BAB IV EKSISTENSI OGUNG BULU BATAK TOBA
4.3 Eksistensi Ogung Bulu
Dikarenakan sedikitnya info yang didapatkan penulis baik berupa lisan, tulisan ilmiah, buku mengenai sejarah ogung bulu, maupun artikel yang terkait, ini menyebabkan belum diketahuinya asal-usul yang pasti kapan terciptanya alat musik ogung bulu.
Penulis berpendapat bahwa sebelum adanya Ogung yang berbahan logam, nenek moyang kita memakai Ogung yang berbahan bambu yang disebut Ogung bulu dan berbentuk seperti pentungan bambu yang biasanya dipakai di pos ronda desa atau kampung untuk memberi informasi. Menurut cerita dari informan dan masyarakat Habinsaran, Ogung Bulu dahulunya digunakan dalam ansambel Gondang Hasapi oleh nenek moyang kita untuk hiburan maupun acara ritual ditempat peristirahatan saat melakukan perjalanan jauh.
Seiringnya perkembangan zaman, popularitas ogung bulu sudah digantikan oleh ogung yang berbahan logam yang memiliki kualitas dari segi suara (sustain)
dan lebih tahan lama. Setelah Ogung berbahan logam ditemukan dan digunakan dalam adat batak toba, Ogung bulu tetap dimainkan oleh anak-anak kecil dalam ansambel gondang hasapi atau uning-uningan sebagai hiburan maupun perlombaan sekecamatan mewakili sekolah-sekolah. Namun sekarang sudah tidak ada lagi yang memainkan alat musik ini, baik orang dewasa maupun anak-anak.
Keberadaan Ogung bulu ini dahulunya sangat familiar dikalangan masyarakat Toba yang berada pada wilayah Pararungan, kecamatan Habinsaran tersebut. Menurut beliau ogung bulu terlihat dan sering dipakai ketika beliau masih berumur 8 tahun sekitar tahun 1970-an. Masyarakat kalangan usia anak-anak, remaja, dewasa sangat sering menggunakan alat musik ogung bulu tersebut. Bukan hanya memainkannya bahkan cara membuat alat musik ogung bulu ini juga dipelajari mereka dengan sangat tekun.
Berbeda pada saat sekarang, alat musik ogung bulu ini sudah tidak dimainkan lagi oleh masyarakat batak toba baik dikalangan orang tua, remaja, maupun anak-anak. Alat musik ogung bulu ini bisa dikatakan sudah hampir punah. Hal ini disebabkan karena perkembangan kebutuhan konsumsi musik masyarakat yang sudah menggantikan alat musik ogung bulu dengan ogung berpencu yang sudah berbahan logam yang lebih tahan lama dan suara yang lebih panjang (sustain).
Kemungkinan besar semuanya itu dipengaruhi akan perkembangan zaman dan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap penikmatan musik. Meskipun hampir punah alat musik ogung bulu ini masih dilestarikan oleh kelompok musik atau band yang berasal dari kota Medan yaitu band Akar Primitif yang
pernah berprestasi dalam lomba cipta karya lagu Festival Lagu Suara Anti Korupsi yang diadakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta dan mendapatkan juara pertama yang berskala nasional.
Selain mereka ada pula komunitas perkusi yang berasal dari kota Medan yang juga menggunakan alat musik ogung bulu dalam setiap penampilan mereka, komunitas tersebut adalah Comunal Primitive Percussion yang merupakan komunitas di Ikatan Mahasiswa Etnomusikologi (IME) Universitas Sumatera Utara.
Meskipun demikian penggunaan dalam alat musik ogung bulu hanya sebagai pertunjukkan saja pada waktu sekarang. Penggunaanya sudah berbeda dengan yang dahulunya. Dahulu dimainkan dalam ansambel Gondang Hasapi.
Sekarang dapat dimainkan sebagai pertunjukan untuk memperkenalkan saja kepada masyarakat. Mungkin fungsi dan penggunaannya tidak lagi seperti dulu, namun hal ini tetap diharapkan tidak mengurangi nilai seni dari alat musik ogung bulu itu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan. Adapun kesimpulannya yaitu pembuatan alat musik ogung bulu sangat sederhana hanya membutuhkan 4 (empat) ruas bambu yang mengikutkan tiap batas ruas dan alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sangat sederhana dan mudah untuk didapat.
Berdasarkan konsep Curt Sach dan Hornbostel, Ogung bulu termasuk dalam klasifikasi alat musik Idiofon yaitu suara penggetar utamanya adalah badan alat musik itu sendiri. Berdasarkan metode memainkan alat musik ogung bulu digolongkan sebagai idiofon dipukul (struck idiophones). Ogung bulu sebagai idiofon pukul langsung (idiophones struck directly) dengan satu tongkat pemukul/tongkat perkusi tunggal (individual percussion sticks).
Ogung bulu terbuat dari bahan bambu atau bulu godang. Bambu itu disebut juga bambu besar. Ogung bulu mempunyai 4 (empat) jenis ogung, yaitu Panggora, Oloan, Ihutan dan Doal. Ogung bulu dimainkan dengan cara memukul bagian badan ogung bulu dengan sepotong kayu bosi-bosi yang keras dan berbentuk stick. Untuk memainkan panggora, oloan dan ihutan posisi tangan kanan memegang palu-palu dan tangan kiri memegang tali agar posisi ogung bulu tergantung. Sedangkan untuk memainkan doal posisi tangan kiri berfungsi
membuka dan menutup lubang ogung bulu agar suara atau getar yang dihasilkan tidak lama dan tangan kanan memegang palu-palu sambil memukul ogung bulu.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa informan, Ogung bulu dahulunya termasuk kedalam ansambel Gondang Hasapi dan dimainkan saat orang batak beristirahat ketika melakukan perjalanan jauh dan untuk acara ritual.
Penulis pun berhipotesa bahwa Ogung bulu dipakai sebelum ditemukan atau didatangkannya Ogung yang berbahan logam. Didalam kebudayaan masyarakat batak, Ogung merupakan barang yang istimewa sehingga keluarga yang mempunyai Ogung memiliki derajat atau prestise didalam masyarakat batak.
Ogung bulu merupakan alat musik yang sudah hampir punah dan tidak ada lagi dijumpa di daerah Toba seperti alat musik lainnya. Hal ini dikarenakan keberadaan alat musik Ogung bulu pada zaman dahulu dengan sekarang sudahlah mengalami pergesaran yang sangat jauh, hal ini disebabkan karena adanya Ogung yang sudah berbahan logam dan kebutuhan musik yang sudah modern.
Meskipun sudah hampir punah, masih ada beberapa masyarakat batak yang bertempat tinggal di daerah kecamatan Habinsaran yang mengetahui alat musik ogung bulu dan cara membuat alat musik tersebut. Namun dalam hal ini penulis hanya mengacu pada kajian organologi ogung bulu buatan Tulus Sinambela di desa Pararungan kecamatan Habinsaran. Beliau merupakan pemain tagading dan sarune bolon dalam kepercayaan Ugamo Malim Najumanghon Uras. Meskipun di usia yang sudah tua, beliau tetap menjadikan prioritas untuk menjaga, melestarikan, mengkonsumsi alat tradisional Batak Toba.
5.2 Saran
Berdasarkan beberapa kesimpulan yang telah penulis kemukakan, dan dari hasil pengamatan mengenai penelitian ini maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Melihat keterbatasan data yang dapat penulis kumpulkan pada penelitian ini dikarenakan keterbatasan materi, waktu maupun hal lain yang belum mendukung maka masih perlu ada penelitian yang berkelanjutan secara lebih mendalam mengenai alat musik Ogung bulu.
2. Kepada masyarakat Batak Toba sebagai pemilik kebudayaan, seharusnya dilakukan sistem pelatihan pengenalan alat musik tradisional Ogung Bulu beserta repertoar-repertoar seperti Gondang Sabangungan dan Gondang Hasapi secara terus-menerus kepada generasi berikutnya.
3. Perlunya dukungan oleh pemerintah atau pun lembaga-lembaga yang terkait sebagai bentuk cara untuk menggali dan melestarikan alat musik yang kita miliki dan juga termasuk kedalam pelestarian kebudayaan agar setiap hasil penelitian dapat dijadikan dokumentasi negara.
4. Memperkenalkan alat musik Ogung bulu dan alat musik tradisional lainnya melalui sarana pendidikan atau sekolah-sekolah sejak dini.
5. Mengadakan pertunjukan atau karnaval budaya beserta musik tradisional yang belum berakulturasi dengan musik modern sebagai wadah bagi para seniman-seniman daerah lainnya untuk lebih menyemangati para pelaku seni. Hal ini bermanfaat untuk kontuinitas dan kelestarian budaya kita Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir, 2019. Kecamatan Habinsaran Dalam Angka 2019, Rilis Gravika.
Bangun, Payung, 1980. Kebudayaan Batak Dalam Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta.
Ben, M. Pasaribu. 2004. Pluralitas Musik Etnik. Medan: Pusat Dokumentasi dan Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen.
Hornbostel, Erich M. Von and Curt Sach, 1961. Clasification of Musical Instrument. Translate From Original Jerman by Antoni Brims and Klons P. Wachsman 1961 Hood.
Harahap, Irwansyah, Hutajulu, Rhitaony, 2005. Gondang Batak Toba buku 1, Lembaga Pendidikan Seni Pertunjukan Indonesia 2005
Hood, Mantle, 1982. The Etnomusikologist, New Edition Kent. The Kent State Universitity Press.
Khasima, Susumu,1978. Asia Performing Art
Koentjaraningrat, 1985. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Illinois: North-Western University Press.
Moleong, Lexi J, 1990. Penelitian Metodologi Kualitatif, Jakarta, Rosda Karya.
Nazir, Mohammad. 1983. Metode penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia.
Nettl, Bruno. 1964.Theory and Method in Etnomusicology. The Free Press of Glencoe.
Naiborhu, Torang, 2006. Gondang Hasapi:Fungsinya Pada Upacara Ritual Parmalim Sipahasada Batak Toba
Sitohang, Martahan. “Perubahan dan Kontinuitas Ritual Pembuatan Taganing di Desa Turpuk Limbong, kecamtan harian, Kabupaten Samosir” Skripsi Sarjana Etnomusikologi FS. USU.
Maharani. “Studi Deskriptif dan Musikologis Gondang Bulu yang Dimainkan Anak-anak Batak Toba di Desa Pasoburan Tengah, Kecamatan Habinsaran” Skripsi Sarjana Etnomusikologi FS. USU.