• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA

A. Gerakan Awal

Perkembangan organisasi-organisasi perempuan secara garis besarnya menggambarkan suatu gerakan yang pada mulanya bercorak feminis. Maka, terpengaruh oleh cita-cita persatuan, pada pertengahan tahun 1920 gerakan perempuan telah menjelma menjadi pergerakan nasional Indonesia dan demikian merupakan suatu pelengkap daripada pergerakan politik “kaum laki-laki”. Pergerakan perempuan terdiri dari banyak aliran, hal ini tak dapat dihindarkan dalam masyarakat seperti Indonesia yang beraneka ragam coraknya. Demikian maka terdapat kelompok-kelompok dari agama Islam (Aisyah), perkumpulan perempuan yang tidak berorientasi kepada agama (Wanita Oetomo) dan dari gerakan sosial seperti perempuan Marhaen dan perempuan Ningrat.

Fase pertama, pergerakan perempuan dimulai pada permulaan abad XX oleh cita-cita R.A. Kartini, maka pergerakan itu bercita-cita emansipasi perempuan, terutama kearah perbaikan pendidikan dan pengajaran. Emansipasi gerakan perempuan di Indonesia pertama melalui surat-surat Kartini, di mana Kartini menuntut pendidikan bagi kaum perempuan. Tekanan orientasinya pada tingkat kecerdasan individu. Suatu kenyataan bahwa pendidikan seakan-akan hak istimewa laki-laki saja.20 Perjuangan Kartini saat itu didukung oleh sejumlah nilai-nilai dan serangkaian norma hidup dalam masyarakat di mana menempatkan

20

S.C. Utami Munandar (ed). 1985. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia Suatu Tinjauan Psikologis. UI Press. Jakarta. hal. 17.

perempuan sebagai masyarakat nomor dua. Kartini memandang bahwa pendidikan bagi kaum perempuan sebagai salah satu syarat penting untuk memajukan rakyatnya.21 Kartini menjadi simbol gerakan perempuan Indonesia dan selalu menyuarakan gagasan-gagasan nasionalisme.

Emansipasi dirasakan perlu oleh perempuan yang merasa dirinya dalam situasi ketergantungan dan tertekan. Sasaran yang lebih jauh adalah mengangkat martabat kaum perempuan sehingga sejajar dengan martabat golongan umat manusia lainnya seperti kaum laki-laki. Isu pendidikan dan persamaan hak merupakan perjuangan kaum perempuan pada saat itu. Hal ini didukung oleh semangat juang yang tinggi, sehingga tumbuhlah perkumpulan perempuan.

fase kedua, ialah ketika perkumpulan perempuan berhasil menarik kaum perempuan kegelanggang pergerakan rakyat. Perkembangaan kearah politik terutama setelah perempuan ikut didalam pergerakan SI, PKI, PNI. Semenjak itu organisasi perempuan ikut berkecimpung di dalam pergerakan nasional dan yang terpenting adalah perempuan mulai berbicara di dalam rapat-rapat politik serta tumbuhnya kesadaran dalam diri kaum perempuan untuk membantu kaum laki-laki dalam perjuangan mereka kearah perbaikan nasib nusa dan bangsa.22

Perjuangan perempuan juga tidak terlepas dari masalah struktur sosial dan budaya yang mereka hadapi. Feodalisme yang sangat kental mendorong kaum perempuan untuk terus melakukan perubahan dalam masyarakat. Dominasi kaum

21

RA.Kartini. 1963. Habis Gelap Terbitlah Terang. Balai Pustaka. Jakarta. hal. 20-21.

22

. 1985. Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi; Kumpulan Pengalaman dan Pemikiran.buku V. Dharma Aksara Pratama. Jakarta. hal. 206.

laki-laki dan kolonial Belanda mendorong kaum perempuan untuk terus berjuang untuk memperoleh kedudukan yang sama dengan laki-laki.

Gerakan perempuan Indonesia, ditandai dengan berdirinya beberapa organisasi, semuanya hanya bergerak pada tingkat daerah. Kegiatan mereka belum terorganisasi dengan baik. Perhatian pokok pada pendidikan kaum perempuan serta memberikan perhatian pada masalah-masalah kemasyarakatan, seperti pelacuran, permaduan, perkawinan anak-anak, serta perdagangan perempuan dan anak-anak.23

Organisasi-organisasi dibangun demi kepentingan kaum perempuan, diantaranya untuk memperjuangkan posisi perempuan di dalam perkawinan; kehidupan keluarga; mempertinggi kecakapan; dan pemahaman kaum ibu sebagai penanggung jawab dan yang menentukan jalannya roda rumah tangga di dalam suatu keluarga. Harapan kaum perempuan diwujudkan dengan membuka lapangan pengajaran, memperbaiki pendidikan, dan mempertinggi keterampilan-keterampilan bagi perempuan.

Meluasnya cita-cita persatuan Indonesia juga turut mempengaruhi pergerakan perempuan. Demikian, pada bulan Desember 1928 di Yogyakarta diselenggarakan Kongres Perempuan yang pertama dihadiri 30 organisasi dari Jawa dan Sumatra, yang menghasilkan kesepakatan untuk dibentuknya sebuah federasi Perempuan Indonesia yang diberi nama Perikatan Perhimpunan Indonesia (PPI), dan menuntut dilakukan perbaikan nasib perempuan. Tiga tuntutan PPI

23

Hikmah Diniah. 2007. Gerwani Bukan PKI. Sebuah Gerakan Feminisme Terbesar di Indonesia. Yogyakarta. hal. 86.

tersebut adalah24 (1) pembentukan suatu badan dana (studyfonds) yang menyediakan beasiswa bagi anak-anak perempuan sehingga dapat meningkatkan kecerdasan dan keterampilan; (2) diselenggarakannya kursus-kursus pembinaan lingkungan yang bersih dan sehat; (3) pelarangan perkawinan anak-anak perempuan di bawah umur.

Sejak kongres tersebut gerakan perempuan Indonesia telah merupakan bagian yang tak terpisahkan dan tidak ingin memisahkan diri dari gerakan nasional yang revolusioner dan umum.25 Sejak itu suka dan duka gerakan kemerdekaan nasional juga menjadi suka dan duka gerakan perempuan Indonesia.

Kongres tersebut merupakan peristiwa sejarah yang penting karena sejak saat itu dimulai kesatuan pergerakan perempuan Indonesia. Ciri utama perjuangannya adalah mewujudkan kerjasama demi persatuan dan kesatuan bagi kaum perempuan, yang berasaskan kebangsaan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pergerakan kebangsaan Indonesia dalam rangka menghadapi penindasan dari bangsa asing untuk menuju cita-cita Indonesia merdeka.26

Pada periode ini perjuangan perempuan lebih bersifat feministis, dalam arti konfrontatif terhadap kaum laki-laki, bukan sekedar untuk menuntut persamaan hak, derajat dan martabatnya. Gerakan feministis merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil menuju sistem

24

Fauzie Ridjal (ed). op.cit. hal. 131. 25

. D.N. Aidit. 1960. Pilihan Tulisan jilid II. Yayasan Pembaruan. Yogyakarta. hal. 558.

26

A. Nunuk P. Murniati. 2004. Getar Gender: Perempuan Indonesia Dalam Perspektif Agama, Budaya dan Keluarga. Buku II. Indonesiatera. Magelang. hal. 122-123.

yang adil bagi perempuan maupun laki-laki.27 Didorong juga oleh sifat kebersamaan dari kesadaran untuk melepaskan diri dari penjajah.

Perjuangan perempuan tidak hanya sebatas keputusan-keputusan, tetapi lebih pada tindakan karya nyata lewat bidang pendidikan. Dalam proses pendidikan para gadis ditanamkan pengertian agar perempuan Indonesia dapat menjadi “ibu bangsa”, dengan tujuan agar dapat menumbuhkan dan menggembangkan generasi yang lebih sadar akan rasa kebangsaannya.

Aksi nyata dalam bidang sosial yakni memperjuangkan supaya Hari Ibu yang jatuh setiap tanggal 22 Desember. Hal ini dikarenakan pada tanggal 22-25 Desember 1928, para perempuan yang bergabung dalam perempuan Indonesia mengadakan kongres.28Aksi lainnya adalah memperjuangkan pensiunan bagi janda dan anaknya; memberi contoh hidup sederhana kepada masyarakat.

Di antara organisasi perempuan saat itu, organisasi Istri Sedar merupakan organisasi perempuan yang nasionalis. Organisasi ini lebih melihat situasi nyata yang dialami oleh kaum perempuan sehari-hari, pada periode ini perdagangan

27

Mansour Fakih. op.cit. hal. 103. 28

Atas dasar peristiwa itu, maka Presiden Soekarno kemudian menetapkan tanggal 22 Desember sebagai peringatan Hari Ibu dengan ketetapan No.316 tanggal 18 Desember 1958. Sejak penetapan itu, setiap tahun seluruh bangsa Indonesia memperingati tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu dengan maksud mengenang dan menghayati api semangat kebangkitan kaum perempuan Indonesia guna mempersatukan tekad, pikiran dan semangat dalam meningkatkan kedudukan, hak dan kewajiban. Kemudian tujuan lain adalah mengenang perjuangan kaum perempuan dalam hal berorganisasi untuk bersama dengan kaum laki-laki bahu membahu mencapai kemerdekaan.

perempuan29 sangat semarak. Sehingga Istri Sedar terpanggil untuk menentang aksi-aksi yang merugikan atau merendahkan derajat kaum perempuan. Dari peristiwa diatas pantas kalau istri Sedar melakukan kampanye menentang perdagangan perempuan. Kampanye yang dicanangkan diikuti oleh aksi-aksi penyelamatan gadis-gadis di kapal.

Dalam kongres yang dilaksanakan oleh Istri Sedar, disepakati dan diserukan agar kaum perempuan Indonesia terjun dalam perjuangan untuk kemerdekaan nasional.30 Pada kongres Juli 1932, organisai Istri Sedar memunculkan ide, kaum perempuan dan laki-laki bersama-sama terjun dalam perjuangan nasional.31

Keinginan untuk memperoleh kemerdekaan, mendorong organisasi perempuan untuk melakukan gerakan politik. Hal ini dapat dilihat dari tuntutan-tuntutan berkaitan dengan hak pilih perempuan yang mulai dimiliki pada tahun 1938, setelah Kongres Perempuan Indonesia (KPI II) diselenggarakan. Pemerintah Belanda akhirnya memberikan hak pilih kepada perempuan Indonesia untuk menjadi anggota Dewan Kota (Volksraad).32 Tuntutannya adalah “Indonesia

29

Menurut Dr. Anantona Gulo dalam Diskusi Dwibulanan Indonesia, Pusat Studi Sejarah Indonesiana Universitas Sanata Dharma, “Perdagangan budak perempuan di Indonesia menduduki peringkat teratas di dalam praktek perdagangan manusia. Perdagangan budak perempuan termasuk sumber penghasilan yang sangat tinggi. Makalah, Tidak diterbitkan.

30

Gerakan Istri Sedar semula, berjalan menuju fase feminisme dan emansipasi (melawan dominasi kolonial dan kapitalisme). Sebagai reaksi dari dominasi pria dan kesewenangan-wenangan itu, lalu timbul perlawanan. Tujuannya tetap sama yaitu untuk kesejahteraan kaum perempuan sendiri.

31

Lihat. Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 201-214. 32

G. A. Ohorella. 1992. Peranan Wanita Indonesia Dalam Masa Pergerakan Nasional. Depdikbud. Jakarta. hal. 23.

Berparlemen” ke arah kemerdekaan bangsa. Tuntutan “Indonesia Berparlemen” selaras juga dengan tuntutan gabungan Politik Indonesia (GAPI).

Pada tahun yang sama, KPI kembali diselenggarakan di Semarang, keputusan yang dicapai dalam kongres adalah menganjurkan kepada anggota

Volksraad supaya pelajaran bahasa Indonesia menjadi pelajaran tetap di sekolah-sekolah. Namun, pada akhir masa pemerintah Belanda, perjuangan perempuan hampir mencapai hasil yang maksimal dan pada tanggal 9 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian perjuangan perempuan terhambat oleh kedatangan Jepang.

Dokumen terkait