• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geomorfologi dan Bentuk Lahan

Dalam dokumen PENERAPAN TEKNIK PEROLEHAN DATA TUTUPAN (Halaman 50-58)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

3.4 Geomorfologi dan Bentuk Lahan

Berdasarkan Peta Bentuk lahan DAS Tinalah, secara umum, terdapat tiga proses geomorfologi yang membentuk konfigurasi bentuk lahan di daerah penelitian, yaitu proses struktural, denudasional dan fluvial. Proses struktural berupa pengangkatan (uplifting) dan penenggelaman (subsidence) yang terjadi pada masa Miosen hingga Pleistosen yang kemudian menyebabkan terbentuknya jalur patahan di beberapa tempat. Pengangkatan Kubah Progo menyebabkan Plato Jonggrangan reliefnya naik yang kemudian terdenudasi dan tersolusi kuat, sehingga sebagian besar material gampingan kini menghilang dan digantikan material dibawahnya (material volkanik tua). Sisa – sisa dari Plato Jonggrangan di daerah penelitian masih dapat ditemui di daerah hilir berupa perbukitan struktural gamping dengan tingkat pengikisan yang bervariasi. Perbukitan ini merupakan sisa dari Plato Jonggrangan di daerah penelitian yang terdenudasi sehingga morfologinya berubah menjadi perbukitan.

Proses denudasional merupakan proses dominan dan yang paling berpengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan kondisi bentuk lahan di daerah penelitian. Hal ini tidak lepas pula dari pengaruh iklim yang relatif basah dengan fluktuasi curah hujan dan temperatur yang tinggi, sehingga pelapukan, terutama pelapukan mekanis terjadi secara intensif. Material lapukan kemudian terdeposisi melalui mekanisme erosi dan longsoran ke daerah bawah. Proses erosi terjadi secara intensif yang dicirikan dengan kenampakan – kenampakan erosi berat seperti alur dan parit yang lebar dan dalam hingga mencapai batuan dasar. Dikarenakan bekerja pada satuan litologi yang relatif seragam (batuan andesit tua), hasil proses denudasi di daerah penelitian juga relatif seragam membentuk susunan morfoaransemen perbukitan, lereng, lembah, walaupun tingkat pengikisannya bervariasi pada setiap satuan bentuk lahan. Satuan – satuan bentuk lahan ini diklasifikasikan sebagai perbukitan dan lereng denudasional dengan tingkat pengikisan bervariasi.

Proses fluvial terjadi di daerah lembah antar perbukitan dimana disini terjadi akumulasi limpasan permukaan membentuk jaringan Sungai Tinalah. Proses fluvial yang terjadi berupa pengangkutan dan pengendapan material hasil proses denudasi di sepanjang aliran Sungai Tinalah dan membentuk dataran aluvial sungai di hilir. Di beberapa bagian DAS, material aluvium ini bercampur dengan material koluvium dari perbukitan diatasnya membentuk dataran fluvio-koluvial. Secara lebih rinci, bentuk lahan yang terdapat di DAS Tinalah dapat dilihat pada Tabel 3.7 dan Gambar 3.4.

Tabel 3.7

Distribusi Bentuk Lahan di Daerah Penelitian

Nama Bentuk Lahan Luas (Ha)

Dataran Aluvial Endapan Vulkanik Merapi Muda 0,4 Dataran Aluvial Sungai Tinalah 2,3

Dataran Fluvio-Koluvial 2,9

Kompleks Perbukitan Denudasional Breksi Andesit Napal Tuf Terkikis Sedang 35,7 Kompleks Perbukitan Denudasional Breksi Andesit, Napal Tuf, Gamping

Terkikis Kuat 53,7

Kompleks Perbukitan Denudasional Formasi van Bemmelen Terkikis Sedang 27

Lembah Antar Perbukitan 35,5

Lembah Sungai Tinalah 4,6

Lereng Atas Perbukitan Denudasional Andesit, Breksi Andesit Terkikis Kuat 16,4 Lereng Bawah Pegunungan Denudasional Formasi van Bemmelen Terkikis Kuat 11,8

Lereng Kaki Koluvial 46,8

Lereng Kaki Koluvial Gamping Koral 0,4 Lereng Kaki Koluvial Gamping Tersisip 7,4 Lereng Landai Igir Denudasional Breksi Andesit Terkikis Lemah 24 Lereng Landai Perbukitan Denudasional Breksi Andesit, Gamping Koral Terkikis

Ringan 7

Lereng Tengah Pegunungan Denudasional Formasi van Bemmelen Terkikis Kuat 48,3 Lereng Terjal Igir Denudasional Breksi Andesit Terkikis Kuat 29,1 Perbukitan Denudasional Breksi Andesit Terkikis Kuat 30,5 Perbukitan Struktural Gamping Koral Terkikis Ringan 18,3 Perbukitan Struktural Gamping Koral Terkikis Sedang 7,7 Sumber: Peta Bentuk Lahan DAS Tinalah

3.5 Hidrologi

Kondisi iklim, geologi dan geomorfologi sangat menentukan kondisi hidrologi suatu DAS, baik air permukaan maupun air tanah. Kondisi iklim daerah penelitian termasuk dalam kategori agak basah menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson. Hujan yang tersedia relatif cukup untuk mengalirkan sungai sepanjang tahun. Oleh karena itu Sungai Tinalah termasuk dalam kategori sungai perenial. Jenis pola aliran sungai di DAS Tinalah termasuk dalam tipe dentritik dengan distribusi cabang sungai yang relatif rapat. Terbentuknya pola aliran sungai dentritik di daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh struktur geologi dan litologi Pegunungan Progo Barat yang didominasi batuan breksi andesit. Pola aliran sungai yang rapat dengan beberapa anak sungai masih berupa parit alam yang

lebar dan dalam hingga mengikis batuan induk mengindikasikan bahwa proses erosi telah berlangsung intensif dalam jangka waktu yang lama.

Litologi yang bersifat masif berupa andesit dan gamping merupakan penyebab langkanya air tanah di daerah penelitian, terutama di daerah perbukitan. Dua jenis batuan di atas tidak mampu menyimpan air dalam jumlah besar. Terlebih perbukitan yang ada mempunyai kemiringan lereng yang relatif terjal, sehingga sebagian besar material hasil rombakan dan pelapukan langsung tererosi dan terendapkan di lereng kaki dan dataran aluvial. Dua hal diatas yang menyebabkan aquifer tidak dapat berkembang dengan baik di daerah perbukitan. Walaupun demikian, pada area dengan solum tanah yang cukup tebal, aquifer lokal dan dangkal dapat terbentuk. Lapisan ini biasanya langsung mengalami kontak dengan batuan induk yang dicirikan dengan munculnya mata air dan rembesan. Aquifer di daerah penelitian terbentuk di daerah bentuk lahan lereng kaki koluvial dan dataran aluvial yang merupakan tempat akumulasi dan pengendapan material hasil proses fluvial dan denudasional.

3.6 Tanah

Pembentukan tanah di DAS Tinalah dikontrol oleh faktor – faktor pembentukan tanah, terutama oleh iklim, topografi, batuan dan waktu. Kombinasi ketiga faktor tersebut mempengaruhi jenis tanah yang terbentuk di daerah penelitian. Bahan induk tanah di DAS Tinalah berasal dari tiga formasi batuan, yaitu Andesit Tua, Jonggrangan dan Nanggulan. Pada setiap bahan induk yang berasal dari formasi berbeda, jenis tanah yang terbentuk juga berbeda. Kondisi iklim yang fluktuatif mempercepat proses pelapukan batuan, sehingga pembentukan bahan induk tanah berlangsung cepat. Namun demikian, curah hujan yang tinggi juga membawa konsekuensi tingkat erosi dan longsoran yang tinggi sehingga sebagian besar material biasanya langsung tererosi dan terakumulasi di lereng bawah. Oleh karena itu, tanah di daerah perbukitan dan lereng atas biasanya mempunyai ciri - ciri solum tanah yang tipis. Kondisi iklim di daerah penelitian kondisinya relatif sama (sedang hingga agak basah), sehingga praktis proses pembentukan tanah di daerah penelitian ditentukan oleh topografi

dan batuan sebagai sumber bahan induk tanah. Tanah yang terbentuk pada batuan yang sama namun kondisi reliefnya berbeda, tanah yang terbentuk dan perkembangannya juga berbeda.

Berdasarkan Peta Tanah DAS Tinalah pada Gambar 3.4, ordo tanah yang berkembang di daerah penelitian adalah ordo Entisol, Inceptisol dan Alfisol. Berikut ini diuraikan karakteristik setiap ordo.

1. Entisol

Ordo Entisol merupakan tanah yang paling mendominasi di daerah penelitian. Entisol merupakan ordo tanah belum berkembang. Ciri khas dari ordo ini yang juga ditemui pada tanah di daerah penelitian adalah horison-horisonnya belum terdiferensiasi secara jelas. Tanah Entisol di daerah penelitian berkembang terutama di bentuk lahan perbukitan dengan kemiringan lereng relatif terjal, oleh karena itu kepekaannya terhadap erosi juga relatif tinggi. Solum tanahnya pada umumnya tipis. Hal ini dikarenakan material hasil lapukan yang merupakan bahan induk tanah kebanyakan langsung tererosi sebelum mengalami pedogenesis. Karena belum menunjukkan kecenderungan perkembangan ke ordo lain, Tanah Entisol di daerah penelitian diklasifikasikan ke dalam subordo Orthents. Rejim kelembabannya termasuk dalam kategori tropis, sehingga termasuk dalam group Troporthents. Pada area yang solum tanahnya tipis akibat sering tererosi, Alfisol yang terbentuk diklasifikasikan lebih detil ke dalam subgroup Lithic.

2. Inceptisol

Inceptisol merupakan ordo tanah yang baru berkembang yang dicirikan dengan diferensiasi antar horison yang mulai tampak. Subordo Inceptisol yang berkembang di daerah penelitian adalah eutropepts karena mempunyai karakteristik rejim tropis dengan kejenuhan basa yang tinggi. Ciri lainnya adalah kedalaman tanahnya tipis (di bawah 30 cm) sehingga termasuk dalam subgroup lithic dan sebagian lainnya mempunyai sifat yang khas sehingga termasuk dalam subgroup typic. Di lapangan, tanah ini berkembang di bentuk lahan lereng kaki perbukitan dengan kemiringan lereng 8 sampai 20%. Bahan induknya sebagian besar berasal dari material koluvium dari perbukitan di atasnya. Tingkat kesuburannya secara umum lebih baik daripada Entisol dengan kepekaan erosi yang lebih rendah.

3. Alfisol

Alfisol merupakan tanah yang sedang berkembang. Salah satu penciri dari ordo ini adalah adanya horison argilik yang merupakan hasil proses iluviasi. Subordo Alfisol yang berkembang di daerah penelitian adalah udalfs karena memiliki rejim kelembaban udik. Ciri lain dari sifat Tanah Alfisol di DAS Tinalah adalah horison argilik yang ada perkembangannya belum maksimal yang dicirikan dengan tidak jelasnya perbedaan antara horison argilik dan non argilik, sehingga dimasukkan dalam group Hapludalfs. Pada umumnya, ciri khas group Hapludalfs hampir semua ditemui di Tanah Alfisol di daerah penelitian. Adanya sifat ini memungkinkan tanah Alfisol di daerah penelitian dapat diklasifikasi secara lebih rinci ke dalam subgroup Typic Hapludalfs. Tanah Alfisol di daerah penelitian berkembang di bentuk lahan lereng perbukitan dengan batuan dasar breksi andesit dan gamping. Tekstur tanahnya didominasi lempung dengan kedalaman tanah antara 50 hingga 100 cm. Sebagian dari Alfisol ini terdapat secara asosiasi dan kompleks baik dengan ordo Entisol maupun Inceptisol, terutama pada bentuk lahan dengan kemiringan lereng bervariasi.

Dalam dokumen PENERAPAN TEKNIK PEROLEHAN DATA TUTUPAN (Halaman 50-58)

Dokumen terkait