• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A.Pasar Modal

C. Gross Domestic Product (GDP)

Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB)

merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan PDB ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari PDB dianggap bersifat bruto (kotor).

Produk domestik bruto adalah ukuran produksi total barang dan jasa didalam suatu perekonomian. PDB yang tumbuh dengan cepat menunujukan perekonomian yang berkembang dengan peluang yang berlimpah bagi perusahaan untuk meningkatkan penjualan (Bodie Kane, Marcus, 2006:177).

Produk Domestik Produk (PDB) mengukur pendapatan setiap orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa perekonomian (Mankiw, 2003:16).

“Gross domestic product is the total value of all final goods and

services produced in a given year. GDP includes all goods and services

produced by either citizen- supplied or foreign- supplied resources employed

within the country” (Mc Connel & Brue, 2005:12). “Gross Domestic Product is the value of final goods and services produced in the country within a given

Menurut Todaro (2009: 46), “Gross Domestic Product measure the

total value for final use of output produced by an economy, by both resident

and non resident.”

“Gross Domestic Product (GDP) is the most comprehensive measure of a nation’s total output of good and services it is the sum of the dollar values

of Consumption (C), gross Invesment (I), government purchases of goods and

services (G, and net Export (X) produced withing a nation during a given

year”. (Samuelson & Nordhaus, 2005:424).

Menurut Sadono Sukirno (2000:33-34) Produk Domestik Bruto adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan didalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu.

Dapat disimpulkan bahwa PDB didefinisikan sebagai nilai seluruh barang dan jasa dalam satuan uang. Dalam menghitung nilai tersebut (sekian dollar, atau sekian rupiah), biasanya para ahli ekonomi menggunakan patokan harga pasar (market price) yang berlaku dari barang dan jasa. Namun harga senantiasa berubah karena inflasi membuat harga lebih tinggi dari tahun ke tahun. Dengan demikian harga merupakan ukuran yang kurang akurat. Masalah harga-harga yang selalu berubah merupakan masalah yang harus dipecahkan oleh para ekonom manakala mereka menggunakan uang sebagai tolak ukur.

Dengan demikian diperlukan ukuran yang lebih akurat guna menghitung tingkat output dan pendapatan nasional. Biasanya para ahli ekonomi tadi menggunakan tolak ukur indeks harga (price index), yakni harga

rata-rata atas sejumlah barang. Dengan demikian maka PDB dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar yaitu :

1. PDB Nominal

PDB nominal adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu berdasarkan harga yang berlaku pada periode tersebut. PDB nominal disebut juga GDP at current Price

(PDB harga berlaku). 2. PDB Riil

Sedangkan PDB riil adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, berdasarkan harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang dipakai dasar untuk dipergunakan seterusnya dalam menilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan pada periode/tahun berikutnya. Dalam penelitian ini menggunakan data PDB Rill sebagai variabel yang akan diteliti. PDB riil disebut juga GDP at Constant Price.

Salah satu metode untuk mengukur GDP adalah melalui pendekatan pengeluaran (expenditure approach). Metode ini diperkenalkan oleh seorang pakar ekonomi terkemuka asal Inggris yaitu John Maynard Keynes dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money (New York:

Harcourt, Brace, and World, 1936). Menurut Keynes, GDP terbentuk dari

adalah konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor bersih (X – M). Jika dirumuskan dalam satu formula menjadi : GDP = C + I+ G + (X - M) Perekonomian suatu negara dimana perekonomiannaya mempunyai hubungan ekonomi dengan negara lain dan terutama dilakukan dengan menjalankan kegiatan ekspor dan impor disebut perekonomian terbuka

(open economy). Tolak ukur yang baik untuk menilai kadar keterbukaan suatu

perekonomian adalah rasio ekspor dan impor terhadap Gross Domestic Product (GDP). Semakin tinggi rasio ekspor dan impor suatu negara maka perekonomiannya akan dianggap semakin terbuka. Seperti yang terjadi pada negara-negara di Eropa Barat dan Asia Timur dimana rasio ekspor dan impor mereka terhadap PDB lebih dari 50% (Asian Development Bank, 2007). D. Inflasi

Nopirin (1996:25) mengemukakan pengertian inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum barang-barang secara terus-menerus.

Tajul (2000:6) mengemukakan pengertian inflasi sebagai berikut :

“inflasi merupakan suatu keadaaan dimana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam (absolute) yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Seirama dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai uang turun secara tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga

tersebut”.

Menurut McCownell (2002:146) “inflation is a rising general level of

price and is measured as a precentege change in a price index such as the

(2004:39) “inflation is the rate of change in prices and the price level is the cummulation of past inflation”.

Lain halnya dengan Karhi dan Winardi (1997:217) mengemukakan bahwa inflasi merupakan sebuah fenomena yang dialami oleh sejumlah besar negar-negara di dunia. Menurut Paul A. Samuelson dan William Nordhaus (dalam Karhi dan Winardi), inflasi adalah suatu kenaikan dalam tingkat umum harga-harga.

Indriyo (1981:139) memberikan pengertian inflasi bahwa pada dasarnya diartikan sebagai penurunan yang tajam terhadap nilai uang dari suatu negara, yang mengakibatkan terjadinya kenaikan tingkat harga-harga dengan cepat.

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi (Bank Indonesia).

Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. (Rahardja dan Manurung, 2008:165-166). Dengan demikian, maka kriteria inflasi adalah sebagai berikut:

1. Kenaikan harga barang : terjadi perubahan harga barang yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya.

2. Bersifat umum; berdampak pada kenaikan harga barang lain 3. Terus-menerus; tidak terjadi sesaat.

Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus di suatu wilayah pada periode tertentu (Korteweg, 1973;Auckley, 1978, Boediono, 2001).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga umum secara terus menerus pada suatu negara yang dapat mengakibatkan penurunan nilai mata uang negara tersebut.

1. Teori Inflasi

Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi yang masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu.

a. Teori Kuantitas (Irving Fisher 1867-1947)

Teori kuantitas ini menyatakan bahwa proses inflasi itu terjadi karena 2 hal, yaitu jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Ada 2 hal penting dari teori Kuantitas ini, adalah bahwa, pertama, laju inflasi terjadi jika ada penambahan volume uang beredar. Kedua, laju inflasi oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang (Boediono, 1985).

b. Teori Keynes

Teori ini menerangkan bahwa proses inflasi terjadi karena permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. Hal ini yang disebut juga dengan inflationary gap.

Inflationary gap terjadi apabila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari semua golongan tersebut, pada tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat. Harga-harga akan naik, karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia. Adanya kenaikan harga-harga tersebut berarti bahwa kegiatan rencana pembelian barang dari golongan-golongan tersebut tidak terpenuhi, selanjutnya mereka akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi, baik golongan pemerintah melalui pencetakan uang baru, atau para pengusaha swasta melalui kredit dari bank, atau pekerja dengan kenaikan tingkat upah yang lebih besar. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan pada tingkat harga yang berlaku.

c. Teori Strukturalis.

Teori strukturalis lebih menekankan pada faktor-faktor struktural dari perekonomian yang menyebabkan terjadinya inflasi, teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang karena yang dimaksud dengan faktor-faktor struktural di sini adalah faktor-faktor-faktor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka yang panjang. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Ada dua ketegaran yang menyebabkan inflasi, yaitu ketegaran berupa ketidakelastisan dari penerimaan ekspor dan ketegaran berupa ketidakelastisan dari penawaran bahan makanan

dalam negeri. Kedua proses di atas pada umumnya berkaitan dan memperkuat satu sama lain dalam menyebabkan inflasi. Ketegaran yang merupakan “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor ini adalah

ketegaran di mana nilai dari ekspor tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Dasar penukaran yang makin memburuk dan supply barang-barang ekspor yang tidak elastis ini akan menyebabkan terjadinya kelambanan tersebut. Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Sedangkan bagi suatu negara untuk mencapai target pertumbuhannya

mengambil kebijaksanaan pembangunan “import substitution strategy”. Inflasi terjadi jika proses substitusi impor ini makin meluas,

sehingga menaikkan biaya produksi ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga-harga yang naik.

2. Jenis Inflasi

Inflasi dapat digolongkan menurut sifatnya, menurut sebabnya, bobot inflasi tersebut dan menurut asal terjadinya (Nopirin, 1987).

a. Menurut Sifatnya

Inflasi menurut sifatnya digolongkan dalam tiga kategori (Nopirin, 1987:27-31), yaitu :

Kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relatif lama (di bawah 10% per tahun).

2) Inflasi Menengah

Kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi 3) Inflasi Tinggi

Kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat, sehingga harga naik secara akselerasi.

b. Menurut Sebabnya

Secara umum terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi, yaitu:

1) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-Pull Inflation)

Inflasi tarikan permintaan terjadi karena Permintaan agregat melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa. Keadaan ini menyebabkan terjadi kekurangan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akibatnya, pengusaha akan menaikan harga dan hanya menjual kepada pembeli yang mampu membayar lebih tinggi.

Gambar 2.1. Demand-Pull Inflation

Pada mulanya, kurva permintaan adalah sebagaimana ditunjukan oleh kurva AD0 dan keseimbangan terjadi pada saat AD=AS, sehingga pada awalnya harga terbentuk pada persinggungan AD0=AS, yaitu pada tingkat harga P1. Pada saat terjadi kenaikan permintaan agregat (AD), kurva AD berpindah ke kanan (ditunjukan pada AD1 s.d AD3) maka pertambahan permintaan

yang ditunjukan oleh kurva AD1 belum menyebabkan terjadi

perubahan harga, karena perusahaan masih mampu memenuhi Pendapatan Nasional riil (Y0 Y1 Y2 Y3) permintaan dengan mengerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya, tetapi pada tingkat permintaan tertentu di kurva AD2 dan AD3, perusahaan

sulit untuk meningkatkan kapasitas berproduksinya karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki dan mendorong pengusaha untuk menaikan harga dan memilih konsumen yang bersedia

membayar dengan lebih tinggi. (harga meningkat menjadi P2 dan

kemudian menjadi P3).

2) Inflasi Desakan Biaya (Cost-Push Inflation)

Inflasi desakan biaya terjadi akibat kenaikan biaya produksi seperti upah, bahan baku, dll sehingga mendorong perusahaan untuk menaikan harga dalam rangka menutup biaya produksi yang dikeluarkannya.

Gambar 2.2. Cost-Push Inflation

Pada mulanya, kurva permintaan adalah sebagaimana ditunjukan oleh kurva AD0 dan keseimbangan terjadi pada saat AD=AS,

sehingga pada awalnya harga terbentuk pada persinggungan AD0=AS0, yaitu pada tingkat harga P0 dan produksi nasional Y0.

Tetapi pada saat terjadi kenaikan biaya produksi, akan menyebabkan berpindahnya kurva Agregate Supply (AS) dari AS0

menjadi AS1 sehingga keseimbangan berubah menjadi P1dan Y1.

perubahan keseimbangan baru dimana tingkat harga akan mengalami kenaikan menjadi P2 dan produksi nasional turun

menjadi Y2. 3) Imported Inflation

Bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang di impor, terutama barang yang diimpor tersebut mempunyai peranan penting dalam setiap produksi.

4) Struktur Ekonomi

Dengan menggunakan pendekatan ini, terjadinya inflasi dipandang karena tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu, melalui pendekatan struktur ekonomi (structural approach), inflasi akan ditanggulagi dengan melakukan pembenahan (penataan) pada semua sektor ekonomi.

5) Moneter

Dalam ilmu ekonomi moneter, terjadinya inflasi atau menurunya nilai mata uang disiasati dengan pendekatan moneter (money approach). Dengan pendekatan ini, inflasi dinilai sebagai suatu fenomena moneter, yaitu keadaan yang disebabkan terlalu banyaknya uang yang beredar dibandingkan dengan kesediaan masyarakat untuk memiliki atau menyimpan uang tersebut.

Sadono Sukirno (2007:333), Bobot inflasi dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :

1) Infalsi ringan, adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10% per tahun.

2) Inflasi sedang, adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantara 10-30% per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

3) Inflasi berat, merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30-100% per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai negara.

4) Inflasi sangat berat (hyper inflation), adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100% per tahun, sebagaimana yang terjadi pada masa Perang Dunia II (1939-1945).

d. Menurut Asalnya

Asal inflasi ditinjau dari asal terjadinya, maka inflasi dapat dibagi menjadi dua macam menurut Boediono, (1985 : 164-165) :

1) Domestic Inflation

Inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri ini timbul antara lain karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan percetakan uang baru, atau bisa juga disebabkan oleh gagal panen.

Inflasi yang berasal dari luar negeri ini timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau negara-negara langganan berdagang. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara yang menganut perekonomian terbuka, yaitu sektor perdagangan luar.

3. Klasifikasi Inflasi

Taqiuddin Ahmad (dalam Adiwarman, 2007:140), seorang ekonom Islam yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam golongan, yaitu:

a. Inflasi Alamiah

Inflation alamiah adalah inflasi yang diakibatkan oleh sebab-sebab di mana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah). Inflasi alamiah dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua golongan sebagai berikut:

1) Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dimana ekspor meningkat (X) sementara impor (M), maka mengakibatkan naiknya permintaan agregat (demand-pull inflation) karena tingkat daya beli masyarakat bertambah meningkat.

2) Akibat turunnya tingkat produksi (AS ) karena terjadi paceklik, perang, atau embargo. Menyebabkan kondisi cost push inflation.

Human error inflation dapat dikelompokan menurut penyebabnya sebagai berikut:

1) Korupsi dan administrasi yang buruk akan menimbulkan kenaikan pada harga pokok produksi untuk menutupi biaya-biaya tidak perlu tersebut. Denagn naiknya harga pokok produksi akan mengakibatkan produsen menaikan harga.

2) Pajak yang berlebih menyebabkan dua implikasi berikut: Kekurangan supply produksi akibat beralihnya kegiatan ekonomi pengusaha ke sektor yang lebih produktif untuk menutup pajak yang besar Kenaikan harga produksi untuk mengimbangi kenaikan pajak tersebut.

3) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan.

4. Dampak Inflasi

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan

efficiency dan output effects (Nopirin, 1987:32-34). a. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect)

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi.

Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat.

b. Efek Terhadap Output (Output Effects)

Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.

E. Nilai Tukar Rupiah (Kurs)

Dokumen terkait