• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Pengantar

2.2.1 Habitus Bersifat Diturunkan

Habitus yang bersifat diturunkan adalah habitus yang berasal dari genetik ataupun ajaran terkait nilai-nilai yang diajarkan di dalam keluarga. Berikut adalah habitus bersifat diturunkan pada tokoh “A” yang ditemukan dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang.

2.2.1.1 Habitus Agama Katolik

Habitus agama Katolik yang dimilikih oleh tokoh “A” merupakan habitus yang diturunkan oleh Ibu. Tokoh ibu merupakan seorang misionaris bagi keluarganya sendiri. Habitus tersebut memiliki pengaruh besar terhadap cara berfikir tokoh “A” dalam menyingkapi persoalan cinta serta relasi posisi perempuan dan laki-laki di arena agama. Hal ini ditunjukan melalui kutipan berikut.

(1) Aku datang dari keluarga Katolik yang taat. Kakakku punya pacar seorang Muslim dan itu sedikit menimbulkan persoalan juga. Aku akan lebih senang punya pacar seagama (Utami, 2013: 13-14).

(2) Nik beragama Islam. Aku keluarga Katolik. Tapi profil beragama keluarga kami mirip. Ibu sesungguhnya adalah imam religius dalam keluarga. Ibulah yang memimpin, bukan lelaki. Ayahku masuk Katolik karena ibu. Ayahnya masuk Islam karena ibunya. (Seharusnya agama menyadari ini dan mengakui bahwa perempuan bisa menjadi imam) (Utami, 2013: 30).

Kutipan diatas menjelaskan bahwa habitus agama Katolik melekat pada diri “A” sejak ia kecil. Sejak Kecil Ibu “A” telah mengajari anak-anaknya untuk rajin berdoa dan berbuat baik sesuai dengan ajaran gereja Katolik.

2.2.1.2 Habitus Kepercayaan Dosa Asal

Habitus yang diturunkan berikutnya ditemukan dalam diri kotoh “A” adalah Pemahaman tokoh “A” terhadap dosa asal yang ia peroleh dari ayahnya. Habitus ini muncul atas kesadaran “A” terhadap keuntungan rezim militer yang didapatkan oleh ayahnya pada masa permulaan orde baru.

(3) Tapi sial, Teryata mereka punya dosa asal. Setidaknya aku, dan seluruh anak yang diuntungkan rezim militer, punya dosa asal (Utami, 2013: 88).

Ketika itu ayah “A” memiliki kedudukan sebagai seorang jaksa yang setia terhadap presiden kedua yang berhasil menggulingkan presiden terdahulu. Dosa asal yang dimaksud “A” berawal dari rumah yang diperoleh sang ayah. Berikut pada kutipan (4) akan dijelaskan mengapa “A” menganggap rumah masa kecilnya merupakan dosa asal.

(4) Tapi rumah itu juga dosa asalku. Rumah itu didapat sang jaksa mudah setelah kasus penyitaan. Ada seorang tuake yang terkena khasus perdata sehingga bangunannya disita. Sebuah praktik yang lazim di era rezim militer, barang sitaan bisa menjadi milik petugas yang menyitanya. Sesungguhnya rezim militer lahir bersamaan dengan kelahiranku (Utami, 2013: 89).

Kesadaran akan dosa asal yang dia miliki membuat tokoh “A” melakukan pemeriksaan batin. Pemeriksaaan batin tersebut membentuk denah dunia pertama yang memisahkan adanya terang dan gelap. Wilayah terang merupakan dunia yang baik dan pada sisi lain terdapat wilayah gelap dimana segala misteri dan ketakutan berasal. Hal ini terlihat pada kutipan berikut ini.

(5) Rumah yang adalah dosa asalku. Denahnya membentuk peta dunia pertamaku. Darinya aku tahu bahwa dunia ini memiliki tempat yang

(6) Demikian aku mulai memahami peta dunia pertamaku, yang mengajari aku tentang wilayah terang di mana Tuhan dan pengetahuan semayan, yaitu rumah utama; serta wilayah gelap di mana setan dan hantu mengintai, yaitu paviliun yang lembab dan dingin (Utami, 2013: 96).

Dari kutipan di atas, terlihat bahwah tokoh “A” membagi denah dunia pertamanya berdasarkan bagian dari rumah masa kecilnya sendiri. Bagian rumah utama ditempati oleh tokoh “A”, ibu, ayah, dan saudara-saudarinya. Bagian inilah yang menjadi bagian terang, sebab ibu merupakan sosok yang baik dan selalu mengajarkan agama pada anak-anaknya. Sementara itu, wilayah gelap berada pada bagian pavilion yang ditempati oleh kedua bibinya. Di wilayah gelap kedua bibinya memelihara segala cerita hantu dan sifat buruk seperti berdusta.

2.2.1.3 Habitus Sifat Monster

Istilah Monster sendiri diambil dari representai “A” terhadap tabiat dan kepribadian ayah dan keluarga ayah. Sifat ini sangat berbeda dengan sang ibu yang memiliki perilaku yang lembut dan teduh. Sifat ayah dan ibu terbagi menjadi dua bagian yang akan dijelaskan dalam kutipan berikut.

(7) Ayahku ibarat Kitab Perjanjian Lama. Ibuku Perjanjian Baru. Ayahku hukum, ibuku kasih. Ayahku formula, ibuku narasi, ibuku keturunan peri, ayahku keturunan monster (Utami, 2013: 122).

Habitus sifat monster yang diturunkan oleh keluarga ayah ditunjukkan ketika “A” mulai terbuka pada masyarakat mengenai ketidakpusannya terhadap struktur pernikahan yang dianggap tidak adil. Berkat sikap “A” hubungannya

dengan ayah yang sebelumnya renggang kembali menjadi baik. Habitus tersebut terlihat pada kutipan berikut.

(8) Hubungan A dengan ayah membaik, yang dulu mengatai dia sundal, kini justru membaik. Ia menulis buku dan terang-terangan bicara dalam wawancara televisi, koran maupun majalah, bahwa ia tak mau menikah dan ia juga tidak berpantang seks” (Utami, 2013: 225).

(9) Jadi dulu ayah mau menguji apakah kamu monster atau bidadari. Sekarang ayahnya tau bahwa A memang bangsa monster. Anak itu akan baik-baik dalam pilihan hidupnya sendiri. A ingin menitikkan air mata, tapi monster tidak menangis terharu. Mereka hanya menangis kalau marah atau frustasi. Hubungan A dan ayahnya kembali seperti relasi dua ekor moster (Utami, 2013: 226).

Kemudian, selama bertahun-tahun “A” hidup dengan habitus sifat monster yang diturunkan oleh ayah. Habitus ini, digunakan oleh tokoh “A” untuk menyikapi dan melakukan perlawanan terhadap persoalan kesetaraan gender.

2.2.1.4 Habitus Bakat Mengarang

Keterampilan “A” dalam tulis menulis juga merupakan turunan dari kedua bibinya yang gemar menulis. Kutipan berikut akan menjelaskan mengenai habitus penulis yang diturunkan kepada diri “A”.

(10) Bibi Gemuk senang bahwa keponakannya kini jadi penulis juga dan bukunya diterbitkan dalam bahasa Belanda. (Dulu Bibi Gemuk juga menulis cerita anak yang bagi A adalah plagiat. Sedangkan bibi tua, Bude yang dulu membawa jerangkong suaminya dalam koper, juga menulis novel-novel dalam berbahasa Jawa. Karya keduanya diterbitkan Balai Pustaka. Ada bakat mengarang dalam keluarga itu, sebagian dari talenta monsteriah, yang jika dilokalisir bisa berbahaya” (Utami, 2013: 265).

Dengan Habitus bakat mengarang tersebut “A” dapat bekerja sebagai seorang jurnalis dan seorang pengarang buku yang aktif membicarakan dan menentang kekuasan laki-laki.

Dokumen terkait