BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT TOBA DI DESA
3.4 Teknik Pembuatan
3.4.2 Peralatan Yang Digunakan
3.4.2.1 Gergaji
Gergaji adalah perkakas berupa besi tipis bergigi tajam yang digunakan untuk memotong bahan pada ukuran tertentu. Dalam hal ini gergaji digunakan untuk memotong bambu. Gergaji yang digunakan adalah gergaji tangan yang pada umumnya dipakai dalam pertukangan.
Gambar 6. Gergaji tangan 3.4.2.2 Parang
Parang adalah suatu alat pemotong yang tajam yang terbuat dari besi. Dalam hal ini parang digunakan untuk membersihkan dahan-dahan bambu dari bambu serta memotong kayu bosi-bosi untuk pembuatan palu-palu. Parang yang digunakan berukuran sedang.
Gambar 7. Parang ukuran sedang
3.4.2.3 Pisau
Pisau adalah suatu alat pemotong untuk memotong suatu benda yang terbuat dari logam pipih yang tepinya dibuat tajam. Pisau digunakan untuk merapikan lubang udara pada ogung bulu dan mengikis kayu dalam pembuatan palu-palu.
Gambar 8. Pisau ukuran sedang 3.4.2.4 Pahat
Pahat adalah alat berupa bilah besi yang tajam pada ujungnya untuk membuat lubang udara (resonator).
Gambar 9. Pahat
3.4.2.5 Penggaris/Tali Plastik
Penggaris adalah suatu alat pengukur dan alat bantu gambar untuk menggambar garis lurus. Dalam hal ini, penggaris/tali plastik digunakan untuk memberikan ukuran garis tengah dalam membuat lubang udara (resonator).
Gambar 10. Tali plastik (rafia) 3.4.3 Proses Pembuatan Awal
Pada proses pembuatan tahap awal dalam membuat ogung bulu akan dijelaskan bagaimana tahap pemilihan bambu sampai membentuk badan ogung bulu. Dalam proses pembuatan ogung bulu ini yang pertama dilakukan adalah mempersiapkan bahan baku yaitu bambu atau bulu godang sebagai bahan yang digunakan dalam membuat ogung bulu.
3.4.3.1 Memilih dan Menebang Bambu
Pemilihan bambu yang berkualitas akan sangat berpengaruh terhadap daya tahan atau kekuatan bambu tersebut. Jenis bambu yang baik untuk dijadikan alat musik ogung bulu adalah bambu yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu tebal.
Dalam hal pemilihan bambu juga tidak sembarangan bambu yang besar, karena juga disesuaikan kadar air dan kualitas kulit bambu didalam pembuatan
Ogung bulu. Seperti bambu lemang walaupun bambunya besar tapi banyak mengandung kandungan air yang tinggi sehingga tidak bisa dijadikan alat musik Ogung bulu. Oleh karena itu bulu bolon yang sesuai dengan kadar air yang sedikit didalam bambu dan tidak mudah kisut/susut dan pemakaian yang lama. Ruas bambu yang diambil lebih baik yang tidak terlalu tua yang berada hampir di pucuk bambu karena lebih mudah memotongnya/mengambilnya dan tidak terlalu tebal agar suara yang dihasilkan sedikit bergema.
Gambar 11. Memilih dan menebang bambu 3.4.3.2 Memotong Satu Ruas Bambu
Setelah bambu ditebang, akan dilakukan pemotongan seruas bambu. Namun dalam pemotongan ruas bambu terlebih dahulu dipilih bagian yang cukup besar dan kuat. Kemudian dipotong menjadi seruas saja. Sehingga dalam pemotongan seruas bambu ini mengorbankan ruas-ruas bambu yang lainnya. Dalam pemotongan ini menggunakan alat gergaji tangan yang membuat bambu tetap kokoh dan tidak rusak. Bentuk potongannya ini harus rata pada tiap ujungnya dan memiliki batas ruas yang masih utuh.
Gambar 11. Memotong satu ruas bambu (dokumentasi penulis 2019) 3.4.3.3 Mengikis Batas Ruas Pangkal Bambu
Untuk mengikis batas ruas pangkal bambu alat yang digunakan untuk mengikisnya adalah parang yang berukuran sedang dan tajam. Dalam pengikisan tersebut dilakukan pada bagian atas dan bawah batas pangkal bambu. Agar tidak ada sekat-sekat tajam bambu yang dapat mengoyakkan tangan si pemain. Hal ini juga memberikan nilai kerapian dan keindahan.
Gambar 12. Mengikis batas ruas bambu (dokumentasi penulis 2019)
3.4.4 Proses Pembuatan Selalnjutnya
Dalam pembuatan ogung bulu selanjutnya yaitu membuat bagian-bagian pelengkap dari ogung bulu itu sendiri antara lain pembuatan lubang udara (resonator) dan pembuatan palu-palu (stik pemukul ogung bulu). Hal ini merupakan bagian-bagian yang sangat penting pula dalam sebuah alat musik ogung bulu.
3.4.4.1 Membuat Lubang Udara
Ada satu lubang udara (resonator) pada sebuah ogung bulu yang terletak dibagian tengah badan bambu. Lubang udara ini difungsikan sebagai lubang keluaran udara. Tiap ogung bulu memiliki lubang udara yang ukurannya berbeda-beda yang berbentuk persegi. Ukuran bambu dan lubang udara juga menentukan tinggi rendahnya suara yang dihasilkan ogung bulu. Pada pembuatan lubang ini meggunakan sebuah pisau yang berukuran sedang, tajam, dan runcing.
Gambar 14. Proses pembuatan lubang udara 3.4.4.2 Membuat Palu-palu
Palu-palu (pemukul ogung bulu) ini terbuat dari batang kayu bosi-bosi . Kayu bosi-bosi dalam bahasa Indonesia disebut kayu besi seperti kayu bulian, ulin, gaharu. Kayu harus memiliki struktur kayu yang keras dan berat agar suara yang dihasilkan ogung bulu nyaring dan kuat. Cara membuat palu-palu ini dengan memotong kayu bosi-bosi tersebut dan mengikis ujung bawahnya untuk membuat pegangan tangan agar terasa nyaman.
Gambar 14. Palu-palu (stik pemukul ogung bulu)
3.5 Kajian Fungsional
Studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat dan komponen yang menghasilkan suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara bunyi, nada, warna nada dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut.
Dalam tulisan ini penulis akan mengkaji tentang kajian fungsional terhadap proses belajar, teknik penyeteman, cara memainkan ogung bulu, nada yang dihasilkan ogung bulu, dan teknik memainkannya.
3.5.1 Proses Belajar
Secara garis besar proses belajar yaitu suatu proses interaksi antara siswa dengan pengajar dan sumber belajar dalam suatu lingkungan tersebut. Didalam pengajaran ada juga pembelajaran yang artinya bentuk bantuan yang diberikan pengajar kepada muridnya agar terbentuknya suatu proses mendapatkan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran serta pembentukan sikap dan kepercayaan diri pada muridnya. Secara tradisional mangajar diartikan sebagai upaya penyampaian/penanaman pengetahuan pada anak. Dalam pengertian itu anak dipandang sebagai obyek yang sifatnya pasif. Pengajaran berpusat pada seorang guru. Gurulah yang memegang peranan utama dalam proses belajar-mengajar.
Menurut hasil wawancara penulis terhadap Bapak Tulus Sinambela mengenai pembelajaran alat musik ogung bulu ini berdasarkan penanaman modal kemauan si murid terhadap alat musik tersebut. Setelah memiliki modal kemauan maka si murid akan mengetahui berdasarkan dari apa yang dia lihat, dia dengar,
dan dia teliti. Bahwa proses belajar untuk bisa memainkan dan membuat alat musik ogung bulu adalah bahwa seseorang tersebut harus didasari dengan keinginan yang kuat dan harus bisa beradaptasi terhadap gurunya dan harus memiliki kesabaran yang tinggi. Sedangkan untuk memahirkan dalam sebuah permainan ogung bulu dilakukan kegiatan pembelajaran yang berulang-ulang.
Sehingga dari yang tidak tahu menjadi tahu.
Dalam masyarakat Toba untuk mempelajari musik dilakukan secara lisan, yaitu seorang guru bercerita dan muridnya mendengarkan dengan baik apa yang telah disampaikan oleh gurunya. Kemudian muridnya disuruh untuk belajar bagaimana cara memainkan alat musik tersebut. Setelah sang guru merasa bahwa muridnya telah menguasai bagaimana cara memainkan alat musik itu, barulah sang guru mengajak muridnya untuk memainkan alat musik tersebut secara bersamaan.
3.5.2 Teknik Penyeteman Tiap Ogung Bulu
Teknik penyeteman adalah teknik membuat kestabilan suara pada ogung bulu. Teknik penyeteman pada ogung bulu yaitu berdasarkan besar kecilnya lubang udara yang kita buat. Semakin besar lubang udaranya maka suara yang dihasilkan tinggi/high dan semakin kecil lubang udaranya maka suara yang dihasilkan rendah/low. Untuk penyeteman ogung bulu kita harus tahu dahulu bagaimana suara tiap ogung dalam repertoar batak toba.
3.5.3 Cara Memainkan Ogung Bulu
Dalam memainkan ogung bulu tidak membutuhkan teknik khusus karena hanya memukul tepat disisi belakang lubang udara ogung bulu tersebut. Namun dalam memainkan ogung bulu doal mempunyai teknik tersendiri yang berbeda dengan ogung bulu lainnya. Cara memainkan ogung bulu doal yaitu dengan meletakkan ogung bulu di telapak tangan tepat dibawah lubang udara ogung tersebut agar suara yang dihasilkan tidak bergetar lama atau resonasinya. Pukulan pertama dimainkan oleh Ogung Oloan dan Ogung Panggora secara bersamaan, kemudian Ogung doal dipukul tepat ditengah-tengah dari dua pukulan hesek dengan not 1/8 dan menimbulkan suatu efek synkopis, kemudian Ogung oloan dan panggora dipukul secara bersamaan dan begitu seterusnya. Posisi badan ketika sedang bermain adalah berdiri. Berikut ini akan dijelaskan posisi cara memainkan ogung bulu tersebut :
3.5.3.1 Posisi Badan
Dalam hal ini posisi badan dalam memainkan ogung bulu adalah dengan Jongjong atau berdiri.
3.5.3.2 Posisi Tangan Memainkan Oloan, Ihutan dan Panggora
Adapun fungsi posisi tangan yaitu tangan kiri untuk memegang tali agar posisi ogung bulu tergantung dan tangan kanan memegang palu-palu untuk memukul ogung bulu tersebut.
Untuk lebih jelas penulis akan menyertakan gambar dan keterangan berikut:
Gambar 15. Teknik memainkan
ogung bulu oloan
Gambar 16. Teknik memainkan ogung bulu ihutan
Gambar 17. Teknik memainkan ogung bulu panggora 3.5.3.3 Posisi Tangan Memainkan Doal
Posisi tangan kiri menutup dan membuka lubang ogung bulu tersebut agar suara yang dihasilkan tidak terlalu panjang atau tidak bergetar lama dan tangan kanan memegang palu-palu untuk memukul ogung bulu tersebut. Berikut gambar cara memainkan doal :
Gambar 16. Teknik memainkan Ogung bulu doal 3.5.4 Pola Ritem
Yang dimaksud penulis pola ritem disini ialah pola irama ogung bulu yang dimainkan dalam ansambel gondang hasapi. Dalam menganalisis pola ritem, penulis melakukan pendekatan yang dikemukakan oleh Nettl (1964) yakni : dalam menganalisis ritem maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pola dasar ritem, repetisi, dan variasi dari pola dasar ritem. Untuk menjelaskan hal yang dikemukakan oleh Netll penulis menggunakan teknik transkripsi análisis.
Transkripsi adalah proses penotasian bunyi, mengalihkan bunyi menjadi simbol visual (Nettl, 1964 : 98). Pentranskripsian bunyi musik merupakan suatu usaha untuk mendeskripsikan musik, yang mana hal ini merupakan bagian penting dalam disiplin etnomusikologi.
Dalam mentranskripsikan pola ritem ogung bulu ini, penulis menggunakan notasi Barat. Adapun alasan penulis memilih sistem notasi barat karena sistem notasi barat sangat cocok untuk menunjukkan nilai ritmis dari setiap nada. Lebih dari pada itu simbol-simbol yang terdapat dalam sistem notasi barat bersifat fleksibel, artinya untuk menyatakan sebuah nada yang sulit untuk ditranskripsikan
dapat dibubuhkan atau ditambahkan simbol lain sesuai dengan kebutuhan yang penulis inginkan. Berikut transkripsi ritem tiap ogung bulu :
Gambar 17. Transkripsi ritem tiap-tiap ogung bulu
BAB IV
EKSISTENSI OGUNG BULU BATAK TOBA 4.1 Sejarah Ogung
Ogung adalah alat musik tradisional sekaligus alat komunikasi yang digunakan oleh orang batak. Pada zaman dahulu kala dimana belum ada alat komunikasi canggih seperti sekarang ini, ogung dipergunakan sebagai alat komunikasi dengan warga setempat bila terjadi hal-hal tertentu yang urgent, seperti misalnya ada kebakaran, ada pencuri, ada penyusup yang dicurigai, dan lain-lain. Orang batak juga menganggap Ogung itu adalah benda mewah dan berharga. Bila sebuah keluarga memiliki ogung, hal ini pertanda bahwa keluarga ini adalah orang terpandang yang mempunyai prestise (harga diri/martabat) dikalangan masyarakat. Itulah sebabnya ogung untuk orang Batak identik dengan
“raja” dan “harta” sebab yang memiliki ogung biasanya keluarga kerajaan atau orang kaya. Ogung itu sendiri mempunyai bentuk gong dengan ukuran yang bervariasi.
Ogung adalah salah satu bagian dalam ansambel Gondang Sabangunan (terdiri dari Taganing, Ogung, Sarune dan Hesek), yang dipakai untuk upacara adat seperti upacara meninggal orang tua yang sudah punya cicit, menggali tulang belulang orang tua untuk dialihkan ke kontruksi yang telah dipersiapkan, bahkan pada upacara adat perkawinan.
Sampai sekarang asal mula Ogung di tanah batak masih dibuat bentuk menjadi misteri. Banyak tuturan yang melatarbelakangi asal usul ogung. Ada yang berpendapat bahwa ogung adalah hasil pekerjaan masyarakat batak itu sendiri, sebab ogung adalah salah satu bagian dari Gondang Sabangunan, alat musik tradisional Batak yang diyakini semuanya diciptakan oleh nenek moyang orang batak dan hanya dipakai oleh orang batak. Namun ada argumen lain bahwa ogung bukanlah produk asli orang batak, tetapi berasal dari luar Sumatera Utara. Ada yang mengatakan bahwa ogung berasal dari Pulau Jawa, tapi ada juga yang mengatakan bahwa ogung berasal dari India.
Seiring dengan jumlahnya sub-etnis dalam suku batak itu sendiri (terdiri dari Toba, Karo, Mandailing, Angkola-Sipirok, Simalungun dan Pakpak), setiap sub-etnis memiliki perangkat ogungnya sendiri. Penamaan ogung yang berlainan diakibatkan perbedaan latar norma budaya istiadat. Berikut yaitu macam-macam ogung dari setiap sub-etnis:
4.1.1 Sub-etnis Toba
Ogung maupun Ogung Bulu terdiri dari 4 macam yang memiliki ukuran bervariasi dan tentunya memiliki suara atau nada yang berbeda-beda. Berikut penamaan Ogung yang ada dalam suku Batak Toba :
Ogung Oloan: Ogung yang memiliki nada rendah. Ogung ini
menghasilkan bunyi yang beritme konstan agar diikuti bunyi ogung lainnya. Hal ini yang menyebabkan ogung ini dinamai oloan yang berarti “diikuti” Disebut-sebut sebagai kepala pemimpin semua ogung.
Ogung Panggora: Panggora memiliki tafsiran “yang berseru, memberi
efek kejut”. Dikata demikian karena bunyinya yang menggelegar dan keras dibandingkan ogung-ogung lainnya
Ogung Ihutan: Dinamai Ogung Ihutan karena tugasnya mengikuti
bunyi ogung oloan. Ihutan berarti “yang mengikuti”. Nama lain ogung ini adalah pangalusi berarti “jawaban”. Ogung ini memiliki nada yang lebih tinggi dibandingkan Ogung Oloan.
Ogung Doal: Ogung ini berfungsi menambah variasi bunyi ogung saja,
dengan menambah ritme tambahan.
Ogung Oloan mempunyai fungsi sebagai instrumen ritme konstan, yaitu memainkan iringan irama lagu dengan model yang tetap. Fungsi ogung oloan ini umumnya sama dengan fungsi ogung ihutan, ogung panggora dan ogung doal dan sedikit sekali perbedaannya. Ogung doal memperdengarkan bunyinya tepat di tengah-tengah dari dua pukulan hesek dan menimbulkan suatu efek synkopis yang merupakan suatu ciri khas dari gondang sabangunan. Fungsi dari ogung panggora ditujukan pada dua bagian. Di satu bagian, ia berbunyi berbarengan dengan tiap pukulan yang kedua, sedangkan di bagian lain sekali ia berbunyi bersamaan dengan ogung ihutan dan sekali lagi berbarengan dengan ogung oloan.
Oleh karena itu musik dari gondang sabangunan ini pada umumnya dimainkan dalam tempo yang cepat meskipun ada juga dalam tempo yang lambat, maka para penari maupun pendengar hanya berpegang pada bunyi ogung oloan dan ihutan saja. Berdasarkan hal ini, maka ogung oloan yang berbunyi lebih rendah itu berarti "pemimpin" atau "yang harus dituruti" , sedang ogung ihutan yang
berbunyi lebih tinggi, itu "yang menjawab" atau "yang menuruti". Maka dapat disimpulkan bahwa peranan dan fungsi yang berlangsung antara oloan dan ihutan dianggap oleh orang Batak Toba sebagai suatu permainan "tanya jawab".
4.1.2 Sub-etnis Karo
Gung, jenis ogung ukuran besar
Panganak, jenis ogung yang lebih kecil dari Gung.
4.1.3 Sub-etnis Mandailing dan Angkola
Kedua sub-etnis ini memiliki penamaan ogung yang sama, yaitu:
Ogung jantan (laki-laki) dan Ogung boru-boru (perempuan), kedua
ogung ini yang terbesar dari ogung lain.
Ogung Pamulosi, Panongahi, dan Pandoali, ketiga ogung ini
merupakan yang lebih kecil dari ogung lain dan sering dinamakan sebagai ogung mong-mongan.
4.1.4 Sub-etnis Simalungun
Ogung Sibanggalan (besar) dan Ogung Sietekan (lebih kecil), keduanya merupakan Ogung besar, hanya saja punya ukuran berlainan.
Ogung Mong-mongan, terdiri dari dua buah ogung kecil.
4.1.5 Sub-etnis Pakpak
Takudep
Poi
Pongpong
4.2 Fungsi Ogung Bulu Pada Masyarakat Toba
Dalam menuliskan fungsi Ogung Bulu dalam kebudayaan masyarakat Toba, maka penulis mengacu pada teori Alan P. Merriam, yaitu:
”use” then, refers to the situation in which is employed in human action:
“function” concern the reason for its employment and particulary the brodader purpose which is serves (1964:210)
Dari kalimat di atas, dapat diartikan bahwa use (penggunaan) menitik beratkan pada masalah situasi atau cara yang bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function (fungsi) yang menitik beratkan pada alasan penggunaan atau menyangkut tujuan pemakaian musik itu mampu memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri.
Menurut Allan P. Merriam (1964:219-226) fungsi music dapat dibagikan dalam 10 kategori yaitu :
1. Fungsi Pengungkapan Emosional 2. Fungsi penghayatan Estetis 3. Fungsi Hiburan
4. Fungsi Komunikasi 5. Fungsi Perlambangan 6. Fungsi Reaksi Jasmani
7. Fungsi yang berkaitan dengan reaksi sosial
8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan 9. Fungsi kesinambungan budaya
10. Fungsi Pengintegrasian masyarakat
Ogung bulu dapat dikategorikan dalam beberapa fungsi yaitu :
4.2.1 Fungsi Pengungkapan Emosional
Dalam memainkan Ogung yang menentukan reaksi pengungkapan perasaan adalah tempo musik yang dimainkan. Untuk menunjukan suasana gembira, maka dipakai tempo sedang hingga tempo cepat. Sedangkan tempo lambat umumnya dipakai untuk yang berhubungan dengan hal-hal musibah, kekecewaan, kesedihan dan kerinduan hati.
4.2.2 Fungsi Hiburan
Ogung bulu dapat berfungsi sebagai hiburan dikarenakan ogung bulu dimainkan secara bersamaan dalam ansambel Gondang Hasapi. Sebagai perlombaan misalnya dalam memperingati hari besar yang biasanya dijadikan perlombaan untuk anak-anak sekolah dalam memainkan Gondang Hasapi.
4.2.3 Fungsi Komunikasi
Ogung berfungsi sebagai alat komunikasi dengan masyarakat setempat bila terjadi hal-hal yang urgent, seperti misalnya ada kebakaran, ada penyusup atau musuh yang dicurigai. Ogung bulu juga berfungsi untuk mengumumkan kepada masyarakat kampung jika ada salah satu keluarga yang mengadakan acara.
4.2.4 Reaksi Jasmani
Ogung bulu yang juga termasuk dalam ansambel Gondang Hasapi juga berfungsi untuk mengiringi tor-tor yang merupakan reaksi jasmani dari penonton ataupun dari orang yang kesurupan didalam acara Gondang Hasapi.
4.2.5 Perlambangan
Pada orang Batak, ogung merupakan benda mewah atau berharga bagi kampung atau keluarga. Jika sebuah keluarga memiliki ogung, hal ini pertanda
bahwa keluarga ini orang terpandang dan sekaligus mengangkat harkat dan martabat keluarga tersebut.
4.2.6 Fungsi Penghayatan Estetis
Suatu keindahan dapat diungkapkan atau dituangkan dalam bunyi-bunyian yang dihasilkan Gondang Hasapi, yang tertuang melalui permainan ritem maupun melodi yang dapat dinikmati atau dihayati oleh pemusik itu sendiri maupun pendengarnya.
4.3 Eksistensi Ogung Bulu
Dikarenakan sedikitnya info yang didapatkan penulis baik berupa lisan, tulisan ilmiah, buku mengenai sejarah ogung bulu, maupun artikel yang terkait, ini menyebabkan belum diketahuinya asal-usul yang pasti kapan terciptanya alat musik ogung bulu.
Penulis berpendapat bahwa sebelum adanya Ogung yang berbahan logam, nenek moyang kita memakai Ogung yang berbahan bambu yang disebut Ogung bulu dan berbentuk seperti pentungan bambu yang biasanya dipakai di pos ronda desa atau kampung untuk memberi informasi. Menurut cerita dari informan dan masyarakat Habinsaran, Ogung Bulu dahulunya digunakan dalam ansambel Gondang Hasapi oleh nenek moyang kita untuk hiburan maupun acara ritual ditempat peristirahatan saat melakukan perjalanan jauh.
Seiringnya perkembangan zaman, popularitas ogung bulu sudah digantikan oleh ogung yang berbahan logam yang memiliki kualitas dari segi suara (sustain)
dan lebih tahan lama. Setelah Ogung berbahan logam ditemukan dan digunakan dalam adat batak toba, Ogung bulu tetap dimainkan oleh anak-anak kecil dalam ansambel gondang hasapi atau uning-uningan sebagai hiburan maupun perlombaan sekecamatan mewakili sekolah-sekolah. Namun sekarang sudah tidak ada lagi yang memainkan alat musik ini, baik orang dewasa maupun anak-anak.
Keberadaan Ogung bulu ini dahulunya sangat familiar dikalangan masyarakat Toba yang berada pada wilayah Pararungan, kecamatan Habinsaran tersebut. Menurut beliau ogung bulu terlihat dan sering dipakai ketika beliau masih berumur 8 tahun sekitar tahun 1970-an. Masyarakat kalangan usia anak-anak, remaja, dewasa sangat sering menggunakan alat musik ogung bulu tersebut. Bukan hanya memainkannya bahkan cara membuat alat musik ogung bulu ini juga dipelajari mereka dengan sangat tekun.
Berbeda pada saat sekarang, alat musik ogung bulu ini sudah tidak dimainkan lagi oleh masyarakat batak toba baik dikalangan orang tua, remaja, maupun anak-anak. Alat musik ogung bulu ini bisa dikatakan sudah hampir punah. Hal ini disebabkan karena perkembangan kebutuhan konsumsi musik masyarakat yang sudah menggantikan alat musik ogung bulu dengan ogung berpencu yang sudah berbahan logam yang lebih tahan lama dan suara yang lebih panjang (sustain).
Kemungkinan besar semuanya itu dipengaruhi akan perkembangan zaman dan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap penikmatan musik. Meskipun hampir punah alat musik ogung bulu ini masih dilestarikan oleh kelompok musik atau band yang berasal dari kota Medan yaitu band Akar Primitif yang
pernah berprestasi dalam lomba cipta karya lagu Festival Lagu Suara Anti Korupsi yang diadakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta dan mendapatkan juara pertama yang berskala nasional.
Selain mereka ada pula komunitas perkusi yang berasal dari kota Medan yang juga menggunakan alat musik ogung bulu dalam setiap penampilan mereka, komunitas tersebut adalah Comunal Primitive Percussion yang merupakan komunitas di Ikatan Mahasiswa Etnomusikologi (IME) Universitas Sumatera Utara.
Meskipun demikian penggunaan dalam alat musik ogung bulu hanya
Meskipun demikian penggunaan dalam alat musik ogung bulu hanya