• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUGATAN PARA PENGGUGAT KABUR (OBSCUUR LIBEL)

Dalam dokumen P U T U S A N Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG. (Halaman 36-48)

1. Bahwa gugatan PARA PENGGUGAT kabur (Obscuur libel) karena tidak mampu menguraikan secara jelas perbuatan melawan hukum seperti apa yang telah dilakukan oleh TERGUGAT III terhadap PARA PENGGUGAT sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. PARA PENGGUGAT menarik dan mendudukkan TERGUGAT III sebagai TERGUGAT dalam perkara a quo berdasarkan surat TERGUGAT III tertanggal 24 Agustus 2005 Nomor HK.02.02/PBL/101 dan surat No. HK.02.03-Cb/980 tertanggal 17 September 2009 yang ditujukan kepada Sdr. Dachirin Dunusdirdjo, SE dan Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia, adalah sangat keliru karena berdasarkan ke dua surat tersebut justru memperjelas duduk soal status dan diakui secara tegas oleh PARA PENGGUGAT tentang kebenaran semua rumah

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 37 dari 68 hal.

yang terletak di Jl. Jawa No. 30, 32,34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung adalah benar Rumah Negara dan aset Negara sesuai dengan isi kedua surat TERGUGAT III tersebut. 2. Bahwa terkait pengelolaan Rumah Negara sebagaimana

dimaksud di

atas, dapat kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut:

a. Bahwa dalam gugatan a quo Para Penggugat tidak membuktikan dokumen apapun yang menyatakan terhadap Obyek perkara/Rumah- Rumah dimaksud pernah ditetapkan sebagai status Rumah Negara Golongan III.

b. Bahwa dalam hal sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 138/2010 yang menyatakan bahwa Menteri Pekerjaan Umum hanya memiliki kewenangan selaku Pengguna Barang untuk Barang Milik Negara (BMN) berupa Rumah Negara Golongan III.

c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka terhadap Obyek perkara/Rumah-Rumah dimaksud bukan merupakan kewenangan dari Departemen Pekerjaan Umum cq Direktorat Jenderal Cipta Karya.

3. Bahwa berdasarkan pengakuan kebenaran kedua isi surat TERGUGAT III tersebut oieh PARA PENGGUGAT, sudah jelas bahwa TERGUGAT III tidak tepat ditarik dan didudukan sebagai TERGUGAT dalam perkara a quo, dan oleh karena itu kiranya mohon Majelis Hakim berkenan mengeluarkan TERGUGAT III sebagai TERGUGAT dalam perkara a quo karena tidak memenuhi unsur ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata.

4. Bahwa gugatan PARA PENGGUGAT kabur (obscuur libel) sehingga tidak memenuhi syarat formil untuk suatu gugatan, juga semakin terlihat jelas pada dalil PARA PENGGUGAT dalam surat gugatannya yang menguraikan bahwa disatu sisi PARA PENGGUGAT mengakui bahwa semua rumah yang terletak di Jl. Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung adalah benar Rumah Negara dan tunduk terhadap Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara, tetapi di sisi lain PARA PENGGUGAT mendalilkan dalam surat gugatannya bahwa terhadap tanah tanah tempat berdirinya

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 38 dari 68 hal.

semua Rumah Negara in cassu adalah tanah negara bebas. PARA PENGGUGAT tidak paham apa yang dimaksud dengan tanah negara bebas, pada hal yang dimaksud dengan tanah negara bebas menurut domeinverklaring yang antara lain diatur di dalam Pasal 1 Agrarisch Besluit, adalah semua tanah yang bebas sama sekali dari pada hak-hak seseorang termasuk juga bangunan gedung pemerintah baik berdasarkan atas hukum adat asli Indonesia maupun yang berdasarkan atas hukum barat). PARA PENGGUGAT tidak paham bahwa di atas tanah yang di klaim oleh PARA PENGGUGAT sebagai tanah negara bebas berdiri Rumah Negara yang merupakan Aset Negara sehingga dengan demikian tanah tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tanah negara bebas. Oleh karena itu mohon Majelis Hakim yang mengadili perkara a quo menyatakan gugatan PARA PENGGUGAT dinyatakan tidak memenuhi syarat formil suatu gugatan dan karenanya harus ditolak atau sekurang-kurangnya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard). DALAM POKOK PERKARA

1. Bahwa seluruh uraian yang TERGUGAT III kemukakan pada bagian eksepsi di atas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain dengan bagian pokok perkara ini.

2. Bahwa TERGUGAT III menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil gugatan yang dikemukakan PARA PENGGUGAT dalam surat gugatannya, kecuali terhadap dalil-dalil yang diakui kebenarannya secara tegas oleh TERGUGAT berdasarkan bukti-bukti kuat dan otentik.

3. Bahwa dasar PARA PENGGUGAT menarik dan mendudukan TERGUGAT III sebagai TERGUGAT dalam perkara a quo sebagaimana disampaikan pada butir 4 halaman 5 gugatan a quo adalah terkait dengan surat TERGUGAT III No HK.02.02/PBL/101 tertanggal 24 Agustus 2005 kepada Sdr. Dachirin Dunusdirdjo, SE dan surat No. HK.02.03-Cb/980 tertanggal 17 September 2009 kepada Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia, yang akan Tergugat III tanggapi sebagai berikut:

a. Bahwa sehubungan dengan Surat Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum, DJCK kepada

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 39 dari 68 hal.

Sdr. Dachirin Dunusdirdjo, SE Nomor HK.02.02/PBL/101 tanggal 24 Agustus 2005 yang pada pokoknya menyampaikan:

1) Rumah Negeri disediakan oleh Negeri/Negara bagi Pegawai Negeri Sipil pada Jawatan atau Perusahaan Negeri, terdiri atas Rumah golongan I, II, dan III sebagaimana diatur pada Burgerlijke Wooning Regelling (BWR) Staatsblad 1934 Nomor 174;

2) Rumah Negeri disediakan/dibangun diatas tanah negara yang dilakukan oleh Burgerlijke Openbare Werken (BOW) (Departemen Pekerjaan Umum) dan merupakan aset negara, termasuk dihuni/disewa bagi Pegawai Negeri Sipil pada Staat Spoorwegen berdasarkan BWR 1934;

3) Untuk dapat memberikan keterangan terkait rumah rumah dimaksu dapat menghubungi Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat.

b. Bahwa sehubungan dengan Surat Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum, DJCK kepada Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor HK.02.03-Cb/980 tanggal 17 September 2009 yang pada pokoknya menyampaikan bahwa rumah yang terletak di Jl. Jawa No. 48, 40, 54, 46, 36, 38, 42, 30, 32, 50, 52, dan 44 merupakan Rumah Negara yang dibangun di atas Tanah Negara yang dilakukan oleh BOW berdasarkan BWR 1934 yang dalam hal ini dihuni oleh Ahli Waris Pensiunan Departemen Perhubungan dan belum dilakukan proses pengalihan hak atas rumah-rumah dimaksud.

c. Sehubungan dengan huruf a dan huruf b di atas, sebagaimana telah diatur pada Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara yang menyatakan bahwa Rumah Negara yang dapat dialihkan haknya adalah Rumah Negara Golongan III.

d. Bahwa dalam gugatan a quo tidak terdapat dokumen apapun yang dapat membuktikan bahwa status terhadap objek perkara a quo telah terjadi penetapan status sebagai Rumah Negara Golongan III.

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 40 dari 68 hal.

sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 138/2010 yang menyatakan bahwa Menteri Pekerjaan Umum hanya memiliki kewenangan selaku Pengguna Barang untuk Barang Milik Negara (BMN) berupa Rumah Negara Golongan III.

4. Bahwa statusnya sebagai Rumah Negara atas semua rumah yang terletak di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung telah diakui secara tegas oleh PARA PENGGUGAT sebagaimana yang didalilkannya pada angka 4 dan 9 surat gugatannya.

Untuk jelasnya kami kutip dalil PARA PENGGUGAT pada halaman 7 angka 9 sebagai berikut:

" Bahwa oleh karena bangunan-bangunan obyek perkara ternyata terbukti tunduk dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara yang pengelolaannya oleh Departemen Pekerjaan Umum Cq. Direktorat Jenderal Cipta Karya yang saat ini di bawah kewenangan Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat (Tergugat V), maka dengan jelas obyek perkara tersebut tidak merupakan kewenangan Tergugat / dan Tergugat II."

Dari dalil PARA PENGGUGAT tersebut di atas, jelas bahwa PARA PENGGUGAT mengakui obyek perkara a quo adalah Rumah Negara dan karenanya Rumah Negara tersebut beserta tanahnya termasuk Barang Milik Negara (BMN) dan tunduk terhadap Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara.

5. Bahwa sehubungan dengan pernyataan Para Penggugat yang menyatakan "...Maka mohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan objek-objek tersebut adalah Tanah Negara, bukan aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero)." Pada butir 4 halaman 5 gugatan a quo akan Tergugat III tanggapi sebagai berikut:

a. Bahwa perubahan organisasi dari Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA) menjadi PT. Kereta Api Persero pada tanggal 1 Juni 1999 yang ditandai pula dengan perubahan status organisasi dimana pada masa sebelum 1 Juni 1999 berada dibawah Departemen Perhubungan Rl, sedangkan setelah 1 Juni 1999 telah menjadi Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero yang

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 41 dari 68 hal.

tidak lagi berstatus berada pada struktur organisasi Departemen Perhubungan.

b. Bahwa sehubungan dengan perubahan status sebagaimana dimaksud di atas, dengan mempertimbangkan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat pada BUMN, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d jo. Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.06/2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Berupa Rumah Negara dan Pasal 18 jo. Pasal 19 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Barang Milik Negara.

c. Bahwa sehubungan dengan huruf a dan huruf b di atas, maka terhadap ase-taset negara berupa rumah negara yang sebelumnya berada dibawah Departemen Perhubungan cq. Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) ataupun Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA) dapat dimanfaatkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai penyertaan modal Pemerintah Pusat pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

6. Bahwa berdasarkan uraian sebagaimana tersebut pada angka 3, angka 4 dan angka 5 di atas sudah sangat jelas PARA PENGGUGAT tidak mempunyai hak apapun terhadap Rumah-Rumah Negara tersebut di atas kecuali hanya menghuni Rumah Negara yang dilakukan berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara dari Kantor Urusan Perumahan Perumahan (KUP) yang bukan merupakan dasar kepemilikan dari Para Penggugat atas

Rumah-Rumah dimaksud, sebagaimana di atur dalam pasal 7 jo. Pasal 8 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara yang menyatakan bahwa Penghunian Rumah Negara hanya dapat diberikan kepada Pejabat atau Pegawai Negeri berdasarkan Surat Izin Penghunian (SIP) dan Penghuni berkewajiban untuk membayar sewa Rumah Negara sebagaimana diatur dalam BAB IV.1 angka 2 huruf a angka

2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara. Oleh karena itu gugatan PARA PENGGUGAT harus dinyatakan ditolak atau sekurang- kurangnya dinyatakan tidak dapat

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 42 dari 68 hal.

diterima.

7. Bahwa terhadap dalil Para Penggugat pada butir 5 yang dikemukakan oleh Para Penggugat dalam gugatan a quo, akan Tergugat III tanggapi sebagai berikut:

a. Bahwa sehubungan dengan pernyataan Para Penggugat yang menyatakan "...surat dari Kepala Dinas Perumahan Pemerintah Kota Bandung (Distarcip) melalui suratnya No. 593/478-Disrum tanggal 3 Mei 2005 dan No. 593/632- Disrum tanggal 30 Juni 2005, yang menyatakan bahwa Rumah-Rumah tersebut di Jalan Jawa No. 30 s/d No. 54. Dst dibangun oleh Jawatan Gedung-Gedung Negeri Bandung..."

b. Bahwa sehubungan dengan huruf a di atas, dapat disampaikan bahwa Jawatan Gedung-gedung Negeri pada masanya merupakan Jawatan Negara yang bertugas untuk membangun infrastruktur gedung bagi seluruh Kementerian/Lembaga pada masa tersebut dengan skema Pembiayaan/APBN dari Kementerian/Lembaga yang bersangkutan, dalam hal ini Departemen Perhubungan selaku Departemen yang menaungi PJKA pada masa itu.

c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal di atas, terkait kewenangan dan proses yang memungkinkan terjadinya pengalihan atas aset-aset dimaksud telah dijelaskan pada angka 5 dalam jawaban Tergugat III ini sebagaimana dimaksud di atas.

d. Bahwa disamping hal-hal di atas, TERGUGAT III menyangkal secara tegas dalil PARA PENGGUGAT pada halaman 5 angka 5 surat gugatannya yang mendalilkan bahwa PARA PENGGUGAT merupakan subyek hukum selaku penghuni yang beritikad baik dan sebagai pemilik bangunan-bangunan tersebut sebagai beziter dengan alasan bahwa PARA PENGGUGAT merupakan beziter yang beritikad buruk (bezit tekwader trouw) dan mengetahui benda tidak bergerak yang dikuasainya bukan miliknya.

e. Menurut Pasal 530 KUHPerdata bahwa yang dimaksud dengan beziter yang beritikad buruk adalah mereka yang memegang benda tersebut itu tau bahwa bendanya diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan menurut cara-cara memperoleh hak milik.

f. Bahwa hal-hal sebagaimana telah diuraikan di atas, maka sudah sepatutnya permohonan Para Para Penggugat untuk dinyatakan

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 43 dari 68 hal.

sebagai pemilik dan/atau beziter atas objek sengketa ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

8. Bahwa terhadap dalil Para Penggugat pada butir 8 yang dikemukakan oleh Para Penggugat dalam gugatan a quo, akan Tergugat III tanggapi sebagai berikut:

a. Bahwa Para Penggugat dalam gugatan a quo menyatakan "...Maka mohon Majelis Hakim berdasarkan uraian ini menyatakan objek perkara tidak merupakan aset negara yang tercatat di dalam Departemen Keuangan Republik Indonesia."

b. Bahwa pernyataan Para Penggugat sebagaimana dimaksud huruf a di atas bertentangan dengan pernyataan Para Penggugat dalam butir 4 gugatan a quo yang menyatakan "...mohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan objek-objek tersebut adalah Tanah Negara, bukan aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero)."

. Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang menyatakan bahwa Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

d. Bahwa sehubungan dengan hal dimaksud di atas, terkait status suatu Objek berupa Tanah dapat dikatakan sebagai Tanah Negara berarti terhadap objek dimaksud telah dinyatakan sebagai Aset Negara/Barang Milik Negara sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

e. Bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas, pernyataan Para Penggugat dalam gugatan a quo terkait permohonan menyatakan sebagai Tanah Negara pada butir 4 dan permohonan untuk menyatakan objek perkara tidak merupakan Aset Negara yang tercatat di dalam Departemen Keuangan Republik Indonesia adalah Hal yang saling bertentangan.

f. Bahwa hal-hal sebagaimana telah diuraikan di atas, maka sudah sepatutnya permohonan Para Para Penggugat untuk menyatakan objek perkara tidak merupakan aset negara yang tercatat di dalam Departemen Keuangan Republik Indonesia ditolak oleh Majelis

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 44 dari 68 hal.

Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

9. Bahwa TERGUGAT III juga menolak secara tegas dalil PARA PENGGUGAT pada halaman 7 butir 9 surat gugatannya yang mendalilkan bahwa obyek perkara pengelolaannya oleh Departemen Pekerjaan Umum Cq. Direktorat Jenderal Cipta Karya yang saat ini di bawah kewenangan Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat (Tergugat V), karena TERGUGAT III bukanlah Pengguna Barang atau Kuasa Pengguna Barang atas semua Rumah Negara obyek perkara in cassu, hal tersebut sebagaimana telah di atur sebagai berikut:

a. Bahwa dalam gugatan a quo Para Penggugat tidak membuktikan dokumen apapun yang menyatakan terhadap Obyek perkara/Rumah- Rumah dimaksud pernah ditetapkan sebagai status Rumah Negara Golongan III.

b. Bahwa dalam hal sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 138/2010 yang menyatakan bahwa Menteri Pekerjaan Umum hanya memiliki kewenangan selaku Pengguna Barang untuk Barang Milik Negara (BMN) berupa Rumah Negara Golongan III.

c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka terhadap Obyek perkara/Rumah-Rumah dimaksud bukan merupakan kewenangan dari Departemen Pekerjaan Umum cq Direktorat Jenderal Cipta Karya.

10. Bahwa pernyataan Para Penggugat pada butir 10 halaman 8 gugatan a quo yang menyatakan "...maka cukup jelas dan terang objek perkara merupakan tanah negara bebas yang dapat status hukumnya memberikan hak prioritas kepada Para Penggugat selaku penghuni dan penguasa atas tanah dan bangunan-bangunan tersebut." Akan Tergugat III tanggapi sebagai berikut:

a. pada hal yang dimaksud dengan tanah negara bebas menurut

domeinverklaring yang antara lain diatur di dalam Pasal 1 Agrarisch Besluit, adalah semua tanah yang bebas sama sekali dari pada hak-hak seseorang termasuk juga bangunan gedung pemerintah baik berdasarkan atas hukum adat asli Indonesia maupun yang berdasarkan atas hukum barat).

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 45 dari 68 hal.

klaim oleh PARA PENGGUGAT sebagai tanah negara bebas berdiri Rumah Negara yang merupakan Aset Negara sehingga dengan demikian tanah tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tanah negara bebas. Oleh karena itu mohon Majelis Hakim yang mengadili perkara a quo menyatakan gugatan PARA PENGGUGAT dinyatakan tidak memenuhi syarat formil suatu gugatan dan karenanya harus ditolak atau sekurang-kurangnya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard).

c. Bahwa pada perkara a quo, dasar penguasaan Para Penggugat terhadap Objek Perkara berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara dari Kantor Urusan Perumahan Perumahan (KUP) bukan merupakan dasar kepemilikan dari Para Penggugat atas Obyek-Obyek Perkara sebagaimana telah diuraikan dalam angka 6 dalam jawaban gugatan ini.

d. Bahwa hal-hal sebagaimana telah diuraikan di atas, maka sudah sepatutnya permohonan Para Para Penggugat untuk memberikan hak prioritas kepada Para Para Penggugat selaku penghuni dan penguasa atas tanah dan bangunan-bangunan tersebut ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

11. Bahwa TERGUGAT III juga menolak secara tegas dalil penggugat yang menyatakan bahwa tanah tempat berdirinya Rumah Negara obyek perkara a quo adalah tanah negara bebas pada butir 13 gugatan a quo, karena menurut domeinverklaring dalam Agrarisch Besluit jo Staatsblad 1911 No 110 sebagaimana terakhir sudah diubah dengan Staatsblad 1940 No 430, bahwa benda-benda milik Negara yang tidak bergerak (bangunan) termasuk juga tanah-tanahnya dianggap ada di bawah Departemen, sehingga dengan demikian dapat diartikan bahwa semua Rumah Negara yang terletak di Jalan Jawa No 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung, adalah Rumah Negara yang diperuntukan kedinasan dari Kementerian Perhubungan.

Menurut domeinverklaring yang antara lain diatur di dalam Pasal 1 Agrarisch Besluit, tanah negara bebas adalah semua tanah yang bebas sama sekali dari pada hak-hak seseorang termasuk juga bangunan gedung

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 46 dari 68 hal.

pemerintah baik berdasarkan atas hukum adat asli Indonesia maupun yang berdasarkan atas hukum barat.

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa semua tanah Rumah Negara yang terletak di Jalan Jawa No 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung bukanlah tanah negara bebas melainkan tanah negara di bawah pengelolaan Kementerian Keuangan.

12. Bahwa terhadap dalil Para Penggugat pada butir 14 yang dikemukakan oleh Para Penggugat dalam gugatan a quo, akan Tergugat III tanggapi sebagai berikut:

a. Bahwa dalam hal permohonan Para Penggugat yang dinyatakan sebagai berikut:

"... mohon kepada Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini agar serta merta meletakkan Sita Jaminan terlebih dahulu dan Revindicatoir Beslag terhadap bangunan serta tegakkan diatasnya yang terletak di..."

b. Bahwa sehubungan dengan permohonan Para Penggugat diatas dapat dianggap tidak memenuhi syarat Pasal 180 HIR ayat (1), yaitu: 1) Surat otentik yang menurut undang-undang mempunyai kekuatan

bukti.

2) Putusan pengadilan sebelumnya yang sudah mempunyai kekuatan tetap yang menguntungkan pihak Para Penggugat dan ada hubungannya dengan gugatan yang bersangkutan.

3) Gugatan provisional yang dikabulkan.

4) Sengketa a quo bukan mengenai bezitrecht.

c. Bahwa selain persyaratan di atas, permohonan Para Para Penggugat juga tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2001 tanggal 20 Agustus 2001 tentang Permasalahan Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Vooraad) dan Provisional, yaitu utntuk dapat dijatuhkan Putusan Uitvoerbaar Bij Vooraad disyaratkan adanya izin dari Ketua Pengadilan Tinggi dan adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan dengan nilai/objek eksekusi dengan tujuan agar tidak menimbulkan kerugian dari pihak lain apabila ternyata dikemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan Putusan pada Pengadilan Tingkat Pertama.

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 47 dari 68 hal.

atas merupakan syarat kumulatif, maka terhadap tuntutan Provisi yang diajukan oleh Para Penggugat pada perkara a quo sudah sepatutnya Ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

13. Bahwa PARA PENGGUGAT sudah mengetahui dan mengakui bahwa semua rumah yang terletak di Jalan Jawa No 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung adalah rumah Negara termasuk tanahnya merupakan Barang Milik Negara yang tunduk namun tidak terbatas pada Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara.

14. Bahwa PARA PENGGUGAT berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara tidak memenuhi persyaratan sebagai penghuni rumah Negara in cassu karena statusnya bukan sebagai Pegawai Negeri.

15. Bahwa berdasarkan semua uraian tersebut di atas dalil PARA PENGGUGAT sebagai beziter atas rumah Negara obyek perkara a quo beserta tanahnya haruslah ditolak karena PARA PENGGUGAT merupakan beziter yang beritikad buruk (bezit to kwader trouw) dan penguasaannya tidak sesuai dengan peraturan yang mengatur tentang cara-cara memperoleh hak milik atas benda tidak bergerak berupa bangunan beserta tanahnya.

Berdasarkan seluruh uraian dan dasar hukum yang TERGUGAT III sampaikan, baik dalam Eksepsi maupun Jawaban Pokok Perkara, mohon kiranya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang memeriksa dan mengadili Perkara ini dapat memberikan Putusan sebagai berikut:

DALAM EKSEPSI:

a. Menerima Eksepsi TERGUGAT III untuk seluruhnya;

b. Menyatakan TERGUGAT III tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan karenanya dikeluarkan sebagai Pihak Tergugat dalam perkara a quo;

c. Menyatakan gugatan PARA PENGGUGAT tidak dapat diterima (Niet Onvanklijke Verklaard) untuk seluruhnya.

DALAM POKOK PERKARA :

1. Menolak gugatan PARA PENGGUGAT untuk seluruhnya;

Dalam dokumen P U T U S A N Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG. (Halaman 36-48)

Dokumen terkait