• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pengumpulan Data

Dalam dokumen PENERAPAN TEKNIK PEROLEHAN DATA TUTUPAN (Halaman 32-38)

METODE PENELITIAN

2.1 Pengunpulan Data

2.1.5 Metode Pengumpulan Data

A. Orthorektifikasi dan Koreksi Radiometrik Citra

Citra penginderaan jauh mengandung berbagai distorsi radiometrik dan geometrik. Agar dapat digunakan sebagai sumber data spasial yang akurat, distorsi ini harus dihilangkan. Penelitian ini menggunakan citra SPOT 5 HRG1 Level 1A. Berdasarkan SPOT technical guide (2006), citra level 1A merupakan citra yang sudah terkoreksi radiometrik sistem, namun belum terkoreksi geometrik. Karena baru terkoreksi radiometrik sistem, distorsi radiometrik yang disebabkan pengaruh hamburan atmosfer dan perawanan masih belum tereduksi. Oleh karena itu, distorsi radiometrik dan geometrik citra harus dikoreksi terlebih dulu sebelum digunakan sebagai sumber informasi tematik.

Menurut Danoedoro (1996), terdapat tiga metode sederhana untuk mengkoreksi distorsi radiometrik citra penginderaan jauh, yaitu:

1. Penyesuaian histogram, 2. Penyesuaian regresi, 3. Kalibrasi bayangan,

Metode penyesuaian histogram dan penyesuaian regresi tidak dapat diaplikasikan pada citra SPOT yang digunakan untuk penelitian. Hal ini dikarenakan kedua metode tersebut memerlukan informasi nilai spektral dari obyek air jernih dan dalam untuk menentukan nilai bias dan offset, sedangkan citra yang digunakan tidak meliput obyek air jernih dan dalam. Sebagai alternatifnya, metode kalibrasi bayangan yang digunakan. Selain itu, metode kalibrasi bayangan juga memiliki kelebihan dibanding metode penyesuaian histogram dan regresi karena dapat mengkompensasi hamburan atmosfer yang tidak homogen pada seluruh liputan citra, sehingga nilai offset yang diperoleh lebih mewakili.

Metode kalibrasi bayangan menggunakan informasi nilai spektral dari obyek yang tertutup awan dan tidak tertutup awan (obyeknya sama). Dari pembandingan nilai spektral obyek yang tertutup awan dan tidak tertutup awan akan diketahui nilai bias akibat hamburan atmosfer dari setiap saluran. Mengingat gangguan atmosfer tidak homogen di semua tempat, maka pembacaan nilai spektral piksel dilakukan beberapa kali secara menyebar di seluruh liputan citra. Penentuan nilai bias rata-rata ditentukan dengan menggunakan analisis regresi antara nilai spektral obyek yang tertutup awan dan tidak tertutup awan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

(1 )

Eitλ = A xEisλ λ+Dλ − Aλ

(2)

Eitλ = nilai piksel obyek tertutup awan Eisλ = nilai piksel obyek tidak tertutup awan Dλ = Nilai bias

(Danoedoro, 1996) Nilai baru hasil koreksi ditentukan berdasarkan rumus berikut:

DNi =DNoDλ

(3)

DNi = nilai piksel sesudah dikoreksi DNo = nilai piksel sebelum dikoreksi

Koreksi geometrik citra dapat dilakukan dengan menggunakan transformasi dua dimensi maupun tiga dimensi (Petrie, 2006). Transformasi tiga dimensi disebut juga orthorektifikasi. Pemilihan teknik orthorektifikasi untuk mengkoreksi distorsi geometrik citra didasarkan pada pertimbangan akurasi yang lebih baik dan ketersediaan data pendukung. Transformasi dua dimensi persamaan polinomial tidak dipilih karena transformasi ini tidak dapat mengkompensasi variasi ketinggian medan yang dapat menyebabkan pergeseran bayangan atau relief displacement (Harintaka, 2003). Orthorektifikasi dilakukan menggunakan DEM sebagai sumber data elevasi dan informasi orientasi internal dan eksternal sensor dalam bentuk koefisien RPC (Rational Polynomial Coefficient). DEM diperoleh dari data kontur peta RBI yang diinterpolasi linier. Informasi koefisien RPC diperoleh dari header citra.

B. Pembuatan Peta Unit Penggunaan Lahan Sebagai Satuan Pemetaan

Jenis vegetasi yang berbeda mempunyai kondisi penutupan yang berbeda. Selain itu, vegetasi dengan kondisi tutupan yang sama namun jenisnya berbeda, pengaruhnya terhadap erosi juga berbeda. Oleh karena itu, analisis kondisi tutupan kanopi dengan menggunakan data NDVI harus dilakukan secara terpisah pada setiap jenis vegetasi. Hal ini dikarenakan NDVI tidak dapat membedakan jenis vegetasi karena NDVI berkaitan dengan karakteristik internal vegetasi, bukan pada jenis vegetasinya. Skala dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1:50.000. Skala tersebut terlalu kecil untuk pemetaan vegetasi hingga tingkat jenis. Oleh karena itu unit penggunaan lahan digunakan sebagai alternatif satuan pemetaan untuk membedakan jenis vegetasi. Asumsi yang digunakan adalah di dalam satu unit penggunaan lahan, jenis dan karakteristik vegetasinya relatif homogen.

Pembuatan Peta penggunaan lahan skala 1:50.000 diturunkan dari citra SPOT-5. Teknik yang digunakan adalah interpretasi visual dengan mendasarkan pada kunci interpretasi citra. Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan mengikuti klasifikasi penggunaan lahan menurut BAKOSURTANAL dalam Rahardjo (1990). Skema klasifikasi dapat dilihat pada lampiran 4.

Citra SPOT-5 yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua citra, yaitu citra multispektral (XS) dengan resolusi spasial 10 meter dan citra Pankromatik (PAN) dengan resolusi spasial 2,5 meter. Citra multispektral dengan resolusi spasial 10 meter sering kali dianggap kurang detil untuk memperoleh informasi penggunaan lahan pada skala 1: 50.000 (Richards dan Jia, 2006), oleh karena itu informasi dari citra pankromatik perlu ditambahkan untuk mencapai standar kerincian informasi untuk pemetaan penggunaan lahan menurut BAKOSURTANAL. Untuk itu, citra multispektral dan pankromatik digabungkan dengan menggunakan teknik pan-sharpening. Algoritma pan-sharpening yang dipilih digunakan adalah transformasi IHS (Intensity Hue Saturation). Pemilihan algoritma ini didasarkan pertimbangan algoritma IHS dapat memberikan hasil citra dengan kontras yang baik dan layak untuk interpretasi visual.

C. Transformasi NDVI

Citra NDVI diturunkan dari saluran XS2 (tampak merah) dan XS3 (inframerah dekat) dari citra SPOT-5. Penurunannya dilakukan menggunakan rumus transformasi berikut:

SPOT NDVI = (5)

XS2 = SPOT XS saluran 2 (merah)

XS3 = SPOT XS saluran 3 (inframerah dekat)

Nilai NDVI hasil kalkulasi berkisar antara -1 hingga +1. Nilai di sekitar 0 hingga -1 mengindikasikan obyek bukan vegetasi, sedangkan nilai positif rendah hingga +1 menunjukkan obyek vegetasi dengan berbagai variasi tutupan kanopi.

D Estimasi Tutupan Kanopi di Lapangan

Menurut Korhonen et al, (2006), penentuan tutupan kanopi di lapangan melalui pengukuran langsung dapat dilakukan menggunakan alat pengukur (Densiometer, Cajanus Tube), Fotografi (Hemisferikal dan standar) dan estimasi oskular. Teknik pengambilan sampelnya dapat secara plot (point sampling) maupun transek (line intercept sampling). Karena konsep tutupan kanopi yang

)

2

3

(

)

2

3

(

XS

XS

XS

XS

+

digunakan dalam penelitian ini adalah tutupan kanopi efektif, maka teknik yang dapat digunakan adalah fotografi standar dengan sudut pandang (angle of view) kamera kecil atau estimasi oskular. Dalam penelitian ini metode estimasi tutupan kanopi yang digunakan adalah estimasi oskular dengan menggunakan USDA FIA Canopy Cover Estimation Chart pada Gambar 2.1.

.

Gambar 2.1.

USDA FIA Canopy Cover Estimation Chart (Jennings et al., 1999 dalam Korhonen et al., 2006)

Pengukuran dilakukan mengikuti prosedur yang dilakukan Korhonen et al, (2006). Pengukuran dilakukan pada plot sampel berukuran 40 x 40 meter. Lima pengamatan diambil pada setiap plot, meliputi satu pengamatan di tengah plot dan empat yang lain di arah barat laut, tenggara, timur laut dan barat daya pusat plot dengan jarak kurang lebih 15 meter . Representasi plot dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Plot Pengukuran

E. Pengukuran Tingkat Erosi di Lapangan

Menurut Linden (1980), penentuan tingkat erosi di lapangan dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian ini, penentuan tingkat erosi dilakukan secara kualitatif berdasarkan kenampakan erosi di lapangan. Bentuk – bentuk erosi yang dapat dijadikan indikator tingkat erosi antara lain kenampakan erosi alur, parit, pedestal, singkapan akar tanaman, armour layer dan tree mound (Stocking, dan Murnaghan, 2001). Tingkat erosi secara kualitatif ditentukan menggunakan kriteria tingkat erosi menurut Morgan (1995) sebagai berikut: 40 m 15 m 1 2 3 4 5

Tabel 2.1 Indikator Tingkat Erosi di Lapangan

Kelas Indikator

Sangat ringan Tidak terdapat akar pohon yang nampak di permukaan, tidak ada kenampakan pedestal, tidak terdapat permukaan yang keras

Ringan Akar pohon terlihat di atas permukaan tanah, terdapat kenampakan pedestal dan gundukan tanah yang terlindungi vegetasi (tree mound) dengan kedalaman 1-10 mm, terdapat sedikit permukaan kasar (armour layer)

Sedang Akar pohon yang kelihatan, pedestal dan gundukan tanah dengan ketinggian 1-5 cm, terdapat permukaan yang mengeras.

Berat Akar pohon yang nampak, pedestal dan gundukan tanah berkedalaman 5-10 cm, kenampakan material kasar (armour layer) yang renggang, terdapat erosi alur dengan kedalaman kurang dari 8 cm.

Sangat Berat Terdapat erosi parit, terdapat erosi alur dengan kedalaman lebih dari 8 cm

Sumber: Analisis, 2008 berdasarkan Morgan, 1995

Dalam dokumen PENERAPAN TEKNIK PEROLEHAN DATA TUTUPAN (Halaman 32-38)

Dokumen terkait