• Tidak ada hasil yang ditemukan

NARAPIDANA YANG TERJANGKIT HIV/AIDS

F. Hak-hak narapidana

Tiap narapidana yang menjalani hukumannya harus diperlakukan layaknya manusia. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia tersesat, tidak boleh selalu ditunjukkan bahwa ia itu penjahat, sebaliknya ia harus selalu dibuat merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia.46 Selayaknya manusia maka narapidana pun harus diperhatikan dan penuhi hak-haknya. Yang pertama-tama harus dipenuhi tentunya Hak Asasi Manusia sebagaimana dijabarkan dalam Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Kemudian juga harus dipenuhi hak-haknya selama menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. Secara keseluruhan berikut ini ialah hakhak narapidana. Adapun narapidana berhak :47

1) melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; 2) mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; 3) mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

4) mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; 5) menyampaikan keluhan;

6) mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; 7) mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

8) menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya; 9) mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

10)mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; 11)mendapatkan pembebasan bersyarat;

12)mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

13)mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebagaimana disebut di atas bahwa remisi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas merupakan hak narapidana yang harus dipenuhi. Remisi terdiri dari remisi umum, remisi khusus dan remisi tambahan. Sebagaimana di atur dalam Keputusan Presiden no. 174 tahun 1999 tentang remisi, yakni:48

Pasal 2

47

Indonesia, Undang-undang no. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, ps. 14 ayat 1.

(1) Remisi Umum, yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus; dan

(2) Remisi Khusus, yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan, dengan ketentuan jika suatu agama mempunyai lebih dari satu hari besar keagamaan dalam setahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan oleh penganut agama yang bersangkutan.

Pasal 3

(1) Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat ditambah dengan remisi tambahan apabila Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana :

a. berbuat jasa kepada Negara;

b. melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan; c. melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lapas.

Selain itu ada juga remisi tertunda dan remisi khusus bersyarat sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia nomor : M.01.HN.02.01 Tahun 2001 tentang Remisi Khusus Yang Tertunda Serta Remisi Tambahan, yakni:49

Pasal 1

(1) Remisi khusus yang tertunda adalah remisi khusus yang diberikan kepada Narapidana dan anak pidana yang pelaksanaan pemberiannya dilakukan setelah yang bersangkutan berubah statusnya menjadi Narapidana dan besarnya maksimal 1 (satu) bulan.

(2) Syarat-syarat memperoleh remisi khusus tertunda tersebut, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 2

(1) Remisi khusus bersyarat adalah remisi khusus yang diberikan secara bersyarat kepada narapidana dan anak pidana, yang pada saat hari raya agama yang bersangkutan, masa menjalani pidananya belum cukup 6 (enam) bulan).

(2) Syarat-syarat memperoleh dan besarnya remisi khusus bersyarat tersebut, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Selain remisi Asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas merupakan hak-hak wargabinaan yang harus diberikan. Namun demikian hak-hak tersebut harus memenuhi persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu antara lain:50

49 Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia nomor: M.01.HN.02.01 Tahun 2001 tentang Remisi khusus yang tertunda serta remisi tambahan, ps. 1 dan 2.

50

Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman nomor M.01.PK.04-10 Tahun 1999 Tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas. Ps. 7, 8 dan 10.

Pasal 7

(1) Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan dapat diberi asimilasi, pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas, apabila memenuhi persyaratan substantif dan administratif.

(2) Persyaratan substantif yang harus dipenuhi Narapidana dan Anak Pidana adalah :

a. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana;

b. telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang positif;

c. berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan bersemangat;

d. masyarakat telah dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana yang bersangkutan;

e. selama menjalankan pidana, Narapidana atau Anak Pidana tidak pernah mendapat hukuman disiplin sekurang-kurangnya dalam waktu 9 (sembilan) bulan terakhir;

f. masa pidana yang telah dijalani :

1) untuk asimilasi, narapidana telah menjalani 1/2 (setengah) dari masa pidana, setelah dikurangi masa tahanan dan remisi, dihitung sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

2) untuk pembebasan bersyarat, narapidana telah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya, setelah dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak tanggal putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan.

3) untuk cuti menjelang bebas, narapidana telah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya, setelah dikurangi masa tahanan dan remisi, dihitung sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap dan jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir, paling lama 6 (enam) bulan.

Pasal 8.

Persyaratan administratif yang harus dipenuhi bagi Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan adalah :

a. salinan putusan pengadilan (ekstrak vonis);

b. surat keterangan asli dari Kejaksaan bahwa narapidana yang bersangkutan tidak mempunyai perkara atau tersangkut dengan tindak pidana lainnya;

c. laporan penelitian kemasyarakatan (Litmas) dari BAPAS tentang pihak keluarga yang akan menerima narapidana, keadaan masyarakat sekitarnya dan pihak lain yang ada hubungannya dengan narapidana;

d. salinan (daftar huruf f) daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan narapidana selama menjalankan masa pidana dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kepala Lapas);

e. salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi dan lain-lain dari Kepala Lapas;

f. surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima narapidana, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi Pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala desa;

g. surat keterangan kesehatan dari psikolog atau dari dokter bahwa narapidana sehat baik jasmani maupun jiwanya dan apabila di Lapas tidak ada psikolog dan dokter, maka surat keterangan dapat dimintakan kepada dokter Puskesmas atau Rumah Sakit Umum.

h. bagi Narapidana atau Anak Pidana Warga Negara Asing diperlukan syarat tambahan :

1) surat keterangan sanggup menjamin Kedutaan Besar/ Konsulat Negara orang asing yang bersangkutan;

2) surat rekomendasi dari Kepala Kantor Imigrasi setempat.

Adapun hal-hal yang mencegah warga binaan mendapatkan hak-hak adalah dengan kondisi-kondisi tertentu, yakni:

Pasal 10

(1) Asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas tidak diberikan kepada :

a. Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan yang kemungkinan akan terancam jiwanya; b. Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan yang diduga akan melakukan lagi tindak

pidana; atau

c. Narapidana yang sedang menjalani pidana penjara seumur hidup.

Selain hak-hak di atas yang penting juga ialah hak-hak narapidana/ tahanan atas pelayanan kesehatan dan perawatan. Narapidana/tahanan harus mendapatkan pelayanan kesehatan dan perawatan yang memadai. Dengan demikian seharusnya sebuah lembaga pemasyarakatan atau Rutan dilengkapi dengan sarana dan prasarana kesehatan yang baik. Serta harus disediakan tenaga dokter dan kesehatan yang memadai sebanding dengan jumlah warga binaan.

Hak-hak atas pelayanan kesehatan dan perawatan sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan antara lain:

1) Setiap tahanan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.

2) Pada setiap Rutan/cabang Rutan atau Lapas/cabang Lapas disediakan poliklinik beserta fasilitasnya dan ditempatkan sekurang-kurangnya seorang dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

3) Dalam hal Rutan/cabang Rutan atau Lapas/cabang Lapas belum ada tenaga dokter atau tenaga kesehatan lainnya, maka pelayanan kesehatan dapat diminta bantuan kepada rumah sakit atau Puskesmas terdekat.51

Untuk menjamin pemenuhan hak atas kesehatan itu bila dianggap perlu maka Lapas/ rutan dapat melakukan kerja sama dengan pihak luar. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 9 ayat (1) huruf d Peraturan

51 Indonesia, Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata-cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan. Ps. 21 ayat 1-3.

Pemerintah nomor 57 tahun 1999 tentang Kerja Sama Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, kerja sama di bidang kesehatan dimungkinkan untuk dilakukan. Hal ini tentunya setelah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III

KENDALA-KENDALA DALAM PROSES PENANGANAN KHUSUS TERHADAP NARAPIDA YANG

Dokumen terkait