• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zainal Fanani

Abstrak

Ma’had Aly adalah salah satu lembaga pendidikan yang berorientasi pada ilmu-ilmu agama yang berbasis modern khususnya di bidang ilmu SAW dan usul SAW, kemodernnan lembaga ini bisa dilihat dari kelengkapan pasilitas yang digunakan oleh Ma’had Aly, seperti kampus, lab komputer, lab bahasa, perpustakaan dan lain sebagainya. Selain itu Ma’had Aly juga telah menggunakan kurikulum yang sesuai dan telah ditetapkan oleh pemerintah. Dilihat dari perkembangannya, Ma’had Aly saat ini sudah dapat disetarakan dengan program pasca sarjana atau S2, hal ini dilakukan kerana melihat besik keilmuan santri Ma’had Aly yang bagus terutama di bidang ilmu agama khususnya kajian ilmu SAW dan usul SAWnya.

Kata kunci: Ma’had Aly, Pusat Kajian SAW usul SAW

Pendahuluan

Perguruan tinggi pesantren pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan tinggi ideal yang memadukan berbagai keunggulan perguruan tinggi umum dan pesantren. Meskipun lembaga pendidikan tinggi kita masih kalah dibandingkan institusi sejenis di luar negeri, khususnya di bidang iptek, namun bagaimanapun juga, di negara kita, perguruan tinggilah yang membekali anak didik dengan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi secara ( relatif ) baik. Sedangkan pesantren, dengan sistem dengan sistem dan model pendidikannya yang unik, mampu membekali para santri dengan mata aturan dan moral keagamaan yang terpuji. Kelebihan-kelebihan pada kedua lembaga pendidikan tersebut kini dicoba dipersatukan dan dipadukan dalam sebuah formasi khusus yang disebut perguruan tinggi pesantren, yakni sebuah perguruan tinggi alternatif yang diharapkan mampu membekali mahasiswa dengan penguasaan iptek yang mendalam sekaligus rasa keagamaan dan pengamalan yang kuat.

Dengan demikian, kehadiran Perguruan Tinggi Pesantren pada prinsipnya bertujuan menyiapakan sumber daya manusia yang berkualitas, yakni yang seimbang antara kemampuan penguasaan iptek dan keimanan kepada Allah SWT. Perguruan Tinggi Pesantren mengemban misi utama untuk mencetak manusia yang berwawasan intelektual religius.

Berbekal pemahaman yang utuh, penguasaan iptek tidak menjadikan seseorang jauh dari islam, justeru meningkatkan keimanan dan ketekunan beragama. Ini kerana mereka menyadari bahawa alam semesta beserta segenap fenomenanya merupakan bukti kebesaran dan kebenaran illahi. Penemuan demi penemuan yang dicapai dalam bidang iptek, pada dasarnya merupakan petunjuk akan kemahakuasaan Alla sang pencipta alam. Objek kajian iptek itu sendiri sebenarnya merupakan bagian dari “ ayat-ayat ” Allah.

Untuk merealisasikan gagasan ideal tersebut, ada dua macam model pelaksanaan yang dilakukan secara bertahap:

(6) Aneksasi Pesantren Dan Perguruan Tinggi

Cara aneksasi ini merupakan cara terbaik yang bisa dilakukan saat ini sebelum dilakukan cara yang kedua, iaitu memfungsikan perguruan tinggi dengan pesantren. Ada tiga hal yang melatar belakangi dilakukannya aneksasi ini:

(a) Tenaga pengajar

Pada saat ini sangat sulit menemui sosok tenaga pengajar yang utuh, iaitu yang menguasai iptek secara mendalam sekaligus ilmu-ilmu agama secara mendalam. Yang mudah ditemui adalah orang yang menguasai iptek namun kurang mendalami ilmu-ilmu agama.

(b) Serbuan kultural ilmu-ilmu barat

Sebenarnya ilmu-ilmu yang yang dikembangkan oleh orang-orang barat berasal dari khazanah ilmu-ilmu islam sebelum masa kemunduran. Akan tetapi, setelah pindah tangan watak ilmu itu berubah. Ilmu pengetahuan tidak lagi bebas nilai, kerana telah diolah dan dikotori oleh tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab.

(c) Untuk menghadapi serbuan dan dampak negatif era globalisasi

Untuk menghadang atau minimal member bekal bagi generasi penerus agar tidak hanyut dalam arus global tersebut, jalan terbaik adalah dengan membekali mereka dengan moral keagamaan, selain ilmu pengetahuan yang tinggi agar tidak kalah dengan bangsa lain.

(7) Fusi Antara Perguruan Tinggi Dengan Pesantren

Fusi antara perguruan tiinggi dengan pesantren bisa dilaksanakan setelah kondisi dan mental masyarakat atau tenaga pengelola dan pendidik memungkinkan. Dengan kata lain, setelah perguruan tinggi pesantren yang pertama mampu menelurkan banyak sarjana yang berwawasan iptek canggih sekaligus memahami agama secara mendalam dan mengamalkannya dengan taat.

Dengan proyek fusi, tidak ada lagi lembaga perguruan tinggi dan lembaga pesantren. Yang ada adalah lembaga yang pendidikan yang utuh, ideal, dan mampu membekali mahasiswanya dengan teknologi tinggi sekaligus moral dan jiwa ketakwaan. Kodisi ini biasanya disebabkan oleh dua hal pertama: para pengajarnya adalah orang-orang berkeperibadian ideal, kedua: segenap civitas akademika telah dibekali dengan pembinaan yang baik.

Dengan demikian, kampus benar-benar dapat menjadi lembaga yang ideal dan kondusif bagi pendidikan dan penggemblengan anak didik. Kondisi ini akhirnya merambat kepada masyarakat dan mahasiswa, sehingga mereka lebih siap dan mudah diarahkan menjadi manusia yang menguasai iptek sekaligus memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT seperti dicita-citakan GBHN (Wahjoetomo, 1997: 123).

(1) Manajemen Pengembangan Ma’had Aly sebagai Pusat Keilmuan

Manajemen adalah seni memperoleh hasil melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh orang lain. Hal tersebut memberikan petunjuk bahawa manajemen dapat dilihat dari empat sudut pandang. Pertama, situasional dalam arti penerapan sebagai teori harus dibarengi oleh seni menggerakan orang lain agar mampu berkarya demi kepentingan organisasi. Kedua, manajemen selalu berkaitan dengan sebuah organisasi atau sekelompok orang yang menempati

jenjang kepemimpinan. Ketiga, keberhasilan sebuah organisasi adalah gabungan antara kemahiran manajerial dan keterampilan teknis para pelaksana kegiatan organisasi. Keempat, kelompok manajerial dan kelompok pelaksana mempunyai bidang tanggung jawab masing-masing yang secara konseptual dan teoretikal dapat dipisahkan tetapi secara operasional tetap menyatu dalam berbagai tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam sebuah proses pengembangan tentunya takkan pernah melepaskan hal-hal di atas, kerana hal tersebut merupakan langkah awal sekaligus penentu apakah sebuah lembaga atau institusi tersebut akan berkembang sesuai dengan tujuan serta misi utamanya. Untuk memahami makna manajemen secara lebih mendalam, maka pendakatan yang digunakan adalah berdasarkan pengalaman seorang manajer atau pemimpin walaupun pendekatan ini sebenarnay masih memiliki keterbatasan. Dalam pembahasan ini manajemen dilihat sebagai sebuah sistem yang setiap komponennya sesuatu untuk memenuhi kebutuhan. Manajemen merupakan suatu proses sedangkan manajer atau pimpinan dikaitkan dengan aspek organisasi serta bagaimana mengaitkan aspek yang satu dengan yang lain, serta bagaiman mengaturnya sehingga tercapai tujuan sistem.

Manajemen juga disebut sebagai Applied Science yang bermakna ilmu terapan, yang dijabarkan menjadi sebuah proses tindakan meliputi beberapa hal: (Planning): Yang mencakup penetapan tujuan, standar, penentuan aturan prosedur, dan pembuatan rencana serta ramalan (prediksi) apa yang diperkirakan terjadi, (Organizing): Meliputi pemberian tugas yang terpisah kepada masing-masing pihak, membentuk bagian, mendelegasikan atau menetapkan jalur wewenag/ tanggung jawab dan sistem komunikasi, serta mengordinasi kerja setiap bawahan dalam suatu tim kerja yang solid dan teroganisir, (Actuating): Setelah kegiatan perencanaan dan pengorganisasian pimpinan perlu dapat menggerakan kelompok secara efisien dan efektif kearah pencapaian tujuan, dalam penggerakan kelompok ini pimpinan mengunakan berbagai sarana yang meliputi: komunikasi, kepemimpinan, perundingan-perundingan, pemberian intruksi dan lain-lain. Dengan pengerakan ini pimpinan berusaha menjadikan organisasi bergerak dan berjalan secara aktif dan dinamis, (Controlling): Pengawasan bisa juga disebut pengendalian atau evaluasi, ketika organisasi telah bergerak dan berjalan pimpinan harus selalu mengadakan pengawasan atau pengendalian agar gerakan atau jalannya organisasi benar-benar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Oleh kerana itulah manajemen diartikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang yang diorganisasikan dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan atau manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi. Pengembangan sebuah lembaga pendidikan atau institusi sangat perlu diperhatikan dan dipikirkan dalam kaitannya dengan perencanaan dan kebijakan pembangunan secara utuh. Dalam kemampuan melihat interdependensi berbagai kegiatan dari lembaga pendidikan sangat perlu bagi pengelola selaku pelaksana pengembangan lembaganya.

Ma’had Aly adalah salah satu lembaga tinggi pesantren yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren, pengembangan Ma’had Aly tidak terlepas dari proses-proses di atas. Proses yang mampu memberikan kontribusi bagi lembaga yang memiliki ciri khas dalam kajian

keilmuannya iaitu SAW dan usul SAW. Sebagaimana layaknya perguruan tinggi lainnya Ma’had Aly bukan hanya mengadopsi tradisi pesantren saja, akan tetapi Ma’had Aly telah memadukan manajemen pengembangan umum dan pesantren sehingga terjadi sebuah sirkulasi yang mampu mensinergikan antara kedua model lembaga tersebut.

Ma’had Aly merupakan lembaga perguruan tinggi pesantren yang telah beraneksasi dengan perguruan tinggi umum yang mana lembaga ini tetap berorientasi pada pencetakan kader ahli SAW atau yang umumnya disebut sebagai fuqaha’. Sejak pertama kali didirikan hingga saat ini, lembaga ini telah banyak melakukan perubahan dan perkembangan yang sangat pesat sekali. Perkembangan-perkembangan tersebut dapat dilihat dari beberapa sisi, iaitu:

(2) Manajemen Pengembangan Kelembagaan

Dalam hal ini, model pengembangan kelembagaan yang berlaku di Ma’had Aly lebih ditekankan pada proses regenerasi dalam kepengurusannya. Hal ini dilakukan agar terbentuk keterjalinan antara pengurus senior dan junior, sehingga kemungkinan terjadinya kesenjangan antar pengurus semaksimal mungkin dapat dihindari. Sebab sebuah lembaga pendidikan tidak akan pernah berkembang dan akan terkesan stagnan apabila tidak disertai dengan pengkaderan atau regenerasi, hal ini termasuk kedalam tahap perencanaan pengorganisasian. Apabila tidak dilakukan peremajaan maka proses tidak akan pernah berjalan dengan sepurna dan lembaga tersebut akan terkesan stagnan. Pewarisan tentang ilmu-ilmu pengembangan manajemen kelembagaan selalu dilakukan agar regenerasi tetap berjalan sesuai dengan perkembagan zaman.

Dengan demikian, secara kelembagaan Ma’had Aly selalu tampil dengan visi dan misi yang benar-benar orientatif tanpa kehilangan substansi yang sebenarnya. Ma’had Aly sebagai lembaga yang benar-benar hidup dan selalu segar dalam menjalankan tugas kelembagaannya. Sebab unsur-unsur manajerial yang diberlakukan dalam tubuh lembaga Ma’had Aly dijalankan oleh orang yang selalu baru di setiap angkatan. Kenyataan ini dapat dijadikan alasan mengapa secara kelembagaan Ma’had Aly selalu tampil dengan performa yang prima.

(3) Manajemen Pengembangan Kepengurusan

Dalam sistem kinerja kepengurusannya, Ma’had Aly sangat mengedepankan kolektivitas. Berdasarkan pengertian manajemen yang di ungkapkan oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard bahawa manajemen sebagai suatu usaha yang dilakukan dengan dan bersama individu atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi, maka perkembangan sebuah lembaga tergantung daripada pimpinan sebagai pengambil kebijakan dan para pengelolanya, karna itulah tanggung jawab besar ada di pundak pimpinan dan pengelola tersebut. Setiap individu yang masuk dalam tatanan organisasi lembaga telah mendapatkan tugas dan tanggungjawab masing-masing. Dan tugas-tugas tersebut harus dilaksanakan dengan penuh semangat dan tanggungjawab dari peribadi pengelola tersebut. Namun, tetap pada rasa solidaritas dan kebersamaan dalam menjalankan tugas ( kolektif ).

Dalam hal ini, lembaga Ma’had Aly dapat dijadikan sebagai representasi yang cukup masuk akal. Ini terbukti dengan adanya pembagian tugas antara pengurus secara proporsional. Mereka semua bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing dalam nuansa keakraban dan kebersamaan.

(4) Manajemen Pembelajaran

Pada dasarnya metode maupun gaya pembelajaran yang diterapkan di Ma’had Aly tidak jauh beda dengan model pembelajaran yang dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan lain. Hanya saja yang mungkin membuat nuansanya berbeda adalah bahawa di Ma’had Aly tidak dikenal yang namanya sistem monolog, artinya seluruh santri dituntut untuk aktif, mereka belajar bukan hanya dituntut untuk menerima teori-teori dari seorang guru tapi juga harus membandingkan dan menelaah secara keritis apa yang disampaikan oleh guru itu. Misalnya dalam bentuk pengajian, yang dipelajari bukan hanya memberi keputusan (hukum) tentang suatu persoalan. Akan tetapi lebih jauh dari itu, mahasantri dituntut agar berfikir secara kritis mengenai sistem mekanisme berfikir dari pengarang kitab yang mereka kaji. Jadi dalam proses pembelajaran yang dilakukan di Ma’had Aly bukan hanya untuk menerima teori, tapi juga mengkaji sekaligus mengkritisi teori yang ada.

Dengan demikian, hal yang paling ditekankan dalam sistem pembelajaran di Ma’had Aly adalah adanya sikap kritis dalam menelaah materi pelajaran yang kemudian dilengkapi dengan kreativitas berpikir para peserta didik, sehingga manajemen pembelajaran yang diterapkan lebih mengarah pada hasil pembelajaran yang inovatif.

Selain itu proses pembelajaran di Ma’had Aly tidak hanya terjadi di dalam kelas saja, akan tetapi proses pembelajaran tersebut juga juga terjadi di luar kelas (hidden curiculum). Kerana pada dasarnya seorang pelajar tidak bisa hanya mengandalkan apa yang mereka dapatkan dari ruang perkuliahan yang bersifat formal. Hal ini pertama disebabkan oleh waktu perkuliahan yang sangat singkat. Oleh kerana itu aktivitas belajar di luar ruang perkuliahan menjadi sesuatu yang niscaya adanya. Dalam hal ini para mahasantri yang ada di Ma’had Aly ini telah menerapkannya dengan menggelar diskusi-diskusi kelompok yang itu dibentuk secara internal di luar otoritas lembaga. Dan pada kenyataannya, model pembelajaran semacam inilah yang justru memberikan kontribusi yang sangat besar dalam proses pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran di Ma’had Aly ada beberapa pendekatan yang digunakan. Yang pertama adalah pendekatan tekstual, pendekatan ini sangat dibutuhkan kerana memang medan kajian di Ma’had Aly sendiri adalah literatur kitab-kitab kuning (klasik), jadi pendekatan tekstual itu memang harus dilakukan.

Mahasantri juga mencoba untuk memberikan tawaran-tawaran solutif untuk kasus-kasus yang terjadi. Jadi pendekatan yang digunakan di sini bukan hanya pendekatan tekstual akan tetapi juga pendekatan kontekstual. Kemudian untuk merangsang nalar mahasantri khususnya di Ma’had Aly ini, maka digunakan juga pendekatan naqdiyah. Pendekatan ini digunakan agar mahasantri ini selalu aktif dalam proses pembelajaran, sekaligus mereka tidak hanya terpaku pada konsep-konsep kitab klasik yang sudah ada, bahasa kasarnya mereka juga dituntut untuk menjadi ‘mujtahid baru’ dengan perangkat-perangkat metodologis yang mereka miliki.

(5) Manajemen Pengembangan Keilmuan

Di lingkungan Ma’had Aly, proses pengembangan keilmuan sangatlah ditekankan. Dalam bidang SAW dan usul SAW misalnya, seluruh mahasantri tidak hanya membatasi bahan kajiannya pada mazhab atau aliran tertentu. Akan tetapi penelaahan terhadap teks-teks SAW dan usul SAW benar-benar dilakukan secara luas dan mendalam. Untuk bidang SAW, seluruh

literatur SAWiyah yang berasal dari berbagai macam mazhab menjadi bahan kajian yang tak terpisahkan dalam proses pengembangan keilmuan di Ma’had Aly. Demikian pula halnya dalam bidang usul SAW. Para mahasantri Ma’had Aly diharuskan mengkaji seluruh literatur yang berasal dari berbagai mazhab dan aliran.

Performa moderat Ma’had Aly selain ditunjukkan oleh komposisi kurikulum secara tersurat, juga tercermin dalam hidden curriculum sebagaimana tercermin dalam kegiatan ekstrakurikuler. Secara periodik, Ma’had Aly juga sering mengadakan dan menyelenggarakan rangkaian kegiatan ilmiah yang bersifat ekstrakurikuler. Hal ini seperti sarasehan (halaqah), semiloka, symposium (workshop) dan lain-lain dengan mengetengahkan tema aktual. Selain itu kegiatan ekstrakurikuler yang lain yang diselenggarakan dan dikembangkan oleh mahasantri Ma’had Aly adalah bahtsul masa’il iaitu forum pembahasan berbagai persoalan keagamaan yang sedang mengemuka di masyarakat.

Bahkan barangkali yang cukup kntroversial, para mahasantri Ma’had Aly tak jarang melakukan ijtihad sendiri apabala masalah yang sedang dikaji sama sekali tidak memiliki landasan argumentatif (baca: dalil) yang pasti. Dalam hal ini penguasaan terhadap kaedah-kaedah usuliyah menjadi senjata utama bagi mahasantri Ma’had Aly. Dengan bekal perangkat metodologis yang mereka miliki, mereka cukup memiliki alasan untuk berkreasi dalam melahirkan premis-premis hukum yang sama sekali baru. Fakta inilah yang membedakan antara santri Ma’had Aly dengan santri lainnya. Jadi dalam menjawab persoalan keagamaan, santri Ma’had Aly tidak terpaku pada karya ulama’-ulama’ terdahulu, akan tetapi mereka juga belajar untuk berfikir kritis sekaligus memahami inti dari persoalan tersebut dan mereka juga menggunakan kaedah-kaedah usuliyah yang mereka miliki untuk menemukan solusi bagi masalah yang terjadi di masyarakat.

Namun yang perlu digarisbawahi, dalam proses penggalian hukum tersebut mereka tidak meninggalkan teks-teks lama secara total, akan tetapi mereka tetap melakukan metode analogi dengan mempertahankan konsep-konsep SAW klasik untuk kemudian mereka perbarui dengan corak pemikiran yang lebih segar dan sesuai dengan orientasi zaman. Dengan demikian, satu hal yang menjadi ciri khas dari mahasantri MA’had Aly adalah kreatifitas berfikir dan gagasan inovatif yang selalu mereka kembangkan. Dan inilah gambaran tepat mengenai proses pengembangan keilmuan yang berlaku di Ma’had Aly.

(6) Manajemen Pengembangan Kurikulum

Dalam perjalanan menuju visi dan misi utama Ma’had Aly, lembaga kederisasi yang berorientasi pada pengembangan ilmu SAW dan usul SAW ini telah banyak sekali melakukan perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembagan baik dari sisi pendidikan maupun kelembagaan, hal ini dapat dilihat dari penggunaan kurikulum, media pembelajaran, metode pembelajaran dan segala sesuatu yang menunjang tercapainya visi dan misi Ma’had Aly tersebut.

Dari awal berdirinya kurikulum di Ma’had Aly memadukan antara model kurikulum pesantren dan kurikulum perguruan tinggi. Pola pengembangan kurikulum di Ma’had Aly bersifat sinergis dan berupaya menyatukan dua tradisi akademis sekaligus dalam satu mekanisme kolaboratif yang cukup unik. Ini kemudian yang menjadi kelebihan model kurikulum yang diberlakukan di Ma’had Aly. Selanjutnya dampak logis dari model kurikulum

tersebut bisa dilihat pada pola pikir para mahasantri Ma’had Aly yang di satu sisi tampak sebagai seorang santri tulen, sementara di sisi yang lain mereka juga mampu menunjukkan performa intelektualitas mereka dengan sangat elegan. Maka menjadi satu pemandangan langka ketika mereka menunjukkan keluasan pengetahuannya di bidang khzanah keilmuan Islam, dan pada saat yang bersamaan mereka juga dibekali wawasan yang luas. Jadi dalam tubuh Ma’had Aly terdapat perpaduan yang sinergi antara model kurikulum pesantren dan model kurikulum perguruan tinggi.

Kurikulum Ma’had Aly dalam aplikasinya selalu mengalami perubahan perkembangan. Akan tetapi tetap pada kajian SAW usul SAW, dan pengembangan tersebut ada di level mekanisme pengajaran, kemudian di level penambahan buku belajar, kalau dulunya hanya buku-buku (klasik), dan sekarang sudah ada buku-buku Mu’ashirah al-Kutub (kontemporer). Jadi ada pengembangan dari segi literatur walupun kitabnya tetap SAW dan usul SAW. Kemudian pengembangan yang lain dalam bentuk pelatihan menyelesaikan persoalan SAW. Jadi SAW itu tidak hanya diajarkan di kelas sesuai jadwal saja. Selain itu pengembangannya juga dilakukan dalam bentuk bahstul masa’il, workshop, pelatihan-pelatiahan. Sehingga orang bisa melihat bahawa kurikulum yang paling berperan justru adalah kurikulum yang tidak tertulis (hidden curiculum). Pembelajaran tetap dilakukan sesuai kurikulum di kelas akan tetapi di luar itu dikembangkan lewat pelatihan. Sehingga kitab-kitab yang diajarkan dalam perkuliahan dikembangkan lewat pelatihan bahstul masa’il untuk menyelesaikan masalah-masalah waqi’iyah atau kontemporer.

Selain itu, jika dilihat dari angkatan pertama, kurikulum sejak awal dilihat dari data-data dan dokumen-dokumen awal memang sudah sangat maju sekali. Jadi dari sisi kurikulum itu lebih kepada pengembangan metodologi pengajaran, media-media pembelajarannya. Kemudian dari segi kurikulum ini yang terjadi adalah kesinambungan dari awal sampai sekarang. Kemudian dari sarana dan prasarana ada pengembangan dan itu sebagai penunjang seperti perpustakaan refrensi dan literatur sudah lebih baik dari dulu, gedung juga sudah ada, ditambah lagi dengan digital untuk program pusat keilmuan. Lalu hal tersebut diarahkan kepada program keilmuan berbasis ICT. Jadi semua itu digunakan untuk mengembangkan pusat keilmuannya. Dengan adanya perpustakaan digital lebih bisa membantu mahasantri dalam hal pengembangan keilmuan dirinya.

Penyempurnaan kurikulum dan silabi juga dilakukan dalam rangka memenuhi ketentuan penyelenggaraan pendidikan tinggi, sebagaimana yang ditetapkan pemerintah dengan UU pendidikan nasional dan peraturan-peraturan lain tentang Perguruan Tinggi. Mengingat Ma’had Aly adalah pendidikan tinggi agama, maka ketentuan kurikulum dan silabinya adalah berada di bawah Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama (Ditbinperta) Departemen Agama, di samping juga berkaitan dengan Direktorat Pendidikan Pesantren. Komponen dan komposisi mata kuliah juga mengikuti apa yang ada dalam ketentuan penyelenggaraan pendidikan tinggi agama, yakni terdiri atas mata kuliah inti (pokok), mata kuliah penunjang, dan mata kuliah profesi. Mata kuliah- mata kuliah tersebut meliputi mata kuliah agama dan umum.

Kemudian dalam perkembangannya, lembaga Ma’had Aly dituntut untuk terus melakukan langkah-langkah akseleratif guna meningkatkan kualitas keilmuan para santri yang