• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak-Hak DPR RI

Dalam dokumen profil lembaga negara rumpun legislatif (Halaman 84-93)

Dalam Pasal 77 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, secara kelembagaan, DPR RI memiliki Hak-hak sebagai berikut:

a. Hak interpelasi

Hak Interpelasi adalah Hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pelaksanaan hak interpelasi dapat dilakukan apabila usul pelaksanaannya disampaikan oleh paling sedikit 25 (duapuluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu)fraksi. Usul tersebut menjadi hak interpelasi DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPR yang hadir.

Terkait dengan penggunaan Hak Interpelasi tersebut, dalam pasal 174 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dinyatakan bahwa dalam hal rapat paripurna DPR yang menyetujui usul interpelasi sebagai hak interpelasi DPR, Presiden dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis terhadap materi interpelasi dalam rapat paripurna berikutnya. Apabila Presiden tidak dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis, Presiden menugasi menteri/pejabat terkait untuk mewakilinya.

Pasal 175 menyatakan bahwa DPR memutuskan menerima atau menolak keterangan dan jawaban Presiden. Dalam hal DPR menerima keterangan dan jawaban, usul hak interpelasi dinyatakan selesai dan materi interpelasi tersebut tidak dapat diusulkan kembali. Dalam hal DPR menolak keterangan dan jawaban Presiden, DPR dapat menggunakan hak DPR lainnya.

Keputusan untuk menerima atau menolak keterangan dan jawaban Presiden harus mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPR dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPR yang hadir..

b. Hak Angket

Hak Angket adalah Hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.

Hak angket diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi. Pengusulan hak angket disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya mengenai: materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki, dan alasan penyelidikan.

Usul Hak Angket menjadi Hak Angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu

perdua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPR yang hadir.

Dalam hal DPR menerima usul hak angket, DPR membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPR dengan keputusan DPR. Dalam hal DPR menolak usul hak angket usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.

Panitia angket dalam melakukan penyelidikan selain meminta keterangan dari Pemerintah, dapat juga meminta keterangan dari saksi, pakar, organisasi profesi, dan/atau pihak terkait lainnya.

Pasal 180 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket dapat memanggil warga negara Indonesia dan/atau orang asingyang bertempat tinggal di Indonesia untuk memberikan keterangan. Warga negara Indonesia dan/atau orang asing tersebut wajib memenuhi panggilan panitia angket. Dalam hal warga negara Indonesia dan/atau orang asing tidak memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turuttanpa alasan yang sah, panitia angket dapat memanggilsecara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya panitia angket. Rapat paripurna DPR mengambil keputusan terhadap laporan panitia angket.

Apabila rapat paripurna DPR memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat.

Apabila rapat paripurna DPR memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tidak bertentangan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, usul hak angket dinyatakan selesai dan materi angket tersebut tidak dapat diajukan kembali.

c. Hak Menyatakan Pendapat

Hak Menyatakan Pendapat adalah Hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:

1). kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional;

2). tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; atau 3). dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan

pelanggaran hukum baik berupapengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatantercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presidentidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Hak menyatakan pendapat diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR. Pengusulan hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya:

1). materi dan alasan pengajuan usul pernyataan pendapat;

2). materi hasil pelaksanaan hak interpelasi atau hak angket; atau 3). materi dan bukti yang sah atas dugaan adanya tindakan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (4) huruf c Undang- undang Nomor 27 Tahun 2009, atau materi dan bukti yang sah atas dugaan tidak dipenuhinya syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Usul hak menyatakan pendapat menjadi hak menyatakan pendapat DPR RI apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPR yang hadir.

Dalam hal DPR menerima usul hak menyatakan pendapat, DPR membentuk panitia khusus yang terdiri atas semua unsur fraksi DPR

dengan keputusan DPR. Dalam hal DPR menolak usul hak menyatakan pendapat, usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.

Panitia khusus melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya panitia khusus, yang pengambilan keputusannya dilakukan oleh Rapat paripurna DPR.

Dalam hal rapat paripurna DPR memutuskan menerima laporan panitia khusus terhadap materi hak menyatakan pendapat, DPR menyatakan pendapatnya kepada Pemerintah. Dalam hal rapat paripurna DPR memutuskan menerima laporan panitia khusus yang menyatakan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, ataupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, DPR menyampaikan keputusan tentang hak menyatakan pendapat kepada Mahkamah Konstitusi.

Dalam hal Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pendapat DPR terbukti, DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR. Dalam hal Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pendapat DPR tidak terbukti, usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak dapat dilanjutkan.

d. Selain itu Anggota DPR juga memiliki Hak-hak sebagai berikut: 1). Hak Mengajukan Usul Rancangan Undang-Undang;

2). Hak Mengajukan Pertanyaan;

3). Hak Menyampaikan Usul Dan Pendapat; 4). Hak Memilih dan Dipilih;

5). Hak Membela Diri; 6). Hak imunitas; 7). Hak protokoler; dan

11.Persidangan dan Pengambilan Keputusan

DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (Pasal 19 Ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945). Tahun Sidang DPR dimulai pada tanggal 16 Agustus dan diakhiri pada tanggal 15 Agustus tahun berikutnya. Apabila tanggal 16 Agustus jatuh pada hari libur maka pembukaan Tahun Sidang dilakukan pada hari kerja sebelumnya.

Tahun Sidang dibagi dalam 4 (empat) masa persidangan. Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses.

1). Masa Sidang merupakan masa di mana DPR melakukan kegiatan, terutama di dalam gedung DPR

2). Masa Reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR, misalnya untuk melaksanakan kunjungan kerja, baik yang dilakukan oleh anggota secara perseorangan maupun secara berkelompok

Masa Persidangan, jadwal dan acara persidangan ditetapkan oleh Badan Musyawarah.

Semua jenis rapat DPR dilakukan di Gedung DPR. Waktu rapat DPR adalah:

a. Siang hari

 Hari Senin s.d. Kamis dari Pukul 09. 00 s.d. 16.00, dengan waktu istirahat pukul 12.00 s.d. 13.00.

 Hari Jum’at Pukul 09. 00 s.d. 16.00, dengan waktu istirahat pukul 11.00 s.d. 13.30

b. Malam hari

 Setiap hari kerja mulai dari pukul 19.30 s.d. 23.00

Penyimpangan dari waktu rapat ditentukan oleh Rapat yang bersangkutan. Sedangkan penyimpangan dari tempat rapat, hanya dapat dilakukan atas persetujuan Pimpinan DPR.

a. Jenis-Jenis Rapat DPR

1). Rapat Paripurna, adalah Rapat anggota yang dipimpin oleh Pimpinan DPR dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan tugas dan wewenang DPR.

2). Rapat Paripurna Luar Biasa, adalah rapat paripurna yang diadakan dalam masa reses, dengan syarat diminta oleh Presiden dengan persetujuan Pimpinan DPR, dikehendaki oleh Pimpinan DPR dengan persetujuan Badan Musyawarah atau diusulkan oleh sekurang-kurangnya 13 (tiga belas) orang anggota dengan persetujuan Badan Musyawarah.

3). Rapat Fraksi, adalah rapat anggota fraksi yang dipimin oleh pimpinan fraksi.

4). Rapat Pimpinan DPR, adalah rapat pimpinan DPR yang dipimpin oleh Ketua DPR. Dalam keadaan mendesak apabila ketua DPR berhalangan hadir, Rapat Pimpinan DPR dapat dipimpin oleh salah seorang wakil ketua DPR yang ditunjuk oleh Ketua DPR.

5). Rapat Badan Musyawarah, adalah rapat angota Bamus yang dipimpin oleh Pimpinan Bamus (prakteknya adalah Pimpinan DPR).

6). Rapat Komisi, adalah rapat anggota komisi yang dipimpin oleh Pimpinan Komisi.

7). Rapat Gabungan Komisi, adalah rapat bersama yang diadakan oleh lebih dari satu Komisi, dihadiri oleh anggota Komisi-komisi yang bersangkutan dan dipimpin oleh Pimpinan Rapat Gabungan Komisi (pimpinan dipilih berdasarkan musyawarah)

8). Rapat Badan Legislasi, adalah rapat anggota Badan Legislasi yang dipimpin oleh Pimpinan Badan Legislasi.

9). Rapat Panitia Anggaran, adalah rapat anggota Panitia Anggaran yang dipimpin oleh Pimpinan Panitia Anggaran.

10). Rapat Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), adalah rapat anggota BURT yang dipimpin oleh Pimpinan BURT.

11). Rapat Badan Kerjasama Antar Parlemen, adalah rapat anggota BKSAP yang dipimpin oleh Pimpinan BKSAP.

12). Rapat Badan Kehormatan, adalah rapat angota Badan Kehormatan yang dipimpin oleh Pimpinan Badan Kehormatan.

13). Rapat Panitia Khusus, adalah rapat Panitia Khusus yang dipimpin oleh Pimpinan Panitia Khusus.

14). Rapat Panitia Kerja atau Tim, adalah rapat anggota Panitia Kerja atau Tim yang dipimpin oleh Pimpinan Panita Kerja atau Tim. 15). Rapat Kerja, adalah rapat antara Komisi, Gabungan Komisi,

Badan Legislasi, Panitia Anggaran, Panitia Khusus dengan Pemerintah, dalam hal ini Presiden atau Menteri yang ditunjuk untuk mewakili Presiden, atau dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) atas undangan Pimpinan DPR RI. Rapat ini dipimpin oleh Pimpinan Komisi, Pimpinan Gabungan Komisi, Pimpinan Badan Legislasi, Pimpinan Panitia Anggaran, atau Pimpinan Panitia Khusus.

16). Rapat Dengar Pendapat, adalah rapat antara Komisi, Gabungan Komisi, Badan Legislasi, Panitia Anggaran, Panitia Khusus dengan Pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya, baik atas undangan Pimpinan DPR RI maupun atas permintaan pejabat pemerintah dimaksud. Rapat ini dipimpin oleh Pimpinan Komisi, Pimpinan Gabungan Komisi, Pimpinan Badan Legislasi, Pimpinan Panitia Anggaran, atau Pimpinan Panitia Khusus.

17). Rapat Dengar Pendapat Umum, adalah rapat antara Komisi, Gabungan Komisi, Badan Legislasi, Panitia Anggaran, Panitia Khusus dengan perseorangan, kelompok, organisasi, atau badan swasta, baik atas undangan Pimpinan DPR RI ataupun permintaan yang bersangkutan. Rapat ini dipimpin oleh Pimpinan Komisi, Pimpinan Gabungan Komisi, Pimpinan Badan Legislasi, Pimpinan Panitia Anggaran, atau Pimpinan Panitia Khusus.

b. Sifat Rapat DPR RI

1). Rapat terbuka, adalah rapat yang selain dihadiri anggota, juga dapat dihadiri oleh bukan anggota, baik yang diundang maupun yang tidak diundang, kecuali rapat tersebut memutuskan tertutup. Jenis rapat terbuka antara lain:

a). Rapat Paripurna

c). Rapat Komisi

d). Rapat Gabungan Komisi e). Rapat Badan Legislasi f). Rapat Panitia Anggaran g). Rapat Panitia Khusus h). Rapat Kerja

i). Rapat Dengar Pendapat

j). Rapat Dengar pendapat Umum.

Rapat terbuka yang sedang berlangsung dapat diusulkan untuk dinyatakan tertutup oleh Ketua Rapat maupun Anggota atau salah satu Fraksi dan/atau pihak yang diundang menghadiri rapat tersebut. 2). Rapat Tertutup, adalah rapat yang hanya dapat dihadiri oleh Anggota dan mereka yang diundang kecuali rapat tersebut memutuskan terbuka. Jenis rapat tertutup antara lain:

a). Rapat Pimpinan DPR b). Rapat Badan Musyawarah c). Rapat BURT

d). Rapat BKSAP

e). Rapat Badan Kehormatan f). Rapat Panitia Kerja atau Tim

Semua jenis rapat DPR dapat mengambil keputusan. Pengambilan keputusan adalah proses penyelesaian akhir suatu masalah yang dibicarakan dalam setiap jenis rapat DPR yang dapat berupa persetuajuan atau penolakan. Pengambilan Keputusan dalam rapat DPR pada dasarnya diusahakan sejauh mungkin dengan cara musyawarah mufakat, namun apabila hal tersebut tidak dapat tercapai maka dilakukan voting.

Pengambilan keputusan oleh rapat DPR dapat dilakukan apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah anggota rapat (kuorum), apabila tidak tercapai, rapat ditunda sebanyak-banyaknya 2 kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari 24 jam. Setelah 2 kali penundaan kuorum belum juga tercapai, cara

penyelesaiannya diserahkan kepada Bamus (apabila terjadi dalam rapat Alat Kelengkapan DPR), atau kepada Bamun dengan memperhatikan pendapat Pimpinan Fraksi (apabila terjadi dalam rapat Bamus).

c. Keputusan Berdasarkan Mufakat

Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah kepada anggota rapat yang hadir diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat serta saran, dan dipandang cukup untuk diterima oleh rapat sebagai sumbangan pendapat dan pemikiran bagi penyelesaian masalah yang sedang dimusyawarahkan, Keputusan berdasarkan mufakat adalah sah apabila diambil dalam rapat yang telah mencapai kuorum dan disetujui oleh semua yang hadir.

d. Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak

Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan berdasarkan mufakat sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian sebagian anggota rapat yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan pendirian anggota rapat yang lain. Pengambilan keputusan secara terbuka dilakukan apabila menyangkut kebijakan dan dilakukan secara tertutup apabila menyangkut orang atau masalah lain yang dianggap perlu. Pemberian suara secara tertutup dilakukan dengan cara tertulis, tanpa mencantumkan nama, tanda tangan, fraksi pemberi suara atau tanda lain yang dapat menghilangkan sifat kerahasiaan, atau dapat juga dilakukan dengan cara lain yang tetap menjamin sifat kerahasiaan.

Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam rapat yang telah mencapai kuorum dan disetujui oleh lebih separuh jumlah anggota yang hadir.

Dalam dokumen profil lembaga negara rumpun legislatif (Halaman 84-93)

Dokumen terkait