• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelanggaran dalam Pernyataan Penjaminan Negatif dengan Objek Obligasi

TINJAUAN YURIDIS OBLIGASI SEBAGAI OBJEK DALAM PERNYATAAN PENJAMINAN NEGATIF (NEGATIVE PLEDGE)

C. Pelanggaran dalam Pernyataan Penjaminan Negatif dengan Objek Obligasi

Negative pledge merupakan penegasan kembali apa yang telah

tercantum pada pasal 1131 Kitab Undang-undnag Hukum Perdata yang berbunyi “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari,

menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.

60

Pada umumnya benda yang menjadi objek negative pledge dijaminkan kepada pihak membuat debitur yang tidak sanggup bayar utang tidak bisa menjaminkan harta benda atau asetnya kepada pihak lain. Sebenarnya bila debitur terindikasi tidak sanggup bayar, debitur bisa meminjam kepada pihak lain dengan jaminan benda atau aset miliknya untuk membayar utang kepada kreditur yang melakukan perjanjian negative pledge. Namun, karena telah melakukan perjanjian negative pledge hal ini tidak dapat dilakukan.

Bila dikaji lebih dalam lagi, dampak dari negative pledge bukan hanya sekedar harta benda atau aset yang menjadi objek negative pledge tidak bisa dijaminkan kepada pihak lain, tapi berdampak benda yang menjadi objek tidak dapat dijual maupun dipindah tangankan. Karena apabila benda tidak berada dalam penguasaan debitur akan menyulitkan kreditur bila debitur melakukan wanprestasi atau saat kreditur membutuhkan benda yang menjadi objek negative pledge.

Dalam perjanjian dengan klausul negative pledge bila benda tidak berada dalam penguasaan debitur saat kreditur hendak menggunakannya maka debitur dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah merugikan kreditur. Untuk itu perlu ada itikad baik dari debitur dalam pelaksanaan perjanjian dengan klausul negative pledge.

Kaitan obligasi sebagai objek negative pledge, saat obligasi ditarik kembali oleh penerbit obligasi muncul dua pendapat antara debitur dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan tidak karena

telah merugikan kreditur. Pendapat pertama, debitur dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum karena terlepas dari apapun penyebabnya ketika kreditur hendak menggunakan obligasi debitur harus memberikannya. Dan ketika debitur tidak bisa memberikannya maka debitur telah melakukan perbuatan melawan hukum. Pendapat kedua, debitur tidak dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum ketika obligasi ditarik kembali oleh penerbit karena penarikan kembali obligasi oleh penerbit merupakan hal diluar kuasa debitur sehingga tidak dapat dikatakan debitur telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Bila dikaji lebih dalam, obligasi dapat ditarik kembali oleh penerbit dengan membayar semua kewajiban kepada pemegang obligasi. Kembali pada pengertian obligasi yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi dan janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran, menunjukan terdapat perjanjian antara penerbit obligasi dengan pemegang obligasi. Sehingga saat penerbit hendak melakukan penarikan kembali terhadap obligasi pemegang obligasi seharusnya dapat memberitahukan kepada penerbit bahwa obligasi yang dipengannya dijadikan objek negative pledge agar tidak ditarik. Ini berarti penarikan kembali obligasi oleh penerbit dapat dicegah. Apabila penarikan obligasi tetap dilakukan oleh penerbit dan terbukti pemegang obligasi tidak mencegah hal tersebut maka pemegang obligasi atau debitur dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum yang telah merugikan kreditur. Namun, ketika debitur telah

melakukan berbagai upaya agar obligasi tidak jadi ditarik kembali, tapi tetap ditarik oleh penerbit maka debitur tidak dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena hal tersebut diluar kuasa debitur.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pernyataan penjaminan negatif atau negative pledge merupakan bentuk alternatif pengganti jaminan yang diadopsi dari kebiasaan perbankan luar negeri dan belum diatur dalam hukum Indonesia. Sifat negative pledge yang sangat mengikat memberikan kepastian kepada kreditur atas pelunasan utang debitur. Namun, negative pledge memberikan efek domino terhadap benda yang dijadikan objek, yaitu membuat benda tersebut bukan hanya tidak dapat dijaminkan kepada pihak lain tapi juga tidak dapat berpindah tangan atau dijual. Benda dimaksud, menjadi objek

negative pledge yang tidak berada dalam penguasaan debitur akan

menyulitkan kreditur saat debitur melakukan wanprestasi.

2. Perjanjian dengan klausul negative pledge tidak memenuhi asas proporsionalitas karena tidak terjadi kesetaraan antara para pihak. Hal ini mengakibatkan rentan terjadi pelanggaran.

3. Debitur telah melakukan perbuatan melawan hukum saat kreditur hendak menggunakan obligasi namun obligasi tersebut tidak ada pada debitur

karena ditarik oleh penerbit obligasi yang mengakibatkan kerugian terhadap krediur.

B. Saran

Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, peneliti dapat memberi beberapa saran diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Sebagai alternatif pengganti jaminan yang memberi pilihan alternatif dalam melakukan jaminan, negative pledge perlu diimbangi dengan proporsionalitas bukan hanya melindungi kreditur namun juga harus tetap memperhatikan debitur. Perlu dibuat klausul-klausul tambahan dalam

negative pledge agar perjanjiian penjaminan ini bisa lebih baik. Seperti

penamabahan terkait klausul yang mengatur kedudukan benda agar debitur masih bisa mendapat keuntungan dari benda yang menjadi objek negative

pledge dan dari keuntungan tersebut bisa untuk membayar utang debitur.

2. Perlu dibuat regulasi di Indonesia terkait penerapan perjanjian perkreditan yang dilakukan oleh bank asing agar sesuai dengan hukum di Indonesia dalam hal ini terkait negative pledge.

3. Obligasi sangat tepat menjadi benda objek dalam negative pledge karena walaupun obligasi tersebut tidak dapat dijaminkan kepada pihak lain. Penghasilan obligasi atau kupon obligasi masih dapat diperoleh debitur dan dapat digunakan juga untuk membayar utang debitur. Selain itu perlu

ada pemberitahuan kepada penerbit obligasi ketika obligasi dijadikan objek negative pledge agar penerbit tidak menarik obligasi.

Daftar Pustaka

Buku

Badrulzaman, Mariam Darus. “Aneka Hukum Bisnis”. Jakarta : Alumni. 1994. Badrulzaman, Mariam Darus. “Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan

Fiducia.” Bandung : Alumni. 1987. Cet. IV.

Bahsan, M. “Hukum Jaminan dan Kredit Perbankan Indonesia.” Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2007.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, “Tanya Jawab

Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara)”. Jakarta : Direktorat

Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, 2010. Cet. II H.S, Salim. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta : Rajawali

Press. 2005

Ibrahim, Jhony. “Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.” Malang : Bayumedia Publishing. 2006. Cet. Ke-II.

Marzuki, Peter Mahmud. “Penelitian Hukum.” Jakarta : Kencana. 2010. Cet. VI. Muljadi, Kartini dan Gunawan Wijaya, ”Hak Istimewa, Gadai dan Hipotik”.

Nasarudin, M. Irsan dan Indra Surya. “Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia.” Jakarta : Prenada Media. 2004. Cet. Ke- II.

Purnamasari, Irma Devita. “Kiat-kiat Cerdas, Mudah Dan Bijak Memamhami

Masalah Hukum Jaminan Perbankan.” Bandung : Mizan. 2012. Cet.II

Rahman, Hasanuddin. “Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di

Indonesia.” Bandung : PT Citra Aditya Bakti. 1998. Cet. II

Satrio, J. “Hukum Jaminan Dan Hak-hak Jaminan Kebendaan.” Bandung : Citra Aditya Bakti. 2007. Cet. V.

Soekanto, Soerjono. “Pengantar Penelitian Hukum.” Jakarta : Universitas Indonesia Press. 1986. Cet. Ke- III.

Soekanto,Soerjono dan Sri Mahmudji, “Peranan dan Penggunaan Kepustakaan

di Dalam Penelitian Hukum.” Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas

Indonesia. 1979.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. ”Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok

Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan.” Yogyakarta: Liberty Offset.

2004. Cet. III.

Subekti, “Pokok-pokok Hukum Perdata.” Jakarta : PT. Intermasa. 2010. Cet. Ke XXXIV.

Indonesia.” (Bandung : PT Alumni. 1986. Cet. III

Sutanto, Retnowulan. ”Perjanjian Kredit Dan Macam-Macam Jamianan Kredit Dalam Praktek Hukum Di Indonesia, Kapita Selekta Hukum Perbankan,” Jakarta : ikatan hakim Indonesia. 1995. Cet. I.

Sutedi, Adrian. “Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk.” Jakarta : Sinar Grafika. 2009.

Widjaja, Gunawan. “Seri Hukum Bisnis : Efek Sebagai Benda. ” Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2005.

Yunus, Nur Rohim, “Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia.” Jakarta : Jurispridence Press. 2012.

Jurnal

Badrulzaman, Mariam Darus. “Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan.” Jakarta : Jurnal Hukum Bisnis. 2002. Volume 11 T

Kitab Suci Al-Qur’an

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

Undang-undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

Skripsi, Tesis, atau Desertasi

Lengkong, Sandra Nella “Pemberian Kredit Dengan Jaminan Obligasi Pada Bank BNI 46.” (Skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta. 1993) Lisniarni, “Obligasi Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank X di Jakarta.” (Skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta. 1990)

Dokumen terkait