarkan pamulang/berkat dari bapak hajat kepada anggota

lainnya.

6. Mendapatkan “uang sabun” dari bapak hajat, biasanya jika

terkumpul hasil rombol Rp. 700.000 – Rp. 1.000.000, bu warsih mendapat Rp. 30.000, jika yang terkumpul lebih kecil, < Rp. 500.000, bu warsih biasanya hanya mendapat Rp. 15.000. di luar “uang sabun”, terkadang bapak hajat ada yang memberi “uang bensin/ojek” Rp. 20.000-Rp.40.000.

Menurut Bu Warsih, menjadi panitia rombol atau hajatan itu

“sudah capek, dapetnya sedikit”. Tetapi ia anggap hal itu sebagai

Panitia Rombol Panitia Rombol Bapak Hajat Bapak Hajat

kewajiban sosial yang harus dijalankan, karena ia telah terlanjur dipercaya oleh anggota lainnya. Di mata ketua Rombol seperti bu Warsih, ke depan ia berharap gantangan/undangan umum itu berhenti saja (rugi, banyak modal keluar, untung sedikit), sedangkan Rombol kalau bisa diperbanyak jumlah anggotanya biar hasil dan manfaat yang diperoleh juga lebih banyak. Nyatanya, dari anggota awal yang berjumlah 21 orang, kini (2012) anggota rombol sudah bertambah menjadi 39 orang di dusun Awilarangan dan sekitar 60 orang di dusun Waladin (sebagai jaringan pertukaran).

Sumber : diolah dari catatan rombol Gambar 34. Hasil Rombol

Warga yang menjadi anggota kelompok rombol, selain mendapatkan simpanan rombol juga mendapat simpanan dari gantangan biasa warga lainnya. Bedanya, hasil dari rombol ini meskipun terlihat kecil, tetapi relatif utuh dan tidak menghabiskan modal yang besar. Misalnya, bapak hajat hanya memberikan jamuan makan kepada panitia rombol yang datang menyerahkan hasil rombolan dari anggota di kelompoknya. Sementara itu, para penyimpan dari kelompok rombol lain tidak wajib untuk datang di hajatan, hanya cukup menyerahkan/menitipkan simpanan beras dan uangnya kepada ketua panitia rombol. Meskipun demikian, beberapa

tuan rumah/bapak hajat seringkali menitipkan pula nyambungan/pulangan (berkat/bingkisan) kepada ketua rombol untuk diberikan kepada anggota yang telah ikut menyimpan.

5.3.3. Gantangan di Subang Selatan