• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kesimpulan

1. Penyebaran HIV/AIDS saat ini masih dalam taraf yang belum bisa dikendalikan. Penyebaran virus HIV dapat terjadi melalui penularan akibat jarum suntik yang digunakan secara bersama-sama dan berulang-ulang. Penyebaran HIV/AIDS juga pesat pada komunikasi pelaku seks bebas. Misalnya pada tempattempat hiburan malam dan prostitusi. Penyebaran HIV/AIDS tidak hanya terjadi di tengah-tengah masyarakat, namun juga dapat terjadi di dalam lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara. Dari hasil penelitian yang ada, kebanyakan penyebaran HIV/AIDS yang terjadi dalam Lapas/ rutan merupakan kasus dimana narapidana atau tahanan telah terlebih dahulu pernah mengidap HIV/AIDS sejak diluar Lapas/ rutan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan, bahwa dengan kondisi Lapas/ rutan yang buruk dapat menjadi tempat yang kondusif sebagai penyebaran virus HIV. Melihat realitas yang ada dan besarnya potensi penyebaran HIV/ AIDS di dalam Lapas/ rutan. Pemerintah telah membuat kebijakan penanggulangan HIV/AIDS. Kebijakan yang dibuat dengan melibatkan pihak-pihak terkait tersebut. Telah diterapkan untuk beberapa Lapas/ rutan. Tidak semudah membuat kebijakan di atas kertas, pelaksanaan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan mendapatkan tantangan dan hambtan. Tantangan dan hambatan tersebut bila tidak segera ditangani akan mengganggu usaha pencegahan HIV/AIDS di dalam Lapas/rutan. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pelaksanaan pembinaan narapidana narkoba pengidap HIV/AIDS di Lapas/ rutan dilakukan sama dengan pembinaan narapidana lain pada umumnya. Hanya saja, bagi narapidana narkoba pengidap HIV/AIDS diberikan perhatian dan perawatan yang lebih khusus dan intensif. Pembinaan terhadap narapidana pengidap HIV/AIDS tidak dibedabedakan sebab pihak Lapas/rutan menerapkan kebijakan tersebut dengan alasan menjaga kerahasiaan bahwa narapidana yang bersangkutan adalah seorang pengidap HIV/AIDS. Selain itu, ditujukan untuk melindungi kepentingan narapidana itu sendiri, dalam artian bahwa mereka tidak dipisahkan dalam ruangan sel tersendiri agar mereka tidak dikucilkan dari pergaulan atau dijauhi oleh sesama penghuni dan membuat mereka merasa sama dengan narapidana lain dan menjadi bagian dari kehidupan di Lapas/ rutan. Memang ada baiknya mencampur narapidana yang mengidap HIV/AID dengan mereka yang bukan pengidap. Alasan untuk tidak melakukan diskriminasi merupakan alasan yang masuk akal. Namun penggabungan narapidana tersebut sebaiknya juga memperhatikan beberapa hal lainnya. Misalnya dengan memperhatikan keadaan dan daya tampung dari sel yang akan dihuni. Serta juga perlu memperhatikan kebersihan dan sanitasi dari sel tersebut. Serta juga harus memperhatikan apakah sel tersebut aman atau justru membahayakan narapidana lain yang bukan pengidap HIV/AIDS. Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam usaha penanggulangan HIV/AIDS di dalam Lapas/ rutan. Dari beberapa faktor tersebut ada baiknya memfokuskan pada segala usaha untuk membenahi faktor-faktor yang menjadi kendala dalam usaha penanggulangan HIV/ AIDS di dalam Lapas/rutan. Demikian pula dengan pengawasan dan pengamanan narapidana di dalam Lapas. Narapidana penderita HIV/ AIDS sama

saja diperlakukan dalam hal pengawasan dan pengamanan. Aturan maximum security, medium security dan minimum security juga berlaku pada mereka. Sebagaimana narapidana pada umumnya narapidana penderita HIV/ AIDS juga berhak mendapatkan berbagai macam remisi. Kemudian juga mereka bila memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan juga berhak untuk mendapatak pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan asimilasi. Namun karena diperlakukan sama seperti warga binaan lainnya, maka narapidana penderita HIV/ AIDS juga tunduk pada aturan pelarangan pemberian Asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.

2. Kendala dalam pelaksanaan pembinaan narapidana narkoba pengidap HIV/AIDS di Lapas Khusus Narkotika Jakarta adalah seputar masalah kurangnya sumber daya manusia seperti tenaga medis dalam menangani narapidana narkoba yang mengidap HIV/AIDS, keterbatasan sarana dan prasarana perawatan seperti obat-obatan dan laboratorium dan sarana pencegahan penularan seperti kondom dan alat suntik, kurangnya fasilitas gedung yang terisi melebihi kapasitas wajarnya, kurangnya faktor dana untuk pelayanan kesehatan, dan faktor internal dari narapidana yang bersangkutan seperti kelainan seks dan pembuatan tindik/tato. Solusi atas kendala-kendala tersebut dilakukan Lapas Khusus Narkotika dengan meningkatkan pengawasan semaksimal mungkin dan mengadakan kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang AIDS baik dalam pengadaan obat-obatan, pengadaan tenaga medis dan konselor maupun pengadaan penyuluhan berkala tentang bahaya AIDS. Layanan kesehatan yang akan disediakan bagi penghuni lembaga pemasyarakatan yang menderita HIV/ AIDS antara lain berupa pengobatan penyakit infeksi menular seksual (IMS), tes dan konseling sukarela (VCT), pengobatan dengan antiretroviral (ARV), pengobatan infeksi oportunistik, pengurangan resiko (harm reduction) masih kurang memadai dan kurang dimanfaatkan. Dalam hal terapi metadhon misalnya, masih banyak narapidana yang tidak ikut serta mengikuti program ini. Banyak hal yang menghambat usaha pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di dalam Lapas/ rutan. Bila diringkas hal-hal yang menghambat pelaksanaan kebijakan penanggulangan HIV/ AIDS yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, yakni:

a. Faktor kuantitas sumberdaya manusia di bidang kesehatan. Dimana ketersediaan tenaga medis dalam usaha penanggulangan HIV/AIDS di lembaga pemasyarakatan masih kurang memadai.

b. Faktor kualitas tenaga medis yang belum memenuhi standardisasi. Tenaga medis sebagai pendukung utama dalam usaha penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan masih belum dapat mensukseskan kebijakan yang ada.

c. Faktor tenaga kesehatan yang belum berbekal pengetahuan kesehatan khususnya dalam menangani pengidap HIV/AIDS di Lapas/rutan.

d. Faktor sumber dana untuk lembaga pemasyarakatan dirasakan masih kurang untuk bisa mencukupi semua pengeluaran kesehatan yang ada. Hal ini tentu akan menggangu jalannya kebijakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalm hal penanggulangan HIV/ AIDS di Lapas/rutan.

e. Faktor alat-alat kesehatan dan fasilitas kesehatan masih juga belum memadai. Keterbatasan fasilitas kesehatan tersebut menyebabkan Lapas/ rutan harus melakukan kerja sama dengan berbagai pihak terkait, seperti rumah sakit dan lembaga swadaya masyarakat.

Dari beberapa hal di atas, faktor keterbatasan sumber daya, baik dalam hal sumber daya manusia, dan sarana prasarana kesehatan merupakan factor-faktor yang secara dominan mempengaruhi implementasi kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan. Bila faktor-faktor yang menghambat tersebut tidak segera ditangani maka kebijakan penanggulangan HIV/ AIDS hanya akan bagus dalam teorinya saja. Keadaan yang demikian itu bila dibiarkan terus meneruskan akan membahayakan bagi kehidupan warga binaan di dalam Lapas/rutan. Terlebih lagi keseriusan dalam menjalankan usaha-usaha atau kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di dalam Lapas/ rutan merupakan refleksi dari kesungguhan pemerintah dalam menjalankan dan memenuhi hak-hak asasi warga negaranya. Hak atas kesehatan juga merupakan salah satu yang asasi. Sebagai narapidana/tahanan hak-hak kesehatan harus selalu dipenuhi.

B. Saran

Masih ada celah atau kelemahan-kelemahan dalam usaha-usaha dan pelaksanaan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di dalam Lapas/rutan. Kelemahan-kelemahan itu disebutkan oleh berbagai faktor penghambat, sebagaimana telah disebutkan di atas. Untuk memperbaiki implementasi kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan di bawah ini akan disampaikan beberapa saran, yakni: Masih ada celah atau kelemahan-kelemahan dalam usaha-usaha dan pelaksanaan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di dalam Lapas/rutan. Kelemahan-kelemahan itu disebutkan oleh berbagai faktor penghambat, sebagaimana telah disebutkan di atas. Untuk memperbaiki implementasi kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan di bawah ini akan disampaikan beberapa saran, yakni:

1. Perlunya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melakukan penerimaan lebih banyak pegawai pemasyarakatan yang memiliki latar belakang pendidikan sebagai tenaga kesehatan. Kemudian setelah direkrut maka para pegawai tersebut harus ditempatkan pada Lapas/rutan yang tengah mengalami kekurangan tenaga kesehatan.

2. Perlu adanya partisipasi aktif dari pihak lembaga pemasyarakatan untuk mengikutsertakan pegawainya pada pendidikan atau pelatihan tentang kesehatan, khusus mengenai penanggulangan HIV/AIDS.

3. Untuk mengatasi over capacity yang yang dihadapi lembaga pemasyarakatan maka perlu dilakukan langkah yang cepat dan tepat untuk menguranginya. Salah satu langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan jalan mempermudah pemberian pembebasan bersyarat (PB), dan cuti menjelang bebas (CMB). Dengan lancarnya pemberian PB dan CMB maka akan mempermudah asimilasi.

4. Pengawasan terhadap narapidana harus diperketat guna menghindari penyimpangan-penyimpangan yang dapat terjadi di dalam Lapas.

5. Perlunya penambahan sarana dan prasarana kesehatan di dalam lembaga pemasyarakatan minimal fasilitas kesehatan tingkat pertama (setingkat Puskesmas). Serta perlu selalu untuk memastikan ketersediaan obatobatan untuk warga binaan yang mengidap HIV/AIDS. 6. Perlunya peningkatan anggaran atau pendanaan pelayanan kesehatan yang mengacu pada

standar WHO dalam rangka pelayanan kesehatan narapidana pada umumnya dan khususnya narapidana yang mengidap HIV/AIDS. Anggaran harus dinaikkan sebab penanggulangan dan penanganan pasien pengidap HIV/AIDS memerlukan perawatan khusus dengan biaya yang tidak sedikit.

7. Bila mana sarana dan prasarana di dalam lembaga pemasyarakatan belum memadai maka perlu dilakukan penggolongan narapidana berdasarkan keadaan kesehahatanya. Jadi tidak hanya penggolongan berdasarkan umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan saja.

8. Perlunya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengadakan kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat, instansi pemerintah terkait dalam hal pelayanan kesehatan warga binaan pada umumnya dan khususnya warga binaan pengidap HIV/AIDS. Dalam kenyataannya pihak Lapas/rutan telah berinisiatif untuk melakukan kerja sama kesehatan dengan pihak-pihak yang terkait. Dengan demikian hubungan yang telah terjalin tersebut dijaga dan dilanjutkan dengan kerja sama yang lebih baik lagi.

9. Perlunya usaha-usaha untuk mempermudah akses kesehatan untuk narapidana. Selama ini narapidana khususnya yang berasal dari keluarga kelas bawah mengalami kesulitan mendapatkan fasilitas kesehatan lanjutan. Narapidana tersebut sulit mendapatkan Kartu Kesehatan Miskin. Hal ini menyebabkan mereka harus membayar biaya perawatan lebih besar dari kemampuan mereka. Anggapan bahwa narapidana adalah sampah masyarakat, membuat mereka sulit mendapatkan akses pada fasilitas kesehatan yang lebih baik.

10. Perlu adanya kebijakan hukum pidana yang berkeadilan dan lebih fleksibel. Selama ini kecenderungan menjatuhkan hukuman penjara sangat besar. Hal ini menyebabkan Lapas/rutan menjadi penuh. Diperlukan kebijakan baru dalam menjatuhkan hukuman. Misalnya untuk terdakwa pengidap HIV/AIDS tidak serta merta dijatuhi hukuman penjara. Namun perlu dilihat bagaimana keadaan terdakwa. Bila memang keadaannya telah masuk pada stadium yang parah maka bisa diberikan hukuman lain. Tentunya penilaian mengenai keadaan terdakwa harus melalui pemeriksaan dokter ahli. Kemudian dalam hal narapidana penderita HIV/AIDS sudah masuk pada stadium yang tidak dapat ditolong, maka perlu ada kebijakan hukum dimana narapidana tersebut diberikan keringanan.

11. Perlu dilakukan peningkatan kesejahteraan petugas pemasyarakatan guna meningkatkan semangat kerja dari para petugas. Demikian beberapa saran yang dapat disampaikan. Semoga para pihak yang berkepentingan dengan usaha dan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan dapat mengambil manfaatnya. Oleh karena itu di masa mendatang implementasi kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan diharapkan dapat berjalan dengan lebih baik. Serta pelaksanaan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS

tersebut dapat lebih memperhatikan hak-hak dari warga binaan. Diharapkan juga berkembangnya pemahaman yang lebih komprehensif mengenai usaha dan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/rutan.

Dokumen terkait