TINJAUAN UMUM HUKUM JAMINAN
C. Hak-hak Jaminan
1. Hak Jaminan Perorangan
Jaminan perorangan menurut Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perjanjian antara seorang kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur. Jaminan ini dilakukan guna memberikan kepercayaan kepada kreditur bahwa kewajiban debitur akan terpenuhi dalam hal adanya suatu wanprestasi pada debitur atas suatu hubungan utang piutang oleh seorang pihak ketiga tersebut. Pihak ketiga memberikan jaminan kepada kreditur untuk melakukan pelunasan atau pelaksanaan prestasi debitur, baik seluruhnya ataupun sebagian, terhadap kewajiban debitur dalam hubungan utang piutang tersebut.
Jaminan perorangan ini dilakukan dengan sepengetahuan dari debitur, tapi jaminan ini dapat dilakukan tanpa diketahui kreditur, misalnya dengan dasar persahabatan atau kekeluargaan. Jaminan perorangan ini pada umumnya dituangkan dalam suatu perjanjian di bawah tangan, akta notaris atau bentuk-bentuk tertulis lainnya yang biasa disebut perjanjian penanggungan. Perjanjian penanggungan ini merupakan perjanjian yang bersifat asesoir, sehingga keberadaanya tergantung kepada keberadaan perjanjian pokok.
Hak jaminan perorangan akan timbul hubungan langsung pada diri orang perorang atau pihak tertentu yang memberikan perjanjian penanggungan, maka hak kreditur hanya dapat dipertahankan terhadap
penjamin tertentu tersebut dan terhadap harta kekayaan dari pihak penjamin itu. Dalam hak jaminan bersifat perorangan berlaku asas persamaan. Ini artinya tidak ada perbedaan antara piutang yang datang lebih dahulu dan kemudian. Semua piutang kreditur terhadap penjamin berkedudukan sama.
2. Hak Jaminan Kebendaan
Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik, karena kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihannya dari hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur. Selain itu kreditur dapat pula memegang benda tertentu yang berharga bagi debitur dan memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitur untuk memenuhi semua kewajibannya dengan baik terhadap kreditur20.
Selain memberikan kreditur kedudukan yang lebih baik, hak jaminan kebendaan juga dapat dipertahankan maupun ditujukan kepada setiap orang, dan mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu milik debitur, dengan kata lain mempunyai sifat droit de suite.
Berdasarkan ciri dasar tersebut, maka benda yang dapat dijadikan jaminan atau objek jaminan kebendaan adalah sesuatu yang dapat dialihkan dan mempunyai nilai jual (ekonomis), serta memiliki nilai atau
20
J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2007) h. 12
harga, dalam pengertian mudah diuangkan apabila debitur cedera janji untuk melakukan pembayaran kewajibannya atau utangnya21.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikenal adanya 3 bentuk jaminan yang memberikan hak kepada kreditur untuk didahulukan diantara para kreditur yang lain, yaitu hak istimewa, gadai dan hipotik. Dalam hal ini maka dikenal kreditur yang diistimewakan oleh Undang-undang karena sifat piutangnya mendapat pelunasan terlebih dahulu dan juga kreditur pemegang hak jaminan kebendaan, yang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut dengan gadai dan hipotik.
Para kreditur pemegang hak jaminan ini, memiliki hak yang diutamakan (hak Preveren) dalam pengertian apabila terjadi eksekusi atas harta kekayaan debitur yang dinyatakan wanprestasi, maka kreditur tersebut didahulukan dalam pengambilan pelunasan dibandingkan kreditur-kreditur lainnya.22
Selain gadai dan hipotik, termasuk juga hak tanggungan dan jaminan fidusia yang memiliki hak didahulukan, semua hak tersebut mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari hak istimewa, dalam pengertian apabila terjadi penjualan benda milik debitur, maka kreditur pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia mengambil terlebih
21
Retnowulan Sutanto, Perjanjian Kredit Dan Macam-Macam Jamianan Kredit Dalam
Praktek Hukum Di Indonesia, Kapita Selekta Hukum Perbankan. (Jakarta : ikatan hakim Indonesia,
1995), hal 15
22
Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan, Jurnal
dahulu pelunasan atas piutangnya, baru kemudian pemilik hak tagih dengan hak istimewa dan selanjutnya kemudian sisanya untuk kreditur konkuren.
D. Bentuk-bentuk Jaminan 1. Gadai
Gadai menurut KUH Perdata pasal 1150 adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Gadai adalah salah satu lembaga jaminan yang digunakan untuk mengikat objek jaminan utang berupa benda bergerak. Ketentuan tentang gadai diatur dalam pasal 1150-1160 KUH Perdata. Gadai hanya diberikan untuk benda bergerak, dan benda yang dijadikan objek gadai harus dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai.
Menurut pasal 1151 KUH Perdata persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya. Ini berarti dalam hal persetujuan pokok yang menjadi dasar pemberian gadai adalah berbentuk perjanjian yang tidak memerlukan formalitas tertentu, maka gadai juga dapat diberikan dengan cara yang
sama yaitu menurut ketentuan yang berlaku bagi sahnya perjanjian pokok tersebut.
Objek gadai adalah “suatu barang bergerak“, selain benda bergerak tersebut maka benda-benda bergerak tak bertubuh juga dapat diterima sebagai objek gadai. Benda-benda bergerak tak bertubuh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan sebagai tagihan-tagihan atau piutang-piutang, surat-surat atas tunjuk dan surat-surat atas bawa.23 Benda yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak, baik berwujud maupun tak berwujud. Benda bergerak tak berwujud antara lain adalah hak tagihan.24
Para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai terdiri dari pihak yang memberikan jaminan gadai atau yang sering disebut dengan istilah Pemberi Gadai, dan pihak yang menerima jaminan gadai atau yang sering disebut Pemegang gadai. Namun bila ada perjanjian lain benda gadai dapat dipegang oleh pihak ketiga, selain kreditur pemegang gadai yang disebut juga pihak ketiga pemegang gadai. Keberadaan pihak ketiga Pemberi Gadai ini adalah dalam hal benda jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah milik pihak ketiga dan diberikan oleh pihak ketiga tersebut.
Tanggungjawab pihak ketiga ini terbatas pada benda gadai yang dia berikan, sedangkan untuk selebihnya menjadi tanggungan debitur itu
23
Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia,
Cetakan kedua, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, Tahun 1998) h. 208
24
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fiducia,
sendiri. Hal ini berarti pihak ketiga pemberi gadai tidak mempunyai utang, karena dia bukanlah debitur sehingga kreditur tidak mempunyai hak tagih terhadap pihak ketiga pemberi gadai tersebut.Akan tetapi pihak ketiga pemberi gadai ini mempunyai tanggungjawab yuridis atas benda gadainya.
Hak gadai diletakkan dengan memberikan benda gadai di bawah kekuasaan kreditur pemegang gadai atau di bawah kekuasaan pihak ketiga pemegang gadai, jika terdapat kesepakatan antara kreditur dan debitur. Benda gadai harus ditaruh di luar kekuasaan dari pemberi gadai dan maka dari itu harus telah diserahkan ke dalam kekuasaan pemegang gadai pada saat terjadinya gadai. Penyerahan benda Gadai ke dalam kekuasaan kreditur atau ke dalam kekuasaan pihak ke tiga yang ditunjuk oleh para pihak dalam gadai. Syarat ini disebut dengan Inbezitstelling.
Penyerahan benda-benda bergerak bertubuh atau benda bergerak tidak bertubuh yang berupa tagihan atas tunjuk, dilakukan dengan penyerahan nyata maka penyerahan tersebut dilakukan dengan
endossement disertai dengan penyerahan nyata.
Penyerahan dalam gadai ini bukanlah penyerahan yuridis dalam arti pihak yang menerima benda gadai tersebut, tetapi pihak pemilik atas benda itu. Pihak pemegang gadai tetap hanya berkedudukan sebagai pemegang gadai, walaupun ia menguasai benda tersebut (bezitter), maka dari itu dalam gadai dikenal istilah pandbezit.
Pihak pemegang gadai memiliki hak dan kewajiban. Berikut adalah hak-hak yang dimiliki oleh pihak pemegang gadai antara lain adalah sebagai berikut :
a. Hak untuk tetap menahan benda gadai yang dijadikan jaminan selama utang belum dilunasi, baik terhadap utang pokok maupun bunganya. b. Hak untuk menjual benda gadai di depan umum menurut kebiasaan
dan syarat-syarat setempat dalam hal debitur tidak dapat melunasi utangnya setelah tenggang waktu yang ditentukan telah lampau. Terhadap penjualan benda gadai ini baru dilakukan apabila setelah diberi peringatan ternyata debitur belum juga memenuhi kewajibannya, maka dengan sendirinya pihak kreditur berhak untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan benda gadai tersebut. Dan apabila dari hasil penjualan itu melebihi dari kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur maka kreditur wajib mengembalikan kelebihan itu kepada debitur.
c. Hak untuk meminta penggantian biaya yang dikeluarkan untuk keperluan menyelamatkan benda gadai .
d. Hak untuk melaksanakan gadai ulang atas benda gadai.
Adapun kewajiban yang melekat pada pihak pemegang gadai antara lain adalah :
a. Mengurus benda gadai yang berada dalam penguasaanya dan menjaga keselamatan benda gadai tersebut serta bertanggungjawab jika terjadi
kehilangan atau penyusutan nilai benda gadai, apabila hal itu terjadi karena kesalahannya.
b. Memberitahu pihak pemberi gadai bila hendak dilakukan penjualan benda jaminan.
c. Mengembalikan kelebihan atau sisa dari hasil penjualan benda gadai, setelah diambil sebagai pelunasan utangnya kepada pemberi gadai.
d. Mengembalikan benda gadai jika utang yang ada dalam perjanjian pokok telah dilunasi debitur pemberi gadai.
Hapusnya atau berakhirnya gadai dapat terjadi karena:
1) Hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai. Hal ini sesuai dengan sifat gadai yaitu accesoir, yaitu keberadaannya tergantung pada keberadaan perjanjian pokok, sehingga apabila perjanjian pokok berakhir maka gadai juga ikut berakhir.
2) Terlepasnya benda gadai dari kekuasaan pemegang gadai atau dilepasnya benda gadai secara sukarela oleh pihak pemegang gadai.
3) Hapus atau musnahnya benda gadai.
4) Terjadinya pencampuran, yaitu benda objek gadai menjadi milik pemegang gadai.
2. Fidusia
Jaminan fidusia adalah lembaga jaminan yang digunakan untuk mengikat objek jaminan berupa benda bergerak dan tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan25.. Jaminan fidusia diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan jaminan fidusia menurut pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Asas-asas yang digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia adalah asas kepastian hukum, asas pendaftaran, asas perlindungan yang seimbang, asas menampung kebutuhan praktek, asas tertulis otentik, dan asas pemberian kedudukan yang kuat terhadap kreditur26.
25
M. Bahsan. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. (Jakarta ; Raja Grafindo Persada, 2007) h. 50
26
J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2007)h.180
Fidusia pada hakikatnya merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu barang atau benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan barang atau benda tersebut tetap dalam penguasaan pemiliknya. Ciri-ciri jaminan fidusia di antaranya adalah memberikan hak kebendaan, hak didahulukan kepada kreditur, objek jaminan masih dalam penguasaan debitur, memberikan kepastian hukum dan mudah dieksekusi.
Jaminan fidusia merupakan perjanjian turunan dari perjanjian pokok, dibuat dengan akta notaris menggunakan bahasa Indonesia. Pembuatan akta jaminan fidusia harus memuat hal-hal seperti identitas para pihak (penerima dan pemberi fidusia), data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek fidusia, nilai penjamin dan nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia. Pemberian fidusia kepada lebih dari satu penerima fidusia umumnya dilakukan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium. Kuasa adalah orang yang secara hukum mendapat kuasa khusus dari penerima fidusia untuk mewakili kepentingannya dalam penerimaan jaminan fidusia. Wakil adalah orang yang secara hukum dianggap mewakili penerima fidusia dalam penerimaan jaminan fidusia27.
27
M. Bahsan. Hukum Jaminan & Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo persada, 2007)h.55
Benda objek jaminan fidusia yang dapat digunakan bisa berupa satu atau lebih jenis benda, termasuk piutang baik yang ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Hal ini membolehkan jaminan fidusia mencakup benda yang diperoleh di kemudian hari yang apabila dilihat secara komersial sangat menguntungkan dan menunjukan fleksibilitas terkait benda yang dijadikan objek jaminan fidusia.
Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hal ini karena benda yang menjadi objek jaminan fidusia hak kepemilikanya telah beralih kepada penerima fidusia.
Jaminan fidusia dapat dialihkan ke penerima fidusia baru, yang berakibat beralihnya secara hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada penerima fidusia baru. Pengalihan jaminan fidusia ini harus didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. Pengalihan hak atas piutang ini dikenal dengan sebutan cessie. Dalam hal ini berlaku asas droit de suite yaitu hak kebendaan mengikuti pemegang benda dimana benda tersebut berada. Jadi, segala hak kebendaan beralih dari penerima fidusia lama kepada penerima fidusia baru. Dan perlu ada pemberitahuan kepada pemberi jaminan fidusia bahwa telah terjadi hal tersebut.
Hapusnya jaminan fidusia terjadi karena hal berikut : a. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
c. musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Namun musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf b Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Kantor pendaftaran jaminan fidusia lalu menerbitkan surat keterangan yang menyatakan bahwa sertifikat jaminan fidusia tidak berlaku lagi setelah penerima fidusia melapor kepada kantor pendaftaran jaminan fidusia.
Penerima fidusia memiliki hak mendahului terhadap kreditur lain saat terjadi eksekusi benda objek jaminan fidusia. Hak mendahului adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hak ini tidak terganggu atau terhapus apabila pemberi fidusia pailit.
Apabila pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial, penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia kekuasaan penerima fidusia sendiri meliputi pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan, serta melakukan penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika cara ini dinilain dapat menguntungkan para pihak.
Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Jika
dalam hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebiham tersebut kepada pemberi fidusia. Namun bila terjadi sebaliknya yaitu hasil eksekusi tidak mencukupi pelunasan utang, pemberi fidusia tetap berkewajiban membayar sisa utang kepada penerima fidusia.
3. Hak Tanggungan
Hak tanggungan adalah lembaga jaminan yang digunakan mengikat objek jaminan utang berupa tanah atau benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan28. Sedangkan menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain;
Peraturan yang mengatur hak tanggungan adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, dengan belakunya undang-undang tersebut maka aturan sebelumnya yang digunakan untuk mengikat tanah sebagai jaminan
28
M. Bahsan. Hukum Jaminan & Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo persada, 2007)h.22
yaitu aturan hipotek dan crediet verband di KUH Perdata tidak berlaku lagi.
Ciri-ciri hak tanggungan yang seperti ada dalam adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah sebagai berikut :
a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu; kepada pemegangnya. Dalam hal ini pemegang hak tanggungan mendapat hak didahulukan dari kreditur lainnya untuk memperoleh pelunasan piutang dari hasil penjualan objek hak tanggungan saat debitur melakukan wanprestasi.
b. Selalu mengikuti objek jaminan utang dalam tangan siapa pun objek tersebut berada. Bila objek jaminan utang dengan hak tanggungan beralih kepada pihak lain karena berbagai sebab seperti penjualan, pewarisan penghibahan atau lainnya, pembebanan hak tanggungan tetap melekat pada objek hak tanggungan.
c. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas. Hal ini tercermin dalam aturan terkait pembuatan akta pemberian hak tanggungan dan pendaftaran hak tanggungan. Dengan dipenuhinya asas-asas tersebut maka pengikatan objek hak tanggungan akan sempurna yang berarti terdapat kepastian hukum kepada para pihak yang terlibat dalam hak tanggungan.
d. Mudah dalam pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dilakukan berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan. Dimana pemegang hak tanggungan peringkat pertama
dapat melakukan pelelangan umum atas objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri.
Hak tanggungan memiliki sifat yang tidak dapat terbagi-bagi kecuali ada perjanjian dalam akta pemberian hak tanggungan.Utang yang dijamin dengan hak tanggungan dapat berupa utang yang akan ada maupun yang sudah ada.
Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah seperti hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan. Selain itu, hak atas tanah yang sifatnya dapat dipindahtangankan seperti hak pakai atas tanah Negara dapat pula menjadi objek hak tanggungan. Hak tanggungan dapat pula di bebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut. Suatu objek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan untuk menjaminkan pelunasan lebih dari satu utang.
Apabila debitur cedera janji, pemegang hak tanggungan peringkat pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan yang didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan.
Di dalam akta pemberian hak tanggungan wajib mencatumkan, identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan, domisili para pihak, penunjukan secara jelas utang-utang yang dijamin, nilai tanggungan, dan
uraian jelas tentang objek hak tanggungan. Lalu pemberian hak tanggungan wajib didatarkan pada kantor Badan Pertanahan Nasional29.
Hak Tanggungan dapat hapus karena hal-hal sebagai berikut: 1) Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
2) Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan; 3) Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh
Ketua Pengadilan Negeri;
4) Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
5) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.
6) Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan.
7) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibeban Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.30
29
M. Bahsan. Hukum Jaminan & Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo persada, 2007)h.32
30
M. Bahsan. Hukum Jaminan & Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo persada, 2007)h.43-45
4. Hipotek
Hipotek adalah lembaga jaminan yang digunakan untuk mengikat objek jaminan utang berupa kapal laut yang berukuran 20 m3 atau lebih dan berbendera Indonesia.31 Setelah berlakunya Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan objek jaminan berupa tanah sudah tidak dapat diikat dengan jaminan hipotek. Objek hipotek saat ini berupa kapal laut berukuran 20 m3. Hipotek diatur dalam KUH Perdata dan KUH Dagang.
Pengikatan kapal laut melalui hipotek memberikan kepastian hukum bagi pemberi pinjaman dengan dibuatnya akta hipotek dan sertifikat hipotek sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Sertifikat hipotek mencantumkan kata-kata “Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa.” Sehingga memberikan kekuatan eksekutorial bagi pemegang hipotek. Hipotek memberikan hak kebendaan dan kedudukan didahulukan kepada pihak pemberi pinjaman sebagai pemegang hak hipotek. Eksekusi terhadap objek jaminan yang diikat melalui hipotek dilakukan melalui pelelangan umum. Eksekusi dapat dilakukan bila pemberi hipotek melakukan wanprestasi.
Penggunaan hipotek sebagai lembaga jaminan ditegaskan kembali