• Tidak ada hasil yang ditemukan

GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA 1950-1965 STUDI KASUS GERWANI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA 1950-1965 STUDI KASUS GERWANI SKRIPSI"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA 1950-1965

STUDI KASUS GERWANI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Sejarah

Disusun Oleh : Magdalena Nimat

054314006

JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutiban dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 September 2009 Penulis

(5)

MOTTO

”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna;…aku bermegah atas

kelemahanku, supaya, kuasa Kristus turun menaungi aku.”

(6)

PERSEMBAHAN

Tiada kebahagian yang terindah selain mempersembahkan

Skripsi ini kepada:

Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi (SFS), orang tua,

(7)
(8)

ABSTRAK

GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA STUDI KASUS GERWANI

(1950-1965)

Penelitian ini berjudul “Gerakan Perempuan di Indonesia Periode1950-1965 Studi Kasus Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kembali sejarah pergerakan perempuan sampai pada lahirnya Gerwani. Sebagaimana diketahui, bahwa Gerwani lahir dari rasa tidak puas beberapa orang perempuan yang melihat organisasi perempuan yang ada saat itu tidak berpihak pada perempuan. Pada tahun 1950 ada beraneka ragam organisasi perempuan, baik itu bersifat keagamaan maupun bersifat kedaerahan. Organisasi tersebut dalam prakteknya kurang menyentuh masalah esensial yang dialami oleh kaum perempuan dan hanya berpusat pada masalah pendidikan. Terdorong oleh keadaan tersebut, maka Gerwani lahir dengan misi mengangkat derajat perempuan dan membantu memecahkan masalah kaum perempuan dalam masyarakat. Pada mulanya perjuangan Gerwani dimulai melalui pendidikan dan kursus untuk melatih keterampilan perempuan, sampai pada menyadarkan kaum perempuan untuk sadar politik. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka tulisan ini mencoba melihat latar belakang munculnya Gerakan Perempuan hingga pengaruh perjuangan perempuan didalam kehidupan bermasyarakat. Tulisan ini juga melihat pengaruh gerakan Gerwani bagi masyarakat khususnya kaum perempuan baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Penelitian ini merupakan penulisan sejarah deskriptif-analisitis, sehingga dalam penulisannya digunakan teori dan metodologi sejarah. Untuk itu digunakan pendekatan dengan ilmu-ilmu sosial secara multidimensional. Secara khusus, penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dan merupakan hasil dari studi pustaka. Data-data yang digunakan berasal dari sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari beberapa literatur yaitu berupa buku, majalah, dan bahan-bahan tulisan lainnya.

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Gerwani membawa pengaruh yang sangat besar terhadap kaum perempuan dan masyarakat di Indonesia. Sampai saat ini masih dijumpai kaum perempuan terus berjuang untuk kaumnya dan sudah memperoleh kedudukan yang sama dengan laki-laki. Pada masa itu para perempuan yang mulai sadar dengan keadaan yang terkurung, baik karena budaya dan agama, mulai keluar dan membuka diri serta mau diajak berkembang. Namun tidak hanya Gerwani yang ingin menyadarkan kaum perempuan, ada juga organisasi perempuan lain. Hal ini menyebabkan dalam perjalanannya Gerwani mengalami penolakan dan pertentangan dari sesama organisasi perempuan.

(9)

ABSTRACT organizations in religiosity or locality. Those organizations, in implementing their programs, didn‟t care about the essential problems which were experienced by newspapers, magazines and other material relevant to the study.

The result of the research reveals that Gerwani brought the great influences for women and society in Indonesia. It can be seen nowadays that women always do fighting for themselves and they have acquired the same prestige with men. At that time, women who were aware of the bad situation, whether because of the religion or culture, began to be extrovert. Not only Gerwani who was willing to motivate women, but also other women organizations. This situation made Gerwani refused and experienced in contradiction with others.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Kasih, atas segala berkat dan bimbingan tangan kasih-Nya yang penulis alami selama penulisan dan penyelesaian skripsi yang berjudul GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA 1950-1965 STUDI KASUS GERWANI.

Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari campur tangan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Segala bantuan yang diterima merupakan rahmat dan anugerah Allah yang memampukan penulis melihat dan mengalami kasih Allah dan semakin dekat dan setia dalam menjalankan panggilan dan perutusan sebagai religius SFS. Pada kesempatan ini, penulis dengan penuh ketulusan hati menghaturkan limpah terimakasih kepada:

1. Bp. Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum, selaku ketua jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen pembimbing yang telah memberikan perhatian dan meluangkan waktu dengan sabar membimbing, mengarahkan, memberi masukan, memberi inspirasi dan menjadi teman diskusi dengan pemikiran-pemikirannya yang aktual dalam penulisan skripsi ini.

2. Dosen-dosen pembimbing Akademik, antara lain: Rm. Dr. F.X. Baskara T Wardoyo SJ., Rm. Dr. G. Budi Subanar SJ., Dr. ST. Sunardi., Prof. Dr. PJ. Suwarno. S.H., Drs. Ign. Sandiwan Suharso, Drs. H. Purwanto., Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno, yang berkenan menjadi pengajar bagi kami dan menularkan ilmunya selama kami menjadi mahasiswa di Sanata Dharma. 3. Sr. M. Emmanuella SFS, selaku Pimpinan Umum Kongregasi Suster

Fransiskan Sukabumi (SFS), para dewan dan seluruh anggota kongregasi, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk memperkembangkan pengetahuan, kepribadian, kerohanian, dan keterampilan selama menyelesaikan tugas belajar sebagai tugas perutusan.

(11)

motivasi dan persaudaraan sehingga terbantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Kedua orang tuaku, Mgr. Michael Angkur OFM, kakak, adik, kaum kerabat yang setia mendukung dengan doa, memberi semangat cinta dan perhatian selama menempu studi baik secara material, maupun spiritual.

6. Karyawan dan karyawati Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk kerjasama yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Sahabat-sahabatku, yang telah menemani, menuntun, membimbing, serta

menyemangati, terimakasih waktu dan harinya untukku.

8. Rekan-rekan seangkatanku; Agung, Ana, Anggoro, Bondan, Hafen, yang bersama mengalami jatuh bangun, suka duka selama menjalani tugas belajar, rekan-rekan angkatan, 04, 06, 07, 08, yang berkenan memberikan semangat di dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Rekan-rekan Asrama Pondok Angela, terimakasih untuk persahabatan dan persaudaraan selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari sempurma karena terbatasnya data-data yang diperoleh. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati dan penuh keterbukaan, mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan dan penggembangan lebih lanjut.

Yogyakarta, 30 September 2009 Penulis

(12)
(13)

B.3.1. Tujuan Terbentuknya Gerwani ... 48

B.3.2. Keanggotaan ... 51

B.3.3. Masalah Intern Gerwani ... 52

C. Kongres-kongres Gerwani. ... 53

C.1. Kongres I. ... 53

C.2. Kongres II ... 55

C.3. Kongres III ... 56

C.4. Kongres IV... 57

BAB IV : LAHIR BERGERAK DAN DIBUBARKANNYA GERWANI 59 A. Situasi Umum Kaum Perempuan ... 59

B. Program Perjuangan Gerwani... 63

C. Kegiatan Gerwani ... 65

C.1. Bidang Pendidikan ... 69

C.2. Bidang Sosial... 70

C.3. Bidang Ekonomi ... 73

C.4. Bidang Politik ... 75

C.4.1. Aksi Untuk Irian Barat ... 77

D. Hubungan Gerwani Dengan Organisasi Lain ... 78

D.1. Organisasi Perempuan ... 78

D.2. Gerwani dengan Golongan Kiri ... 81

E. Peran Dalam Mendorong Perempuan Sadar Politik ... 84

Bab V : Penutup ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR SINGKATAN

GERWINDO : Gerakan Wanita Indonesia Kediri KNI : Komite Nasional Indonesia

PERWARI : Persatuan Wanita Republik Indonesia PHK : Pemberhentian Kerja

PKK : Pembinaan Kesejahteraan keluarga PKI : Partai Komunis Indonesia

PTPWI : Pusat Tenaga Perjuangan Wanita Indonesia RUPINDO : Rukun Putri Indonesia Semarang

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Keanggotaan Gerwis Tahun 1950-1954 ... 44

Tabel 2 : Jumlah Anggota Gerwani tahun 1955-1965 ... 52

Tabel 3 : Jumlah Buruh Perempuan ... 61

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Organisasi perempuan yang ada saat ini, memiliki perbedaan dengan organisasi perempuan yang dibentuk sebelum tahun 1965. Perbedaan itu tentu saja dipengaruhi oleh situasi yang mereka hadapi, sebab setiap periode memiliki karakteristik yang berbeda. Pada masa Orde Lama organisasi perempuan bergerak satu suara, tanpa lagi mempersoalkan perbedaan. Kegiatan mereka pada awalnya menekankan pendidikan agar dapat membuka cakrawala kaum perempuan, misalnya memasak, merawat anak, melayani suami, menjahit. Pada periode ini, gerakan perempuan cukup gigih, militan, dan aktif memperjuangkan negara. Pada tahun 1950-1965 dengan Gerwani sebagai motor penggerak, organisasi perempuan memiliki ciri khas yang radikal, dan ini tidak lepas dari ciri komunisme yang memandang bahwa jalan terbaik untuk mengadakan perubahan adalah melalui revolusi.

Pada masa rezim Orde Baru (orba), gerakan perempuan muncul sebagai hasil dari interaksi politik gender orba. Politik gender rezim orba mengarahkan perempuan Indonesia untuk berperan sebagai ibu dan istri.1 Konsep ini telah menghancurkan tujuan awal hadirnya gerakan perempuan dan menghalangi munculnya sebuah gerakan perempuan untuk menegakkan hak asasi manusia khususnya hak asasi perempuan.

1

(17)

Organisasi perempuan yang dibentuk dan didirikan oleh pemerintah orba, misalnya Dharma Wanita (1974) dan Dharma Pertiwi, diresmikan sebagai organisasi istri pegawai negeri sipil dan istri anggota ABRI. Persatuan Istri Tentara (PERSIT), Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).2 Pada periode ini, pemerintah membatasi ruang gerak perempuan, terutama dalam dunia politik dan bahkan dilarang melakukan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan keputusan pemerintah. Apabila ada pelanggaran maka berakibat pada pemecatan terhadap suami.3 Akibatnya perempuan menjadi kurang kritis, tunduk pada pemerintah, monoton dan kurang bebas.

Pola dari struktur organisasi tersebut, menunjukkan bahwa jabatan perempuan dalam organisasi mengikuti jabatan suami dalam pemerintahan. Artinya jika seorang suami menjabat sebagai pemimpin dalam suatu instansi, maka secara otomatis istrinya menjabat sebagai ketua dalam organisasi tersebut.4 Di samping itu pemerintah “menyeragamkan” perempuan melalui konsep Panca Dharma Wanita yang membatasi ruang gerak perempuan. Selanjutnya, organisasi perempuan seolah membisu, keberpihakan kepada kaum lemah terlewatkan begitu saja karena takut dicap sebagai “organisasi kiri”.

2

Saskia Eleonora Wieringa. 1999. Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia. Kalyanamitra dan Garba Budaya. Jakarta. hal. xlvii.

3

Catharina Nanik Purwoko. 1996. Perempuan dan Ketidakadilan. Lembaga Penelitian dan Pembangunan Sosial dan Jaringan Mitra Perempuan. Seri Forum LPPS No. 36. Jakarta. hal. 20

4

(18)

Orba menciptakan sebuah ideologi perempuan yang mendasarkan diri pada ibuisme, sebuah paham yang melihat kegiatan ekonomi perempuan sebagai bagian dari peranannya sebagai ibu dan partisipasi perempuan dalam politik sebagai tak layak.5 Hal ini semakin menunjukkan bentuknya setelah Dharma Wanita dan Dharma Pertiwi diresmikan. Organisasi perempuan kini memasuki periode “tidak ada perlawanan” terhadap diskriminasi dan eksploitasi yang

dialami kaum perempuan di Indonesia. Dapat dikatakan organisasi perempuan bentukan orba telah meciptakan peran perempuan sebatas (Istri, Ibu, dan Ibu rumah tangga).6 Sebaliknya, organisasi perempuan pada masa ini memainkan peran subordinasi dan menyebarluaskan citra peran ideal perempuan dalam konteks (istri, ibu dan ibu rumah tangga), dalam konotasi “Kodrat”. Dengan

“kodrat”7 ini perempuan ideal dicitrakan bersifat “lemah lembut, tidak berbicara

dengan keras, tidak mementingkan kepentingan pribadi, tidak mendahulukan urusan sendiri diatas urusan suami pada pemerintahan.8

Pada era reformasi yang diawali dengan jatuhnya rezim orba, diharapkan dapat membawa angin segar bagi perempuan dari keterkungkungan dan ketidakberdayaan. Namun, dalam realitanya justru pada periode ini terjadi banyak ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan.

5

Ibid. hal 164. 6

Catharina Nanik Purwoko. op.cit. hal. 18 7

Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 554. 8

(19)

Pertama, mulai dari adanya undang-undang otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah yang diambil pemerintah era reformasi pada tahun 1999, diantaranya dimaksudkan untuk penolakan atau perlawanan terhadap paradigma pembangunan yang sentralistik. Tetapi, problem kebijakan otonomi daerah banyak disalahgunakan dengan kebijakan-kebijakan yang tidak memihak rakyat, khususnya perempuan. Kedua, dengan disahkannya RUU APP9 yang berpotensi mengontrol seksualitas dan mendomestikkan perempuan. Ditambah lagi sedikitnya ada 27 peraturan daerah yang mengatur kehidupan, cara berpakaian. Seperti pelaksanaan Syari‟at Islam di daerah tertentu.

Selanjutnya, era reformasi dianggap sebagai tonggak redefinisi peran politik perempuan selama orba dengan ciri munculnya kelompok-kelompok perempuan yang melakukan kegiatan atas dasar “empati” terhadap penderitaan perempuan. Di antara kegiatan tersebut adalah pendampingan untuk meningkatkan pendapatan perempuan miskin, pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan seksual, pendidikan politik dan advokasi hak-hak perempuan, peningkatan kesadaran gender, serta upaya-upaya menjembatani terwujudnya rekonsiliasi nasional atas dasar kemanusiaan. Namun, gerakan perempuan pasca reformasi masih berjuang sendiri-sendiri untuk membantu kaum perempuan yang nasibnya tertindas.

9

(20)

Gerakan perempuan dewasa ini masih berputar pada kepentingan kelompok tertentu dan masih berputar-putar pada masalah kesetaraan jender, hak-hak politik, dan sejumlah masalah-masalah pingiran lainnya, sehingga belum menyentuh masalah esensial dari persoalan perempuan sehari-hari serta kurang merakyat, sebagai contoh, kasus Pembantu Rumah Tangga (PRT), Tenaga Kerja Wanita (TKW), kasus perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga yang sampai saat ini masih sering terjadi.

Dalam hal ideologi, gerakan perempuan dewasa ini sangat lemah. Sejak tahun 1965, ideologi gerakan perempuan di Indonesia didominasi oleh ideologi gerakan perempuan liberal dan ideologi gerakan perempuan radikal. Ideologi gerakan perempuan liberal selalu menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sedangkan ideologi gerakan perempuan radikal berpandangan kaum laki-laki adalah musuh kaum perempuan yang menyebabkan kaum perempuan tertindas untuk selamanya.10

Gerakan perempuan kurang menjadi suatu ikon yang mampu menyemangati serta kurang menggerakan kaum perempuan pada umumnya. Akhirnya kaum perempuan hanya mengambil sikap pasrah pada takdir dan tetap tinggal dalam keadaan tertindas.

Bercermin pada organisasi Gerwani, organisasi perempuan ini tidak hanya bergerak pada perjuangan untuk menuntut kesamaan hak bagi kaum perempuan tetapi juga terlibat aktif dalam berbagai aktivitas politik bangsa, sangat militan serta, sangat mandiri di dalam membina organisasinya. Gerakannya dan

10

(21)

kegiatannya sangat relevan dengan situasi yang ada di dalam masyarakat saat itu. Sehingga organisasi ini diterima baik oleh masyarakat dan mampu menggerakan kaum perempuan dari berbagai macam golongan, baik kaum perempuan pedesaan maupun kota. Gerakan perempuan pada periode ini mendasarkan diri pada perjuangan kaum perempuan di masyarakat dan menyatu dengan kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan di muka, ada beberapa alasan mengapa perjuangan perempuan perlu dibahas.

Pertama, topik ini menarik dan penting untuk dikaji, sebab Gerwani memiliki peran besar dalam mempertahankan kemerdekaan. Untuk itu Gerwani dijadikan alat perjuangan untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita memperbaiki hidup masyarakat pada umumnya, dan mempertahankan kemerdekaan khususnya.

Kedua, Gerwani memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi kaum perempuan sampai pada tingkat pelosok sehingga kaum perempuan sadar politik dan pada tahun 1965 Gerwani telah dibubarkan oleh pemerintah. Maka untuk melihatnya, marilah kita pelajari kasus perkembangan Gerwani dalam memperjuangkan nasib kaum perempuan, kaum buruh dan rakyat tertindas.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan dapat ditarik suatu permasalahan yaitu: 1. Apakah yang melatarbelakangi munculnya Gerwani?

2. Apakah tujuan berdirinya Gerwani?

(22)

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan serta mengalisis latar belakang munculnya Gerakan Perempuan di Indonesia. Mendeskripsikan serta mengalisis tujuan berdirinya Gerwis, mendeskripsikan dan mengalisis sejauh mana pengaruh gerakan Gerwani dalam masyarakat pada periode 1955-1965. Penelitian ini hendak mengkaji ulang serta merefleksi kembali atas narasi sejarah yang berkembang selama ini di mana gerakan perempuan dinarasikan sebagai pelengkap yang melengkapi kaum laki-laki.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sumber inspirasi bagi kaum perempuan dalam berorganisasi, sehingga organisasi perempuan bisa mandiri. Disamping itu, penelitian ini dapat memberi tambahan data dan analisis pemikiran.

E. Tinjauan Pustaka

Tulisan ini merupakan hasil dari studi pustaka. Sumber-sumber diperoleh dari beberapa literatur berupa buku, koran, majalah, dokumen, dan bahan tulisan lainnya. Untuk membahas rumusan masalah yang dikemukaan di atas maka dipakai beberapa sumber untuk menjawab masalah tersebut.

(23)

peristiwa. Sedangkan sumber sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi pandang-mata, yakni dari seseorang yang tidak hadir atau terlibat pada peristiwa yang dikisahkannya.11

Sumber-sumber pustaka yang digunakan untuk membantu dalam penulisan ini secara umum sulit untuk diperoleh. Secara umum dapat disampaikan beberapa buku yang dapat membantu untuk menjawab permasalahan yang ada.

Dalam penulisan skripsi ini digunakan buku karangan Hikmah Diniah yang berjudul Gerwani Bukan PKI. Buku ini membantu dalam membahas tujuan dan latarbelakang berdirinya Gerwis, serta tujuan berdirinya Gerwis. Namun, dalam buku ini tidak dijelaskan secara terperinci mengenai pengaruh Gerwis bagi kaum perempuan.

Selain buku tersebut, buku lain yang sangat membantu penulisan adalah Karangan Tanpa Nama, yaitu Bahaya Laten Komunis di Indonesia, Konsolidasi dan Infiltrasi PKI, jilid III. Buku ini sangat membantu dalam mengetahui jumlah anggota Gerwani. Namun data yang ada kurang lengkap, sehingga belum menjawab jumlah keseluruhan anggota Gerwani serta tidak menjelaskan secara terperinci perkembangan Gerwani hingga tahun 1965.

Buku karya Sukanti Suryochondro, Potret Pergerakan Wanita di Indonesia

buku ini membahas mengenai latar Belakang terbentuknya organisasi perempuan berserta sifat dan bentuknya.

Buku karangan Saskia Elenora Wieringa, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia. Buku ini membahas mengenai lahirnya Gerwani, tujuan

11

(24)

berdirinya Gerwani dan perjuangan-perjuangan serta nilai-nilai yang dilakukan Gerwani dalam memperjuangkan emansipasi. Buku ini juga memberi sumbangsih berharga dalam mendekonstruksi masa lalu dalam hal ini Gerwani. Saskia juga menyelidiki dinamika Gerwani sejak dirintis hingga kehancurannya dengan menggunakan konsep gender. Pada taraf tertentu, buku ini menyinggung fase yang paling menentukan bagi peminggiran gerakan perempuan. Kajian Saskia terlalu luas, padahal ada beberapa fenomena dan fakta sosial yang berbeda antara kondisi Gerwani di tingkat pusat dan di daerah. Buku ini juga belum mengungkapkan pengaruh Gerwani bagi kaum perempuan.

Referensi di dalam buku-buku yang disebutkan di atas, menjelaskan mengenai keberadaan Gerwani dan lebih menjelaskan penghancuran Gerwani oleh orba. Penjelasan mengenai peran dan pengaruh Gerwani terhadap tumbuhnya kesadaran perempuan tidak dijelaskan dalam buku-buku tersebut di atas. Oleh sebab itu, skripsi ini mencoba untuk mengangkat masalah mengenai peran dan pengaruh Gerwani bagi tumbuhnya perempuan sadar politik.

F. Kerangka Berpikir

Dalam mengkaji skripsi berjudul, “Gerakan Perempuan di Indonesia tahun

1950 -1965 Studi Kasus Gerwani,” ada beberapa konsep yang digunakan sebagai landasan berpikir. Hal ini penting untuk menghindari penafsiran yang keliru (missinterpretation).

(25)

orang yang sangat ahli.12 Kata wanita berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti diinginkan atau dipuji.13 Dalam penulisan skripsi ini akan digunakan kata Perempuan.

Gerakan perempuan sudah ada jauh sebelum kemerdekaan, pada saat itu terdorong rasa keprihatinan melihat rakyat dijajah; ketidakadilan yang dialami perempuan serta perempuan kurang mendapat kesempatan memperoleh pendidikan. Tahun 1912 organisasi perempuan berdiri dengan tujuan menggerakkan perempuan dalam menyebarluaskan cita-cita kemajuan rakyat dan kemerdekaan bangsa.

Perempuan dianggap unsur penting sebagai pendidik generasi muda, dengan demikian, organisasi perempuan perlu dibentuk dan dikembangkan agar dapat mendukung perjuangan bangsa serta sebagai kekuatan untuk melawan adat istiadat yang mendiskriminasikan perempuan.

Pada tahun-tahun berikutnya, organisasi perempuan bermunculan tidak hanya di Jawa, tetapi juga di luar Jawa, dengan gaya dan ciri khasnya sendiri-sendiri. Sesudah tahun 1920, perempuan mulai mengorganisasi diri menurut garis agama, lalu organisasi yang bersifat kedaerahan. Menarik bahwa setiap kelompok mempunyai tujuan yang sama, yaitu menghapus ketidakadilan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan tersebut mereka membentuk federasi Perikatan

12

Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. hal. 212.

13

(26)

Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) yang akhirnya bernama Kongres Wanita Indonesia (KOWANI).

Walaupun sejak 1930 gerakan nasional berkembang pesat, serta terlihat pula tanda-tanda tumbuhnya nasionalisme di dalam gerakan perempuan, namun sampai pada awal kedudukan Jepang tahun 1942, selain kaum perempuan Serikat Rakyat, Istri Sedar adalah satu-satunya organisasi yang nasionalis.

Pada tahun 1950, kaum perempuan menyadari bahwa begitu banyak organisai perempuan yang ada. Umumnya bergerak hanya sebatas pendidikan dan masalah perkawinan. Disamping itu ada satu organisasi perempuan yang ingin mengubah serta memberdayakan masyarakat agar berkembang, serta ingin mengubah cara berpikir masyarakat, cara berelasi dan cara berproduksi.

Pada tahun 1955, organisasi perempuan Indonesia ingin mengembangkan sayapnya dengan terjun ke dunia politik, mereka juga menyadari bahwa organisasi-organisasi perempuan yang sudah ada tidak banyak membantu kaum perempuan yang masih tertindas hidupnya dan semakin meningkatnya jumlah kaum buruh perempuan yang mengalami ketidakadilan oleh karena sistem yang ada.

(27)

dalam bidang politik dapat diartikan sebagai perjuangan untuk membela bangsa dan mempertahankan kemerdekaan.

Penggunaan landasan teori dalam penelitian ilmu sosial menjadi hal yang utama dalam mendekati sebuah pokok persoalan. Realitas sosial sehari-hari sangat kompleks dan beraneka ragam bentuknya. Untuk menemukan pola dari semua realitas sosial memungkinkan sebuah penjelasan umum yang bersifat universal, berlaku bagi ruang dan waktu apapun, serta lebih sistematis dalam pengaturan pengalaman-pengalaman maupun ide-ide.

Teori sosial diperlukan untuk mendapatkan penjelasan umum dalam memahami fenomena keseharian yang bermacam-macam. Penggunaan teori sosial dalam penelitian sejarah bukan pertama-tama ditujukan untuk penyesuaian teori besar dengan peristiwa sejarah yang diteliti. Teori sosial diharapkan menuntut peneliti sejarah untuk berpikir teoritis dalam kategori-kategori fakta sejarah. Dengan demikian, fakta keseharian dari peristiwa sejarah dapat dipahami secara lebih jelas serta dapat menemukan keterkaitan-keterkaitan maupun ketidakterkaitan diantara fakta keseharian dari peristiwa sejarah.

(28)

Giddens & Jonathan Turner14 pengaruh elemen-elemen dasar tindakan adalah situasi, norma dan tujuan terakhir. Dengan demikian tindakan yang dilakukan Gerwani sebagai bentuk perlawanan terhadap keadaan tertindas yang dialami perempuan. Tujuan akhir kebebasan dan kesejahteraan bagi perempuan. Sebagai teori pendukung dari teori diatas adalah teori struktural. Teori dibangun berdasarkan asumsi bahwa subordinasi perempuan adalah kultural. Anggapan bahwa perempuan mempunyai status yang lebih rendah, sekaligus otoritas yang lebih sedikit, daripada laki-laki, karena perempuan berhubungan dengan arena domestik sementara itu laki-laki arena publik. Akarnya ialah tanggung jawab perempuan dalam proses kehamilan dan perawatan anak. Dengan demikian status relatif perempuan tergantung pada derajat keterlibatan mereka dalam arena publik. Subordinasi perempuan adalah kultural, akan tetapi ia berakar pada pembagian kerja berdasarkan gender.15

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan sejarah. Pendekatan sejarah digunakan untuk mengkaji ulang proses perjuangan kaum perempuan dari perjuangan Kartini sampai perjuangan Gerwani. Melalui pendekatan ini juga dapat diketahui mengenai latar belakang terbentuknya Gerwani, serta situasi-situasi yang mempengaruhi gerakan Gerwani dalam berorganisasi.

14

Anthony Giddens & Jonathan Turner (terjh). 1987. Social Theory Today.

Pustaka Pelajar. Polity Press. hal. 34. 15

(29)

Selain menggunakan pendekatan sejarah, digunakan juga pendekatan sosiologi. Pendekatan sosiologi untuk mengamati peristiwa-peristiwa sosial yang akan dikaji misalnya seperti golongan-golongan sosial mana yang berperan, serta nilai-nilainya, hubungan dengan golongan lain, konflik berdasarkan kepentingan, ideologi, dan lain sebagainya.16

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penulisan sejarah sosial yang memerlukan metode dan pendekatan dalam mengkajinya. Untuk itu perlu diketahui apa itu metode sejarah serta langkah-langkah dalam penulisan sejarah. Menurut Kuntowijoyo penelitian sejarah mempunyai lima tahap, yaitu: pemilihan topik; pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber); interpretasi: analisis dan sintesis; dan yang terakhir adalah penulisan. Sebagaimana dengan hal tersebut di atas, maka penulisan ini pada awalnya telah menentukan topik Gerakan Perempuan di Indonesia Periode 1950-1965 Studi Kasus Gerwani. Setelah topik berhasil ditentukan, langkah selanjutnya adalah:

Heuristik atau pengumpulan data masa lampau. Setelah topik-topik penelitian ditentukan, pencarian sumber-sumber sejarah atau data-data yang mendukung penelitian dilakukan. Proses pengumpulan data baik yang berupa sumber primer maupun sumber sekunder yang relevan sesuai dengan obyek yang dikaji. Pengumpulan data diperoleh dari literature yang terdapat dalam perpustakaan. Literatur tersebut berupa buku pustaka, Koran, majalah, dokumen

16

(30)

atau bahan tulisan lainnya yang bersifat primer maupun sekunder. Selanjutnya adalah kritik sumber (verifikasi data). Langkah ini bertujuan untuk mengetahui secara kritis mengenai otentitas (keaslihan) dan kredibilitas sumber.17 Dalam proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan sejarah untuk melakukan kajian ulang atau membaca ulang atas data yang ada.

Interpretasi. Tujuan dari langkah ini untuk menetapkan makna atas fakta-fakta sejarah yang ada. Dalam tahap ini perlu dilakukan analisis sumber untuk menjelaskan data-data yang ada atau menguraikan informasi kemudian mengkaitkan daya yang satu dengan data yang lain. Setelah analisa sumber maka dilakukan langkah selanjutnya yaitu membandingkan data-data yang ada, kemudian menentapkan makna fakta sejarah yang ada. Hal ini supaya tidak menyimpang dari data yang dimilikinya. Dalam penelitian ini dituntut untuk mencermati dan mengungkapkan data secara akurat. Maka untuk mengurangi unsur subyektifitas, diperlukan pengolahan data dan analisis secara cermat.18

Historiografi. Dalam penulisan sejarah yang merupakan penggambaran data yang diperoleh dan telah diuji kebenarannya. Dalam menggambarkan kisah ini dilakukan secara kronologis dan sistematis. Bentuk penulisan ini bersifat deskriptif analitis sehingga penulisannya menuntut alat-alat analitis.19 Alat-alat analitis itu berdasarkan prespektif, pendekatan, obyektif dan subyektif.

17

Koentowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Bentang Budaya. Yogyakarta. hal. 99-100.

18

Sartono Kartodirdjo. op.cit. hal. 62. 19

(31)

H. Sistematis Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh, skripsi ini akan disajikan antara lain meliputi bab satu hingga bab lima, yang diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan penutupan yang berupa kesimpulan dan saran.

Bab I berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, kerangka berpikir, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II menguraikan Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, yang akan diuraikan dalam beberapa sub bab yakni; Gerakan Awal, Zaman Jepang, Zaman Pasca Proklamasi, Gerakan Perempuan Tahun 1946.

Bab III berisikan Gerwani Pelopor Gerakan Perempuan di Indonesia, yang akan diuraikan dalam beberapa sub bab yakni; Pendahuluan, Sejarah Lahirnya Gerwani san Kongres-kongres.

Bab IV berisikan Lahir Bergerak dan dibubarkannya Gerwani, yang akan diuraikan dalam beberapa sub bab yakni; Situasi Umum Kaum Perempuan, Program Perjuangan Gerwani, Kegiatan Gerwani, Kiprah dalam bidang Politik, Hubungan dengan organisasi lain, Pengaruh Gerwani bagi Kaum Perempuan.

(32)

BAB II

DINAMIKA GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA

A. Gerakan Awal

Perkembangan organisasi-organisasi perempuan secara garis besarnya menggambarkan suatu gerakan yang pada mulanya bercorak feminis. Maka, terpengaruh oleh cita-cita persatuan, pada pertengahan tahun 1920 gerakan perempuan telah menjelma menjadi pergerakan nasional Indonesia dan demikian merupakan suatu pelengkap daripada pergerakan politik “kaum laki-laki”. Pergerakan perempuan terdiri dari banyak aliran, hal ini tak dapat dihindarkan dalam masyarakat seperti Indonesia yang beraneka ragam coraknya. Demikian maka terdapat kelompok-kelompok dari agama Islam (Aisyah), perkumpulan perempuan yang tidak berorientasi kepada agama (Wanita Oetomo) dan dari gerakan sosial seperti perempuan Marhaen dan perempuan Ningrat.

Fase pertama, pergerakan perempuan dimulai pada permulaan abad XX oleh cita-cita R.A. Kartini, maka pergerakan itu bercita-cita emansipasi perempuan, terutama kearah perbaikan pendidikan dan pengajaran. Emansipasi gerakan perempuan di Indonesia pertama melalui surat-surat Kartini, di mana Kartini menuntut pendidikan bagi kaum perempuan. Tekanan orientasinya pada tingkat kecerdasan individu. Suatu kenyataan bahwa pendidikan seakan-akan hak istimewa laki-laki saja.20 Perjuangan Kartini saat itu didukung oleh sejumlah nilai-nilai dan serangkaian norma hidup dalam masyarakat di mana menempatkan

20

(33)

perempuan sebagai masyarakat nomor dua. Kartini memandang bahwa pendidikan bagi kaum perempuan sebagai salah satu syarat penting untuk memajukan rakyatnya.21 Kartini menjadi simbol gerakan perempuan Indonesia dan selalu menyuarakan gagasan-gagasan nasionalisme.

Emansipasi dirasakan perlu oleh perempuan yang merasa dirinya dalam situasi ketergantungan dan tertekan. Sasaran yang lebih jauh adalah mengangkat martabat kaum perempuan sehingga sejajar dengan martabat golongan umat manusia lainnya seperti kaum laki-laki. Isu pendidikan dan persamaan hak merupakan perjuangan kaum perempuan pada saat itu. Hal ini didukung oleh semangat juang yang tinggi, sehingga tumbuhlah perkumpulan perempuan.

fase kedua, ialah ketika perkumpulan perempuan berhasil menarik kaum perempuan kegelanggang pergerakan rakyat. Perkembangaan kearah politik terutama setelah perempuan ikut didalam pergerakan SI, PKI, PNI. Semenjak itu organisasi perempuan ikut berkecimpung di dalam pergerakan nasional dan yang terpenting adalah perempuan mulai berbicara di dalam rapat-rapat politik serta tumbuhnya kesadaran dalam diri kaum perempuan untuk membantu kaum laki-laki dalam perjuangan mereka kearah perbaikan nasib nusa dan bangsa.22

Perjuangan perempuan juga tidak terlepas dari masalah struktur sosial dan budaya yang mereka hadapi. Feodalisme yang sangat kental mendorong kaum perempuan untuk terus melakukan perubahan dalam masyarakat. Dominasi kaum

21

RA.Kartini. 1963. Habis Gelap Terbitlah Terang. Balai Pustaka. Jakarta. hal. 20-21.

22

(34)

laki-laki dan kolonial Belanda mendorong kaum perempuan untuk terus berjuang untuk memperoleh kedudukan yang sama dengan laki-laki.

Gerakan perempuan Indonesia, ditandai dengan berdirinya beberapa organisasi, semuanya hanya bergerak pada tingkat daerah. Kegiatan mereka belum terorganisasi dengan baik. Perhatian pokok pada pendidikan kaum perempuan serta memberikan perhatian pada masalah-masalah kemasyarakatan, seperti pelacuran, permaduan, perkawinan anak-anak, serta perdagangan perempuan dan anak-anak.23

Organisasi-organisasi dibangun demi kepentingan kaum perempuan, diantaranya untuk memperjuangkan posisi perempuan di dalam perkawinan; kehidupan keluarga; mempertinggi kecakapan; dan pemahaman kaum ibu sebagai penanggung jawab dan yang menentukan jalannya roda rumah tangga di dalam suatu keluarga. Harapan kaum perempuan diwujudkan dengan membuka lapangan pengajaran, memperbaiki pendidikan, dan mempertinggi keterampilan-keterampilan bagi perempuan.

Meluasnya cita-cita persatuan Indonesia juga turut mempengaruhi pergerakan perempuan. Demikian, pada bulan Desember 1928 di Yogyakarta diselenggarakan Kongres Perempuan yang pertama dihadiri 30 organisasi dari Jawa dan Sumatra, yang menghasilkan kesepakatan untuk dibentuknya sebuah federasi Perempuan Indonesia yang diberi nama Perikatan Perhimpunan Indonesia (PPI), dan menuntut dilakukan perbaikan nasib perempuan. Tiga tuntutan PPI

23

(35)

tersebut adalah24 (1) pembentukan suatu badan dana (studyfonds) yang menyediakan beasiswa bagi anak-anak perempuan sehingga dapat meningkatkan kecerdasan dan keterampilan; (2) diselenggarakannya kursus-kursus pembinaan lingkungan yang bersih dan sehat; (3) pelarangan perkawinan anak-anak perempuan di bawah umur.

Sejak kongres tersebut gerakan perempuan Indonesia telah merupakan bagian yang tak terpisahkan dan tidak ingin memisahkan diri dari gerakan nasional yang revolusioner dan umum.25 Sejak itu suka dan duka gerakan kemerdekaan nasional juga menjadi suka dan duka gerakan perempuan Indonesia.

Kongres tersebut merupakan peristiwa sejarah yang penting karena sejak saat itu dimulai kesatuan pergerakan perempuan Indonesia. Ciri utama perjuangannya adalah mewujudkan kerjasama demi persatuan dan kesatuan bagi kaum perempuan, yang berasaskan kebangsaan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pergerakan kebangsaan Indonesia dalam rangka menghadapi penindasan dari bangsa asing untuk menuju cita-cita Indonesia merdeka.26

Pada periode ini perjuangan perempuan lebih bersifat feministis, dalam arti konfrontatif terhadap kaum laki-laki, bukan sekedar untuk menuntut persamaan hak, derajat dan martabatnya. Gerakan feministis merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil menuju sistem

24

Fauzie Ridjal (ed). op.cit. hal. 131. 25

. D.N. Aidit. 1960. Pilihan Tulisan jilid II. Yayasan Pembaruan. Yogyakarta. hal. 558.

26

(36)

yang adil bagi perempuan maupun laki-laki.27 Didorong juga oleh sifat kebersamaan dari kesadaran untuk melepaskan diri dari penjajah.

Perjuangan perempuan tidak hanya sebatas keputusan-keputusan, tetapi lebih pada tindakan karya nyata lewat bidang pendidikan. Dalam proses pendidikan para gadis ditanamkan pengertian agar perempuan Indonesia dapat menjadi “ibu bangsa”, dengan tujuan agar dapat menumbuhkan dan

menggembangkan generasi yang lebih sadar akan rasa kebangsaannya.

Aksi nyata dalam bidang sosial yakni memperjuangkan supaya Hari Ibu yang jatuh setiap tanggal 22 Desember. Hal ini dikarenakan pada tanggal 22-25 Desember 1928, para perempuan yang bergabung dalam perempuan Indonesia mengadakan kongres.28Aksi lainnya adalah memperjuangkan pensiunan bagi janda dan anaknya; memberi contoh hidup sederhana kepada masyarakat.

Di antara organisasi perempuan saat itu, organisasi Istri Sedar merupakan organisasi perempuan yang nasionalis. Organisasi ini lebih melihat situasi nyata yang dialami oleh kaum perempuan sehari-hari, pada periode ini perdagangan

27

Mansour Fakih. op.cit. hal. 103. 28

(37)

perempuan29 sangat semarak. Sehingga Istri Sedar terpanggil untuk menentang aksi-aksi yang merugikan atau merendahkan derajat kaum perempuan. Dari peristiwa diatas pantas kalau istri Sedar melakukan kampanye menentang perdagangan perempuan. Kampanye yang dicanangkan diikuti oleh aksi-aksi penyelamatan gadis-gadis di kapal.

Dalam kongres yang dilaksanakan oleh Istri Sedar, disepakati dan diserukan agar kaum perempuan Indonesia terjun dalam perjuangan untuk kemerdekaan nasional.30 Pada kongres Juli 1932, organisai Istri Sedar memunculkan ide, kaum perempuan dan laki-laki bersama-sama terjun dalam perjuangan nasional.31

Keinginan untuk memperoleh kemerdekaan, mendorong organisasi perempuan untuk melakukan gerakan politik. Hal ini dapat dilihat dari tuntutan-tuntutan berkaitan dengan hak pilih perempuan yang mulai dimiliki pada tahun 1938, setelah Kongres Perempuan Indonesia (KPI II) diselenggarakan. Pemerintah Belanda akhirnya memberikan hak pilih kepada perempuan Indonesia untuk menjadi anggota Dewan Kota (Volksraad).32 Tuntutannya adalah “Indonesia

29

Menurut Dr. Anantona Gulo dalam Diskusi Dwibulanan Indonesia, Pusat Studi Sejarah Indonesiana Universitas Sanata Dharma, “Perdagangan budak perempuan di Indonesia menduduki peringkat teratas di dalam praktek perdagangan manusia. Perdagangan budak perempuan termasuk sumber penghasilan yang sangat tinggi. Makalah, Tidak diterbitkan.

30

Gerakan Istri Sedar semula, berjalan menuju fase feminisme dan emansipasi (melawan dominasi kolonial dan kapitalisme). Sebagai reaksi dari dominasi pria dan kesewenangan-wenangan itu, lalu timbul perlawanan. Tujuannya tetap sama yaitu untuk kesejahteraan kaum perempuan sendiri.

31

Lihat. Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 201-214. 32

(38)

Berparlemen” ke arah kemerdekaan bangsa. Tuntutan “Indonesia Berparlemen”

selaras juga dengan tuntutan gabungan Politik Indonesia (GAPI).

Pada tahun yang sama, KPI kembali diselenggarakan di Semarang, keputusan yang dicapai dalam kongres adalah menganjurkan kepada anggota

Volksraad supaya pelajaran bahasa Indonesia menjadi pelajaran tetap di sekolah-sekolah. Namun, pada akhir masa pemerintah Belanda, perjuangan perempuan hampir mencapai hasil yang maksimal dan pada tanggal 9 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian perjuangan perempuan terhambat oleh kedatangan Jepang.

B. Zaman Jepang

Bangsa Indonesia menerima kedatangan Jepang yang mengaku sebagai “saudara tua” bangsa Asia. Dengan semboyan: “Kemakmuran Asia Timur Raya,”

Asia untuk Asia,” dan Indonesia untuk bangsa Indonesia.33

Semboyan dan slogan anti barat yang diisukan oleh Jepang, dapat menarik hati rakyat Indonesia. Hal ini menumbuhkan simpati rakyat kepada pemerintah Jepang, sehingga rakyat memiliki harapan bahwa Jepang dapat memberikan kehidupan yang lebih baik.

Pada awal pemerintahannya, Jepang mulai membentuk pemerintahan militer didaerah-daerah pendudukan. Tujannya untuk memelihara ketertiban umum, mencari bantuan yang digunakan untuk pertahanan nasional, dan untuk kelancaran keswasembadaan militer. Jepang juga mengeluarkan aturan-aturan yang harus

33

(39)

dijalankan oleh rakyat, untuk menyakinkan rakyat bahwa pemerintah Jepang tidak tergoyahkan.34

Jepang juga mulai menghalangi bahkan mematikan gerakan politik dan gerakan sosial yang telah dijalankan oleh organisasi perempuan, karena Jepang mulai mendirikan organisasi dengan memasukan cara-cara yang sesuai dengan fasisme Jepang, dan semua organisasi yang berdiri di masa pemerintah Belanda dinonaktifkan dan dibubarkan termasuk organisasi perempuan. Pemerintah Jepang menghalangi bahkan mematikan gerakan sosial yang telah dijalankan oleh organisasi perempuan. Dihapusnya organisasi perempuan artinya berhenti juga kegiatan mereka dalam bidang pendidikan dan bidang sosial.

Di masa pemerintah Jepang, organisasi perempuan tidak dapat berkembang secara bebas karena diawasi secara ketat oleh tentara Jepang. selain “gerakan tiga

A” Jepang juga mendirikan mendirikan “gerakan istri tiga A”. Organisasi tersebut

didirikan untuk memudahkan pengawasan-pengawasan organisasi yang dibentuk Jepang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk melakukan pemberantasan buta huruf, memintal benang, dan mengerakan bermacam-macam pekerjaan tangan.

Di bulan Agustus 1943, Jepang mendirikan dan menggabungkan semua organisasi perempuan di bawah payung organisasi yang dibentuk oleh Jepang,

Fujinkai35, dengan tujuan dapat menampung segala kegiatan perempuan dan

34

G. A. Ohorella. loc.cit. hal. 23. 35

(40)

dipakai sebagai pengerahan tenaga perempuan Indonesia untuk membantu serta mendukung perang tentara Jepang.36

Fujikai dibentuk mulai dari tingkat pusat sampai tingkat bawah. Pemimpin dari organisasi tersebut adalah istri dari kenco (bupati), dan yang menjadi anggotanya adalah gadis-gadis yang telah berumur 15 tahun keatas. Keanggotaan

Fujinkai tidak terbatas pada kaum remaja perempuan saja tetapi kaum perempuan yang sudah keluarga. Kaum perempuan khususnya yang masih remaja dilatih untuk hidup sederhana seperti prajurit dan mempelajari tata karma dan dijadikan pelayan.37

Fujinkai memiliki tugas pokok seperti; membantu garis depan dan memperkuat garis belakang. Bantuan yang diberikan di garis depan berupa, latihan pekerjaan palang merah, penggunaan senjata, penyelenggaraan dapur umum, dan menyediakan keperluan serdadu seperti membuat kaus kaki, dan mencukupi keperluan yang berhubungan dengan perang. Sementara untuk memperkuat garis belakang, adalah melakukan peluasan penanaman dan pembiakan hewan untuk dijadikan bahan makanan.

Dilarangnya organisasi perempuan oleh Jepang tidak mematahkan semangat juang kaum perempuan. Dalam situasi tersebut organisasi perempuan memanfaatkan organisasi yang dibentuk oleh Jepang untuk dapat melebur

36

Sihombing, O.D.P. 1962. Pemuda Indonesia Menantang Fasisme Jepang. Sinar Jaya. Jakarta. hal. 127.

37

(41)

keseluruh pelosok-pelosok untuk mengajar rakyat membaca dan menulis.38 Keterlibatan kaum perempuan tentu bukan untuk kepentingan Jepang tetapi juga untuk kepentingan kemerdekaan Indonesia. Namun, gerakan perempuan pada masa ini lebih bersifat ke dalam (internal) untuk memperbaiki diri dan melahirkan sejumlah konsep agar gerakan perempuan yang bersifat egaliter.39

Ditengah situasi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, kaum perempuan juga harus berjuang untuk menghapus poligami. Bagi perempuan poligami sebagai penghinaan terhadap kaum perempuan. Oleh karena itu, banyak kaum perempuan ikut ambil bagian untuk terjun kepelosok mengajar rakyat membaca dan menulis serta aktif berjuang melawan penjajah.40

Fujinkai melakukan kegiatan domestik41 untuk membantu kegiatan kaum laki-laki dalam konteks perang.42 Anggota Fujinkai harus mempropangandakan cita-cita Jepang yaitu “Asia Raya” di bawah pimpinan Dai Nippon dan ruang gerak perempuan dalam hal ini sangat dibatasi. Fujinkai adalah salah satu di

38

Keterlibatan kaum perempuan terkait program yang dicanangkan oleh Jepang yaitu melancarkan pemberantasan buta huruf bagi rakyat Indonesia.

39

Fauzie Ridjal. op.cit.hal. 103. 40

Sepuluh Windu perjuangan Wanita Indonesia setelah Kartini: keterlibatan perempuan dalam mengajari rakyat membaca dengan maksud agar dengan bisa membaca dan menulis, kaum perempuan sadar bahwa poligami merugikan kaum perempuan, sehingga bisa diharapkan kaum perempuan melawan poligami yang merugikan tersebut. Bentuk perlawanan perempuan terhadap poligami dengan diajarkannya kaum perempuan baca dan tulis.

41

Domestik, dari kata Domus yang artinya rumah. Domestik berarti kegiatan yang dilakukan diseputar rumah misalnya mendidik dan merawat.

42

(42)

antara organisasi yang digunakan Jepang untuk mengerahkan rakyat Indonesia untuk bekerja secara “suka-rela” demi kemenangan Jepang.

Pada zaman Jepang, hak politik perempuan dirampas, keadaan ekonomi sangat parah, penyakit merajalela. Namun, kaum perempuan yang masuk Fujinkai

masih berpengharapan, bahwa melalui wadah tersebut, mereka dapat bergaul satu sama lain, sehingga jiwa pejuang dan semangat nasionalisme masih bisa dipertahankan, mereka tetap membangun komunikasi. Pelaksanaan perjuangan zaman Jepang begitu susah, karena sistem fasisme, kediktatoran dan kekerasan Jepang yang harus mereka alami.

Suatu penghiburan bagi organisasi perempuan di mana, Jepang menghapus stratifikasi rasial dan sosial dalam penyelenggaraan pendidikan. Adanya demokrasi pendidikan dalam arti semua warga negara mendapat kesempatan dan mempunyai hak yang sama untuk sekolah.43

C. Zaman Pasca Proklamasi

Sesudah Jepang kalah, dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945, memberikan kesempatan lebih luas bagi kaum perempuan untuk lebih maju ke depan membela negara secara nyata. Masa menjelang kemerdekaan, perempuan juga aktif di medan perang serta, terlibat dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Perjuangan perempuan bergerak ikut serta

43

(43)

dengan kaum laki-laki,44 bekerjasama serta berjuang bersama kaum laki-laki untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Organisasi-organisasi perempuan pada umumnya mengutamakan usaha-usaha perjuangan. Keterlibatan perempuan dalam revolusi fisik, terutama di front belakang, sebagai juru rawat, penyelenggara dapur umum, pos-pos palang merah, di garis depan, di medan pertempuran, melakukan kegiatan intel, jadi kurir, menyediakan dan mengirimkan makanan ke garis depan, merawat para pengungsi.45

Revolusi Agustus 1945 mendobrak ikatan-ikatan adat dan tradisi yang sebelumnya menghambat gerak maju perempuan. Penderitaan dan penghinaan selama penjajahan sudah cukup berat, dan kini, sewaktu revolusi urusan-urusan yang tidak pokok tidak dihiraukan lagi. Seluruh rakyat merasa terpanggil untuk ikut berjuang membela dan mempertahankan kemerdekaan.

Komunikasi yang telah dibangun zaman Jepang, bisa mempermudah kaum perempuan, untuk mengarahkan tenaga guna kepentingan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Rakyat, pedagang kecil, kaum buruh, kaum tani, dikerahkan oleh perempuan untuk menyiapkan makanan, obat-obatan, tempat perlindungan.

Pada Perang Kemerdekaan I dan Perang Kemerdekaan II, keadaan politik dan ekonomi di Indonesia semakin memburuk. Perempuan merupakan korban

44

Lihat Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi,op.cit. hal. 75. 45

(44)

pertama yang sangat merasakan dampak dari keadaan krisis tersebut. Oleh karena itu perempuan terpanggil untuk ikut berjuang dan mempertahankan kemerdekaan. Dalam kesibukan revolusi fisik pergerakan perempuan berbenah diri menggalang persatuan yang kuat. Setelah Fujinkai dibubarkan, dan masing-masing daerah membentuk organisasi perempuan yang baru dan bebas seperti PERWANI (Persatuan Wanita Indonesia) dan WANI (Wanita Negara Indonesia). PERWANI dan WANI menyelenggarakan Kongres pertama kali diadakan oleh perempuan setelah proklamasi di Klaten pada bulan Desember 1945. Maksud dari kongres tersebut adalah mempersatukan ideologi dan membentuk badan persatuan. Perwani dan Wani dilebur menjadi badan fusi dengan nama Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI). Untuk merealisasikan cita-cita di atas, dibentuklah dapur umum untuk tujuan kemerdekaan, di dalamnya kaum perempuan memainkan peranan penting dalam membangun jalur komunikasi antara perbagai satuan gerilya.46

D. Gerakan Perempuan Tahun 1946

Setelah Indonesia merdeka, partai-partai politik didirikan, sejumlah perempuan masuk dalam dunia politik lewat partai-partai politik yang ada. Aktivitas para perempuan langsung sangat menonjol, misalnya dengan mendirikan organisasi bagi perempuan di bawah payung partai-partai tersebut. Perempuan juga tidak mau ketinggalan membela kemerdekaan tanah air. Lahirnya organisasi-organisasi perempuan Indonesia pada awalnya hanya untuk kepentingan kaum

46

(45)

perempuan, yaitu dapat mengembangkan ketrampilan, bisa tulis dan membaca. Pada masa setelah perjuangan bersenjata, organisasi merupakan wadah dalam memperjuangkan cita-cita, wadah untuk dapat menampung gerakan dalam melancarkan perjuangan. Oleh karena itu, perempuan ikut serta dalam perjuangan bersenjata berusaha membangun suatu organisasi perempuan yang revolusioner.

Sejak kemerdekaan Indonesia, organisasi perempuan menyelenggarakan Kongres Wanita Indonesia Desember 1945 dan mendirikan badan gabungan yang diberi nama KOWANI. Program pokoknya adalah pendidikan, sosial dan ekonomi. Kongres II, III, bertujuan untuk lebih mengkonsolidir dan mengkordinir tenaga perempuan daam perjuangan tanpa melalaikan tugas pokok sebagai pendidik anak kandung dan anak rakyat.47

KOWANI mengadakan kongres IV dengan keputusan: melakukan aksi keluar yaitu memelihara hubungan dengan luar negeri; mendirikan badan-badan yang bersifat otonom, misalnya mengurus hukum perkawinan dan hak perempuan, serta masalah buruh perempuan.48

Kongres KOWANI di Solo tahun 1946, Kongres Wanita Indonesia dibentuk sebagai suatu badan federasi dari semua organisasi perempuan untuk menyokong kemerdekaan bangsa Indonesia sehingga dibentuklah berbagai organisasi-organisasi perempuan. Munculnya sejumlah laskar bersenjata yang angotanya para perempuan, seperti Laskar Putri Indonesia (LPI) di Surakarta, Pusat tenaga Perjuangan Wanita Indonesia (PTPWI), Persatuan Wanita Indonesia

47

Ibid. hal. 77-78. 48

(46)

(PERWARI), yang terbentuk setelah bubarnya Fujinkai, Wanita Negara di Indonesia (Wani), Laskar Wanita Indonesia (Laswi), serta terbentuknya Wanita Pembantu Perjuangan (WPP) di Yogyakarta.49

Pada bulan Februari lahirlah Badan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Juni 1946 Kongres Wanita Indonesia Ke V di Madiun, diputuskan untuk mengadakan hubungan dengan luar negeri dengan menjadi anggota Women's International Democratic Federation (WIDF). Dijiwai oleh tekad untuk ikut serta dalam pembangunan jaringan kerjasama Internasional untuk mendukung pergerakan wanita. Selanjutnya menyusun program-program kerja, meliputi bidang pembelaan negara, bidang-bidang sosial, politik, pendidikan, sesuai dengan derap perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan republik.

Pertemuan antar organisasi dalam sekian kongres perempuan memungkinkan perempuan memperluas imajinasi mereka tentang perempuan dan wujud baru bernama bangsa. Kebangkitan gerakan nasionalis anti kolonial membuka jalan bagi perempuan untuk keluar rumah, menyatakan pendapat secara terbuka, dan berorganisasi.

Sesudah kemerdekaan perjuangan perempuan terfokus pada dua pokok persoalan yakni: merebut kemerdekaan dari Belanda; serta masalah poligami. Poligami50 merupakan salah satu masalah sentral gerakan perempuan dan merupakan faktor pemicu pecahnya dan melemahnya persatuan gerakan

49

Fauzie Ridjal (ed). op.cit. hal. 103. 50

(47)

perempuan. Pihak yang tetap meneruskan perjuangan anti-poligimi, terutama PERWARI, sedangkan ada organisasi lain menganggap poligami tidak terlalu penting sehingga perlu diabaikan.

Namun, pemerintah tetap mendorong perempuan untuk giat berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan. Melalui, buku “Sarinah” 1947 karya Sukarno, buku ini sebagai persembahan pemikiran bagi posisi perempuan dalam masyarakat, sebuah bentuk dukungan kebebasan sosial politik perempuan. Masa di mana menjamurnya partai politik, perempuan mempopulerkan isu-isu perjuangan perempuan dan peta gerakan perempuan di dunia.

Dalam buku Sarinah, Soekarno mengatakan bahwa pada suatu masa kaum perempuanlah yang mengemudi masyarakat, kaum perempuanlah yang berkuasa, kaum perempuanlah yang mengepalai peperangan, kaum perempuanlah yang memanggul senjata, kaum perempuanlah yang mengorbankan jiwanya guna sejarah.51

Soekarno merupakan tokoh politik utama pada zaman itu. Ia menguraikan pandangannya tentang perempuan. Menurut Soekarno, perjuangan perempuan dibagi dalam tiga tingkatan. Tingkat pertama, merupakan perjuangan untuk memperbaiki kehidupan perempuan. Tingkat kedua, adalah perjuangan feminisme yang memperjuangkan persamaan hak dengan kaum laki-laki, sedangkan tingkat ketiga adalah mengenai perjuangan sosial, di mana perempuan dan laki-laki

51

(48)

berjuang bahu-membahu untuk saling membantu untuk memperbaiki kehidupan.52 Dengan adanya partisipasi perempuan berarti mempercepat sosialisme. Sebaliknya kaum laki-laki harus sadar, bahwa mereka tidak dapat berhasil tanpa kaum perempuan. Soekarno mengajak laki-laki agar menjadikan perempuan sebagai partner.

52

(49)

BAB III

GERWANI PELOPOR GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA

A. Pendahuluan

Revolusi sosial disikapi oleh bangsa Indonesia dengan berbagai macam cara. Tidak ketinggalan juga kaum perempuan ingin terlibat mewarnai revolusi sosial dengan melakukan perlawanan dengan cara membentuk organisasi-organisasi, untuk mengangkat kondisi kaum tertindas dan kaum terpinggir.

Diakui bahwa organisasi perempuan awalnya muncul dengan sifat keagamaan maupun kedaerahan, sehingga dalam perkembangannya lebih mengutamakan kelompoknya sendiri. Demikian juga Gerwani tumbuh dalam revolusi sosial, untuk melawan kaum elit53 Indonesia dan untuk mengubah cara berpikir, cara berelasi, dan cara berproduksi serta ingin memberdayakan rakyat khususnya kaum perempuan.

Gerakan perempuan diliputi semangat yang kuat untuk mengadakan perbaikan dalam masyarakat dipelbagai bidang, seperti pendidikan, dan sosial, yang disebut dengan gerakan sosial.54 Dibidang pendidikan memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan dan dibidang sosial perempuan ingin keadilan bagi perempuan terutama hak-hak perempuan55; perempuan ingin melawan

53

Kaum elit Indonesia: (elit politik, elit ekonomi dan elit agama) semuanya adalah kaum laki-laki.

54

Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal 73-75. 55

(50)

pemilik modal serta ingin melawan adat istiadat yang tidak berpihak pada perempuan56. Gerakan sosial ditujukan untuk meningkatkan perikemanusiaan, harkat dan martabat, pengentasan kemiskinan maupun penindasan.

Perempuan dianggap unsur penting sebagai pendidik generasi muda.57 Karena pendidikan pertama-tama diterima oleh seorang anak dari dalam rumah, dan disamping itu generasi muda khususnya perempuan kurang mendapatkan pendidikan seperti layaknya kaum laki-laki. Maka, organisasi perempuan dibentuk pertama-tama untuk memperjuangkan kepentingan perempuan sekaligus untuk melawan adat istiadat yang mendiskriminasikan perempuan dan untuk mendukung perjuangan bangsa dalam memperoleh kemerdekaan. Pada dasarnya masing-masing organisasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu menghapus ketidakadilan.

Gerakan perempuan disatukan oleh kepentingan bersama, serta basis solidaritas bersama. Kepentingan bersama yaitu menuntut pendidikan bagi kaum perempuan, sedangkan bentuk solidaritas adalah melawan segala bentuk ketidakaldilan yang dialami oleh kaum perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Perjuangan perempuan pada periode ini muncul dari sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama serta dilandasi ikatan solidaritas untuk membawa perubahan melalui tindakan sosial58 terhadap otoritas pemerintah59.

56

Konteks organisator Gerwani dan hubungannya dengan Partai komunis Indonesia dan ciri komunisme.

57

Catharina Nanik Purwoko. op.cit. hal. 44 58

(51)

Dalam masa gerakan sosial60, perempuan telah mengambil bagian dalam berbagai bentuk tindakan, misalnya, Pemberantasan Buta Huruf (PBH) dengan membuka sekolah; membuka tempat-tempat kursus; demontrasi hingga lobi ke legislatif atau melakukan tindakan-tindakan simbolis misalnya mogok makan atau mengikat kepala dengan kain.61 Akibat adanya gerakan sosial, perempuan akan melek huruf dan memiliki keterampilan; masyarakat berpendidikan dan kesejahteraan; pemerintah lebih memperhatikan kepentingan rakyat. Tetapi kemudian gerakan-gerakan sosial semakin menjadi sarana bersama untuk membawa perubahan.

B. Sejarah Lahirnya Gerakan Wanita Indonesia (GERWANI) B.1. Istri Sedar

Istri Sedar didirikan pada tanggal 22 Maret 1930 oleh Nn. Soedimah (Ny. Asraroedin), Nn. Djoehaeni (Ny.Maskoen Soemadiredjo) dan Ny. Suzanna Hamdani. Ketiga tokoh tersebut adalah mantan anggota pimpinan perkumpulan “Putri Indonesia”. Mereka terpanggil untuk menyadari kaum perempuan akan

ketertindasan yang diakibatkan oleh cengkraman imperialisme Belanda. Istri

59

Otoritas atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak disetujui Gerwani adalah keberpihakan pemerintah pada pemilik modal; pemerintah tidak menurunkan harga bahan pangan; pembuatan undang-undang yang menguntungkan para pemilik modah dan kaum laki-laki.

60

Gerakan sosial cenderung berpikir bahwa gerakan sosial muncul terjadi kalau masyarakat kecewa terhadap ketidakadilan dan memutuskan tindakan tertentu untuk menyelesaikannya. Gerakan sosial dilandasi oleh keadaan ketidakadilan.

61

(52)

Sedar menyatakan diri ingin meningkatkan status perempuan Indonesia melalui perjuangan kemerdekaan.62 Ide dasarnya adalah bahwa tidak akan ada persamaan hak antara laki-laki dan perempuan bila tidak ada kemerdekaan.63

“… Istri Sedar merupakan perkumpulan yang menuju pada kesadaran perempuan Indonesia dan derajat hidup Indonesia, untuk melekaskan dan menyempurnakan kemerdekaan.”64

Agar supaya bebas dari genggaman kolonial, maka tenaga perempuan diperlukan untuk bekerjasama dan berjalan beriringan dengan kaum laki-laki demi memperjuangkan kemerdekaan nusa dan bangsa serta dalam pembangunan bangsa.65 Tujuan utama Istri Sedar untuk menyadarkan kaum perempuan, dengan memperhatikan tugas perempuan, seperti memberi pengajaran apa saja untuk perempuan dengan tujuan agar perempuan kuat dan matang berjuang di bidang politik bersama kaum laki-laki serta mencoba mengubah paradigma66 umum. Di atas semua ini yang terpenting supaya kaum perempuan tidak menghalangi kaum laki-laki bila terjun dalam aktivitas perjuangan politik. Disarankan juga agar perempuan langsung ikut serta dalam perjuangan politik suaminya. Lebih penting

62

Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal 131. 63

Lihat Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 206. 64

A.K. Pringgodigdo SH. 1980. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta. hal. 172.

65

Ibid. hal. 174. 66

(53)

lagi artinya, kaum perempuan sendiri mengambil inisiatif dan menjadi pelopor atau pemimpin dari satu gerakan masa politik.67

Dalam proses pertumbuhannya, Istri Sedar merumuskan Anggaran Dasar (AD).68 Di dalam AD, Istri sedar menekankan bahwa dalam diri setiap anggota harus memiliki jiwa nasionalis yang berpihak pada rakyat, bersikap netral, dan harus percaya diri serta berjiwa nasional.

Dalam mewujudkan AD, Istri Sedar mulai menyelidiki dan memperhatikan masalah perempuan dengan memberikan pendidikan kepada perempuan berdasarkan semangat nasionalis dan semangat kerakyatan, mendorong perempuan untuk bisa hidup mandiri; mengadakan kursus-kursus; diterbitkan juga majalah perempuan untuk pengembangkan diri perempuan.

Perhatian utama Istri Sedar adalah persoalan perempuan serta keinginan untuk melawan realitas sosial yang merendahkan derajat kaum perempuan. Keadaan perempuan di tengah kehidupan bermasyarakat, yakni; sulit mencari nafkah, adanya perbedaan upah, mayoritas buta huruf, rendahnya pendidikan anak perempuan, permaduan, kawin paksa, kasus perceraian yang tidak adil. Untuk mengatasi realitas tersebut, maka kaum perempuan pertama-tama diberi pendidikan, diberi kursus-kursus, dan arisan. Disamping itu, kaum perempuan

67

., Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi.loc.cit. hal. 206.

68Anggaran Dasar: “Perhimpoenan Istri Sedar menoedjoe pada kesadaran

perempoean Indonesia dan pada deradjat dan penghargaan sama, antara perempoean dan laki-laki, didalam pergaoelan hidoep di Indonesia oentoek mempertjepat memperoleh Indonesia merdeka. Oentoek mentjapai toejoean ini dirumuskan sebagai dasar: (1). Kenasionalan jang sedalam-dalamnya, (2). Kepertjajaan pada diri sendiri, (3). Kerakjatan jang seloeas-loeasnya, (4). Kenetralan terhadap (tidak memihak) pada agama apapoen”. Lihat.

(54)

diajak untuk hidup mandiri dan diharapkan bisa mencari solusi atas setiap problem yang dihadapinya.69

Pergerakan perempuan Indonesia bukan hanya untuk menuntut hak dan persamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki saja, tetapi memikul kewajiban mengobarkan perasaan kemerdekaan dan kemanusiaan pada kaum perempuan, guna bekerja untuk rakyat dan tanah air.

Bersandar pada pokok pikiran “percaya pada kekuatan sendiri” Istri Sedar

bergerak terus, bersikap netral, tidak berafiliasi dengan salah satu organisasi. Asas dan tujuan organisasi Istri Sedar tahun 1945 disesuaikan dengan keadaan kemerdekaan, dengan berpedoman pada falsafah negara Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Tujuannya adalah70: (a) meningkatkan kesadaran perempuan akan kedudukannya dalam hukum dan masyarakat, serta pada pelaksanaan hak, derajat dan penghargaan sama antara perempuan dan laki-laki dalam pergaulan hidup di Indonesia.(b).Tercapainya masyarakat yang adil, makmur dan sentosa.

Isteri Sedar merupakan organisasi perempuan yang paling radikal, serta tidak mau berkompromi mengenai masalah-masalah poligami dan perceraian. Hal ini yang menimbulkan perbedaan mendalam di antara organisasi-organisasi perempuan Islam dan organisasi lainnya.71

Isteri Sedar merupakan satu-satunya organisasi yang secara terbuka dan sistematis mengecam politik pemerintah kolonial Belanda, dan memberi perhatian

69

A.K. Pringgodigdo. op.cit. hal. 175-180. 70

., Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 211-214. 71

Gambar

TABEL 1 Keanggotaan Gerwis Tahun 1950-1954
Jumlah Keanggotaan GerwaniTABEL 2 98
TABEL 3 Jumlah Buruh Perempuan

Referensi

Dokumen terkait

Dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu suatu pendekatan untuk melihat objek penelitian sebagai suatu kesatuan yang terpadu

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah serta inayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat menulis

Contohnya penanganan surat masuk, mencatat, pemberian nomor/cap dan pengiriman surat keluar sebaiknya dipusatkan di sekretariat atau bagian lain yang menyelenggarakan fungsi

Memahami pengaruh fenomena ENSO, curah hujan, dan perubahan tutupan lahan yang diduga sebagai penyebab perubahan rezim hidrologi di Cekungan Bandung Data debit

Proses pemetaan tingkat kerawanan kebakaran hutan dengan pengolahan data titik panas (hotspot) dapat dilakukan dengan mengimplementasikan metode clustering, salah

“Dengan jaringan cabang kami yang luas di seluruh Indonesia, pemilik usaha skala kecil dan menengah dapat pergi ke setiap cabang UOB untuk mendapatkan layanan bagi kebutuhan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul pengaruh person organization fit dan motivasi terhadap kinerja karyawan pada karyawan koperasi

2018... Hasil wawancara penulis dari keluarga Waeromoh Naepinae sebagai pedagang mengatakan bahwa orang tua adalah guru pertama untuk anak, jika bukan orang tua