• Tidak ada hasil yang ditemukan

P U T U S A N Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "P U T U S A N Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 1 dari 68 hal.

P U T U S A N

Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG.

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang memeriksa dan memutus perkara perdata pada tingkat banding, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara gugatan antara : --- 1. Ny. Hj. HINDARSAH KOESWANDANI, Warga Negara Indonesia,

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga, Beralamat di Jl. Jawa No.48, Kota Bandung, Pemegang Kartu Tanda Penduduk No.3273194207540003, Menghuni sejak 30 Agustus 1955 sampai 2015 (60 tahun), Luas Tanah 450m2 dan Luas Bangunan 167m2. Selanjutnya disebut sebagai Pembanding I semula Penggugat I ; --- 2. Hj. INE MARIEANE, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pensiunan,

beralamat di Jl. Jawa No.40, Kota Bandung, Pemegang Kartu Tanda Penduduk No. 327319650 9560002, Menghuni sejak 1957 sampai 2015 (58 tahun), Luas Tanah 187m2 dan Luas Bangunan 87m2. Selanjutnya disebut sebagai Pembanding II semula Penggugat II ; 3. WAHYUDI PURBOWASONO, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan

Pensiunan PNS, beralamat di Jl. Jawa No.54, Kota Bandung, Pemegang Kartu Tanda Penduduk No.3273190703600003, Menghuni sejak 1960 sampai 2015 (55 tahun), Luas Tanah 430m2 dan Luas Bangunan 167m2. Selanjutnya disebut Pembanding III semula Penggugat III ; --- 4. Ny. Hj. KOMALASARI, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Ibu Rumah

Tangga, beralamat di Jl. Jawa No.46, Kota Bandung, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No. 3273195907430 002, Menghuni sejak 1961 sampai 2015 (54 tahun), Luas Tanah 1104m2 dan Luas Bangunan 255m2. Selanjutnya disebut Pembanding IV semula Penggugat IV ; ---

(2)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 2 dari 68 hal.

5. Drs. ANTONIUS DARMAWANTOMO, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Swasta, beralamat di Jl. Jawa No.36, Kota Bandung, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No.3273191906590003, Menghuni sejak 1969 sampai 2015 (46 tahun), Luas Tanah 114m2 dan Luas Bangunan 70m2. Selanjutnya disebut Pembanding V semula Penggugat V ; --- 6. Ny. Rr SOEPARTI R.R., Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pensiunan

PNS Departemen Perhubungan, beralamat di Jl. Jawa No.38, Kota Bandung, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No.192908670031/0102011, Menghuni sejak 1974 sampai 2015 (41 tahun), Luas Tanah 188m2 dan Luas Bangunan 60m2. Selanjutnya disebut Pembanding VI semula Penggugat VI ; --- 7. ELLA ANGGRAINI, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Ibu Rumah

Tangga, beralamat di Jl. Jawa No.42, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No.3273195511590001, Kota Bandung, Menghuni sejak 1980 sampai 2015 (35 tahun), Luas Tanah 700 M2 dan Luas Bangunan 380m2. Selanjutnya disebut Pembanding VII semula Penggugat VII ; --- 8. H. SOEMARNO, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pensiunan PNS

Departemen Perhubungan, beralamat di Jl. Jawa No.30, Kota Bandung, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No.3273191008330001, Menghuni sejak 1987 sampai 2015 (28 tahun), Luas Tanah 830m2 dan Luas Bangunan 600M2. Selanjutnya disebut Pembanding VIII semula Penggugat VIII ; --- 9. Dra. Hj. ALIDA SIREGAR, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pensiunan

PNS, beralamat di Jl. Jawa No.32, Kota Bandung, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No. 3273196302300 002, Menghuni sejak 1968 sampai 2015 (47 tahun), Luas Tanah 533m2 dan Luas Bangunan 299m2. Selanjutnya disebut Pembanding IX semula Penggugat IX ; --- 10. ESTI TRESNO RAHAYU, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pensiunan

(3)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 3 dari 68 hal.

Bandung, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No.3273194907580001, Menghuni sejak 1976 sampai 2015 (39 tahun), Luas Tanah 225m2 dan Luas Bangunan 185 m2. Selanjutnya disebut Pembanding X semula Penggugat X ; --- 11. Hj. RATNA WIDAYATI, S.H., Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Notaris /

PPAT, Beralamat di Jl. Jawa No.52, Kota Bandung. Pemilik Kartu Tanda Penduduk No. 3273196601560 001, Menghuni sejak 1958 sampai 2015 (57 tahun), Luas Tanah 225m2 dan Luas Bangunan 105M2. Selanjutnya disebut Pembanding XI semula Penggugat XI ; --- 12. Ny. TITIEK SOEBIANTO, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Ibu Rumah

Tangga, beralamat di Jl. Jawa No.44, Kota Bandung, Pemilik Kartu Tanda Penduduk No. 3171074312480 001, Menghuni sejak 1954 sampai 2015 (61 tahun), Luas Tanah 819 m2 dan Luas Bangunan 402 m2. Selanjutnya disebut Pembanding XII semula Penggugat XII ; --- Dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Tiza Monestizawati, SH., Andi Cahya Wijaya, SH. dan Elizabeth Yunitalia, SH. kesemuanya Advokat dan Konsultan Hukum berkantor di Jln. Sumber Mukti Kav. 21 – 4, Komplek Sumber Sari Indah, Kota Bandung, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 25 Juli 2016 yang didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 29 Juli 2016, untuk selanjutnya disebut Para Pembanding semula Para Penggugat ;

L a w a n

1. MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA Cq PT. KERETA API INDONESIA (Persero) Cq. KETUA TIM PENERTIBAN ASST DVP DAOP II BANDUNG, beralamat di Jl. Stasiun Selatan No. 25, Bandung, dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukumnya Benny Wullur, SH. MH.Kes., Gigih Pemi Dwi Sapti, SH. dan Andry Mandera, SH. kesemuanya Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum Benny Wullur, SH. & Associates beralamat di Jln. Terusan Buah Batu No. 259 C Bandung, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 04 November 2016 yang didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 14 November 2016, Untuk selanjutnya disebut Terbanding I semula Tergugat I

(4)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 4 dari 68 hal.

;

2. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, beralamat di Jalan Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat. Untuk selanjutnya disebut Terbanding II semula Tergugat II ; --- 3. DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Cq. DIREKTORAT JENDERAL

CIPTA KARYA Cq. DIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN, beralamat di Jl. Pattimura 20 Kebayoran Baru, Jakarta. Untuk selanjutnya disebut Terbanding III semula Tergugat III ; --- 4. GUBERNUR JAWA BARAT Cq. WALIKOTA BANDUNG Cq. DINAS

TATA RUANG DAN CIPTA KARYA KOTA BANDUNG, berlamat di Jl. Sukabumi, Kota Bandung. Untuk selanjutnya disebut Terbanding IV semula Tergugat IV ; --- 5. GUBERNUR JAWA BARAT Cq. DINAS TATA RUANG DAN PEMUKIMAN PROVINSI JAWA BARAT berlamat di Jl. Soekarno-Hatta (Kawaluyaan Bandung), Kota Bandung. Untuk selanjutnya disebut Terbanding V semula Tergugat V ; --- 6. MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN Cq. KEPALA

KANWIL. BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA BARAT Cq. KEPALA KANTOR BADAN PERTANAHAN KOTA BANDUNG, beralamat di Jl. Soekarno-Hatta No.586, Bandung. Untuk selanjutnya disebut Turut Terbanding semula Turut Tergugat ; --- Pengadilan Tinggi tersebut ; --- Setelah membaca berkas perkara tanggal 21 Juli 2016 Nomor 348/Pdt.G/2015/PN.Bdg, dan surat-surat yang bersangkutan dengan perkara tersebut ; ---

TENTANG DUDUK PERKARA

Menimbang, bahwa Para Penggugat melalui Kuasa Hukumnya CLANSE PAKPAHAN, S.H. dan LAMBOK LUMBAN GAOL, S.H., dari Kantor Advokat - Pengacara CLANSE PAKPAHAN, S.H. & ASSOCIATES beralamat di Jl. Raya Kalimanggis No.88 (Samping Plasa Cibubur), Bekasi, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 April 2015 telah mengajukan surat gugatan Perbuatan

(5)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 5 dari 68 hal.

Melawan Hukum tertanggal 18 Agustus 2015 yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung dengan Register Perkara Nomor 348/Pdt.G/2015/PN.Bdg. tertanggal 20 Agustus 2015, pada pokoknya telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut : --- 1. Bahwa Para Penggugat I sampai dengan XII adalah para penghuni rumah di Jl. Jawa, Kota Bandung. Dimana bangunan-bangunan tersebut telah berdiri sejak tahun 1924 oleh Penguasa Hindia Belanda, yang mana status tanah pada saat dibangun disebut rumah negeri, atau lebih dikenal BOW (Burgerlijke Openbare Welken) adalah bangunan yang berdiri diatas tanah milik negara. Dikarenakan terhadap tanah tersebut tidak dapat dibuktikan adanya hak eigendom maupun hak adat yang dimiliki oleh golongan bumi putra. Maka ditetapkan sebagai Domain Negara (Milik Negara). Namun pada perkembangan selanjutnya setelah masa pemerintahan Republik Indonesia diatur di dalam Peraturan Pemerintah No.8 tahun 1953, tentang penguasaan tanah-tanah negara, dan berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.8 tahun 1953 tersebut tanah negara yang tidak secara nyata diserahkan kepada suatu departemen/instansi, statusnya menjadi tanah negara dalam penguasaan Menteri Dalam Negeri (sekarang menjadi kewenangan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional).

2. Bahwa memperhatikan secara khusus atas penggunaan gedung-gedung negara tersebut adalah tidak secara langsung diberikan kepada suatu instansi, termasuk kepada Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) pada tahun 1946-1950, namun dikenal sebagai Staats Spoorwegen (SS), yang mana diketahui secara umum sebelum tahun 1950 tidak pernah membangun rumah-rumah dinas untuk pegawai, pimpinan dan pegawai rendahan, kecuali untuk Kepala Stasiun, Kepala Depo Lokomotif, Kepala Seksi dan untuk Kepala Distrik Jalan Bangunan. Adapun perkembangan sesudah tahun 1950, ketika para pegawai dan karyawan Djawatan Kereta Api Indonesia kembali ke kantornya dari tempat-tempat pengungsian, maka para karyawan tersebut ditempatkan di rumah yang secara khusus dibuat dalam satu komplek dan selebihnya ada yang menempati gedung-gedung negeri dimaksud dari peninggalan Belanda. Sedangkan pada tahun 1950- 1960 Djawatan Kereta Api Republik Indonesia berubah menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) yang selanjutnya sejak tahun 1960-1970 berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA), yang kemudian sejak tahun 1970-

(6)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 6 dari 68 hal.

1990 menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), lalu tahun 1990- 1998 berubah lagi menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA), selanjutnya yang terakhir dari tahun 1998 sampai sekarang menjadi Persero

PT. Kereta Api Indonesia (PT.KAI). Walaupun dengan demikian berganti badan hukum, terhadap bangunan-bangunan rumah tinggal sejak tahun 1924 tidak pernah terdaftar sebagai aset Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) ataupun PT. Kereta Api Indonesia (PT.KAI), walaupun secara nyata dihuni oleh Para Penggugat secara turun temurun sampai Gugatan ini didaftarkan di Pengadilan.

3. Bahwa Para Penggugat walaupun awalnya sebagai pegawai di lingkungan Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI), namun untuk menempati dan menguasai bangunan-bangunan tersebut yang terletak di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 adalah berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara dari Kantor Urusan Perumahan (KUP), yang rata-rata diterbitkan sejak tahun 1954 dan terakhir tahun 1987, sekarang menjadi Dinas Perumahan (Disperum) dan terakhir Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip), yang selanjutnya berdasarkan undang-undang Rl No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman yang menghapuskan peraturan mengenai rumah negara berdasarkan Burgerlijk Woning Regeling (BWR.S.1934 No.147), maka sesuai ketentuan tersebut kewenangan mengenai rumah negara kembali kepada Pemerintah dan pengurusannya dilakukan oleh Kementrian Pekerjaan Umum/Ditjen Cipta Karya.

4. Bahwa ternyata Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya telah mengirim surat resmi kepada Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan suratnya No. HK.02.02/PBL/101 tanggal 24 Agustus 2005 dan No. HK02.03- cb/980 tanggal 17 September 2009, perihal pada pokok surat menyatakan : Bahwa rumah terletak di Jalan Jawa No.30 s/d 54 adalah rumah negara yang dibangun diatas Tanah Negara yang dilakukan oleh Burgerlijke Openbare Welken/BOW (Departemen Pekerjaan Umum) untuk Pegawai Negeri Sipil, sekarang diatur berdasarkan Undang-Undang No.72 Tahun 1957 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat No.19 tahun 1955 tentang Penjualan Rumah-rumah Negeri kepada Pegawai Negeri sebagai Undang-undang jo. Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1994 tentang Rumah Negara dan aset tersebut tidak termasuk aset PT. Kereta Api

(7)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 7 dari 68 hal.

Indonesia (Persero). Maka mohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan objek-objek tersebut adalah Tanah Negara, bukan aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

5. Bahwa selain hal-hal yang terurai diatas selanjutnya terbukti adanya surat dari Kepala Dinas Perumahan Pemerintah Kota Bandung (Distarcip) melalui suratnya No. 593/478-Disrum tanggal 3 Mei 2005 dan No.593/632-Disrum tanggal 30 Juni 2005, yang menyatakan bahwa "Rumah-rumah termasuk rumah di Jalan Jawa No.30 s/d Nomor.54 dst dibangun oleh Jawatan Gedung-gedung Negeri Bandung", yang artinya, bukan dibangun oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero), maka berdasarkan hal tersebut Para Penggugat merupakan Subjek Hukum selaku penghuni yang beritikad baik dan sebagai pemilik bangunan-bangunan tersebut yang dikenal oleh azas hukum perdata sebagai Beziter, maka mohon kepada Majelis Hakim menghukum Tergugat I tidak memiliki hak apapun atas objek perkara, dan menyatakan Para Penggugat selaku Pemilik Beziter.

6. Bahwa telah terbukti Tergugat I tidak memiliki hak apapun atas objek perkara dimaksud, akan tetapi Tergugat I telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud dengan Pasal 1365 KUHPerdata, dimana dengan cara Tergugat I telah berturut-turut hendak mengusir dan mengosongkan Para Penggugat dari rumah tinggal mereka tersebut masing-masing di Jl. Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 dengan suratnya :

- No.JB.312/IV/20/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/22/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/19/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/14/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/16/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/17/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/11/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/12/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/10/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/21/D.2-2015 tanggal 13 April 2015

Dimana Tergugat I ataupun suruhannya berdasarkan Surat Tugas yang diberikan olehnya kepada Pihak Lain, telah secara bersama-sama melakukan Perbuatan Melawan Hukum tersebut dengan memasuki tanah dan pekarangan rumah tanpa izin Para Penggugat, yang kemudian

(8)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 8 dari 68 hal.

dengan cara menempel, memasang plang di tembok bangunan rumah yang menyebutkan tanah dan bangunan tersebut sebagai aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Maka mohon Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan hukuman kepada Tergugat I, terbukti secara sah melakukan Perbuatan Melawan Hukum kepada Para

Penggugat.

7. Bahwa mencermati secara seksama baik dari anggaran dasar maupun anggaran rumah tangga Jawatan Kereta Api Republik Indonesia sampai kepada Akta yang terakhir anggaran dasar PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Akta No. 139 tanggal 31 Desember 2012 yang dibuat dihadapan Surjadi Jasin, S.H. Notaris di Bandung atas Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan PT. Kereta Api Indonesia (Persero), dan Perubahan Susunan Pengurus terakhir dan data perseroan maupun atas keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tanggal 28 Agustus 2013 No. KEP.U/OT.003/VII/8/KA-2013 tidak ada sama sekali mencantumkan bahwa objek perkara tersebut merupakan aset dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

8. Bahwa sehubungan dengan adanya Perubahan Anggaran Dasar tersebut maupun Keputusan Direksi PT. KAI dimaksud diatas sudah sepatutnya tercatat dan terdaftar di Departemen Keuangan Republik Indonesia, sehingga untuk keperluan atas tanah-tanah yang dimaksud dalam objek perkara harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang secara normatif menjadi wewenang Departemen Keuangan Republik Indonesia, baik penggunaan maupun pemeliharaannya sebagai aset yang tercatat milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara, namun Penggugat telah dapat memastikan tidak pernah ada penyerahan ataupun pencatatan atas objek perkara tersebut sebagai aset negara yang tercatat di Departemen Keuangan, demikian pula atas kepemilikan objek tersebut telah didapat keterangan dari Instansi berwenang mengeiola pertanahan yakni Turut Tergugat yang sama sekali belum pernah menerbitkan status hak kepemilikan atas tanah dan bangunan tersebut, baik atas pelepasan hak dimaksud kepada Tergugat I, maka cukup jelas Tergugat I tidak pernah menguasai maupun menduduki, merawat, memelihara, membangun objek perkara dimaksud. Melainkan yang terbukti sebaliknya yaitu Para Penggugat telah menguasai dan menduduki, melaksanakan pembangunan, serta membayar Pajak Bumi dan Bangunan dan membayar instalasi- instalasi jaringan dari Pemerintah berupa jaringan listrik, telepon, dan

(9)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 9 dari 68 hal.

pemeliharaan fisik tanah dan bangunan maupun lingkungan. Maka mohon Majelis Hakim berdasarkan uraian ini menyatakan objek perkara tidak merupakan aset negara yang tercatat di dalam Departemen Keuangan Republik Indonesia.

9. Bahwa oleh karena bangunan-bangunan objek perkara ternyata terbukti tunduk dalam Peraturan Pemerintah No.40 tahun 1994 tentang Rumah Negara, yang pengelolaannya oleh Departemen Pekerjaan Umum Cq. Direktorat Jenderal Cipta Karya yang saat ini dibawah kewenangan Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Jawa Barat (Tergugat V), maka dengan jelas objek perkara tersebut tidak merupakan kewenangan dari Tergugat I maupun dari Tergugat II.

10. Bahwa lebih lanjut setelah mencermati secara seksama, baik berdasarkan legitimasi oleh Undang-undang tersebut diatas beserta kewenangan instansi yang memberikan keterangan sebagaimana surat Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya telah mengirim surat resmi kepada Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan suratnya No. HK.02.02/PBL/101 tanggal 24 Agustus 2005 dan No. HK.02.03-cb/980 tanggal 17 September 2009 dihubungkan dengan surat dari Kepala Dinas Perumahan Pemerintah Kota Bandung (Distarcip) melalui suratnya No. 593/478-Disrum tanggal 3 Mei 2005 dan No.593/632-Disrum tanggal 30 Juni 2005, maka cukup jelas dan terang objek perkara merupakan tanah negara bebas yang dapat status hukumnya memberikan hak prioritas kepada Para Penggugat selaku penghuni dan penguasa atas tanah dan bangunan-bangunan tersebut.

11. Bahwa selanjutnya berkaitan dengan Surat Pengosongan dari Tergugat I yang menyebutkan "agar segera mengosongkan tanah dan bangunan rumah milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero)" sangat bertentangan dengan Pasal 163 HIR yang menentukan : "Barangsiapa mengaku mempunyai suatu hak, atau menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan hak itu atau untuk membantah hak orang lain, harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu", maka dengan demikian Tergugat I yang sama sekali tidak mempunyai hak apapun atas objek perkara adalah Perbuatan Melawan Hukum yang melampaui kewenangannya sebagai Badan Usaha Milik Negara. Oleh karena itu, mohon kepada Majelis Hakim agar Tergugat I menghentikan segala

(10)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 10 dari 68 hal.

tindakan perbuatan yang meresahkan Para Penggugat.

12. Bahwa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat I, sebagaimana diuraikan diatas telah terbukti menimbulkan kerugian yang sangat besar kepada Para Penggugat, antara lain :

Kerugian Materiil

- Akibat pemasangan plang di tembok rumah dan halaman menjadi hilangnya hak prioritas Para Penggugat, yang apabila dinilai sebesar objek masing-masing

N 0 Penggugat Luas Tanah Luas Bangun an

Nilai Tanah (NJOP : Rp.3.745.000)

Nilai Tanah (NJOP :

Rp.800.000) Nilai Objek 1 Penggugat I 450 167 1.685.250.000 133.600.000 1.818.850.000 2 Penggugat II 187 87 700.315.000 69.600.000 769.915.000 3 Penggugat III 430 167 1.610.350.000 133.600.000 1.743.950.000 4 Penggugat IV 1104 255 4.134.480.000 204.000.000 4.338.480.000 5 Penggugat V 114 70 426.930.000 56.000.000 482.930.000 6 Penggugat VI 188 60 704.060.000 48.000.000 752.060.000 7 Penggugat VII 700 380 2.621.500.000 304.000.000 2.925.500.000 8 Penggugat VIII 830 600 3.108.350.000 480.000.000 3.588.350.000 9 Penggugat IX 533 299 1.996.085.000 239.200.000 2.235.285.000 1 0 Penggugat X 225 185 842.625.000 148.000.000 990.625.000 1 1 Penggugat XI 225 105 842.625.000 84.000.000 926.625.000 1 2 Penggugat XII 819 402 3.067.155.000 321.600.000 3.388.755.000

Total Kerugian Materiil 23.961.325.000

(11)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 11 dari 68 hal.

- Terganggunya pikiran dan pekerjaan serta gejolak sosial dalam pergaulan masyarakat 12 orang x Rp. 500.000.000,-= Rp. 6.000.000.000,-

Maka total Kerugian yang harus diganti rugi akibat hukum yang timbul oleh karena perbuatan melawan hukum Tergugat I adalah Rp. 6.000.000.000,- + Rp.23.961.325.000 = Rp.29.961.325.000

13. Bahwa selanjutnya setelah mencermati dan meneliti secara seksama dari alasan terbitnya surat pengosongan sepihak adalah penafsiran sepihak dari rapat direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tahun 2012, yang mana telah menafsirkan groundkart, yang mana hasil identifikasi peta peninggalan Hindia Belanda terhadap bantalan-bantalan maupun bentangan rel kereta api berikut persimpangan maupun kemiringan diatas tanah yang dilalui rel tersebut, dimana Groundkart tersebut bukan merupakan bukti hak kepemilikan baik untuk bangunan rumah-rumah tersebut, artinya bahwa tanah dan bangunan rumah-rumah objek perkara bukan pula milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero), melainkan Rumah Negeri yang dibangun oleh dan dibiayai langsung oleh Pemerintahan Hindia Belanda dahulu kala, yang peruntukannya bagi Pegawai Negeri Sipil dan wewenang pengurusannya merupakan kewenangan dari jawatan Gedung Negara, sekarang menjadi Direktorat Jenderal Cipta Karya Cq. Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Jawa Barat, bahkan mengenai status tanah aquo adalah tetap tanah negara bebas (gouvernement grond) merupakan tanah bekas hak barat, yang berdasarkan Pasal 2 ayat (1), jo. Pasal 9 ayat (2), jo. Pasal 16 ayat (1), jo. Pasal 19 Undang-undang No.5 Tahun 1960 dan Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) huruf e, jo. Pasal 5 Keputusan Presiden Rl No.32 tahun 1979, serta Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri tahun 1979 harus dikonversi selambat-lambatnya tanggal 24 September 1980 meialui kantor Badan Pertanahan Nasional, dan apabila hingga batas waktu tersebut tidak dilaksanakan konversi maka terhadap status hukum atas tanah terperkara menjadi otomatis berupa tanah yang langsung dikuasai oleh negara, artinya berupa tanah negara bebas yang belum dibebani sesuatu hak apapun khususnya kepada Tergugat I.

14. Bahwa memperhatikan tindakan dan perbuatan Tergugat I yang mengatakan objek tersebut seolah-olah aset miliknya, padahal sudah secara umum diketahui bahwa alasan Tergugat I diduga kuat akan mengalihkan objek tersebut kepada Pihak lain yang memiliki potensi sebagai bisnis belaka, maka selain hal itu adanya indikasi kuat bahwa

(12)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 12 dari 68 hal.

objek-objek tersebut akan dikuasai dan diserobot oleh Pihak Tergugat dan untuk menghindari gugatan ini tidak menjadi illusoir atau sia-sia, maka mohon kepada Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini agar serta merta meletakkan Sita Jaminan terlebih dahulu dan Revindicatoir Beslag terhadap bangunan serta tegakkan diatasnya yang terletak di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54, dengan batas- batas sebagai berikut:

Utara : Jalan Jawa

Selatan : Tanah-Rumah Negara Jalan Rakata Timur : Tanah-Rumah Negara

Barat : Tanah Negara

15. Oleh karena gugatan ini berdasarkan fakta hukum yang sesungguhnya dan dengan keadaan yang sebenarnya dikarenakan adanya surat pengosongan sepihak dari yang tidak berhak, yaitu Tergugat I, yang menimbulkan kerugian materiil maupun imateriil sebesar diatas maka apabila tergugat lalai dan mangkir dari kewajiban atas kerugian tersebut mohon agar majelis hakim menghukum Tergugat I dan memerintahkannya untuk membayar uang paksa atau Dwangsom sebesar Rp.100.000.000/hari.

Maka berdasarkan segala rupa uraian-uraian tersebut diatas, mohon agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memberikan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat I s/d Penggugat XII untuk seluruhnya.

2. Menyatakan sah penguasaan dan penghunian, maupun hak beziter atas bangunan diatas tanah negara (terperkara).

3. Menghukum Tergugat I telah terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad), dan menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat surat pengosongan sepihak, masing-masing;

- No.JB.312/IV/20/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/22/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/19/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/14/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/16/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/17/D.2-2015 tanggal 13 April 2015

(13)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 13 dari 68 hal.

- No.JB.312/IV/11/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/12/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/10/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/21/D.2-2015 tanggal 13 April 2015

4. Menghukum Tergugat I, ataupun Pihak lain yang mendapatkan hak dan keuntungan daripadanya untuk tidak melakukan tindakan-tindakan penguasaan fisik maupun pemagaran secara sepihak atas objek perkara.

5. Menghukum Tergugat II sampai dengan Turut Tergugat untuk tunduk dan taat terhadap putusan ini.

6. Menyatakan sah secara hukum adalah Para Penggugat memiliki hak prioritas atas tanah dan bangunan di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54.

7. Menghukum Tergugat I untuk membayar ganti kerugian secara Materiil sebesar Rp.23.961.325.000 (dua puluh tiga milyar sembilan ratus enam puluh satu juta tiga ratus dua puluh lima ribu rupiah) dan kerugian Immateril sebesar Rp.6.000.000.000,- (enam milyar rupiah) dan dibayarkan seketika dan sekaligus putusan ini memiliki kekuatan hukum mengikat. Dan apabila tidak menjalankannya dihukum untuk membayar uang paksa atau Dwangsom sebesar Rp.100.000.000/hari. 8. Menyatakan sah dan mengikat serta berharga sita jaminan atas objek

perkara terletak di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54, dengan batas-batas sebagai berikut:

9. Menghukum Tergugat I untuk membayar ongkos perkara. Atau

Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aquo Et Bono).

Menimbang, bahwa atas surat gugatan tersebut oleh Para Tergugat pada pokoknya telah dibantah sebagaimana terurai dalam surat jawabannya yaitu : ---

Utara : Jalan Jawa

Selatan : Tanah-Rumah Negara Jalan Rakata Timur : Tanah-Rumah Negara

(14)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 14 dari 68 hal.

Untuk Tergugat I Surat Jawaban tertanggal 07 Januari 2016 : KONPENSI DALAM EKSEPSI

1. Pengadilan Negeri Bandung Tidak Berwenang Mengadili Perkara ini (kewenangan Absolut).

Bahwa oleh karena Para Penggugat didalam Gugatannya memohonkan agar Majelis Hakim Pemeriksa perkara menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat surat pengosongan sepihak masing-masing:

- No.JB.312/IV/20/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - NO.JB.312/IV/22/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/19/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/14/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/16/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/17/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/11/D.2.2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/12/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/10/D.2-2015 tanggal 13 April 2015 - No.JB.312/IV/21/D.2-2015 tanggal 13 April 2015

Maka Secara Hukum Para Penggugat harus mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena Tergugat I adalah BUMN yang menyelenggarakan fungsi pemerintah dalam arti luas berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 8 jo 12 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009, sehingga untuk pembatalan dan menyatakan produk BUMN tidak memiliki Kekuatan hukum mengikat harus digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Sehingga jelas perkara ini merupakan kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara dan bukan wewenangan Pengadilan Negeri Bandung (Kewenangan Absolut).

2. Gugatan Para Penggugat Tidak Jelas (Obscuur Libel) Karena Telah Menggugat Pihak Yang Salah (Error In Persona)

Bahwa Para Penggugat mengajukan Gugatan kepada "MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA Cq PT.KERETA API INDONESIA (Persero) Cq. KETUA TIM PENERTIBAN ASET DVP DAOP II BANDUNG" selaku Tergugat I, padahal PT.Kereta Api Indonesia (Persero) sudah tidak berada dibawah Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, tetapi dibawah Kementerian BUMN Republik Indonesia. (Undang-undang Nomor: 19 Tahun 2003)

(15)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 15 dari 68 hal.

adalah 2 (dua) badan Pemerintah yang berbeda dan PT.Kereta Api Indonesia (Persero) tanggung jawabnya berada dibawah Kementerian BUMN bukan pada Kementerian Perhubungan, maka berakibat hukum Gugatan Para Penggugat tidak jelas dan salah Pihak, sehingga Gugatan Para Penggugat patut untuk tidak dapat diterima.

3. Gugatan Para Penggugat Kurang Pihak.

Bahwa gugatan Para Penggugat kurang pihak, karena Para Penggugat tidak menyertakan Menteri BUMN di dalam gugatannya, padahal berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor: 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara pada Pasal 14 ayat 3 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14 ayat 3:

"Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Manteri untuk mengambil keputusan didalam RUPS mengenai:

a. Perubahan jumlah modal; b. Perubahan anggaran dasar, c. Rencana penggunaan laba;

d. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta pembubaran Perseroan;

e. Investasi dan pembiayaan jangka panjang; f. Kerja sama Persero;

g. Pembentukan anak perusahaan dan penyertaan; h. Pengalihan aktiva."

Setiap perubahan anggaran dasar maupun pengalihan asset (aktiva) harus melalui persetujuan Menteri BUMN, termasuk seluruh asset milik Tergugat I yang saat ini diajukan gugatan oleh Para Penggugat.

Sebagai pertimbangan Majelis Hakim Pemeriksa Perkara dapat merujuk pada Putusan Mahkamah Agung Rl No.200 K/Pdt/1988 tanggal 27 September 1990 yang menyebutkan :

• Dalam gugatan perdata mengenai sengketa kepemilikan bangunan rumah yang didasarkan perbuatan hukum jual beli tanah di muka PPAT maka menurut hukum acara si pemilik bangunan rumah telah memberikan kuasa mutlak kepada seorang selaku penjual, (dengan mengingat sangat pentingnya kedudukan untuk menentukan sah atau tidaknya jual beli tersebut), maka penarikan pemilik sebagai pihak

(16)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 16 dari 68 hal.

dalam perkara aquo adalah mutlak perlu dan tidak cukup hanya ia dijadikan saksi saja tanpa menarik sebagai pihak Tergugat atau Turut Tergugat.

• Dengan tidak lengkapnya Tergugat perkara ini, maka Gugatan perdata ini oleh hakim seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima. Bahwa oleh karena Menteri BUMN tidak disertakan sebagai Tergugat maupun Turut Tergugat dalam perkara ini, maka secara hukum gugatan Penggugat tidak lengkap/kurang pihak, sehingga gugatan Penggugat patut untuk dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard). 4. Para Penggugat Tidak Memiliki Kualitas/Kedudukan Untuk Mengajukan

Gugatan (Persona Standi In Justicio).

Bahwa Para Penggugat didalam Gugatannya pada angka 3 halaman 4 mendalilkan bahwa :

"Para Penggugat walaupun awalnya sebagai pegawai di lingkungan Djawatan Kereta Api Indonesia (DJKRI), namun untuk menempati dan menguasai bangunan-bangunan tersebut yang terletak di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 43, 46, 48, 50, 52 dan 54 adalah berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara dari Kantor Urusan Perumahan (KUP), yang rata- rata diterbitkan sejaktahun 1954 dan terakhir tahun 1987..."

Bahwa Pada Prinsipnya Surat Ijin Penghunian Rumah Negara hanya diberikan kepada kualitas pribadinya yaitu Pegawai di lingkungan Djawatan Kereta Api Indonesia (DJKRI), maka tentunya hak atas keuntungan untuk menghuni Rumah tersebut melekat pada si pemegang izin menghuni Rumah yaitu para Pegawai Djawatan Kereta Api Indonesia (DJKN) yang pada saat itu berstatus sebagai Pegawai (DJKN) yang masih aktif, sehingga sifat dari izin penghunian ini secara otomatis berakhir masa berlakunya ketika si pribadi tersebut tidak lagi sebagai Pegawai dan segala hak yang melekat pada pemegang izin hilang seketika dan izin penghunian tersebut tidak dapat diwariskan atau dialihkan kepada pihak manapun.

Bahwa sebagaimana diakui sendiri oleh Para Penggugat di dalam Gugatannya yang pada pokoknya Para Penggugat mengakui berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga, Pensiunan dan Notaris/PPAT, hal ini jelas menunjukkan bahwa Para Penggugat bukanlah orang atau subyek hukum yang ditunjuk langsung didalam Surat Ijin Menghuni Rumah Negara, tetapi

(17)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 17 dari 68 hal.

Para Penggugat adalah pihak lain, yaitu para pensiunan, Ibu Rumah Tangga dan Notaris/PPAT, sehingga Para Penggugat tidak memiliki kepentingan hukum dalam perkara a quo karena tidak memiliki izin penghunian rumah secara langsung.

Bahwa selain itu Ijin Menghuni Rumah tersebut yang diterbitkan sejak tahun 1954 dan terakhir tahun 1987 sangat jelas sampai dengan gugatan ini diajukan telah habis masa waktunya. Sehingga penguasaan tanah dan bangunan tersebut oleh Para Penggugat adalah tidak sah dan melawan hukum.

Bahwa oleh karena Para Penggugat bukan-lah pegawai yang memperoleh ijin penghunian rumah secara langsung dan ijin tersebut telah lewat waktu dan Para Penggugat juga bukan-lah pemilik hak yang sah atas tanah dan bangunan tersebut (legal standing), maka secara Hukum Para Penggugat tidak memiliki kualitas untuk mengajukan gugatan ini. Sehingga cukup alasan Hukum Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk menyatakan Gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard).

Untuk itu Majelis Hakim Pemeriksa Perkara dapat merujuk Putusan Mahkamah Agung Rl Nomor: 442 K/Sip/1973, tertanggal 8 Oktober 1973 : " Gugatan dari seseorang yang tidak berhak mengajukan gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima"

Putusan Mahkamah Agung Rl Nomor:639 K/Sip/1975 tanggal 28 Mei 1977:

"Bila salah satu pihak dalam suatu perkara tidak ada hubungan hukum dengan objek perkara, maka gugatan harus dinyatakan tidakdapat diterima"

Bahwa berdasarkan seluruh alasan Eksepsi terurai diatas, dimana Para Penggugat tidak memiliki kualitas mengajukan gugatan dan tidak memiliki hak yang sah atas penguasaan tanah dan bangunan (legal standing) serta tidak menyertakan Menteri BUMN didalam gugatannya, maka Tergugat I Mohon Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk memutus sebagai berikut:

1. Menerima Eksepsi dari Tergugat I seluruhnya;

2. Menyatakan Gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard);

(18)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 18 dari 68 hal.

DALAM POKOK PERKARA :

1. Bahwa seluruh dalil yang dikemukaan dalam Eksepsi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan pokok perkara ini, karenanya tidak perlu diuraikan kembali seluruhnya;

2. Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil Gugatan Para Penggugat seluruhnya, kecuali yang diakui secara tegas kebenarannya;

3. Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil Gugatan Para Penggugat pada angka 1 halaman 3 dan 4 Gugatan, karena :

1) Tidak benar dalil Gugatan Para Penggugat yang menyatakan bahwa "tanah tersebut tidak dapat dibuktikan adanya hak eigendom maupun hak adat yang dimiliki oleh golongan bumi putra".

Bahwa pada masanya hak eigendom hanya diperuntukan untuk swasta (Badan Hukum Swasta) ataupun Perorangan yang mempunyai hak atas tanah diberikan Acte van Eigendom, Acte van Erfpacht atau Acte van Opstal sebagai surat tanda bukti hak atas tanah tersebut, jadi setiap orang atau badan hukum swasta wajib mempunyai surat tanda bukti hak atas tanah dimaksud. Jika orang atau badan hukum swasta tidak dapat menunjukkan surat tanda bukti hak atas tanah, maka tanah tersebut adalah milik Negara. Sedangkan untuk keperluan Instansi Pemerintah Staat Spoorwegen (SS), hasilnya disebut grondkaart. Grondkaart itu merupakan hasil final yang tidak perlu ditindaklanjuti dengan surat keputusan pemberian hak oleh pemerintah.

Berdasarkan azas domein dalam hukum agraria sebagaimana yang termuat dalam Agrarische Wet (Staatsblad 1870 No. 55) dan Agrarisch Besluit (Staatsblad 1870 No. 118), kepada instansi pemerintah tidak diberikan surat tanda bukti hak atas tanah. Pasal 1 Agrarisch Besluit mengatur sebagai berikut: "Behoudens opvolging van de tweede en derde bepaling der voormelde wet blijft het beginsel gehanhaafd, dat alle grand, waarop niet door anderen regt van eigendom wordt bewezen, domein van den staat is". Sehingga sesuai dengan azas domein tersebut, maka yang diwajibkan untuk mempunyai surat tanda

(19)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 19 dari 68 hal.

bukti hak atas tanah hanyalah orang atau badan hukum swasta. Jika orang atau badan hukum swasta tidak dapat menunjukkan surat tanda bukti hak atas tanah, maka tanah tersebut adalah milik Negara dan Kewajiban untuk menunjukan surat tanda bukti hak atas tanah tersebut tidak dibebankan kepada instansi Pemerintah, oleh karena kepada instansi pemerintah memang tidak pernah diberikan surat tanda bukti hak atas tanah. Sehingga dasarnya bagi instansi pemerintah untuk mengatakan bahwa tanah adalah aset dari instansi pemerintah cukup penyerahan penguasaan tanah (bestemming) saja. Berdasarkan Staatsblad 1911 No. 110 dan Staatsblad 1940 No. 430 tanah yang sudah di-bestemming-kan itu otomatis menjadi aset instansi Pemerintah yang bersangkutan. Tanah-tanah yang sudah di- bestemming-kan kepada SS lalu diukur, dipetakan dan diuraikan di / dalam Grondkaart.

Tanah aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero) baik yang berasal dari pengambilalihan aset SS, nasionalisasi aset VS maupun yang diperoleh sendiri karena pengadaan tanah, dalam penerbitan administrasinya ada yang sudah mempunyai sertipikat, namun juga masih ada yang belum bersertipikat. Semua tanah aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero) berkapasitas sebagai kekayaan negara yang dipisahkan dan tunduk kepada Undang-Undang Perbendaharaan Negara (ICW), Instruksi Presiden Rl Nomor 9 Tahun 1970, Keputusan Presiden Rl Nomor 16 Tahun 1994 dan peraturan perundangan lainnya mengenai kekayaan Negara.

2) Bahwa Para Penggugat telah salah menafsirkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1953, dimana Para Penggugat menafsirkan bahwa "berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1953 tersebut tanah Negara yang tidak secara nyata diserahkan kepada suatu departemen/instansi, statusnya menjadi tanah Negara dalam penguasaan Menteri Dalam Negeri (sekarang menjadi kewenangan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional)". Bahwa penafsiran Para Penggugat pada angka 1 gugatan bertentangan dengan maksud dan tujuan dari Peraturan Pemerintah No.8

(20)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 20 dari 68 hal.

tahun 1953, karena jelas Peraturan Pemerintah No.2 tahun 1953 telah menyerahkan secara langsung dan nyata asset tanah kepada suatu instansi pemerintah/Djawatan.

Pasal 1 PP No.8/1953:

Di dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

a. tanah Negara, ialah tanah yang dikuasai penuh oleh Negara; b. jawatan, ialah Organisasi suatu Kementerian yang berdiri sendiri sebagai yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1952. (Lembaran Negara Nomor 26);

c. daerah Swatantra, ialah daerah yang diberi hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri, sebagai yang dimaksud dalam Pasal 131 Undang-undang Dasar Sementera Republik Indonesia.

Pasal 2 PP No.8/1953:

"Kecuali jika penguasaan atas tanah Negara dengan Undang-undang atau peraturan lain pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini, telah diserahkan kepada sesuatu Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra, maka penguasaan atas tanah Negara ada pada Menteri Dalam Negeri".

Lebih lanjut penyerahan asset perusahaan secara langsung dan nyata kepada instansi pemerintah/djawatan di jelaskan pada Penjelasan Pasal 2 PP No.8/1953 yang diatur didalam penjelasan umum Nomor 7 yang berbunyi sebagai berikut: "Penyerahan penguasaan atas tanah-tanah Negara hingga kini ada yang dilakukan dengan Undang-undang, ada yang dengan Peraturan Pemerintah. Penyerahan yang diselenggarakan dengan Undang- undang peruntukannya sudah tegas dan tidak perlu diragu-ragukan, akan tetapi justru penguasaan yang diserahkan dengan Peraturan

Pemerintah itu kini keadaannya kacau dan perlu diatur kembali. Oleh karena dulu peraturan-peraturan yang dipakai sebagai dasar penyerahan penguasaan itu diletakan di dalam Peraturan Pemerintah (Staatsblad 1911 Nomor 110), maka peraturan-peraturan baru yang khusus mengatur penguasaan tanah-tanah Negara berbentuk Peraturan Pemerintah juga.

(21)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 21 dari 68 hal.

menjadi titik berat ialah melenyapkan keragu-raguan perihal hak-hak penguasaan atas berbagai tanah Negara, untuk melancarkan dan menjamin pelaksanaan penguasaan tanah-tanah itu secara yang benar- benar mendatangkan faedah bagi Negara dan masyarakat..."

Bahwa berlandaskan Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1953, maka terhadap asset Perusahaan milik Pemerintah Belanda hak Penguasaannya (Beheer) diserahkan kepada Djawatan Kereta Api (DKA) sekarang PT.Kereta Api (Persero).

Berdasarkan seluruh alasan hukum terurai pada angka 1 dan 2 diatas, jelas hak eigendom maupun hak adat hanya diperuntukan bagi swasta (Badan Hukum Swasta) dan perorangan bukan untuk Instansi Pemerintah, sedangkan Instansi Pemerintah haknya berada pada penguasaan tanah (Bestamming) berdasarkan (staatblaad 1911 no.110 & staatblad tahun 1940 no.430) yang kemudian dipetakan di dalam Groundkaart. Kemudian setelah Indonesia merdeka tanah-tanah tersebut penguasaannya (beheer) diserahkan kepada Tergugat I (dahulu Djawatan Kereta Api/DKA). (Peraturan Pemerintah Nomor: 8 Tahun tahun 1953)

Berdasakan hal-hal tersebut, jelas dalil Gugatan Para Penggugat pad a angka 1 adalah dalil yang terbantahkan sehingga PATUT untuk DITOLAK seluruhnya.

3) Bahwa Tergugat menolak secara tegas dalil Gugatan Para Penggugat pada angka 2 dan 3, halaman 4 Gugatan, karena : - Sebagaimana Tergugat I uraikan pada Jawaban angka 1

diatas jelas terhadap asset instansi Pemerintah pada masa itu hak-nya berada pada penyerahan penguasaan tanah (Bestemming) yang walaupun telah berganti badan hukum hak-nya tetap melekat pada Tergugat I yang secara Yuridis diakui oleh Peraturan Perundang-undangan Indonesia;

- Dengan merujuk pada dalil-dalil Gugatan Para Penggugat yang berulang kali menyatakan bahwa "Para Penggugat awalnya sebagai pegawai di lingkungan Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI)". Dimana Para Penggugat menempati bangunan-bangunan tersebut pada saat masih menjadi

(22)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 22 dari 68 hal.

Pegawai di DKARI.

Para Penggugat menempati bangunan-bangunan tersebut dengan beralaskan Surat Penunjukan Rumah (SPR), dimana SPR tersebut sama dengan Perjanjian sewa menyewa pada umumnya yang memiliki batas dan jangka waktu bagi para penyewanya.

Bahwa jangka waktu SPR/hak sewa berakhir pada saat Pegawai dipindah tugaskan keluar kota atau telah kehilangan kedudukannya sebagai pegawai/karyawan karena sudah tidak menjabat lagi. Oleh karena Penggugat I s/d Penggugat XII telah menguasai Tanah dan bangunan di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 yang bukan haknya, maka secara hukum Penguasaan tanah dan bangunan tersebut oleh Para Penggugat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

Hal ini sesuai dengan dalil Gugatan Penggugat sendiri yang menyatakan "... walaupun secara nyata dihuni oleh Para Penggugat secara turun temurun sampai Gugatan ini didaftarkan di Pengadilan..", sehingga penguasaan tanah dan bangunan oleh Para Penggugat yang bukan merupakan pegawai dari Tergugat I jelas tidak ada dasar hukumnya (legal standing).

- Bahwa sebagaimana Tergugat I uraikan pada Jawaban angka 1 diatas, jelas secara hukum tanah dan bangunan terletak di Jalan Jawa No: 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 adalah hak dari Tergugat I seluruhnya dan harus dikembalikan kepada Tergugat I.

Berdasarkan seluruh alasan hukum Terurai diatas, jelas dalil Para Penggugat pada angka 2 dan 3 adalah dalil yang terbantahkan, sehingga putut untuk DITOLAK seluruhnya.

4) Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil Gugatan Penggugat pada angka 4 dan angka 5, halaman 5 gugatan, karena :

- Bahwa rumah-rumah dinas terletak di Jalan Jawa dibangun oleh Burgerlijke Openbare Welken/BOW (Departemen Pekerjaan Umum) diatas tanah milik Tergugat I yang

(23)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 23 dari 68 hal.

dipergunakan untuk Para Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Instansi Pemerintah tersebut dalam hal ini PT.Kereta Api Indonesia (Persero/ Tergugat I), karena tanah-tanah tersebut penguasaannya (Bestemming) adalah melekat milik dari Tergugat I;

- Bahwa Tergugat I selaku BUMN yang modalnya sebagaian atau seluruhnya milik negara, sehingga dapat dikatakan bahwa asset Tergugat I adalah milik Negara. Bahwa Surat Nomor: HK.02.02/ PBL/ 101 tanggal 24 Agustus 2005 dan No.HK.02.03-cb/980 tanggal 17 September 2009 bukanlah produk hukum yang menyatakan bahwa tanah di Jalan Jawa adalah tanah Negara, bebas, tanah tersebut adalah milik dari Tergugat I;

- Bahwa sangat jelas rumah-rumah dinas memang dibangun oleh BOW (Departemen Pekerjaan Umum) diatas tanah milik Tergugat I.

5) Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil Gugatan Penggugat pada angka 6 dan 7, halaman 5 dan 6 Gugatan, karena :

- Jelas alas hak Tergugat I untuk mengambil alih tanah dan bangunan yang merupakan hak dari Tergugat I, sebaliknya justru Para Penggugat yang tidak memiliki alas hak apapun (legal standing) menguasai tanah dan bangunan tersebut, sehingga sangat jelas justru Para Penggugat-lah yang telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan menguasai tanah dan bangunan yang bukan haknya;

- Sebagaimana telah Tergugat I jelaskan pada angka 1 jawaban gugatan ini, dimana alas hak penguasaan tanah dan bangunan terletak di Jalan Jawa No.30 s/d 54 oleh Tergugat I sebagaimana yang telah di petakan di dalam Groundkaart yang secara Yuridis diakui oleh Undang-undang.

Berdasarkan alasan-alasan hukum terurai diatas, cukup alasan hukum Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk MENOLAK Gugatan Penggugat seluruhnya.

6) Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil-dalil Gugatan Penggugat pada angka 8 s/d 11, halaman 7 dan 8 Gugatan,

(24)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 24 dari 68 hal.

karena :

- Sebagaimana Surat Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor: RH.48/KA.101/MPHB, tertanggal 28 Februari 1994 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan Rl, yang pada pokoknya menyatakan bahwa "sebagian aktiva tetap asset Perum Kereta Api berupa tanah belum seluruhnya didukung dengan tanda bukti pemilikan sertifikat, tetapi baru berupa tanda bukti yang diuraikan dalam Groundkaart."; Bahwa Groundkaart sebagai alas hak bagi Tergugat I atas tanah dan bangunan terletak di Jalan Jawa no. 30, 32, 34, 38, 40, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 diakui secara Yuridis berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, walapun belum adanya peningkatan status hak atas tanah tersebut;

- Terhambatnya peningkatan status hak atas tanah sebagaimana

tercantum di dalam Groundkaart, dikarenakan tindakan Para Penggugat yang telah menguasai tanpa hak atas tanah dan bangunan tersebut secara Melawan Hukum;

- Bahwa sebagaimana dijelaskan oleh Tergugat I pada angka 1 dan 2 jawaban Tergugat diatas, jelas hak Tergugat I atas tanah dan bangunan-bangunan di Jalan Jawa sebagaimana tercantum di dalam Groundkaart adalah merupakan asset yang melekat walaupun Tergugat I telah berganti Badan Hukum;

- Bahwa dalil Para Penggugat pada angka 11 mengada-ada serta tidak beralasan hukum, karena alas hak Tergugat I atas tanah dan bangunan tersebut sudah jelas, justru Para Penggugat-lah yang harus membuktikan alas hak Para Penggugat menempati tanah dan bangunan-bangunan tersebut, karena jelas-jelas SPR bukanlah surat kepemilikan, sedangkan SPR itu sendiri sudah habis jangka waktunya, selain itu Para Penggugat bukanlah pegawai pada Tergugat I. Profesi Para Penggugat yaitu Pensiunan PNS, Ibu rumah tangga dan Notaris/PPAT, sehingga beban pembuktian harus-lah terlebih dahulu dijatuhkan kepada Para Penggugat

(25)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 25 dari 68 hal.

dimana Para Penggugat wajib menunjukan alas hak menguasai tanah dan bangunan tersebut (legal standing); 7) Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil Gugatan Para

Penggugat pada angka 12 dan 13, halaman 8 dan 9 Gugatan, karena:

- Tuntutan ganti rugi Materil maupun Immateril tidak beralasan hukum, sehingga patut untuk ditolak seluruhnya.

Dalam Persoalan ini justru Tergugat I yang mengalami kerugian baik Materil maupun Immateril, karena SPR untuk menempati tanah dan bangunan tersebut telah habis jangka waktunya, tetapi Para Penggugat tetap menguasai tanah dan bangunan tersebut, sehingga Tergugat I kehilangan hak untuk menikmati manfaat atas tanah dan bangunan tersebut;

- Sebagaimana telah Tergugat I sampaikan Groundkaart masih memiiiki pengakuan secara Yuridis sebagaimana ketentuan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, yang statusnya bukan dari hak barat (hak barat adalah hak atas tanah untuk Badan hukun Swasta/perorangan), sedangkan Tergugat I yang merupakan Instansi pemerintah penguasaanya di Bestemming-kan (staatsblaad 1911 no.110 & staatsblaad tahun 1940 No.430) sehingga berdasarkan PP No.8 tahun 1953, otomatis menjadi asset instansi Pemerintah yang bersangkutan.

Bahwa tuntutan ganti guri materil maupun immaterial Para Penggugat tidak beralasan hukum, sehingga patut untuk ditolak seluruhnya.

8) Bahwa Tergugat I menolak secara tegas dalil Gugatan Para Penggugat pada angka 14 dan 15, karena :

- Para Penggugat tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ini;

- Ijin untuk menempati tanah dan bangunan tersebut adalah SPR yang telah habis jangka waktunya dan SPR bukan-lah hak kepemilikan atas tanah dan bangunan tersebut dan orang-orang yang berhak mendapatkan ijin menempati tanah dan bangunan tersebut berdasarkan SPR adalah pegawai Tergugat I yang masih aktif dan ijin tinggal berdasarkan SPR

(26)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 26 dari 68 hal.

berakhir setelah pegawai tidak lagi menjabat (Pensiun), SPR tidak bisa dipindah tangankan atau diwariskan, sehingga sangat jelas penguasaan tanah dan bangunan oleh Para Penggugat adalah Melawan Hukum;

Bahwa oleh karena Tergugat I memiliki hak yang sangat jelas atas tanah dan bangunan di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 atas penguasaan tanah (Bestemming) berdasarkan staatblaad tahun 1911 No.110 & Staatblaad tahun 1940 No.430, sedangkan Para Penggugat menggunakan SPR yang telah habis jangka waktunya untuk menguasai tanah dan bangunan tersebut, maka cukup alasan Hukum bagi Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk MENOLAK tuntutan Para Penggugat mengenai sita jaminan dan Revindicatoir Beslag, uang paksa (dwangsom).

Berdasarkan seluruh alasan hukum sebagaimana terurai pada Jawaban Gugatan ini, Tergugat I mohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa

Perkara guna

memutus sebagai berikut;

1. Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima; 2. Membebankan biaya Perkara kepada Para Penggugat; DALAM REKONPENSI :

1. Bahwa seluruh dalil serta alasan-alasan hukum sebagaimana tercantum dalam konpensi, merupakan satu kesatuan dengan Rekonpensi ini, sehingga tidak perlu diuraikan kembali seluruhnya; 2. Bahwa dalam Rekonpensi ini kedudukan Para Penggugat menjadi

Para Tergugat Rekonpensi dan kedudukan Tergugat I menjadi Penggugat Rekonpensi;

3. Bahwa Pada masa Pemerintahan Belanda tanah-tanah Kereta Api yang berada di pulau Jawa dan Sumatera telah mendapatkan pengakuan secara Yuridis, tanah-tanah tersebut di Bestemming-kan (diserahkan Penguasaannya) kepada Perusahaan Kereta Api Negara (Penggugat Rekonpensi) lalu dimuat dalam Staatsblad masing-masing sehingga tanah- tanah tersebut menjadi hak penguasaan (beheer) Perusahaan Kereta Api Negara (dahulu Staats Spoorwegen/SS);

(27)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 27 dari 68 hal.

penguasaan tanah) penguasaan tanah kereta api Belanda dari Staats Spoorwagens (SS) kepada Negara Republik Indonesia dimuat dalam ordonansi (staatsblaad). Tanah yang sudah di-Bestemming-kan atas nama (SS) kemudian dilakukan:

- Pengukuran; - Dipetakan;

- Diuraikan dalam Groundkaart;

- Pembuatan Groundkaart dilakukan oleh petugas pengukuran Kadaster;

- Groundkaart disyahkan oleh kepala Kantor Kadaster dan Residen setempat;

- Pengukuran dan pemetaan tanah keperluan orang dan badan hukum hasilnya disebut meetbrief (surat ukur) sebagai lampiran untuk memohon sesuatu hak;

- Fungsi gambar atau peta tanah yang dibuat untuk keperluan instansi pemerintah terkait perkeretaapian, pengukuran dan pemetaan tanah pada saat itu hasilnya disebut Groundkaart. "Berdasarkan azas domein dalam Hukum Agraria sebagaimana termuat dalam Agrarische Wet (Staatblaad 1870 no. 55) dan Agrarische Besluit (Staatsblaad 1870 no. 118) kepada instansi pemerintah tidak diberikan surat tanda bukti hak atas tanah". Bukti yang diperlukan oleh instansi pemerintah cukup penyerahan penguasaan tanah (Bestemming saja), berdasarkan Staatsblaad tahun 1911 no. 110 & Staatsblad tahun 1940 no. 430 tanah yang sudah Bestemming-kan otomatis menjadi asset instansi pemerintah yang bersangkutan yang ditindak lanjuti dengan pembuatan Groundkaart.

5. Bahwa tanah-tanah dan bangunan tersebut dipergunakan untuk ijin menempati rumah bagi pegawai di lingkungan Penggugat Rekonpensi dengan surat ijin tinggal berupa SPR. Dirnana. SPR diperuntukan bagi pegawai yang masih aktif dan SPR berakhir apabila pegawai sudah tidak menjabat lagi sebagai pegawai Penggugat Rekonpensi;

6. Bahwa sampai dengan saat ini Para Tergugat Rekonpensi masih menempati tanah dan bangunan tersebut terletak di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 secara Melawan

(28)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 28 dari 68 hal.

Hukum, karena tidak memiliki hak apapun untuk menempati tanah dan bangunan tersebut, tidak pernah membayar uang sewa tanah dan bangunan kepada Penggugat Rekonpensi;

7. Bahwa oleh karena Penggugat Rekonpensi adalah pemilik yang sah atas tanah dan bangunan tersebut dan Para Tergugat Rekonpensi telah menempati tanah dan banguan tersebut secara tidak sah, maka Penggugat Rekonpensi mohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk menyatakan bahwa Para Tergugat Rekonpensi telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang merugikan Penggugat Rekonpensi;

8. Bahwa akibat dari ulah Para Tergugat Rekonpensi menempati tanah dan bangunan milik Penggugat Rekonpensi secara melawan Hukum, maka Penggugat Rekonpensi selaku pemilik yang sah atas tanah dan bangunan terletak di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52 dan 54 kehilangan hak atas manfaat dari tanah dan bangunan tersebut sejak masa berakhirnya SPR tersebut;

Bahwa oleh karena Penggugat Rekonpensi adalah pemilik yang sah atas tanah-tanah dan bangunan tersebut, maka Penggugat Rekonpensi Mohon Kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk memerintahkan kepada Para Tergugat Rekonpensi untuk mengosongkan dan menyerahkan tanah- tanah dan bangunan milik Penggugat Rekonpensi.

Adapun rincian kerugian Penggugat Rekonpensi yang dikarenakan hilangnya hak atas manfaat dari tanah dan bangunan tersebut, sehingga cukup beralasan hukum apabila Para Tergugat Rekonpensi dibebankan biaya sewa tanah dan bangunan, yang wajib disetorkan kepada Penggugat Rekonpensi yang harga sewa dinilai dari nilai NJOP tanah

No Tergugat Luas Luas Nilai Tanah Nilai Nilai Objek Reknnnensi Tanah Banauna (NJQEL- Tanah

1 Tergugat 450 167 1.685.250.0 133.600. 1.818.850. 2 Tergugat 187 87 700.315.00 69.600.0 769.915.0 3 Tergugat 430 167 1.610.350.0 133.600. 1.743.950. 4 Tergugat 1104 255 4.134.480.0 204.000. 4.338.480.

(29)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 29 dari 68 hal.

A. Rincian Kerugian Immateril :

Akibat diajukannya Gugatan ini ke Pengadilan Negeri Bandung yang diajukan oleh Tergugat Rekonpensi mempuan Penggugat Rekonpensi berakibat terganggu pikiran dan merasa terbebani karena memikirkan persoalan ini akibat dari Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Tergugat Rekonpensi yang apabila dinilai cukup untuk dibebankan sebesar R p . 5 . 0 0 0 .

000.000,- (lima milyar rupiah) untuk masing-masing Tergugat Rekonpensi, sehingga oleh karena Tergugat Rekonpensi sebanyak 12 orang maka Rp.5.000.000.000,- x 12 = Rp.60.000.000.000,- (enam puluh milyar rupiah).

1. Bahwa agar gugatan ini tidak menjadi sia-sia (illusionir), oleh karena dikhawatirkan Tergugat Rekonpensi akan melakukan tindakan-tindakan mengalihkan tanah-tanah serta bangunan-bangunan terletak di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54, dan untuk mencegah Tergugat menghindar dari kewajibannya menjalankan putusan dalam perkara ini, maka adalah sangat beralasan hukum apabila Penggugat Rekonpensi mohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk meletakkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap tanah-tanah dan bangunan-bangunan terletak di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54, dengan batas-batas sebagai berikut:

5 Tergugat 114 70 426.930.00 56.000.0 482.930.0 6 Tergugat 188 60 704.060.00 48.000.0 752.060.0 7 Tergugat 700 380 2.621.500.0 304.000. 2.925.500. 8 Tergugat 830 600 3.108.350.0 480.000. 3.588.350. 9 Tergugat 533 299 1.996.085.0 239.200. 2.235.285. 10 Tergugat 225 185 842.625.00 148.000. 990.625.0 11 Tergugat 225 105 842.625.00 84.000.0 926.625.0 12 Tergugat 819 402 3.067.155.0 321.600. 3.388.755. ___________________________________ Total Keruaian Materil 23.961.325

Utara : Jalan Jawa

Selatan : Tanah-Rumah Negara Jalan Rakata Timur : Tanah-Rumah Negara

(30)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 30 dari 68 hal.

2. Bahwa untuk menjamin pelaksanaan putusan ini, maka wajar apabila Penggugat Rekonpensi mohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa perkara untuk menetapkan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada masing-masing Tergugat Rekonpensi perhari yang harus dibayar Tergugat Rekonpensi apabila lalai dalam melaksanakan isi

putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap.

Berdasarkan alasan-alasan hukum yang telah dikemukakan, dengan ini Para Penggugat Rekonvensi memohon kepada Yang Terhormat Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini untuk memberikan Putusan :

Dalam Konpensi : Dalam Eksepsi:

1. Menerima Eksepsi dari Tergugat I untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima. Dalam Pokok Perkara :

1. Menolak Gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya; Dalam Rekonpensi:

1. Menerima Gugatan Rekonpensi Penggugat Rekonpensi untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Tergugat Rekonpensi telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan Penggugat Rekonpensi;

3. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk mengosongkan dan menyerahkan tanah-tanah dan bangunan-bangunan terletak di Jalan Jawa No.30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 dengan batas-batas :

Kepada Penggugat Rekonpensi. Barat : Tanah Negara

Utara : Jalan Jawa

Selatan : Tanah-Rumah Negara Jalan Rakata Timur : Tanah-Rumah Negara

(31)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 31 dari 68 hal.

4. Menghukum Tergugat Rekonpensi membayar ganti kerugian materil berupa uang sewa kepada Penggugat Rekonpensi sebesar Rp.23.961.325.000,- secara tunai, seketika dan sekaligus kepada Penggugat Rekonpensi, dan kerugian Immateril sebesar Rp.60.000.000.000,- (enam puluh milyar rupiah);

5. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan;

6. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada masing- masing Tergugat Rekonpensi apabila tidak menjalankan isi putusan ini sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap;

7. Membebankan biaya Perkara kepada Tergugat Rekonpensi. Subsider;

Apabila Majelis Hakim Pemeriksa perkara Mohon Putusan seadil-adilnya yang

didasarkan atas kepentingan hukum Tergugat I / Penggugat Rekonpensi (Ex

Aquo Et Bono).

Untuk Tergugat II Surat Jawaban tertanggal 07 Januari 2016

1. Bahwa Tergugat II dengan tegas menolak seluruh dalil/alasan Para Penggugat dalam surat gugatannya kecuali terhadap hal-hal yang diakui secara tegas kebenarannya.

2. Bahwa di dalam gugatannya Para Penggugat pada pokoknya mendalilkan:

a. Dirinya mengaku sebagai penghuni dan pemilik (beziter) atas objek sengketa berupa tanah dan bangunan (rumah Negara) yang terletak di Jalan Jawa No. 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 Bandung berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara dari Kantor Urusan Perumahan (sekarang Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya).

b. Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara melakukan pengosongan objek sengketa, pengusiran, dan melakukan pemasangan plang yang bertuliskan rumah Negara dimaksud merupakan aset PT KAI, padahal menurut Para Penggugat objek sengketa/rumah negara tersebut bukanlah merupakan aset milik Tergugat I

(32)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 32 dari 68 hal.

maupun PT KAI melainkan rumah negara yang tidak secara nyata diserahkan pada suatu departemen/instansi. Oleh karena itu, Para Penggugat merasa berhak atas rumah negara dimaksud dan sebagai penghuni yang beritikad baik dan sebagai penguasa/pemilik bangunan-bangunan objek sengketa/beziter, dan meminta agar dirinya dinyatakan sebagai pemilik hak beziter.

c. Selain itu, Para Penggugat mendalilkan objek sengketa adalah tanah negara bebas yang status hukumnya memberikan hak prioritas kepada Para Penggugat selaku penghuni untuk menguasai objek sengketa.

3. Bahwa dalil/alasan Para Penggugat tersebut di atas adalah tidak benar dan sama sekali tidak berdasarkan hukum karena berdasarkan data, aset dimaksud merupakan aset milik dari Tergugat I, dan hal itu telah diakui sendiri oleh Para Penggugat pada halaman 4 (empat) angka 3 (tiga) surat gugatannya Para Penggugat menghuni objek sengketa karena statusnya sebagai pegawai di lingkungan Djawatan Kereta Api Indonesia (sekarang PT KAI Persero) berdasarkan Surat Izin Menghuni Rumah Negara yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Perumahan (sekarang Dinas Tata Ruang dan Karya Cipta).

4. Bahwa Tergugat II juga dengan tegas menolak dalil/alasan Para Penggugat dalam surat gugatannya yang pada pokoknya menyatakan dirinya seolah-olah sebagai pemilik atas aset dimaksud karena menguasai objek sengketa dalam kurun waktu tertentu (beziter).

5. Bahwa dalil/alasan Para Penggugat tersebut di atas adalah tidak benar dan sama sekali tidak berdasarkan hukum karena beziter tidak serta merta sebagai pemilik/eigener terlebih lagi untuk benda-benda yang tidak bergerak/benda tetap. Penguasaan seseorang atas benda tidak bergerak yang didasarkan atas suatu perikatan misalnya: sewa/kontrak, pinjam, pinjam-pakai, sama sekali tidak dapat dijadikan dasar bagi seseorang yang menguasainya untuk dianggap sebagai pemilik dan serta merta menghapuskan kepemilikan dari pemilik yang sebenarnya.

(33)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 33 dari 68 hal.

atas objek sengketa yang didasarkan atas Surat Izin Menghuni Rumah Negara yang diterbitkan oleh Kantor Urusan Perumahan, maka sudah sepatutnya permohonan Para Penggugat untuk dinyatakan sebagai pemilik dan/atau beziter atas objek sengketa ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

7. Bahwa Tergugat II juga dengan tegas menolak permohonan Para Penggugat pada posita gugatannya halaman 9 (sembilan) s.d. 10 (sepuluh) angka 14 (empat belas) yang meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung untuk menyatakan putusan serta merta meletakkan sita jaminan terlebih dahulu/revindicatoir beslag atas objek sengketa dapat dijalankan terlebih dahulu, karena permohonan Penggugat tersebut sama sekali tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 180 HIR ayat (1), yaitu:

a. surat otentik yang menurut undang-undang mempunyai kekuatan bukti;

b. putusan pengadilan sebelumnya yang sudah mempunyai kekuatan tetap yang menguntungkan pihak penggugat dan ada hubungannya dengan gugatan yang bersangkutan.

c. gugatan provisional yang dikabulkan.

d. Sengketa a quo bukanlah mengenai bezitrecht.

8. Bahwa selain itu, permohonan Para Penggugat juga tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No.4 Tahun 2001 tanggal 20 Agustus 2001 tentang Permasalahan Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Vooraad) dan

Provisional, yaitu untuk dapat dijatuhkan putusan Uitvoerbaar Bij Vooraad tersebut disyaratkan adanya izin dari Ketua Pengadilan Tinggi dan adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai/objek eksekusi dengan tujuan agar tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata dikemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama.

9. Bahwa kedua syarat tersebut di atas merupakan syarat kumulatif sehingga harus terpenuhi kesemuanya. Oleh karena itu, terhadap

(34)

Putusan Nomor 127/PDT/2017/PT.BDG, Halaman 34 dari 68 hal.

tuntutan provisi yang diajukan oleh Para Penggugat sudah sepatutnya ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

Maka berdasarkan hal tersebut diatas, Tergugat II mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara gugatan a quo, memutuskan dan menetapkan dengan amar sebagai berikut:

DALAM POKOK PERKARA :

1. Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya, atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard);

2. Menghukum Para Penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul.

Untuk Tergugat III Surat Jawaban tertanggal 11 Januari 2016 DALAM EKSEPSI :

I. Gugatan Penggugat Error in Persona

1. Bahwa Gugatan PARA PENGGUGAT tidak memenuhi syarat formil dengan alasan bahwa PARA PENGGUGAT tidak berkwalitas sebagai PENGGUGAT karena tidak memiliki hak dan dasar hukum atas penghunian Rumah Negara obyek perkara a quo (Eror in Persona). Sebagian dari PARA PENGGUGAT adalah ahli waris pensiunan Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perhubungan, yang terdiri dari pensiunan karyawan BUMN, Swasta, Notaris/PPAT dan Ibu Rumah Tangga, yang saat ini menghuni Rumah Negara yang terletak di Jl. Jawa No. 30, 32, 34, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52, dan 54 berdasarkan Surat Izin Menghuni Rurnah Negara dari Kantor Urusan Perumahan (KUP). 2. Bahwa PARA PENGGUGAT bukanlah penghuni sah atas Rumah

Negara in cassu karena PARA PENGGUGAT tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud ketentuan Pasal 1 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara oleh sebab itu PARA PENGGUGAT tidak berkapasitas dan berkwalitas sebagai PENGGUGAT dalam perkara a quo karena bukan sebagai pemilik dan penghuni sah atas rumah yang

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang bahwa Kontra memori banding yang diajukan oleh Terbanding I dan II semula Tergugat I dan II melalui Kuasa Hukumnya pada pokoknya setuju dengan putusan Majelis Hakim

Menimbang, bahwa terhadap keberatan Para Pembanding semula Para Penggugat didalam memori bandingnya tersebut, kuasa hukum Terbanding III dan Terbanding IV semula

Menimbang, bahwa dengan memperhatikan memori banding dari Kuasa Pembanding - semula Penggugat, dihubungkan dengan pertimbangan hukum dari Majelis Hakim TIngkat Pertama,

--- Menimbang, bahwa Tergugat Dalam Konpensi / Penggugat Dalam Rekonpensi / Pembanding dalam Memori Banding dan Tambahan Memori Bandingnya telah

Membaca surat memori banding dari kuasa hukum Pembanding semula Penggugat yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1A Khusus pada tanggal 4 April 2017 dan

Bahwa dengan adanya Memori Banding tersebut, Tergugat-I s/d Tergugat- VI/Kuasa hukumnya telah mengajukan Kontra Memori Banding yang diterima di Kepaniteraan

Memori Banding dari Kuasa Hukum Para Pelawan / Para Pembanding , juga Kontra Memori Banding dari Kuasa Hukum Terlawan I dan II / Terbanding I dan II , yang keseluruhan

Menimbang, bahwa Pembanding semula Tergugat II Konpensi/ Penggugat Rekonpensi untuk kepentingan pemeriksaan dalam tingkat banding tidak mengirimkan memori banding