• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak-Hak Pekerja Dalam Hal Pengusaha Dinyatakan Pailit

BAB II KEDUDUKAN PEKERJA DALAM KEPAILITAN

E. Hak-Hak Pekerja Dalam Hal Pengusaha Dinyatakan Pailit

Undang-undang nomor13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 3 menjelaskan pengertian pekerja/buruh yaitu :

setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pengertian pekerja yang tercantum dalam Undang-undang Nomor13 tahun 2003 tersebut bersifat umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja, baik perorangan maupun persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Penegasan imbalan dalam bentuk apapun ini perlu karena upah 75 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

selama ini diindetikkan dengan uang pada hal ada pula pekerja yang menerima imbalan dalam bentuk barang.76

Sedangkan pengertian pengusaha menurut Undang-undang nomor 13 Tahun 2003, Pasal 1 angka 5 adalah :

a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ;

b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

2. Hubungan Kerja

Menurut Undang-undang Nomor13 tahun 2003, Pasal 1 angka 15 hubungan kerja adalah :

hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.

Berdasarkan pengertian hubungan kerja yang tercantum dalam Undang-undang Nomor13 tahun 2003 tersebut, jelaslah bahwa hubungan kerja merupakan hubungan hukum yang lahir setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha.77

76Lalu Husni,loc cit,hal. 34 77M. Hadi Subhan, loc cit,hal. 53

3. Perjanjian Kerja

Pengertian perjanjian kerja menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1601 a adalah :

Perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya dengan untuk di bawah perintah pihak yang lain simajikan, untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dan menerima upah.

Sedangkan menurut Undang-undang nomor13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 14, perjanjian kerja adalah :

Perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha/pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak

Menurut Pasal 52 Undang-undang nomor13 Tahun 2003, Perjanjian kerja dibuat atas dasar :

a. Kesepakatan kedua belah pihak ;

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum ; c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja yang dibuat bertentangan dengan ketentuan huruf a dan b maka akibat hukumnya perjanjian kerja tersebut dapat dibatalkan, sedangkan apabila perjanjian kerja bertentangan dengan ketentuan huruf c dan d maka akibat hukumnya perjanjian kerja tersebut batal demi hukum

Pengertian pemutusan hubungan kerja menurut Undang-undang nomor13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 25 adalah :

Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Pemutusan hubungan kerja merupakan suatu keadaan dimana pekerja berhenti bekerja dari pengusaha dan merupakan suatu peristiwa yang sangat tidak diharapkan khususnya terhadap pekerja dan keluarganya karena pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja akan kehilangan sumber pendapatan untuk membiayai kehidupannya dan keluarganya. 78Secara ekonomi, pekerja mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha, karenanya pemutusan hubungan kerja bagi pihak pekerja akan memberikan pengaruh psikologis, ekonomis dan finansial terhadap pekerja.79

Dalam literatur hukum ketenagakerjaan dikenal beberapa jenis pemutusan hubungan kerja, yaitu :80

a. Pemutusan hubungan kerja oleh Pengusaha

Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja dengan alasan sebagai berikut :

78

Asri Wijayanti,Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 158

79Zaeni Asyhadie,Hukum Kerja, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 194 80Lalu Husni,loc cit, hal. 179

1) Pekerja melakukan kesalahan berat sebagaimana disebutkan dalam pasal 158 ayat (1) Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu :

a) Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;

b) Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;

c) Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

d) Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; e) Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman

sekerja ataupengusaha di lingkungan kerja;

f) Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

g) Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahayabarang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

h) Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalamkeadaan bahaya di tempat kerja;

i) Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakankecuali untuk kepentingan negara; atau j) Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang

diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 158 ayat (1) Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut harus didukung dengan buktisebagai berikut:

a) Pekerja/buruh tertangkap tangan;

b) Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau

c) Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang diperusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua)orang saksi.

Dalam hal pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja melakukan kesalahan berat, pekerja dapat memperoleh uang penggantian hak

sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (4) Undang-undang nomor 13 Tahun 2003.Apabila pekerjaaan dari pekerja yang diputus hubungan kerja tersebut tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain uang penggantian hak, pekerja juga diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.81

Apabila pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan telah melakukan kesalahan berat tidak menerima pemutusan hubungan kerja, pekerja tersebut dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.82

Jika buruh ditahan oleh pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha maka menurut Undang- undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 160 berlaku ketentuan sebagai berikut :

a) Pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut :83

- untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% dari upah; - untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% dari upah; - untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% dari upah;

- untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% dari upah. Bantuan tersebut diberikan untuk paling lama 6 bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja ditahan oleh pihak yangberwajib.84

81

Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 158 ayat (3) junctoayat (4)

82Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 159 83Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 160 ayat (1) 84Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 160 ayat (2)

b) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yangsetelah 6 bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karenadalam proses perkara pidana sebagaimana disebutkan diatas.85

c) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 bulanberakhir dan pekerja dinyatakan tidakbersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja tersebut.86Apabila pengadilan memutuskan pekerja dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukanpemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.87

d) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Pengusaha setelah 6 bulan pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses pidana atau dalam waktu kurang dari 6 bulan dan pekerja dinyatakan bersalah, dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.88 Kepada pekerja tersebut Pengusaha wajib membayar uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).89

2) Pekerja melakukan kesalahan ringan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor Per-4/Men/1986 Pasal 18 ayat (1) yaitu :90 a) Setelah 3 kali berturut-turut pekerja tetap menolak untuk menaati

perintah atau penugasan yang layak sebagaimana tercantum dalam perjanjian kerja, Kesepakatan Kerja Bersama atau peraturan perusahaan ;

b) Dengan sengaja atau karena lalai mengakibatkan dalam keadaan demikian sehingga ia tidak dapat menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya ;

85Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 160 ayat (3) 86Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 160 ayat (4) 87

Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 160 ayat (5)

88

Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 160 ayat (6)

89Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 160 ayat (7) 90Asri Wijayanti, loc cit, hal. 165

c) Tidak cakap melakukan pekerjaan walaupun sudah dicoba di bidang tugas yang ada ;

d) Melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam kesepakatan kerja bersama, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja.

3) Pekerja yang mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpaketerangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggiloleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanyakarena dikualifikasikan mengundurkan diri. Pekerja tersebut berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.91

4) Pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja setelah kepada pekerja yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut yang masing-masing surat peringatan tersebut berlaku untuk paling lama 6 bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pekerja yang bersangkutan memperoleh uang pesangon sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).92

5) Perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun yang dibuktikan dengan laporan keuangan 2 tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).93 Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja berhak atas

91

Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 168 ayat (1) juncto (3)

92

Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 161 ayat (1) (2) dan (3)

uang pesangon sebesar 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)94

6) Perusahaan pailit dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)95

7) Perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4). Tetapi apabila pengusaha yang tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya, maka pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).96

8) Pekerja menuduh dan melaporkan pengusaha telah melakukan perbuatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 169 ayat (1) Undang-undang nomor 13 Tahun 2003, yaitu :

a) Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh; b) Membujuk dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan

yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ;

c) Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan ;

d) Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja ; e) Memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang

diperjanjikan ; atau

f) Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

Tetapi ternyata oleh lembagapenyelesaian perselisihan hubungan industrial pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan dimaksud, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pekerja yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai 94Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 164 ayat (3)

95Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 165

ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3).97

b. Pemutusan hubungan kerja oleh pekerja

Pemutusan kerja oleh pekerja dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut :

1) Pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri, dalam hal ini pekerja memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Apabila tugas dan fungsi pekerja tersebut tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Pengunduran diri ini dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan dilakukan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat- lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri ;

b) Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

c) Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.98

2) Pekerja dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan perburuhan dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut :99

97

Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 169 ayat (3)

98

a) Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh; b) Membujuk dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan

yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ;

c) Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan ;

d) Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja ; e) Memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang

diperjanjikan ; atau

f) Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

Pemutusan hubungan kerja dengan alasan tersebut, pekerja berhak mendapat uang pesangon 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3).

3) Pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).

c. Pemutusan hubungan kerja demi hukum

Pemutusan hubungan kerja demi hukum maksudnya pemutusan hubungan kerja tersebut harus putus dengan sendirinya dan pengusaha tidak

99

perlu mendapatkan penetapan pemutusan hubungan kerja dari lembaga yang berwenang sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 154, sebagai berikut : 100

1) pekerja masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

2) Pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;

3) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau

4) Pekerja/buruh meninggal dunia.

d. Pemutusan hubungan kerja oleh Pengadilan

Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan maksudnya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri atas permintaan yang bersangkutan.101 Dalam pasal 1603v Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan :

Masing-masing pihak adalah setiap waktu berhak, juga sebelumnya pekerjaan di mulai karena alasan-alasan penting, memajukan permohonan tertulis kepada Pengadilan Negeri dari tempat kediamannya yang sesungguhnya, supaya perjanjian perburuhan dinyatakan bubar. Tiap janji yang mungkin berakibat bahwa kekuasaan ini akan dikecualikan adalah batal.

Yang dimaksud dengan alasan penting adalah disamping alasan mendesak juga karena perubahan keadaan pribadi atau kekayaan pemohon atau

100Lalu Husni,loc cit,hal. 187 101Zaeni Asyhadie,loc cit, hal 202

perubahan keadaan dimana pekerjaan yang dilakukan sedemikian rupa sifatnya sehingga adalah layak untuk memutuskan hubungan kerja.102

5. Proses Pemutusan Hubungan Kerja

Pasal 151 ayat (1) Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dengan serikat pekerja atau dengan pekerja apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 151 ayat (2) Undang-undang nomor 13 Tahun 2003.Perundingan ini disebut perundingan bipartit yang dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, perundingan tidak menghasilkan kesepakatan maka perundingan dianggap gagal, dansalah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk diperantarai dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upayapenyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.103Setelah instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat menerima pencatatan perselisihan, instansi tersebut wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian

102Lalu Husni, loc cit,hal. 188

103Undang-undang nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.104 Jika para pihak tidak memilih penyelesaian melalui konsiliasi dan arbitrase maka penyelesaian perselisihan dilakukan dengan mediator.

Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).Pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.105Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah batal demi hukum kecuali dalam hal-hal seperti yang dimaksud dalam Pasal154 Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan , yaitu :106

a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

b. pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;

c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang- undangan; atau

d. pekerja/buruh meninggal dunia.

Dalam hal ini hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja putus dengan sendirinya (demi hukum) dan pengusaha tidak perlu mendapatkan penetapan pemutusan hubungan kerja dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

104

Undang-undang nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal4 ayat (3).

105Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Pasal 151 ayat (3)

106

Apabila dalam perundingan bipartit mencapai kesepakatan penyelesaian, maka sesuai Undang-undang nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 7, berlaku ketentuan sebagai berikut :

a. Berdasarkan kesepakatan tersebut dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak.

b. Perjanjian Bersama tersebut mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak.

c. Perjanjian Bersama wajib didaftarkan oleh para pihak yang melakukan perjanjian pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.

d. Perjanjian Bersama yang yang telah didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial diberikan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama.

e. Apabila Perjanjian Bersama tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi.

f. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama tersebut di atas, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi.

6. Hubungan kerja setelah pengusaha dinyatakan pailit Dalam hal pengusaha dinyatakan pailit maka :107

a. Pekerja yang bekerja pada pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja dan sebaliknya kurator dapat memberhentikan pekerja dengan mengindahkan jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 hari sebelumnya.

b. Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, upah yang terutang sebelum maupun sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan merupakan utang harta pailit

Penjelasan Pasal 39 UUK dan PKPU menyebutkan :

a. Dalam pelaksanaan pemutusan hubungan kerja tersebut, Kurator tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan ; b. Yang dimaksud dengan "upah" adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan

dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja atas suatu pekerjaan atas jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan, dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang- undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 39 UUK dan PKPU dapat diketahui bahwa inisiatif untuk mengajukan pemutusan hubungan kerja pada saat pengusaha telah

Dokumen terkait