• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya dan Tone

Dalam dokumen BAB II ANALISIS DATA (Halaman 83-93)

Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Campuran dari berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang pendek, kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya. Pada cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo ini mengunakan gaya bahasa mudah dipahami oleh pembaca, meskipun di dalamnya terdapat perumpamaan, namun dalam batas yang sederhana dan tidak terlalu sulit untuk dimengerti.

Pengarang cerbung Mburu Pusaka juga menggambarkan segala sesuatu hal dengan detail dan jelas. Misalnya bentuk fisik, watak, karakter, penampilan, makanan kesukaan atau favorit serta hobi. Selain itu pengarang juga mendeskripsikan pemandangan dan keaadaan alam sekitar dengan sangat rinci,

sehingga membuat pembaca seakan ikut merasakan dan berada pada tempat yang dijelaskan. Hal seperti perumpamaan yang menggambarkan karakter tokoh terdapat dalam kutipan cerbung Mburu Pusaka sebagai berikut :

Gunar Sudigdo gumun, ing jaman saiki prayata isih ana bocah enom sing perwira, wani ngakoni lupute. Awit akeh-akehe yen nganti ana kacilakan kaya mangkono banjur bingung nggoleki sapa sing salah banjur njaluk ganti rugi... (JB. No 08 Epsd. 03)

Terjemahan

Gunar Sudigdo heran, di jaman sekarang ternyata masih ada anak muda yang masih muda yang kuat. Berani mengakui kesalahannya. Mulai dari banyak-banyaknya jika ada kecelakaan seperti itu tadi pasti bingung mencari siapa yang salah lalu meminta ganti rugi... (JB. No 08 Epsd. 03)

Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan perumpamaan pada karakter seorang tokoh. Perumpamaan yang lainnya yang dibuat oleh pengarang dalam cerbung Mburu Pusaka adalah yang menggambarkan sebuah bentuk fisik.

Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut ini :

Niki Nurcahya, sopir kula. Nur, iki bapa Dirga Swandaru, Pak Gunar Sudigdo aweh keterangan. Dirga Swandaru umure seket lima taun. Pawakane gagah, gedhe dhuwur, ghodeg lan jenggot ngrenggani payuryane kang nggantheng.

Dirga Swandaru ora duwe bojo... (JB. No 07 Epsd. 02) Terjemaham

Ini Nurcahya, sopir saya. Nur, ini bapak Dirga Swandaru, Pak Gunar Sudigdo yang memberikan keterangan. Dirga Swandaru yang berumur lima puluh lima tahun serta memiliki bentuk badan yang gagah, besar dan tinggi, memiliki rambut tipis yang menghubungkan rambut dengan jenggot dan berjenggot yang menggambarkan dari wajahnya yang memiliki bentuk wajah tampan. Dirga Swandaru juga tidak mempunyai istri... (JB. No 07 Epsd. 02)

Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan sebuah perumpamaan bentuk fisik tokoh Dirga Swandaru yang gagah dan berumur lima puluh lima tahun serta tidak mempunyai seorang istri. Perumpamaan yang lain misalnya penampilan, di dalam cerbung Mburu Pusaka ini pengarang menampilkan sebuah tokoh yang digambarkan memiliki penampilan yang selalu memakai jas, dikarenakan seorang derektur dari sebuah perusahaan. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini:

Pak, menika leres Griya Wening, tembunge Nurcahya alus lan sopan marang juragane . wong iku, Gunar Sudigdo wonge cendhek lemu genah awit sandhang panggone bergas, setelan jas biru dhongker, hem njero biru maya-maya, dhasine uga biru, pas banget karo werna setelan jas sing dienggo. Metu saka tumpakane banjur nganggo kacamata ireng, pamrihe ngurangi sulap saka srengenge ing awan kang panas kuwi .... (JB. No 06 Epsd. 01)

Terjemahan

Pak, apakah benar disitu tempat rumah wening, kata Nurcahya yang halus dan sopan kepada majikannya. Orang itu, Gunar Sudigdo orangnya pendek gemuk benar dari pakaiannya yang mapan, berpakaian dengan memakai jas warna biru tua, kemeja yang menggunakan biru muda serta dasinya memakai warna biru juga cocok sekali dengan menggunakan pasangan jas yang dipakai. Keluar dari mobilnya lalu menggunakan klacamata hitam baiknya mengurangi silaunya dari sinar matahari di awan yang panas itu... (JB. No 06 Epsd. 01)

Berdasarkan kutipan di atas pengarang menggambarkan bahwa tokoh Gunar Sudigdo seorang yang mempunyai pangkat, karena penampilannya saat itu.

Perumpamaan lain ada sebuah penggambaran makanan, hal tersebut ditunjukan pengarang pada kutipan berikut ini :

Sega pecel lawuh peyek lan tahu bacem kelakon ngiseni wetenge wong loro kuwi. Disurung ngganggo wedang teh anget, njalari awak dadi krasa kemepyar seger. Sawise sarapan, bos lan sopir kuwi neruske laku, bali mulih menyang Yogya... (JB. No 15 Epsd. 10)

Terjemahan

Nasi pecel dengan lauk peyek dan tahu bacem tersampaian untuk mengisi perutnya dua orang itu. Didorong menggunakan minuman teh hangat, menyebabkan badan menjadi kerasa segar. Sesudah sarapan, majikan dan sopir iktu melajutkan perjalanan pulang ke Yogya... (JB. No 15 Epsd. 10)

Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan perumpamaan yang sebuah makanan. Diceritakan oleh pengarang dalam cerbung Mburu Pusaka. Gambaran perumpamaan yang terakhir adalah penggambaran suatu tempat dimana dalam cerita tersebut pembaca dapat ikut merasakan itu. Hal itu terdapat dalam kutian berikut ini:

Mlebu warung tendha lesehan banjur pesen bubur kacang ijo rong porsi.

Kanoman loro manggon ing pojok kidul wetan. Saka papan kuwi bisa nyawang sawah kang ambane ngilak-ilak, tandurane ijo royo-royo, kasorot srengenge sore mimbuhi endahe sesawangan. Angin sumilir alon, nyenggol tanduran satemah padha obah-obah kaya jejogedan. .... (JB. No 21 Epsd. 16)

Terjemahan

Masuk warung bertenda lesehan lalu pesan bubur kacang hijau dua porsi. Dua anak muda itu duduk di pojok selatan ke timur. Dari tempat itu bisa melihat hamparan luasnya sawah. Tananamannya hijau semerbak, tersorot sinar matahari yang di hiasi oleh indahnya pemandangannya. Anginnya hilir pelan, menyentuh tanaman yang pada bergerak-gerak seperti menari-nari... (JB. No 21 Epsd. 16)

Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita.

Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantic, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi atau penuh perasaan (Stanton, 2012: 61-63).Satu elemen yang amat dengan gaya merupakan tone. Tone yang ditampilkan dapat berwujud baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagaikan mimpi atau penuh perasaan. Tone yang ditampilakan dalam cerbung Mburu Pusaka ini lebih cenderung kesenyap, karena latar waktu yangdigambarkan oleh pengarang

lebih cenderung malam hari yang akan berganti ke dini hari, maka suasanya digambarkan dalam menggambarakan tone lebih cenderung kesenyap. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini:

Wengi mrambat alon-alon. Kewan-kewan wengi wiwit padha gumregah ngiseni uripe kanthi kewajibane dhewe-dhewe. Sanadyan ora dingerteni kanthi cetha, satemene makhluk-makhluk kuwi uga mbudidaya tetep urip ing donya.

Swarane maneka warna mimbuhi regeng swasana wengi. Swarane alam wengi kang tidhem beda karo swarane alam rina kang hera-heru.

Kang duwe jagad pancen wis nemtokake kalamun wanci bengi tumrap saperangan makhluk minangka wektu kanggo ngaso. Ngleremke kabeh anasir dhiri pribadine kanthi nglolos kabeh pikiran, wusana bisa katrem ing alam tilem kang setemene kebak katentreman. Nanging uga ana makhluk kang cinipta kanggo ngrenggani wengi. Kuwi kabeh nuduhake kalamun panguwasane Gusti pancen tanpa wangenan... (JB. No 10 Epsd. 05)

Keprungu ayam alas kluruk, nuduhke wanci wis ngancik parak esuk. Kewan-kewan lan makhluk sing saba wengi wiwit bali menyang papane, diganteni makhluk kang saba wayah awan, wis wancine ganti paraga ing drama panguripan... (JB. No 14 Epsd. 09)

Terjemahan

Malam berjalan pelan-pelan. Hewan-hewan malam memulai saling semangat mengisi hidup dengan kewajibannya sendiri-sendiri. Walaupun tidak dimengerti denngan jelas, sebenarnya makluk-makluk itu juga membudidayakan tetap hidup di dunia. Suara beraneka warna menghiasi sumua keadaan malam, suara alam malam yang senyap beda dengan suara alam di huru-hara.

Yang mempunyai alam semesta memang menentukan waktu malam yang sekelompok makhluk untuk waktu istirahat. Menenangkan semua apa yang ada pada pribadinya dengan menenangkan semua pikiran, semua bisa tenang di alam tidur yang sebenarnya penuh ketenangan. Namunjuga ada makhluk yang diciptakan untuk menghargai malam. Itu semua menandakan bahwa penguasanya Tuhan memang tanpa dibatasi... (JB. No 10 Epsd. 05)

Terdengar ayam hutan berkoko, menandakan waktu sudah masuk pagi.

Hewan-hewan dan makhluk yang keluar malam mulai kembali ke tempat asalnya, digantikan dengan makhluk yang keluar waktu siang, sudah waktunya ganti paraga di drama kehidupan... (JB. No 14 Epsd. 09)

Berdasarkan kutipan di atas menerangkan bawasanya, sebuah ungkapan pengarang untuk menggambarkan keadaan emosional pada waktu itu di dalam

suatu cerita. Tone berikutnya yang nampak adalah penuh perasaan. Hal tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut :

Kadhangkala Nurcahya uga diajak mangan ing restoran gedhe nanging ditolak kanthi alus. Awit Nurcahya kuwi vegetarian ora mangan daging apa wae, kalebu endhog lan susu. Nanging kuwi dudu harga mati, yen anane pangannan mung sarwa daging, kapeksa ya dipangan, tinimbang keluwen...

(JB. No 15 Epsd. 10)

Dyah Pamesthi banjur mbukak leptop nulis kabeh pangrasane. Gambaran endah tansah gumawang ing pikirane. Gambaran endah sing durung nate tuwuh. Gambaran endah kuwi nembe tuwuh sawise tepung karo Nurcahya, sopire bapake Dyah Pamesthi... (JB. No 17 Epsd. 12)

Sangsaya cedhak katon sangsaya cetha kalamun Tyas Widuri duwe daya tarik mirungan, praupane kang kaya-kaya tansah direnggani esem tipis aweh pratandhaa kalamun kenya kuwi duwe weteng jejeg, ora gampang miyur. Ing suwalike kaendahan kabeh kuwi nyimpen kaendahan liya saka njero pribadine... (JB. No 20 Epsd. 15)

Terjemahan

Kadangkala Nurcahya juga diajak makan di restoran besar namun menolaknya dengan halus. Mulai Nurcahya itu vegetarian tidak makan daging apa saja, masuk telur dan susu. Namun itu bukan harga mati jika ada makanan itu berupa danging terpaksa ya dimakan daripada kelaparan... (JB. No 15 Epsd.

10)

Dyah Pamesthi lalu membuka leptop menulis semua perasaannya Gambaran indah yang selalu menghiasi dipikirannya. Gambaran indah yang belum pernah dirasakan. Gambaran indah itu baru dirasakan setelah kenal dengan Nurcahya sopirnya bapaknya Dyah Pamesthi... (JB. No 17 Epsd. 12)

Semakin dekat semakin terlihat jelas jika Tyas Winduri mempunyai daya tarik yang lebih, wajahnya yang seperti dihargai dengan senyuman untuk menandakan jika wanita itu mempunyai perut yang langsing, tidak mudah gendut. Di sebaliknya keindahan semua itu menyimpan keindahan lainya dari dalam pribadinya... (JB. No 20 Epsd. 15)

Kutipan-kutipan di atas menunjukan bahwa pengarang selalu menyesuaikan tone dengan setiap situasi dan keadaan yang sedang dialami tokohnya.

4. Simbolisme

Simbolisme merupakan cara menyampaikan gagasan dan emosi agar tampak nyata namun kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan oleh karena itu ditampilkan dengan mengunakan simbol. Simbol yang berwujud detail-detail konkret dan faktual serta memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pemikiran pembaca. Simbolisme bisa berupa ketidakacuhan alam terhadap penderitaan manusia, fisik, gerakan, warna, suara, keharuman (parfum) yang terkait dengan kepribadian tokoh, ambisi semu, kewajiban manusia (tuntutan ekonomi), romantisme muda dan lain-lainnya.

Simbolisme dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo terdapat dalam kutipan sebagai berikut ini :

Nurcahya uga nyritakke keterangane polisi Jarmadi, kalamun sedyane Dirga Swandaru ora amung ngeruk dhuwite Gunar Sudigdo lumantaran mburu pusaka, nanging uga nate mbudidaya bakal nyulik Dyah Pramesti lan Gunar Sudigdo bakal dijaluki dhuwit tebusan. Kuwi kedadean nalika Dyah Pramesti nembe ajar nyopir karo Nurcahya. Untung wae bab kuwi bisa diwurungke dening Nurcahya awit penculik cacah telu ora kuwagang ngadhepi Nurcahya..... (JB. No 28 Epsd. 23) Terjemahan

Nurcahya juga menceritakan keterangan polisi Jarmadi, kalau sebenarnya Dirga Swandaru itu tidak hanya mendapatkan uang Gunar Sudigdo karena mencari pusaka, namun juga karena sudah merencanakan akan menculik Dyah Pamesthi dan Gunar Sudigdo dimintai uang untuk menebusnya. Itu merupakan kejadian ketika Dyah Pamesthi nembe ajar nyopir karo Nurcahya. Untung saja hal tersebut dapat digagalkan oleh Nurcahya karena tiga penculiknya kewalahan menghadapi Nurcahya... (JB. No 28 Epsd. 23)

Berdasarkan kutipan di atas kata ngeruk dhuwite yang berarti mendapatkan uang. Pengarang menggambarkan tokoh Dirga Swandaru yang ingin mendapatkan uang dari Gunar Sudigdo. Simbolisme yang digambarkan oleh pengarang Al Aris Purnomo dalam cerbung Mburu Pusaka adalah Ayu lencir yang berarti cdan Gundhulmu yang terdapat dalam kutipan sebagai berikut :

Ana bocah wadon mlayu saka tingkat ndhuwur. Bocah wadon ayu lencir kuwi banjur nggandheng tangane Gunar Sudigdo. (JB. No 09 Epsd.04)

Kowe wis dibayar, Mus? Aku rung dibayar.... Gundhulmu kuwi! Genah sing nampa bayaran kowe....! wong loro ngguyu bareng maneh. (JB. No 26 Epsd.

21)

Terjemahan

Ada anak perempuan lari dari ruangan atas. Anak perempuan cantik dan tinggi itu lalu mengandeng tangan Gunar Sudigdo. (JB. No 09 Epsd.04)

Kamu sudah dibayar, Mus? Saya belum dibayar.... Kepalamu itu! Bukannya yang menerima bayaran itu kamu...! dua orang itu tertawa bersama lagi. (JB.

No 26 Epsd. 21)

Berdasarkan kutipan di atas pengarang menggambarkan sesuatu yang bertubuh tinggi dengan kata lencir serta pada kata gundhulmu merupakan kata yang menunjukan bahwa tokoh yang ditanya tidak terima atas pernyataan dari tokoh yang bertanya sebelumnya. Oleh sebab itu, pengarang menggambarkan sebuah emosi yang digambarkan dalam kata tersebut.

5. Ironi

Ironi merupakan cara menunjukan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat ditemukan dalam hampir setiap semua cerita. Apabila dimanfaatkan dengan benar, ironi dapat memperkaya cerita menjadi semakin menarik dengan menghadirkan efek-efek tertentu, humor, memperdalam karakter, merekatkan struktur alur dan menguatkan tema. Ironi dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo ini adalah hal tidak terduga

saat setelah menemukan pasangan keris milik Gunar Sudigdo. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini :

Keris cilik loro kuwi wiwit obah-obah. Geser dhewe padha nyedhak siji lan sijine, wusanane gathuk ing tengah meja cendhek sing dikupengi Gunar Sudigdo, Nurcahya lan Dirga Swandaru.... Gunar Sudigdo isih durung bisa kumecap. Priya cendhek lemu kuwi isih gumun marang kedadean kang nembe diweruhi kanthi mripate dhewe kuwi. Nurcahya pikirane seser, nyoba ngonceki kabeh kang dumadi iku nganggo nalare minangka wong kang urip ing jaman moderen sing adoh saka bab-bab klenik lan daya magis....(JB. No 15 Epsd. 10) Terjemahan

Dua keris kecil itu sudah mulai bergerak-gerak. Bergeser sendiri mendekat satu-sama lain, yang ternyata menyatu di tengah meja pendrk yang dikelilingi Gunar Sudigdo, Nurcahya lan Dirga Swandaru... Gunar Sudigdo masih belum bisa berbicara. Pria pendek gemuk itu masih heran dengan kejadian yang baru dilihatnya dengan mata kepala sendiri. Nurcahya berpikir keras mencoba membuka apa yang terjadi mengunakan nalar karena orang yang hidup itu di jaman modern yang jauh dari hal-hal aneh ilmu perdukunan dan daya ghaib...

(JB. No 15 Epsd. 10)

Berdasarkan kutipan di atas Ironi yang dibuat oleh pengarang, hal yang tidak terduga terjadi ketika keris itu di pasangkan ternyata menimbulkan hal aneh yang terjadi, serta membuat Gunar Sudigdo dan Nurcahya merasa heran akan hal tersebut. Ironi yang selanjutnya dalam cerbung Mburu Pusaka ini yang terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

Patung cacah loro kuwi enggal diseleh ing meja kanthi diturokake. Dirga Swandaru merem, tangane loro pisan nempel ing pupu kiwa lan pupu kiwa tengen. Gunar Sudigdo lan Nurcahya kaget nalika ana ganda wangi nyegrok irung. Mbarengi ganda kuwi, patung kang maune turu dumadakan bisa ngadeg dhewe lan kathi alon-alon geser nyedhak, adhep-adhepan. Edan!

Mengkono batine Nurcahya. Elok! Mangkono batine Gunar Sudigdo... (JB.

No 24 Epsd. 19) Terjemahan

Patung yang berjumlah dua itu lalu diletakkan di meja dan ditidurkan, Dirga Swandaru memejamkan mata, tangannya dua yang pertama menempel di kaki kiri dan satunya di kaki kanan. Gunar Sudigdo lan Nurcahya kaget saat ada bau wangi sekali dalam hidung. Saat itu juga waktu wanginya, patung yang tadinya tidur lalu tiba-tiba bisa berdiri sendiri dan pelan-pelan menggeser mendekat,

hadap-berhadapan. Edan! Begitu batinya Nucahya. Elok! Begitu batinnya Gunar Sudigdo... (JB. No 24 Epsd. 19)

Berdasarkan kutipan di atas menerangkan bahwa ironi yang dibuat oleh pengarang adalah saat patung milik Gunar Sudigdo membuat keanehan yang sulit diterima oleh logika dan nalar manusia.

a. Keterkaitan Antarunsur.

Unsur struktural yang terdapat dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo menunjukan adanya hubungan yang erat dan saling mengkait antara unsur satu dengan lainnya. Unsur struktural dalam novel ini meliputi fakta-fata cerita yang meliputi karakter, latar atau setting dan alur, tema dan sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, gaya, tone, simbolisme dan ironi yang dirangkai menjadi kesatuan yang utuh sehingga mampu membentuk makna secara keseluruhan cerita. Ditinjau dari fakta-fakta cerita yang meliputi karakter, latar atau setting dan alur, ketiga unsur ini memiliki hubungan yang erat dan saling kait mengkait membentuk satu kesatuan yang utuh dan indah.

Tema akan mempengaruhi karakter, latar serta alur cerita yang akan disampaikan oleh pengarang. Tema dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomoadalah tentang sosial, karena yang diangkat dalam cerita masih berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Serta kondisi psikologis tokoh utama dalam menghadapi konflik yang ada dalam cerita. Oleh sebab itu, maka tokoh utama Nurcahya yang berperan untuk membantu majikannya Gunar Sudigdo dari kejahatan yang dilakukan oleh Dirga Swandaru dapat dilakukan. Dari situ aspek kejiwaan psikologis muncul karena guncangan batin yang tampilkan dari jalannya

cerita serta sikap emosi dari tokoh utama dalam menyikapi masalah yang ada dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo.

Ditinjau dari sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, gaya, tone, simbolisme dan ironi adalah kekhasan seorang pengarang dalam menyampaikan gagasannya sehingga menjadi sebuah cerita yang dapat dinikmati oleh pembacanya. Pengarang menyesuaikan tone dengan keadaan dan suasana yang sedang dialami oleh pembacanya. Pengarang menyesuaikan tone dengan keadaan dan suasana yang sedang dialami oleh setiap tokohnya. Misalnya dalam situasi emosi pengarang menggunakan tone tenang, namun pada situasi sepi tone yang digunakan seyap begitu saat tegang tone yang digunakan juga berbeda.

Adanya sarana-sarana sastra dapat memberikan keindahan serta warna tersendiri dalam sebuah cerita, dengan demikian secara keseluruhan unsur struktural dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo mempunyai hubungan yang sangat erat sehingga dapat membentuk suatu nilai estetik dalam sebuah karya sastra. Nilai estetik dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo dapat terlihat dari keseluruhan unsur struktural yaitu berupa tema, penokohan, setting, alur dan sarana-sarana sastra yang berupa judul, sudut pandang, gaya, tone, simbolisme dan ironi yang terdapat dalam cerbung.

B. Analisis Psikologis dan Regulasi Emosi Tokoh Nurcahya dalam

Dalam dokumen BAB II ANALISIS DATA (Halaman 83-93)

Dokumen terkait