Gejala penyakit karat dominan tampak pada daun tanaman jagung dibanding dengan bagian tanaman lainnya. Pada tanaman dewasa yaitu daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda yang berwarna kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk yang berwarna kuning kecoklatan, serbuk ini kemudian menjadi bermacam-macam bentuk (Burhanuddin, 2009). Tipe infeksi di
lapangan adalah mulai menginfeksi pada daun tengah ke bagian daun yang terletak pada bagian atas. Infeksi ditandai dengan adanya pustul kecil berwarna merah kecoklatan yang menyebar dibagian sebelah bawah daun dan atas.
Pustul memperbanyak diri dan dapat menginfeksi keseluruh bagian tanaman.
Pada serangan yang berat pustul karat menginfeksi batang (Pakki, 2016).
Lesio awal terjadi pada daun berukuran kecil dan berbentuk bulat hingga lonjong, biasanya diikuti lingkaran berwarna hijau muda hingga kuning. Lesio berkembang menjadi berwarna orange muda hingga merah keemasan, bentuk bulat hingga oval (0,2–2 mm), muncul pustul pada permukaan daun. Pustul karat yang terbentuk banyak terdapat di permukaan daun bagian atas, dan sedikit berada di permukaan daun bawah. Saat pustul pecah, spora jatuh ke permukaan daun dan masuk ke dalam epidermis. Masa spora yang jatuh ini mengalami siklus penyakit yang kedua, hingga menimbulkan karat kembali.
Banyaknya spora yang terbentuk menyebabkan permukaan bagian atas daun menjadi kasar. Pada tingkat serangan berat daun menjadi kering. Pada tanaman dewasa, pustul berubah warna menjadi coklat kehitaman hingga hitam dan menghasilkan teliospora. Dalam kondisi sakit, daun menjadi klorotik dan matang sebelum waktunya. Lesio dapat berkembang pada batang, kulit ari, dan jaringan daun (Kloppers et al., 2009).
Gambar 5. Gejala penyakit karat oleh Puccini polysora pada daun dan batang jagung (Ziems-Jackson et al., 2014)
Gejala karat oleh Puccinia polysora pada umumnya sama dengan karat oleh Puccinia sorghi. Perbedaannya, pustul P. polysora lebih kecil, berwarna terang (orange muda) dan lebih bulat dan terdapat pada permukaan daun atas sedangkan pustul P. sorghi terdapat pada permukaan daun atas dan bawah.
Uredia dari P. polysora berbentuk bulat dan berwarna coklat emas terang, dan
menyebar ke seluruh permukaan daun (Gambar 5), sedangkan uredia P. sorghi berbentuk bulat lonjong berwarna coklat dan terdapat pada bagian tertentu (CIMMYT, 2004). Penyakit karat oleh P. polysora memiliki kenampakan pustul berwarna orange, bulat hingga lonjong dan lebih kecil dibandingkan dengan pustul oleh P. sorghi. Saat pustul telah menutup permukaan daun, pembentukan pustul baru terjadi di jaringan daun lain, batang dan telinga daun. Daun yang terserang karat akan berwarna kuning, kering, dan mati. Rusaknya daun menyebabkan kematian tanaman di awal, dan hal ini mengakibatkan kehilangan hasil panen (Hagan, 2013)
Gambar 6. Serangan P. polysora pada lahan jagung (Hagan, 2013)
Secara fisiologis, tanaman jagung yang terinfeksi karat mengalami penurunan klorofil dan hormon, penurunan laju fotosintesis dan peningkatan laju respirasi yang diikuti oleh meningkatnya enzim oksidase, sedangkan secara morfologi sebagian tanaman menjadi kerdil, daun mengering. Infeksi karat juga menyebabkan penurunan jumlah hasil biji (Pakki, 2016). Jamur patogen penyebab penyakit karat merupakan parasit yang menyerap nutrisi tanaman untuk pertumbuhan. Pustul karat juga merusak jaringan epidermis, sehingga mengganggu pengaturan penguapan air melalui stomata. Akibatnya beberapa penyakit karat dapat mengurangi efisiensi penggunaan air sehingga tanaman menjadi tertekan. Dampak ini juga berkontribusi terhadap perkembangan penyakit busuk batang (Wise, 2010).
2.6 Patogen Penyebab Penyakit Karat Jagung (Puccinia polysora) 2.6.1. Karakteristik dan Siklus Hidup P. polysora
P.polysora termasuk ke dalam parasit obligat yang menyerang tanaman jagung pada fase pertumbuhan generatif hingga masa panen terutama pada
bagian daun tanaman (Sumartini, 1992), dan apabila tingkat serangan berat maka serangan mencapai seludang daun dan tongkol, hal ini biasanya terjadi pada varietas jagung yang rentan. P. polysora diklasifikasikan ke dalam kingdom Fungi, phylum Basidiomycota, subdivisi Pucciniomycotina, kelas Urediniomycetes, ordo Uredinales, famili Pucciniaceae, genus Puccinia, spesies Puccinia polysora (Hiratsuka et al., 1982). Jamur ini mempunyai urediospora berwarna kekuningan sampai keemasan, berbentuk elips, berukuran 20-29 x 29-40 µm (Gambar 7). Tebal dinding spora 1-1,5 µm dengan 4-5 lubang ekuator.
Teliospora berwarna coklat, halus, elips, kedua ujungnya membulat, ukuran 18-27 x 29-41 µm, mudah lepas, dua sel, timbul pada tangkai pendek ukuran 10-30 µm. Aeciospora belum diketahui (Wakman et al., 2007).
Pada P. polysora, teliospora jarang ditemukan dan tidak diketahui perkecambahannya. Urediospora berfungsi sebagai inokulum primer dan sekunder. Penyebarannya melalui angin. Belum diketahui inang lainnya. Hanya stadia uredia dan telia yang diketahui. P. polysora dan P. zeae cocok pada suhu tinggi (27oC) dengan kelembaban tinggi. Perbedaan ras masing-masing spesies telah diketahui dari reaksi beberapa varietas jagung. P. polysora tidak berkembang pada ketinggian tempat di atas 1200 mdpl. Ketinggian kurang dari 900 mdpl cocok bagi perkembangan penyakit karat (Wakman et al., 2007).
.
Gambar 7. Morfologi P. polysora secara mikroskopis; A uredenia dan telia, B dan C urediospora, D teliospora (Crouch et al., 2011)
Jamur karat memiliki siklus hidup yang kompleks, dimana terdapat lima bentuk spora sesuai perkembangan fasenya yaitu 1) Pycniospora, yang membentuk badan buah Pycnium pada fase perkembangan 0; 2) Aeciospora, yang membentuk badan buah Aecium pada fase perkembangan I; 3) Urediospora, yang membentuk badan buah Uredium pada fase perkembangan II;
4) Teliospora, yang membentuk badan buah Telium pada fase perkembangan III;
5) Basidiospora, yang membentuk badan buah Metabasidium pada fase perkembangan IV (Voegele, 2009). P. polysora tidak memiliki inang alternatif (CIMMYT, 2004), sehingga jamur ini disebut autoecious.
Siklus P. polysora dianggap sama dengan U. fabae yang hanya memiliki satu inang. Setelah musim dingin, teliospora diploid (2n) berkecambah pada musim semi menjadi metabasidium yang terdiri dari 4 basidiospora haploid (n).
Terjadi perkawinan antara basidiospora (-) dengan (+). Pycniospora haploid berubah menjadi bentuk Pycnia saat perkawinan yang terjadi di atas permukaan daun. Setelah spermatisasi, aeciospora dikariotik (n+n) terbentuk dalam aecia di bawah permukaan daun. Infeksi dari aeciospora menghasilkan uredia yang membentuk urediospora dikariotik (n+n). Saat akhir musim panas, urediospora berdiferensiasi menjadi telia yang membentuk teliospora. Siklus hidup selesai dan bisa terulang ke tahap berikutnya (Voegele, 2009).
2.6.2 Ekologi P. polysora
Hampir semua jenis jamur karat memiliki biologi yang kompleks, yaitu dengan banyak fase spora dan membutuhkan lebih dari satu inang untuk menyempurnakan siklus hidupnya. Jamur karat membutuhkan periode yang pendek untuk melakukan infeksi saat daun dalam kondisi yang lembab atau basah (Wise, 2010). Penyebaran penyakit karat dipengaruhi oleh terbentuknya urediospora. Jamur ini tidak dapat bertahan hidup pada jaringan mati karena tidak dapat hidup sebagai saprofit. Berkembang sangat baik pada suhu 27-28oC dan kelembaban udara yang tinggi serta jenis varietas atau tanaman tertentu (Burhanuddin, 2009). Kelembaban udara yang tinggi juga dapat meningkatkan serangan penyakit karat. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi dan infeksinya berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau.
Jamur karat membutuhkan waktu enam jam atau lebih saat kelembaban
>95% untuk perkecambahan spora dan infeksi. P. polysora berkembang pada suhu 77-82oF dan P. sorghi berkembang pada 61-77oF. Urediospora terbentuk di dalam pustul akibat terjadinya infeksi kedua. Pustul karat oleh P. sorghi dilaporkan mencapai 5.000 spora (Jackson-Ziems et al., 2014). Jaringan muda tanaman lebih mudah terinfeksi dan tanaman membutuhkan waktu lebih lama dalam proses penyembuhan.
Penyakit karat disebarkan oleh urediospora dengan bantuan angin, percikan air hujan ataupun serangga. Urediospora tidak dapat bertahan lama
pada sisa-sisa tanaman sakit, terutama pada kondisi yang panas. Oleh karena itu, diduga jamur karat bertahan dari satu musim ke musim berikutnya (Saleh, 2010). Jamur karat umumnya merupakan heteroecious dan membutuhkan sejumlah telia atau uredinia (biasanya gandum) dan inang alternatif (pycnia atau aecia) untuk menyelesaikan siklus hidup secara penuh (Bolton et al., 2008).
Jamur karat menghasilkan basidiospora dan urediospora. Basidiospora dapat pindah ke tempat lain melalui udara, air hujan, dan serangga.
Basidiospora yang jatuh pada permukaan daun akan berkecambah dan melakukan penetrasi pada sel epidermis. Kemudian miselium tumbuh melalui interseluler. Selama 3–4 hari miselium berkembang menjadi spermagonium yang merusak epidermis, dan membuka jaringan permukaan tanaman (Agrios, 2005). Jamur karat termasuk parasit obligat yang membentuk haustoria untuk melakukan penetrasi terhadap sel inang.
Mekanisme infeksi jamur karat dimulai dari menempelnya spora (urediospora atau basidiospora) di permukaan jaringan tanaman dan membentuk tabung kecambah. Terbentuk appresorium yang kemudian masuk ke dalam jaringan tanaman. Vesikel terbentuk secara interseluler dan menyebar ke jaringan tanaman. Terbentuk sel haustorial mother yang berdekatan dengan sel mesofil. Haustoria terbentuk setelah penetrasi dengan dinding sel tanaman.
Haustoria berkembang di dalam jaringan tanaman dan menginfeksi sel (Voegele et al., 2009).
P. polysora merupakan patogen tular udara yang dapat tersebar ke lokasi lahan jagung di wilayah berbeda. Penelitian di Thailand menunjukkan bahwa urediospora mampu berpindah antar wilayah dalam satu provinsi. Perbedaan lokasi menunjukkan kandungan genetik yang tidak sama dari populasi jamur karat. Urediospora yang diproduksi secara berulang terdistribusi dan menginfeksi tanaman jagung lain. Jika klon tersebut memiliki kemampuan berkembang yang tinggi, maka seluruh pasangan alel dapat membentuk populasi di lokasi baru (Janruang, 2013).