• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Obligasi Sebagai Objek Dalam Pernyataan Penjaminan Negatif (Negative Pledge)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Obligasi Sebagai Objek Dalam Pernyataan Penjaminan Negatif (Negative Pledge)"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS OBLIGASI SEBAGAI OBJEK DALAM PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF (NEGATIVE PLEDGE)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh: Andi Komara 1110048000006

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

TINJAUAN YURIDIS OBLIGASI SEBAGAI OBJEK DALAM PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF (NEGATIVE PLEDGE)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh : Andi Komara 1110048000006

Dibawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, MA. Ahmad Bahtiar, M.Hum. NIP. 197601182009121002

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 5 Mei 2014

(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi ini berjudul TINJAUAN YURIDIS OBLIGASI SEBAGAI OBJEK

DALAM PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF (NEGATIVE

PLEDGE), telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata satu, yaitu Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Ilmu Hukum dengan Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara.

Jakarta, 5 Mei 2014 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. H. JM. Muslimin, MA. NIP. 196808121999031014

PANITIA UJIAN

Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA,M.H. (... ) NIP. 195503061976031001

Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum ( ... ) NIP. 196509081995031001

Pembimbing I : Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, MA. ( ...)

Pembimbing II : Ahmad Bahtiar, M.Hum. ( ... ) NIP. 197601182009121002

Penguji I : Drs. H. Asep Syarifudin Hidayat, S.H., M.H(...) NIP. 196911211994031001

(5)

KATA PENGANTAR ِ ِ ﱠ ا ِ َ ْ ﱠ ا ِ ﱠﷲ ِ ْ ِ

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, terrucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin tiada henti karena dapat terselesaikannya skripsi ini. Shalawat seiring salam semoga selalu tercurah limpahkan atas insane pilihan Tuhan khatamul anbiya’I

walmursalin Muhammad SAW.

Dengan setulus hati ini penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis didalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari tanpa dorongan dari pembimbing dan semua pihak yang mendukung penelitian ini hingga selesai, pada kesempatan ini, izinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. H. JM. Muslimin, M.A. selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, serta para Wakil Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Isalam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta.

(6)

3. Bapak Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, MA. dan Ahmad Bahtiar, M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing selama penulisan skripsi.

4. Seluruh Staf Dosen dan pengajar yang ada di dalam lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis yang tak bisa disebutkan namanya tanpa mengurangi rasa hormat.

5. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Drs. Ibnudin Iddat, M.Si dan Ibunda

Ratna Damaiyanti yang senantiasa mendidik, membantu, mendukung dan melimpahkan kasih sayang serta do’a yang tiada henti.

6. Kakakku tercinta Mohammad Firaz, S.IP dan Mohammad Fikar, S.E.

yang selalu memberikan semangat serta dukungan, baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa juga untuk mas Ovick, tante Wati dan Nenek Nung yang selalu setia membantu penulis.

(7)

8. Seluruh Keluarga Besar AMPUH periode 2011-2013 dan HMPS Ilmu Hukum periode 2013-2014.

9. Seluruh Sahabat KOMPAS, Syakur, Niji, Syiroh, Lukman, Farid, Dhillah, Fitri, Dita, Uty, Nisa, Fida, Tias, Fida.

10. Seluruh teman-teman Peserta KALABAHU 35 LBH Jakarta khusunya Cia, Talitha, Adji, Wira, Alldo, dan Krido serta teman lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat.

11. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, atas jasa dan bantuan semua pihak berupa moril dan materil sampai detik ini penulis panjatkan do’a, semoga Allah memberikan Balasan yang berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir hingga yaum al-akhir. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menjalani hari esok. Amin.

Jakarta, 5 Mei 2014

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

LEMBAR PERNYATAAN ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vii

ABSTRAK ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 6

D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu 7

E. Kerangka Konseptual 9

F. Metode Penelitian 10

G. Sistematika Penulisan 13

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM JAMINAN

A. Pengertian Hukum Jaminan 15

B. Asas-asas dalam Hukum Jaminan 16

C. Hak-hak Jaminan 19

(9)

BAB III OBLIGASI SEBAGAI OBJEK JAMINAN DAN PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF

A. Pengertian dan Karakteristik Obligasi 37

B. Jenis-jenis Obligasi 40

C. Obligasi Sebagai Jaminan 55

D. Penilaian Obligasi Sebagai Jaminan 56

E. Pengikatan dan Pencairan Obligasi Sebagai Objek Jaminan 58

F. Alternatif Pengganti Jaminan 59

G. Obligasi Sebagai Objek Pernyataan Penjaminan Negatif 62 BAB IV TINJAUAN YURIDIS OBLIGASI SEBAGAI OBJEK DALAM PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF (NEGATIVE PLEDGE)

A. Tinjauan Hukum Jaminan di Indonesia Terhadap Pernyataan

Penjaminan Negatif (Negative Pledge) 65

B. Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian dengan Klausul

Pernyataan Penjaminan Negatif 69

C. Pelanggaran dalam Pernyataan Penjaminan Negatif dengan Objek

Obligai 71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 74

B. Saran 75

(10)

ABSTRAK

Pernyataan penjaminan negatif atau negative pledge adalah klausul pernyataan

(negative covenant) yang menyatakan bahwa debitur tidak akan menjaminkan satu

pun atau sebagian dari hartanya kepada pihak lain. Negative pledge adalah model penjaminan yang diadopsi dari kebiasaan perbankan di luar negeri, sehingga belum diatur dalam hukum Indonesia. Pengaturan negative pledge dapat mengacu kepada pengaturan hukum perikatan di Kitab Undang-undang Hukum Perdata karena negative pledge merupakan bagian dari perjanjian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tinjauan hukum jaminan di Indonesia terhadap pernyataan penjaminan negatif., untuk mengetahui pemenuhan asas proporsionalitas dalam perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negative dan untuk mengetahui tindakan debitur yang dapat merugikan kreditur dalam perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negatif saat benda objek pernyataan penjaminan negatif yaitu obligasi ditarik kembali oleh penerbit obligasi Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah obligasi sebagai objek dari negative pledge. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan bahan-bahan dari peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum serta jurnal hukum. Selanjutnya bahan-bahan dianalisis dengan diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan. Hasil penelitian menemukan bahwa penjaminan yang menggunakan negative pledege terdapat ketidaksesuaian dengan hukum Indonesia. Hal ini terlihat dari perjanjian dengan klausul negative pledge yang tidak memenuhi asas proporsionalitas karena tidak terdapat kesetaraan terhadap para pihak sehingga rentan merugikan salah satu pihak. Salah satu bentuk kerugian yang mungkin terjadi adalah saat obligasi sebagai objek negative pledge ditarik kembali oleh penerbit obligasi. Debitur dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum bila saat bersamaan obligasi ditarik kembali oleh penerbit dan kreditur hendak menggunakan obligasi tersebut. Sedangkan debitur tidak melakukan hal untuk mencegah penarikan obligasi. Kesimpulan dari penelitian ini 1) untuk memperbaiki penjaminan dengan cara negative pledge dengan melakukan penambahan klausul dalam perjanjian agar memenuhi asas proporsionalitas sehingga pelanggaran ataupun kerugian yang timbul dari perjanjian ini dapat dihindari 2) perlu dilakukan pemberitahuan kepada penerbit obligasi agar tidak dilakukan penarikan kembali obligasi selama menjadi objek negative pledge.

Kata kunci : Obligasi, pernyataan penjaminan negatif atau negative pledge, jaminan

Daftar pustaka : Tahun 1979 sampai 2012

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perekonomian suatu negara sangat dipengaruhi oleh keberlangsungan sektor dunia usaha, sehingga indikator kemajuan perekonomian suatu negara dapat terlihat dari situasi sektor dunia usaha. Dalam menjalankan usaha tentu baik perorangan maupun badan hukum membutuhkan dana untuk menjalankan kegiatan usahanya. Salah satu sumber untuk mendapat dana adalah melalui pinjam meminjam atau pengajuan kredit di lembaga keuangan seperti di bank, pegadaian dan lembaga keuangan lainnya.

Saat mengajukan pinjaman atau kredit, tentu lembaga keuangan seperti bank mensyaratkan adanya penyerahan jaminan kredit oleh pemohon kredit. Hal ini dilakukan untuk mengamankan pelunasan kredit bila pihak pemohon kredit cidera janji atau melakukan wanprestasi. Bank akan mencairkan jaminan kredit untuk pelunasan kredit yang macet atau pemohon kredit cidera janji. Selain itu jaminan kredit berfungsi untuk mengetahui kesungguhan pihak pemohon kredit untuk melunasi kredit.

(12)

ataupun benda tidak bergerak disesuaikan dengan lembaga penjaminan yang dipilih, kita sudah dapat dana yang bisa diperuntukan guna menjalankan usaha.

Aturan penjaminan di Indonesia diatur dalam undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Serta peraturan teknisnya melalui peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan BI atau saat ini melalui peraturan OJK.

Terkait jaminan kredit perbankan, tidak semua benda atau barang bisa menjadi jaminan. Pihak bank terlebih dahulu harus menilai objek jaminan kredit, apakah memenuhi syarat untuk dijadikan objek jaminan kredit atau tidak. Selama ini pada umumnya benda yang dapat dijadikan jaminan adalah seperti tanah, kendaraan bermotor, logam mulia, dan benda berharga lainya1.

Seiring berkembangnya dunia perkreditan surat berharga pun bisa dijadikan jaminan. Surat berharga yang dapat dijadikan jaminan antara lain saham, obligasi, sukuk dan lain-lain. Obligasi sebagai jaminan kredit merupakan hal yang kurang akrab dalam praktek perkreditan. Namun, seiring dengan perkembangan pasar modal serta dunia usaha yang pesat, obligasi menjadi pilihan karena memiliki beberapa keunggulan seperti obligasi yang bersifat jangka panjang, memiliki resiko yang rendah, dan memberikan bunga

1

(13)

yang tetap. Keunggulan inilah yang membuat banyak pihak mulai dari pemerintah, perusahaan, dan pemerintah daerah mengeluarkan obligasi.

Saat ini juga telah banyak cara yang dilakukan bank dalam memberikan kredit tanpa jaminan salah satunya melalui alternatif pengganti jaminan. Salah satu alternatif pengganti jaminan adalah melalui perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negatif atau negative pledge. Pernyataan penjaminan negatif adalah klausul pernyataan (negative covenant) yang menyatakan bahwa debitur tidak akan menjaminkan satu pun atau sebagian dari aset-asetnya kepada pihak lain2. Saat kreditur membutuhkan, benda objek negative pledge dapat digunakan oleh kreditur dan debitur secara sukarela memberikannya dengan melakukan pengikatan dengan lembaga jaminan sebelumnya. Perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negatif ini biasa digunakan pihak bank asing, hal ini karena pernyataan penjaminan negatif merupakan kebiasaan yang digunakan bank di luar negeri atau cabangnya di Indonesia.

Badan hukum maupun perorangan yang memiliki obligasi dapat memperoleh dana atau pinjaman ke bank melalui perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negatif, dengan menjadikan obligasi sebagai aset yang dijadikan objek dalam pernyataan penjaminan negatif. Cara ini memberikan keuntungan karena bisa mendapat pinjaman dana guna melaksanakan kegiatan perusahaan tanpa harus menjaminkan asetnya dalam hal ini obligasi.

2

(14)

Pendapatan yang diperoleh obligasi pun yaitu berupa kupon obligasi masih dapat diperoleh pemegang obligasi. Pihak bank pun menjadi memiliki kepastian terhadap aset yang dijadikan objek pernyataan penjaminan negatif ini apabila debitur wanprestasi karena aset tersebut tidak dijadikan jaminan kepada pihak lain.

(15)

Oleh karena itu, penulis tertarik membahas pernyataan penjaminan negatif ditinjau dari hukum jaminan Indonesia dan dampaknya terhadap obligasi yang dijadikan objek pernyataan penjaminan negatif. Maka penulis membahas masalah ini dalam penelitian berjudul “TINJAUAN YURIDIS OBLIGASI SEBAGAI OBJEK DALAM PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF (NEGATIVE PLEDGE).”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait hukum jaminan maka penelitian ini difokuskan mengkaji pernyataan penjaminan negatif dari perspektif peraturan yang mengatur hukum jaminan seperti undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, undang-undang-undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana tinjauan dari hukum jaminan di Indonesia terhadap pernyataan penjaminan negatif ?

(16)

c. Apakah debitur melakukan perbuatan melawan hukum saat kreditur hendak menggunakan obligasi namun obligasi tersebut tidak ada pada debitur karena ditarik oleh penerbit obligasi ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tinjauan hukum jaminan di Indonesia terhadap perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negatif, proporsionalitas perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negatif dan terkait pelanggaran perjanjian tersebut. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan :

a. Untuk mengetahui tinjauan hukum jaminan di Indonesia terhadap pernyataan penjaminan negatif.

b. Untuk mengetahui pemenuhan asas proporsionalitas dalam perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negatif.

c. Untuk mengetahui tindakan debitur yang dapat merugikan kreditur dalam perjanjian dengan klausul pernyaan penjaminan negatif saat benda objek pernyataan penjaminan negatif yaitu obligasi ditarik kembali oleh penerbit obligasi.

(17)

Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Manfaat Teoretis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negatif dan mengenai obligasi sebagai objek dalam pernyataan penjaminan negatif.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelaku usaha dan masyarakat yang hendak mengajukan kredit perbankan agar bisa menggunakan obligasi dalam pernyataan penjaminan negatif.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian terkait obligasi sebagai jaminan kredit pernah ada yaitu berjudul “Obligasi Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank X di Jakarta” yang disusun oleh Lisniarni, Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1990, yang membahas tentang praktek penjaminan obligasi pada bank X di Jakarta, alasan mengapa obligasi bisa mendjadi jaminan pada bank tersebut serta hak dan kewajiban para pihak

Selain itu ada pula penelitian yang berjudul”Pemberian Kredit Dengan

(18)

Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1993. Penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian sebelumnya yaitu membahas tentang praktek penjaminan obligasi di Bank BNI 46, alasan mengapa pihak bank menerima obligasi sebagai jaminan kredit serta tentang siapa yang berhak atas bunga obligasi.

Adapun penelitian lain yang membahas tentang obligasi yaitu dalam buku yang berjudul “Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk” karya Adrian Sutedi. Buku ini menjelaskan secara komprehensif tentang obligasi, seperti macam-macam jenis obligasi, berinvestasi melalui obligasi dan lainya. Namun tidak menjelaskan terkait obligasi yang menjadi jaminan kredit perbankan.

Hal yang membedakan skripsi ini dengan penelitian yang telah diangkat oleh penulis sebelumnya adalah skripsi tersebut meneliti tentang praktek pemberian kredit dengan jaminan obligasi di bank sedangkan dalam skripsi ini berfokus pada obligasi sebagai objek pada pernyataan penjaminan negatif. Hal yang membedakan dengan penelitian yang dituangkan dalam buku “Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk” adalah dalam buku tersebut tidak menjelaskan terkait obligasi sebagai objek dalam pernyataan penjaminan negatif sebagaimana yang akan diteliti dalam skripsi ini.

(19)

“Tinjauan Yuridis Obligasi Sebagai Objek Dalam Pernyataan Penjaminan Negatif (Negative Pledge)” belum pernah diangkat sebelumnya sebagai judul skripsi. Jadi, penelitian yang penulis teliti (sejauh yang diketahui penulis) belum ada yang melakukan penelitian sebelumnya.

E. Kerangka Konseptual

Obligasi adalah surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh peminjam, dengan kewajiban untuk membayar kepada pemegang obligasi sejumlah bunga tetap yang telah ditentukan sebelumnya3. Menurut Pasal 1 butir 34 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1199/kmk.010/1991, obligasi adalah bukti utang dari emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak emisi.

Pernyataan penjaminan negatif (Negative Pledge) adalah klausul pernyataan (negative covenant) yang menyatakan bahwa debitur tidak akan menjaminkan satu pun atau sebagian dari aset-asetnya kepada pihak lain4.

Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan5.

3

Adrian Sutedi. Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk. (Jakarta : Sinar Grafika, 2009) h.1

4

Irma Devita Purnamasari. Kiat-kiat cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan. (Bandung : Mizan. 2012) h. 169

5

(20)

Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur6.

F. Metode Penelitian

1. Tipe penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.7

Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di

6

J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007). h.3

7

(21)

masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat.8

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep

(conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan

untuk meneliti aturan-aturan terkait hukum jaminan. Pendekatan konsep dilakukan untuk memahami konsep pernyataan penjaminan negatif dan obligasi.

3. Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim9. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-undang-Undang-undang nomor 10 tahun 1998.

8

Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam Penelitian Hukum, (Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979), h. 18.

9

(22)

b. Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.

c. Bahan non hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan nonhukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat, Kebudayaan atau laporan-laporan penelitian non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan peneliti.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber non-hukum yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkinya.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

(23)

permasalahan konkret yang dihadapi10. Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan diketahui tinjauan hukum jaminan di Indonesia tentang obligasi sebagai objek dalam pernyataan penjaminan negatif dan dampak obligasi sebagai objek dalam pernyataan penjaminan negatif. G. Sistematika Penelitian

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut:

BAB I meliputi pendahuluan, memuat latar belakang, batasan dan rumusan Masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (Review) kajian Terdahulu, kerangka konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II meliputi tinjauan umum hukum jaminan, memuat pengertian hukum jaminan, asas-asas dalam hukum jaminan, hak-hak jaminan dan bentuk bentuk jaminan.

BAB III mencakup obligasi sebagai objek jaminan dan pernyataan penjaminan negatif, memuat pengertian dan karakteristik obligasi, jenis-jenis obligasi, obligasi sebagai jaminan, penilaian obligasi sebagai jaminan, pengikatan

10

(24)

dan pencairan obligasi sebagai objek jaminan, alternatif pengganti jaminan dan obligasi sebagai objek pernyataan penjaminan negatif.

BAB IV meliputi tinjauan yuridis obligasi sebagai objek dalam pernyataan penjaminan negatif (Negative Pledge) yang memuat tinjauan hukum jaminan Indonesia terhadap pernyataan penjaminan negatif, asas proporsionalitas dalam perjanjian dengan klausul pernyataan penjaminan negatif dan pelanggaran dalam pernyataan penjaminan negatif dengan objek obligasi.

(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM HUKUM JAMINAN

A. Pengertian Hukum Jaminan

Hukum jaminan merupakan terjemahan dari security of law,

zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten. Sebelum membahas pengertian hukum

jaminan lebih dulu akan dijelaskan pengertian jaminan terlebih dahulu. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan11. Selain itu pengertian jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan12. Sedangkan menurut Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan jaminan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

Setelah membahas pengertian jaminan berikut pengertian hukum jaminan menurut beberapa ahli. Menurut M. Bahsan hukum jaminan adalah peraturan yang secara khusus mengatur tentang ketentuan-ketentuan berkaitan dengan penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip-prinsip hukum jaminan,

11

Hartono Hadisoeprapto. Pokok-pokok Hukum Perikatan Dan Jaminan. (Yogyakarta : Liberty, 1984)

12

(26)

lembaga jaminan, objek jaminan utang dan sebagainya13. Menurut J. Satrio hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur14. Sedangkan menurut Salim H.S hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit15.

Dari berbagai pengertian hukum jaminan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa hukum jaminan adalah kumpulan peraturan yang mengatur tentang penjaminan utang, hak dan kewajiban debitur serta kreditur, dan lembaga jaminan.

B. Asas-asas dalam Hukum Jaminan

Menurut Salim HS, terdapat 5 asas yang terdapat dalam hukum jaminan16, yaitu :

1. Asas Publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak

fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di

13

M. Bahsan. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007) h.8

14

J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2007) h.3

15

Salim H.S, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. (Jakarta : Rajawali Press, 2005) h.6

16

(27)

Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten atau Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar.

2. Asas Specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek

hanya dapat dibebankan atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu.

3. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas yang dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.

4. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) berada pada penerima

gadai.

5. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah Negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.

Selain asas-asas diatas masih ada beberapa asas lainnya antara lain asas absolut yaitu pemegang hak benda berhak menuntut orang yang mengganggu haknya karena hak ini dapat dipertahankan setiap orang17. Asas

Droit de suite yaitu hak kebendaan mengikuti bendanya di dalam tangan

17

(28)

siapapun benda berada18. Serta asas asesoir yaitu hak jaminan bukan merupakan hak yang berdiri sendiri akan tetapi ada atau hapusnya bergantung pada perjanjian pokok19. Hak jaminan kebendaan merupakan hukum yang bersifat memaksa (dwingend recht) yang tidak dapat dikesampingkan oleh para pihak. Dapat dipindahkan, dengan pengertian dapat dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain selama tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Asas Individualiteit, yaitu yang dapat dimiliki sebagai kebendaan adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat ditentukan terpisah dan oleh karenanya terhadap hak jaminan ini tidak dapat dibagi-bagi dan tidak dapat hapus begitu saja sampai seluruh hutang dilunasi. Asas Totaliteit yaitu kepemilikan oleh individu atas suatu hak jaminan adalah menyeluruh atas setiap bagian benda jaminan. Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid), yaitu tidak dimungkinkan seseorang melepaskan hanya sebagian hak miliknya atas suatu kebendaan yang utuh, meskipun seorang pemilik diberikan kewenangan untuk membebani hak miliknya dengan hak kebendaan lainya yang bersifat terbatas (jura in re alinea) namun pembebanan itu hanya dapat dibebankan terhadap keseluruhan kebendaan yang menjadi miliknya tersebut sebagai satu kesatuan.

18

Mariam Badruzaman. Aneka Hukum Bisnis. (Jakarta : Alumni, 1994)h. 79

19

(29)

C. Hak-hak Jaminan

1. Hak Jaminan Perorangan

Jaminan perorangan menurut Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perjanjian antara seorang kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur. Jaminan ini dilakukan guna memberikan kepercayaan kepada kreditur bahwa kewajiban debitur akan terpenuhi dalam hal adanya suatu wanprestasi pada debitur atas suatu hubungan utang piutang oleh seorang pihak ketiga tersebut. Pihak ketiga memberikan jaminan kepada kreditur untuk melakukan pelunasan atau pelaksanaan prestasi debitur, baik seluruhnya ataupun sebagian, terhadap kewajiban debitur dalam hubungan utang piutang tersebut.

Jaminan perorangan ini dilakukan dengan sepengetahuan dari debitur, tapi jaminan ini dapat dilakukan tanpa diketahui kreditur, misalnya dengan dasar persahabatan atau kekeluargaan. Jaminan perorangan ini pada umumnya dituangkan dalam suatu perjanjian di bawah tangan, akta notaris atau bentuk-bentuk tertulis lainnya yang biasa disebut perjanjian penanggungan. Perjanjian penanggungan ini merupakan perjanjian yang bersifat asesoir, sehingga keberadaanya tergantung kepada keberadaan perjanjian pokok.

(30)

penjamin tertentu tersebut dan terhadap harta kekayaan dari pihak penjamin itu. Dalam hak jaminan bersifat perorangan berlaku asas persamaan. Ini artinya tidak ada perbedaan antara piutang yang datang lebih dahulu dan kemudian. Semua piutang kreditur terhadap penjamin berkedudukan sama.

2. Hak Jaminan Kebendaan

Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik, karena kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihannya dari hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur. Selain itu kreditur dapat pula memegang benda tertentu yang berharga bagi debitur dan memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitur untuk memenuhi semua kewajibannya dengan baik terhadap kreditur20.

Selain memberikan kreditur kedudukan yang lebih baik, hak jaminan kebendaan juga dapat dipertahankan maupun ditujukan kepada setiap orang, dan mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu milik debitur, dengan kata lain mempunyai sifat droit de suite.

Berdasarkan ciri dasar tersebut, maka benda yang dapat dijadikan jaminan atau objek jaminan kebendaan adalah sesuatu yang dapat dialihkan dan mempunyai nilai jual (ekonomis), serta memiliki nilai atau

20

(31)

harga, dalam pengertian mudah diuangkan apabila debitur cedera janji untuk melakukan pembayaran kewajibannya atau utangnya21.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikenal adanya 3 bentuk jaminan yang memberikan hak kepada kreditur untuk didahulukan diantara para kreditur yang lain, yaitu hak istimewa, gadai dan hipotik. Dalam hal ini maka dikenal kreditur yang diistimewakan oleh Undang-undang karena sifat piutangnya mendapat pelunasan terlebih dahulu dan juga kreditur pemegang hak jaminan kebendaan, yang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut dengan gadai dan hipotik.

Para kreditur pemegang hak jaminan ini, memiliki hak yang diutamakan (hak Preveren) dalam pengertian apabila terjadi eksekusi atas harta kekayaan debitur yang dinyatakan wanprestasi, maka kreditur tersebut didahulukan dalam pengambilan pelunasan dibandingkan kreditur-kreditur lainnya.22

Selain gadai dan hipotik, termasuk juga hak tanggungan dan jaminan fidusia yang memiliki hak didahulukan, semua hak tersebut mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari hak istimewa, dalam pengertian apabila terjadi penjualan benda milik debitur, maka kreditur pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia mengambil terlebih

21

Retnowulan Sutanto, Perjanjian Kredit Dan Macam-Macam Jamianan Kredit Dalam

Praktek Hukum Di Indonesia, Kapita Selekta Hukum Perbankan. (Jakarta : ikatan hakim Indonesia,

1995), hal 15

22

Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan, Jurnal

(32)

dahulu pelunasan atas piutangnya, baru kemudian pemilik hak tagih dengan hak istimewa dan selanjutnya kemudian sisanya untuk kreditur konkuren.

D. Bentuk-bentuk Jaminan 1. Gadai

Gadai menurut KUH Perdata pasal 1150 adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

Gadai adalah salah satu lembaga jaminan yang digunakan untuk mengikat objek jaminan utang berupa benda bergerak. Ketentuan tentang gadai diatur dalam pasal 1150-1160 KUH Perdata. Gadai hanya diberikan untuk benda bergerak, dan benda yang dijadikan objek gadai harus dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai.

(33)

sama yaitu menurut ketentuan yang berlaku bagi sahnya perjanjian pokok tersebut.

Objek gadai adalah “suatu barang bergerak“, selain benda bergerak tersebut maka benda-benda bergerak tak bertubuh juga dapat diterima sebagai objek gadai. Benda-benda bergerak tak bertubuh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan sebagai tagihan-tagihan atau piutang-piutang, surat-surat atas tunjuk dan surat-surat atas bawa.23 Benda yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak, baik berwujud maupun tak berwujud. Benda bergerak tak berwujud antara lain adalah hak tagihan.24

Para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai terdiri dari pihak yang memberikan jaminan gadai atau yang sering disebut dengan istilah Pemberi Gadai, dan pihak yang menerima jaminan gadai atau yang sering disebut Pemegang gadai. Namun bila ada perjanjian lain benda gadai dapat dipegang oleh pihak ketiga, selain kreditur pemegang gadai yang disebut juga pihak ketiga pemegang gadai. Keberadaan pihak ketiga Pemberi Gadai ini adalah dalam hal benda jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah milik pihak ketiga dan diberikan oleh pihak ketiga tersebut.

Tanggungjawab pihak ketiga ini terbatas pada benda gadai yang dia berikan, sedangkan untuk selebihnya menjadi tanggungan debitur itu

23

Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia,

Cetakan kedua, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, Tahun 1998) h. 208

24

Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fiducia,

(34)

sendiri. Hal ini berarti pihak ketiga pemberi gadai tidak mempunyai utang, karena dia bukanlah debitur sehingga kreditur tidak mempunyai hak tagih terhadap pihak ketiga pemberi gadai tersebut.Akan tetapi pihak ketiga pemberi gadai ini mempunyai tanggungjawab yuridis atas benda gadainya.

Hak gadai diletakkan dengan memberikan benda gadai di bawah kekuasaan kreditur pemegang gadai atau di bawah kekuasaan pihak ketiga pemegang gadai, jika terdapat kesepakatan antara kreditur dan debitur. Benda gadai harus ditaruh di luar kekuasaan dari pemberi gadai dan maka dari itu harus telah diserahkan ke dalam kekuasaan pemegang gadai pada saat terjadinya gadai. Penyerahan benda Gadai ke dalam kekuasaan kreditur atau ke dalam kekuasaan pihak ke tiga yang ditunjuk oleh para pihak dalam gadai. Syarat ini disebut dengan Inbezitstelling.

Penyerahan benda-benda bergerak bertubuh atau benda bergerak tidak bertubuh yang berupa tagihan atas tunjuk, dilakukan dengan penyerahan nyata maka penyerahan tersebut dilakukan dengan

endossement disertai dengan penyerahan nyata.

(35)

Pihak pemegang gadai memiliki hak dan kewajiban. Berikut adalah hak-hak yang dimiliki oleh pihak pemegang gadai antara lain adalah sebagai berikut :

a. Hak untuk tetap menahan benda gadai yang dijadikan jaminan selama utang belum dilunasi, baik terhadap utang pokok maupun bunganya. b. Hak untuk menjual benda gadai di depan umum menurut kebiasaan

dan syarat-syarat setempat dalam hal debitur tidak dapat melunasi utangnya setelah tenggang waktu yang ditentukan telah lampau. Terhadap penjualan benda gadai ini baru dilakukan apabila setelah diberi peringatan ternyata debitur belum juga memenuhi kewajibannya, maka dengan sendirinya pihak kreditur berhak untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan benda gadai tersebut. Dan apabila dari hasil penjualan itu melebihi dari kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur maka kreditur wajib mengembalikan kelebihan itu kepada debitur.

c. Hak untuk meminta penggantian biaya yang dikeluarkan untuk keperluan menyelamatkan benda gadai .

d. Hak untuk melaksanakan gadai ulang atas benda gadai.

Adapun kewajiban yang melekat pada pihak pemegang gadai antara lain adalah :

(36)

kehilangan atau penyusutan nilai benda gadai, apabila hal itu terjadi karena kesalahannya.

b. Memberitahu pihak pemberi gadai bila hendak dilakukan penjualan benda jaminan.

c. Mengembalikan kelebihan atau sisa dari hasil penjualan benda gadai, setelah diambil sebagai pelunasan utangnya kepada pemberi gadai.

d. Mengembalikan benda gadai jika utang yang ada dalam perjanjian pokok telah dilunasi debitur pemberi gadai.

Hapusnya atau berakhirnya gadai dapat terjadi karena:

1) Hapusnya perikatan pokok yang dijamin dengan gadai. Hal ini sesuai dengan sifat gadai yaitu accesoir, yaitu keberadaannya tergantung pada keberadaan perjanjian pokok, sehingga apabila perjanjian pokok berakhir maka gadai juga ikut berakhir.

2) Terlepasnya benda gadai dari kekuasaan pemegang gadai atau dilepasnya benda gadai secara sukarela oleh pihak pemegang gadai.

3) Hapus atau musnahnya benda gadai.

4) Terjadinya pencampuran, yaitu benda objek gadai menjadi milik pemegang gadai.

2. Fidusia

(37)

khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan25.. Jaminan fidusia diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan jaminan fidusia menurut pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

Asas-asas yang digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia adalah asas kepastian hukum, asas pendaftaran, asas perlindungan yang seimbang, asas menampung kebutuhan praktek, asas tertulis otentik, dan asas pemberian kedudukan yang kuat terhadap kreditur26.

25

M. Bahsan. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. (Jakarta ; Raja Grafindo Persada, 2007) h. 50

26

(38)

Fidusia pada hakikatnya merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu barang atau benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan barang atau benda tersebut tetap dalam penguasaan pemiliknya. Ciri-ciri jaminan fidusia di antaranya adalah memberikan hak kebendaan, hak didahulukan kepada kreditur, objek jaminan masih dalam penguasaan debitur, memberikan kepastian hukum dan mudah dieksekusi.

Jaminan fidusia merupakan perjanjian turunan dari perjanjian pokok, dibuat dengan akta notaris menggunakan bahasa Indonesia. Pembuatan akta jaminan fidusia harus memuat hal-hal seperti identitas para pihak (penerima dan pemberi fidusia), data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek fidusia, nilai penjamin dan nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia. Pemberian fidusia kepada lebih dari satu penerima fidusia umumnya dilakukan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium. Kuasa adalah orang yang secara hukum mendapat kuasa khusus dari penerima fidusia untuk mewakili kepentingannya dalam penerimaan jaminan fidusia. Wakil adalah orang yang secara hukum dianggap mewakili penerima fidusia dalam penerimaan jaminan fidusia27.

27

(39)

Benda objek jaminan fidusia yang dapat digunakan bisa berupa satu atau lebih jenis benda, termasuk piutang baik yang ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Hal ini membolehkan jaminan fidusia mencakup benda yang diperoleh di kemudian hari yang apabila dilihat secara komersial sangat menguntungkan dan menunjukan fleksibilitas terkait benda yang dijadikan objek jaminan fidusia.

Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hal ini karena benda yang menjadi objek jaminan fidusia hak kepemilikanya telah beralih kepada penerima fidusia.

Jaminan fidusia dapat dialihkan ke penerima fidusia baru, yang berakibat beralihnya secara hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada penerima fidusia baru. Pengalihan jaminan fidusia ini harus didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. Pengalihan hak atas piutang ini dikenal dengan sebutan cessie. Dalam hal ini berlaku asas droit de suite yaitu hak kebendaan mengikuti pemegang benda dimana benda tersebut berada. Jadi, segala hak kebendaan beralih dari penerima fidusia lama kepada penerima fidusia baru. Dan perlu ada pemberitahuan kepada pemberi jaminan fidusia bahwa telah terjadi hal tersebut.

Hapusnya jaminan fidusia terjadi karena hal berikut : a. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;

(40)

c. musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Namun musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf b Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Kantor pendaftaran jaminan fidusia lalu menerbitkan surat keterangan yang menyatakan bahwa sertifikat jaminan fidusia tidak berlaku lagi setelah penerima fidusia melapor kepada kantor pendaftaran jaminan fidusia.

Penerima fidusia memiliki hak mendahului terhadap kreditur lain saat terjadi eksekusi benda objek jaminan fidusia. Hak mendahului adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hak ini tidak terganggu atau terhapus apabila pemberi fidusia pailit.

Apabila pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial, penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia kekuasaan penerima fidusia sendiri meliputi pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan, serta melakukan penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika cara ini dinilain dapat menguntungkan para pihak.

(41)

dalam hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebiham tersebut kepada pemberi fidusia. Namun bila terjadi sebaliknya yaitu hasil eksekusi tidak mencukupi pelunasan utang, pemberi fidusia tetap berkewajiban membayar sisa utang kepada penerima fidusia.

3. Hak Tanggungan

Hak tanggungan adalah lembaga jaminan yang digunakan mengikat objek jaminan utang berupa tanah atau benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan28. Sedangkan menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain;

Peraturan yang mengatur hak tanggungan adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, dengan belakunya undang-undang tersebut maka aturan sebelumnya yang digunakan untuk mengikat tanah sebagai jaminan

28

M. Bahsan. Hukum Jaminan & Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo

(42)

yaitu aturan hipotek dan crediet verband di KUH Perdata tidak berlaku lagi.

Ciri-ciri hak tanggungan yang seperti ada dalam adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah sebagai berikut :

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu; kepada pemegangnya. Dalam hal ini pemegang hak tanggungan mendapat hak didahulukan dari kreditur lainnya untuk memperoleh pelunasan piutang dari hasil penjualan objek hak tanggungan saat debitur melakukan wanprestasi.

b. Selalu mengikuti objek jaminan utang dalam tangan siapa pun objek tersebut berada. Bila objek jaminan utang dengan hak tanggungan beralih kepada pihak lain karena berbagai sebab seperti penjualan, pewarisan penghibahan atau lainnya, pembebanan hak tanggungan tetap melekat pada objek hak tanggungan.

c. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas. Hal ini tercermin dalam aturan terkait pembuatan akta pemberian hak tanggungan dan pendaftaran hak tanggungan. Dengan dipenuhinya asas-asas tersebut maka pengikatan objek hak tanggungan akan sempurna yang berarti terdapat kepastian hukum kepada para pihak yang terlibat dalam hak tanggungan.

(43)

dapat melakukan pelelangan umum atas objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri.

Hak tanggungan memiliki sifat yang tidak dapat terbagi-bagi kecuali ada perjanjian dalam akta pemberian hak tanggungan.Utang yang dijamin dengan hak tanggungan dapat berupa utang yang akan ada maupun yang sudah ada.

Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah seperti hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan. Selain itu, hak atas tanah yang sifatnya dapat dipindahtangankan seperti hak pakai atas tanah Negara dapat pula menjadi objek hak tanggungan. Hak tanggungan dapat pula di bebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut. Suatu objek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan untuk menjaminkan pelunasan lebih dari satu utang.

Apabila debitur cedera janji, pemegang hak tanggungan peringkat pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan yang didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan.

(44)

uraian jelas tentang objek hak tanggungan. Lalu pemberian hak tanggungan wajib didatarkan pada kantor Badan Pertanahan Nasional29.

Hak Tanggungan dapat hapus karena hal-hal sebagai berikut: 1) Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;

2) Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan; 3) Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh

Ketua Pengadilan Negeri;

4) Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

5) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.

6) Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan.

7) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibeban Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.30

29

M. Bahsan. Hukum Jaminan & Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo persada, 2007)h.32

30

(45)

4. Hipotek

Hipotek adalah lembaga jaminan yang digunakan untuk mengikat objek jaminan utang berupa kapal laut yang berukuran 20 m3 atau lebih dan berbendera Indonesia.31 Setelah berlakunya Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan objek jaminan berupa tanah sudah tidak dapat diikat dengan jaminan hipotek. Objek hipotek saat ini berupa kapal laut berukuran 20 m3. Hipotek diatur dalam KUH Perdata dan KUH Dagang.

Pengikatan kapal laut melalui hipotek memberikan kepastian hukum bagi pemberi pinjaman dengan dibuatnya akta hipotek dan sertifikat hipotek sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Sertifikat hipotek mencantumkan kata-kata “Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa.” Sehingga memberikan kekuatan eksekutorial bagi pemegang hipotek. Hipotek memberikan hak kebendaan dan kedudukan didahulukan kepada pihak pemberi pinjaman sebagai pemegang hak hipotek. Eksekusi terhadap objek jaminan yang diikat melalui hipotek dilakukan melalui pelelangan umum. Eksekusi dapat dilakukan bila pemberi hipotek melakukan wanprestasi.

Penggunaan hipotek sebagai lembaga jaminan ditegaskan kembali melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.

31

M. Bahsan. Hukum Jaminan & Jaminan Kredit Perbankan. (Jakarta : Raja Grafindo

(46)

Dimana diatur dalam undang-undang tersebut bahwa kapal yang telah didaftarkan dapat dibebani hipotek.

(47)

BAB III

OBLIGASI SEBAGAI OBJEK JAMINAN DAN PENJAMINAN PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF

A. Pengertian dan Karakteristik Obligasi

Pengertian obligasi ditemukan perbedaan pendapat di antara para ahli. Obligasi atau bond, adalah surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh peminjam, dengan kewajiban untuk membayar kepada bond holder (pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang telah ditetapkan sebelumnya32.

Obligasi menurut Black’s Law Dictionary adalah :

A certificate or evidence of a debt, on which the issuing company or

governmental body promises to pay the bondholders a specified amount of interest for a specified length of time, and to pay the loan on the expiration date. A long term debt instrument that promises to pay a lender a series of periodic interest payments in addition to returning the principal at maturity. In every case, a bond represents debt-it’s holder is the creditor of the corporation, and not a part owner as is the shareholder. Commonly bonds are secured by a mortgage.

The word “bond” is sometimes used more broadly to refer also to unsecured instrument i.e. debentures.”

Dalam pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut dapat diketahui bahwa yang dinamakan dengan obligasi atau bond tidak lain adalah utang, yang pokok utangnya baru akan dikembalikan dalam suatu jangka waktu tertentu di masa datang. Selama utang pokok belum dibayar,

32

(48)

debitor akan membayar bunga dari utang pokok tersebut secara berkala kepada kreditor 33

Menurut Pasal 1 butir 34 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK/1990 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1199/kmk.010/1991, obligasi adalah bukti utang dari emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak emisi.

Dari beberapa pengertian obligasi diatas dapat disimpulkan bahwa obligasi adalah pernyataan utang melalui surat utang yang diterbitkan oleh penerbit obligasi kepada pemegang obligasi dimana penerbit obligasi berkewajiban memberikan bunga atau kupon secara berkala kepada pemegang obligasi.

Secara umum obligasi merupakan produk pengembangan dari surat utang jangka panjang. Pada prinsipnya karakteristik obligasi dapat dilihat dari struktur yang melekat pada obligasi. Pihak penerbit obligasi pada dasarnya melakukan pinjaman kepada pembeli obligasi (pemegang obligasi). Pada umumnya karakteristik umum yang tercantum pada sebuah obligasi adalah34 :

33

Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis : Efek Sebagai Benda. PT. Raja Grafindo Persada.

Jakarta. 2005. h.136-137.

34

(49)

1. Nilai Penerbitan Obligasi

Dalam penerbitan obligasi maka pihak emiten akan dengan jelas menyatakan berapa jumlah dana yang dibutuhkan melalui penjualan obligasi. Istilah yang ada dikenal dengan jumlah emisi obligasi. Penentuan jumlah penerbitan obligasi diseuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan aliran kas perusahaan serta kinerja bisnisnya.

2. Jangka Waktu Obligasi

Setiap obligasi mempunyai jangka waktu jatuh tempo (maturity). Masa jatuh tempo obligasi biasanya berjangka pendek yaitu dibawah 1 tahun, jangka menengah sekitar 5 tahun dan jangka panjang sekitar 10 tahun. Semakin pendek jangka waktu obligasi maka akan sangat diminati oleh investor karena resikonya semakin kecil.

3. Tingkat Suku Bunga

Untuk menarik investor agar membeli obligasi, maka penerbit obligasi biasanya memberikan insentif berupa tingkat suka bunga yang tinggi per tahunnya. Penentuan tingkat suku bunga biasanya ditentukan dengan membandingkan tingkat suku bunga perbankan pada umumnya. Istilah suku bunga obligasi biasanya dikenal dengan nama kupon obligasi. Kupon dapat berbentuk bunga tetap (fixed rate) atau bunga megambang. 4. Jadwal Pembayaran Suku Bunga

(50)

Ketepatan waktu pembayaran kupon merupakan aspek penting dalam menjaga reputasi penerbit obligasi.

5. Jaminan

Obligasi yang memberikan jaminan berbentuk asset perusahaan akan lebih mempunyai daya tarik bagi calon pembeli obligasi tersebut. Di dalam penerbitan obligasi sendiri tidak mutlak harus menggunakan jaminan. Apabila memberikan jaminan berbentuk asset perusahaan ataupun tagihan piutang perusahaan ataupun tagihan piutang perusahaan dapat menjadi alternatif yang menarik investor.

Penerbitan obligasi dilakukan dengan beberapa tujuan penting, antara lain mendapatkan jumlah dana tambahan yang lebih fleksibel, mendapatkan pinjaman dengan tingkat suku bunga fleksibel, mendapatkan alternatif pembiayaan melalui pasar modal35.

B. Jenis-jens Obligasi

Obligasi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, tergantung pada sudut mana dilihatnya. Berikut penjelasan jenis-jenis obligasi :

1. Obligasi Berdasarkan Definisi

Berdasarkan definisnya obligasi dibagi menjadi 6 (enam) jenis yaitu36 :

a. Debentures, yaitu surat utang jangka panjang yang tidak dijamin

(unsecured) dengan asset tertentu.

35

Sapto Rahardjo. Panduan Investasi Obligasi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2003. h.11

36

(51)

b. Subordinated Debentures, yaitu surat utang yang pengakuan klaimnya berada setelah secured-debt dan utang jangka panjang lainya.

c. Mortgage Bonds, yaitu surat utang dengan jaminan properti. Biasanya

nilai properti yang dijaminkan tersebut lebih besar dari Mortgage

Bonds yang dikeluarkan.

d. Zero and Very Low Coupon Bonds, yaitu surat utang yang dikeluarkan

dengan sedikit atau tanpa pembayaran kupon tahunan. Jadi, obligasi ini tidak memberikan pembayaran bunga. Pemegang obligasi menerima secara penuh pokok utang pada saat jatuh tempo.

e. Junk Bonds, yaitu surat utang yang memiliki rating merah, dan

biasanya dikeluarkan oleh perusahaan yang mengaami masalah keuangan. Obligasi ini memiliki peringkat di bawah peringkat investasi yang dikeluarkan lembaga pemeringkat efek.

f. Euro Bonds, yaitu surat utang yang dikeluarkan di Negara dimana

mata uangnya adalah yang tertera pada surat utang, dalam hal ini euro. 2. Obligasi Berdasarkan Bunga

Obligasi berdasarkan bunganya dibagi menjadi 4 (empat) yaitu37 : a. Obligasi dengan Bunga Tetap

Obligasi ini memberikan bunga tetap yang dibayar setiap periode tertentu. Karena bunga tetap, maka pergerakan harga obligasi di pasar

37

M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Prenada

(52)

sekunder umumnya berlawanan dengan pergerakan tingkat suku bunga yang berlaku umum.

b. Obligasi dengan Bunga Tidak Tetap

Dalam menentukan suku bunga pada obligasi ini, maka disesuaikan dengan tingkat suku bunga yang berlaku pada bank pemerintah, atau dengan LIBOR (London Inter Bank Offer Rate) dan SIBOR (SingaporeInter Bank Offer Rate).

c. Obligasi Tanpa Bunga

Obligasi ini tidak memiliki bunga, keuntungan yang diperoleh berdasarkan selisih antara nilai pada waktu jatuh tempo dengan nilai harga pembelian.

d. Obligasi Dengan Bunga Mengambang

Obligasi ini memberikan bunga atau kupon secara mengambang.

3. Obligasi Berdasarkan Jaminan

Obligasi dengan jaminan dibedakan menjadi 8 (delapan) yaitu38 :

a. Guaranteed Bond, yaitu obligasi bergaransi, bila perusahaan tidak

mencukupi dalam memberikan jaminan, maka perusahaan tersebut berafilisasi dengan perusahaan lain yang mampu memberikan jaminan terhadap pelunasan utang pokok dan bunga obligasi.

b. Mortgage Bond, yaitu obligasi dengan jaminan real assets.

38

(53)

c. Collateral Trust Bond, yaitu obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki emiten dalam bentuk porto folio.

d. Equipment Trust Bond, obligasi dengan jaminan equipment yang

digunakan sehari-hari oleh emiten.

e. Unsecured Bond, yaitu obligasi tanpa jaminan.

f. Debenture Bond, obligasi dengan jaminan karakter si penerbit atau

jaminannya berbentuk kejujuran, nama baik si penerbit obligasi.

g. Subordinate Bond, yaitu obligasi yang memiliki peringkat prioritas

lebih rendah dibandingkan obligasi lainnyayang diterbitkan oleh penerbit obligasi dalam hal terjadinya likuidasi.

h. Efek beragun asset, yaitu obligasi yang pembayaran bunga dan utang pokok dijamin oleh acuan berupa arus kas yang diperoleh dari penghasilan asset. Contoh efek beragun KPR.

4. Obligasi Berdasarkan Konvertibilitas

Obligasi konversi adalah obligasi yang dapat diubah (dikonversi) menjadi saham biasa dan pemilik obligasi konversi memiliki obligasi dan opsi call atas saham perusahaan39.

5. Obligasi Berdasarkan Penerbit

Obligasi ini dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu :

a. Company Bond, yaitu obligasi yang diterbitkan perusahaan

39

(54)

b. Government Bond, yaitu obligasi yang diterbitkan pemerintah. Contoh obligasi yang diterbitkan pemerintah Indonesia yaitu obligasi rekap, obligasi ritel Indonesia, Surat Utang Negara, dan Surat Berharga Syariah Negara.

c. Municipal Bond, yaitu obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah

daerah. Contoh obligasi pemerintah provinsi DKI Jakarta. 6. Obligasi Berdasarkan Pemegang

Obligasi ini dibedakan menjadi 2 yaitu40 :

a. Obligasi atas nama, yaitu obligasi yang pokok pinjaman dan bunganya tercantum nama pemilik obligasi.

b. Obligasi atas unjuk, yaitu obligasi yang nama pemilik tidak tercantum pada obligasi. Ciri-ciri obligasi ini adalah :

1) Nama pemilik tidak tercantum dalam warkat obligasi.

2) Setiap warkat obligasi disertai dengan kupon bunga yang dilepaskan setiap pembayaran bunga dilakukan.

3) Sangat mudah untuk dialihkan.

4) Warkat obligasi dibuat dengan bahan yang sama denga uang. 5) Bunga dan utang pokok hanya dibayarkan kepada orang yang dapat

menunjukan kupon bunga dan warkat obligasi.

6) Kupon bunga dan warkat obligasi yang hilang tidak dapat dimintakan penggantian.

40

(55)

7. Obligasi Berdasarkan Nilai Pelunasan

Dalam pelunasan obligasi ini terkait dengan indeks harga tertentu, seperti, klausula emas, klausula perak, valuta asing, indeks harga konsumen41.

8. Obligasi Berdasarkan Waktu Jatuh Tempo

Obligasi ini dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu42 : a. Obligasi jangka pendek (sampai dengan 1 tahun) b. Obligasi jangka menengah (sampai dengan 5 tahun) c. Obligasi jangka panjang (lebih dari 5 tahun)

9. Obligasi Lainnya

Selain yang telah disebutkan masih terdapat jenis obligasi lainya, antara lain43:

a. Inflation Linked Bond, yaitu obligasi yang nilai pokoknya mengacu

pada indeks inflasi.

b. Obligasi indeks lainnya, yaitu surat utang berbasis ekuiti (equity linked note) dan obligasi yang mengacu pada indeks indikator bisnis seperti penghasilan, nilai tambah ataupun Produk Domestik Bruto.

c. Obligasi Abadi, yaitu obligasi yang tidak memiliki masa jatuh tempo.

41

M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Prenada

Media. Jakarta. 2004. h. 185.

42

M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Prenada Media. Jakarta. 2004. h. 187.

43

(56)

d. Obligasi tercatat, yaitu obligasi yang kepemilikannya ataupun peralihannya didaftarkan atau dicatatkan oleh penerbit pada lembaga administrasi efek.

e. Book-entry Bond, yaitu obligasi tanpa warkat. Hal ini terjadi karena

mahalnya biaya pembuatan warkat serta kupon. Obligasi ini menggunakan system elektronik terpadu yang mendukung transaksi efek di pasar modal.

1) Obligasi Syariah (Sukuk)

a) Pengertian Obligasi Syariah

Obligasi syariah adalah obligasi yang ditawarkan dengan ketentuan mewajibkan emiten untuk membayar kepada pemegang obligasi syariah sejumlah pendapatan bagi hasil dan membayar kembali dana obligasi syariah pada tanggal pembayaran kembali dana obligasi syariah44. Di dalam Islam istilah obligasi syariah dikenal dengan sebutan sukuk.

Obligasi syariah menurut fatwa Dewan Syariah Nasioanl Nomor 59/DSN-MUI/V/2007 adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada investor (pemegang obligasi) yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada investor berupa bagi hasil/marjin/fee serta membayar kembali dana investasi pada saat jatuh tempo.

44

(57)

Dalam obligasi syariah terdapat beberapa pokok ketentuan yang harus ada, yaitu :

2) Ketentuan umum

a) Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah, yaitu obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga.

b) Obligasi yang dibenarkan menurut syariah, yaitu obligasi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

c) Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada investor (pemegang obligasi) yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada investor berupa bagi hasil/marjin/fee serta membayar kembali dana investasi pada saat jatuh tempo.

3) Ketentuan khusus

a) Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain :

(1) Mudharabah (Muqaradhah/Qiradh).

(2) Musyarakah.

(3) Murabahah.

(4) Salam.

(5) Istishna.

(58)

b) Jenis usaha yang dilakukan emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan syariah, sesuai dengan arahan DSN MUI lewat fatwa nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah.

c) Pendapatan investasi yang dibagikan emiten kepada pemegang obligasi syariah Mudharabah harus bersih dari unsur nonhalal. d) Pendapatan yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai

akad yang digunakan.

e) Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.

4) Karakteristik Obligasi Syariah Karakteristik obligasi syariah yaitu :

a) Obligasi syariah menek

Referensi

Dokumen terkait

Adalah layanan yang memungkinkan pengguna melakukan komunikasi telepon dengan pengguna lain melalui internet. Dalam hal ini kita juga mengenal Internet Telephony

Radionuklida yang terkandung di dalam sampel tanah permukaan yang dicuplik dari titik sampling Higashi Ishikawa telah dianalisis.. Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang

Persiapan pembaptisan hanya menghantar sampai keambang kehidupan baru…” (KGK. Bagi kita semua yang.. telah dibaptis, iman masih harus tumbuh sesudah pembaptisakn. Percuma saja

Berdasarkan hasil observasi, mendapati bahwa salah satu cara kepala sekolah dalam memberikan motivasi kepada tenaga kependidikan dengan memberikan penghargaan berupa

No Penetapan Nama KPH Jenis Provinsi SK Pengesahaan RPHJP Tanggal.. 1

Jika diberikan sebuah model dengan state yang berhingga dan satu atau lebih formula, NuSMV dapat digunakan untuk memeriksa secara otomatis apakah model memenuhi

(2) Apabila Peraturan Kampung atau Keputusan Kepala Kampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih

Bapak dan Ibu petugas Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya, Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakara, atas