• Tidak ada hasil yang ditemukan

Golongan Kreditor Dalam Hukum Kepailitan

BAB II GOLONGAN KREDITOR DALAM HUKUM KEPAILITAN

B. Golongan Kreditor Dalam Hukum Kepailitan

“Di dalam hukum hukum perdata, disamping hak menagih (vorderingsrecht), apabila debitor tidak memenuhi kewajiban membayar utangnya, maka kreditor mempunyai hak menagih kekayaan debitor, sebesar piutangnya kepada debitor itu (verhaalstrecht).”51

50

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hal. 12.

51

Apabila seorang debitor, mengabaikan atau mengalpakan kewajiban dan karena itu ia melakukan cacat prestasi, maka kreditornya dapat menuntut: 1. Pemenuhan prestasi;

2. Ganti rugi pengganti kedua-duanya ditambahkan dengan kemungkinan penggantian kerugian selanjutnya. Jika menghadapi suatu persetujuan timbal balik, maka sebagai penggantinya kreditor dapat menuntut:

3. Pembatalan persetujuan plus ganti rugi.52

Mariam Darus juga menyebutkan bahwa seorang kreditor memiliki hak- hak bila debitornya ingkar janji:

a. Hak menuntut pemenuhan perikatan (nakomen);

b. Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan itu bersifat timbal balik, menuntut pembatalan perikatan (ontbinding);

c. Hak menuntut ganti rugi (schade vergoeding); d. Hak menuntut perikatan dengan ganti rugi;

e. Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.53 Dalam kepailitan untuk menjamin pelunasan piutangnya, kreditor diberi hak untuk dapat mengajukan permohonan sita dan melaksanakan penjualan benda milik debitor guna pelunasan piutangnya. Benda-benda mana yang dapat disita dan urutannya serta cara penjualannya haruslah diperhatikan hak kreditor serta menurut ketentuan hukum yang berlaku. Namun, dalam perkara kepailitan sita yang dijatuhkan bersifat massal (umum), yang meliputi seluruh harta kekayaan debitor, kecuali:

a. Alat perlengkapan tidur dan pakaian sehari-hari. b. Alat perlengkapan dinas.

c. Alat perlengkapan kerja.

d. Persediaan makanan untuk kira-kira satu bulan. e. Buku-buku yang dipakai untuk bekerja.

52

F. Tengker, Op. Cit., hal 80.

53

f. Gaji, upah, pensiun, uang jasa dan honorarium. g. Hak cipta.

h. Sejumlah uang yang ditentukan oleh Hakim Pengawas untuk nafkahnya debitor. i. Sejumlah uang yang ditentukan dari pendapatan anak-anaknya.

Harta kekayaan debitor yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum beserta apa yang diperoleh selama kepailitan. “Tanpa adanya lebih dari satu kreditor, rasio kepailitan sebenarnya tidak ada, sebab tidak perlu diadakan pembagian hasil perolehan asset debitor diantara para kreditornya.”54

Dalam kepailitan tidak semua kreditor memiliki kedudukan yang sama. Perbedaan kreditor ini semata-mata ditentukan oleh jenis piutang masing-masing. Adapun golongan kreditor dalam kepailitan adalah sebagai berikut:

a. Kreditor Separatis.

Kreditor Separatis adalah kreditor yang dapat menjual sendiri benda jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Dapat dikatakan sebagai kreditor yang tidak terkena kepailitan. Artinya para kreditor separatis ini tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debitornya telah dinyatakan pailit. Tergolong sebagai kreditor separatis adalah kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, atau hak agunan atas kebendaan lainnya. Dari hasil penjualan benda- benda jaminan tersebut, kreditor akan mengambil pelunasan atas piutangnya dan

54

Setiawan, Undang-Undang Kepailitan dan Likuidasi Serta Penerapannya Dalam

Pengadilan Niaga, Makalah Pada Seminar Penyelesaian Utang, Restrukturisasi Perusahaan, Kepailitan

dan Likuidasi, Kerjasama Lembaga Penelitian dan Studi Hukum Internasional dengan Yayasan Winaya Dharma, 19 Oktober 1999 di Jakarta, hal. 2-3.

sisanya akan dikembalikan pada boedel pailit. Apabila ternyata hasil penjualan benda jaminan itu kurang dari jumlah piutangnya, maka terhadap sisa piutang yang belum terbayar tersebut, maka kreditor ini akan menggabungkan diri dengan kreditor lain sebagai kreditor konkuren. “Dikatakan separatis yang berkonotasi pemisahan karena kedudukan kreditor tersebut memang dipisahkan dari kreditor lainnya, dalam arti ia dapat menjual benda sendiri dan mengambil sendiri dari hasil penjualan yang terpisah dengan harta pailit pada umumnya.”55 Dengan kata lain, kreditor separatis yang oleh undang-undang diberikan kedudukan didahulukan dari para kreditor konkuren.56

b. Kreditor Preferen.

Kreditur Preferen adalah golongan kreditor yang piutangnya mempunyai kedudukan istimewa, artinya kreditor ini mempunyai hak untuk mendapat pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan boedel pailit. “Kreditor ini karena sifatnya pemilik suatu hak yang dilindungi secara preferen dapat mengeksekusi seolah-oleh tidak terjadi kepailitan.”57

“Kreditor preferen merupakan kreditor yang pelunasan piutangnya lebih didahulukan dari kreditor separatis dan kreditor konkuren dalam proses kepailitan.”58

55

Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 105.

56

Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 280.

57

Sudargo Gautama, Komentar atas Peraturan Kepailitan Baru Untuk Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 78.

58

Kreditor preferen ini oleh Undang-undang diberi tingkatan yang lebih tinggi dari kreditor lainnya semata-mata berdasarkan sifat piutang seperti yang diatur dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

c. Kreditor Konkuren.

Kreditor Konkuren adalah kreditor yang tidak termasuk golongan kreditor separatis atau golongan kreditor preferen. Pelunasan piutang-piutang mereka dicukupkan dari sisa hasil penjualan /pelelangan harta pailit sesudah diambil bagian golongan separatis dan golongan preferen. “Sisa hasil penjualan harta pailit itu dibagi menurut imbangan besar kecilnya piutang para kreditor konkuren.”59

“Jika tidak dengan tegas ditentukan lain oleh Undang-undang maka kreditor pemegang Hak Tanggungan, Hak Gadai, atau Hak Agunan atas kebendaan lainnya harus didahulukan atas kreditor pemegang hak istimewa.”60

Ketentuan yang dengan tegas menentukan lain itu adalah: 1. Pasal 1137 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

2. Pasal 21 Undang-undang No. 6 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang- undang No. 9 Tahun 1994 yang telah diubah menjadi Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menentukan:

“Negara mempunyai hak mendahului untuk tagihan pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak”.61

59

Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

60

Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

61

Pasal 21 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Ketentuan tentang hak mendahului sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, meliputi pokok pajak, bunga, denda administrasi, kenaikan dan biaya penagihan. Hak mendahului untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahului lainnya, kecuali terhadap:

1. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun tidak bergerak (ketentuan yang hampir sama dengan yang diatur dalam Pasal 1139 angka 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).

2. Biaya perkara yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang (ketentuan yang hampir sama diatur dalam Pasal 1139 angka 4 Kitab Undang- undang Hukum Perdata).

3. Biaya perkara, yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan (ketentuan yang hampir sama dengan yang diatur dalam Pasal 1149 angka 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).

Hak mendahului itu hilang setelah lampau waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kecuali apabila jangka waktu dua tahun tersebut, Surat Paksa untuk membayar itu diberitahukan secara resmi, atau diberikan penundaan pembayaran.

Penyitaan tidak dapat dilaksanakan oleh juru sita Pajak terhadap barang yang disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang termasuk dalam hal perusahaan yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Dalam hal debitor yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, maka juru sita pajak menyampaikan salinan surat paksa kepada Pengadilan Niaga maupun kepada kurator untuk menentukan pembagian hasil penjualan dimaksud berdasarkan ketentuan hak mendahului Negara atas utang pajak sebagai kreditur preferen.62

Dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi, jangka waktu dan tahun sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang- undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa, atau dalam hal diberikan penundaan pembayaran jangka waktu dua tahun tersebut ditambah dengan jangka waktu penundaan pembayaran.

Ketentuan perpajakan menentukan:

1) Hak untuk melakukan tagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan, daluarsa setelah lampau waktu sepuluh tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan.

2) Daluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:

a. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa.

b. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung.

c. Diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (4).63

62

Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Op. Cit., hal. 56.

63

Pasal 22 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Ketentuan sebagaimana disebutkan di atas merupakan hak-hak kreditor preferen yang harus didahulukan pembayarannya daripada kreditor separatis yang pemegang Hak Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, atau hak agunan atas kebendaan lainnya.

Dari ketentuan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan di atas diketahui bahwa Negara memiliki kedudukan sebagai kreditor istimewa yang mempunyai hak mendahului atas barang- barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. Setelah utang pajak dilunasi baru diselesaikan pembayaran kepada kreditor lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada pemerintah untuk mendapat bagian terlebih dahulu dari kreditor lain atas hasil pelelangan barang-barang milik penanggung pajak di muka umum guna menutupi untuk melunasi hutang pajaknya.

Undang-undang No. 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menegaskan kembali kedudukan Negara sebagai kreditor preferen.

Pasal 19 ayat (6) Undang-undang No. 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menyebutkan:

Hak mendahului untuk piutang pajak melebihi segala hak mendahului lainnya, kecuali terhadap:

1. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak;

2. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang yang dimaksud; dan 3. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian

Penyitaan tidak dapat dilaksanakan oleh juru sita pajak terhadap barang yang disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang termasuk dalam hal ini adalah perusahaan yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Dalam hal perusahaan yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan, maka juru sita pajak menyampaikan salinan surat paksa kepada Pengadilan Niaga maupun kepada Kurator untuk menentukan pembagian hasil penjualan dimaksud berdasarkan ketentuan hak mendahului Negara atas hutang pajak sebagai kreditur preferen.64

Selain itu cara yang dapat ditempuh adalah juru sita pajak melakukan tindakan penagihan seketika dan sekaligus yang dapat dilakukan antara lain yaitu:

1. Terdapatnya tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau berniat untuk itu.

2. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara atau “terjadinya penyitaan atas barang- barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.”65

Jadi seorang kreditor adalah seorang yang mempunyai hak untuk menuntut suatu prestasi dari seorang debitor. Sedangkan, prestasi itu bisa timbul dari suatu perjanjian dan/atau dari ketentuan Undang-undang.

Prinsip dasar kepailitan adalah bagaimana membagi-bagi harta kekayaan debitor untuk pelunasan utang terhadap kreditor. Oleh karena itu, sesungguhnya sesuai dengan prinsip paritas creditorium kreditor dalam kepailitan diprioritaskan bagi kreditor konkuren (unsecured creditor), yang utangnya tidak dijamin. Sedangkan kreditor preferen dan kreditor istimewa mempunyai kedudukan untuk didahulukan dari kreditor lainnya, artinya harus didahulukan pelunasannya.

64

Ahmad Yani, Gunawan Widjaya, Op. Cit., hal. 56.

65

Konsekuensi berlakunya asas paritas creditorium dalam hukum kepailitan, menyebabkan dengan dijatuhkannya putusan pailit, maka diterima anggapan hukum bahwa seluruh kreditor menjadi pihak dalam putusan pailit tersebut. Oleh karena itu, semua kreditor berhak malakukan upaya hukum terhadap penjatuhan pailit, sehingga dapat mengajukan kasasi dan/atau peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

C. Ketentuan-Ketentuan Baru Tentang Kreditor Dalam Undang-Undang No. 37

Dokumen terkait